Ketika ibu mertua sadar wanita itu menatap sekelilingnya menatap orang-orang yang ada di dekatnya dan khawatir padanya. Seketika saja wanita itu menangis dengan menutup wajahnya menangis dengan suara yang keras dan memilukan."Ibu maafkan aku," ucap Mas Widi yang berusaha membujuk ibunya tapi wanita itu hanya bisa membenamkan wajahnya di antara kedua tangan."Apa yang harus Ibu katakan sekarang, ibu benar-benar malu....""Ibu, Widi sedih kalau ibu nangis.""Ibu lebih sedih lagi dengan perbuatanmu menyakiti anak orang. Apa kau lupa kalau kedua orang tuanya menitipkan dia padamu untuk kau jaga seumur hidupmu? Kenapa kau lakukan ini. Kurangkah cara ibu mendidikmu selama ini?!" "Tidak demi Allah ...""Lantas kenapa Widi?!"Kedua orang tuaku terhenyak dengan tangisan ibu mertua. Mereka pun nampak bingung tapi sama sekali tidak menghakimi suamiku. Tidak ada komentar buruk atau tatapan sinis, tidak ada kebencian yang jelas terlihat di sana. Kedua orang tuaku memang pasangan bijaksana yang h
"Ayo Bu, kita pulang saja," ujarku pada kedua orang tuaku, merasa bahwa kehadiran kami akan membuat istri baru memasuki di merasa canggung aku pun memutuskan untuk mengajak kedua orang tuaku pulang."Tapi Mbak, bukannya Mas Widi mengundang saya kemarin untuk bertemu dengan kalian semua kenapa kalian mau pulang? aku bahkan tidak berkenalan dengan anak-anak," ucap Dinda.Aku nyari saja marah dan melotot padanya karena permintaan yang berlebihan itu membuatku benar-benar berada di titik didih kemarahanku. Beraninya dia ingin memperkenalkan dirinya kepada anak-anak. Lantas apa yang ia bayangkan tentang respon putra-putriku. Apa dia pikir mereka akan bahagia lalu memeluknya dan memanggilnya ibu? Konyol sekali. "Berkenalannya lain kali saja, aku tidak ingin situasi berubah menjadi mencolok terlebih anak-anak tidak akan menerima kehadiranmu sekarang," ujarku sambil melihat anak-anak yang sibuk menonton kartun di ruang tengah. Dinda tersenyum kecut mendengar perkataanku sementara aku langs
Usai menyemprotnya dengan kata-kata yang tidak menyenangkan, lelaki itu hanya bisa mendesahkan nafas sambil menggelengkan kepala kemudian menjauh dariku.Dia pergi mengganti pakaiannya kemudian mengambil kunci mobil dan berangkat kerja tanpa berpamitan. Ya, perlahan-lahan semuanya memang harus berubah. Berpura-pura tetap jadi istri yang baik sungguh menyiksa perasaanku karena aku harus membohongi diri sendiri.Memang tidak baik memasang sikap permusuhan, tapi aku tidak bisa berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, aku sedang kesal dan kekecewaan itu tidak mudah diobati hanya dengan permintaan maaf.Aku tahu, kalau aku terus begini Mas Widi benar-benar akan berpaling, tapi aku pun ingin tahu, setelah mendapatkan kenyamanan dengan Dinda, benarkah dia akan meninggalkanku? aku penasaran tentang apa keputusan berikutnya. *Siang hari ku jemput anak-anakku kemudian aku mampir ke rumah orang tuaku untuk makan siang bersama dengan mereka.Meski aku bersikap ceria dan mencoba menyapa merek
Tentu saja aku langsung emosi, aku langsung melempar pakaian itu ke lantai yang ada di dekat kakinya. Barang-barang itu berhamburan ke lantai dan membuat dia terbelalak.Dia yang sedang makan langsung tersentak dan menghentikan suapan tangannya."Ada apa ini?""Apa pertanyaannya tidak terbalik?" Aku yang emosi, aku yang sudah merasa bahwa ubun-ubunku membara langsung berteriak padanya. "Kau ini kenapa? Aku sedang makan, Syifa." Lelaki itu sontak marah. "Makanlah, lanjutkan, dan telan makanan itu dengan nyaman! Sementara pembantumu ini akan melakukan apa yang kau mau," ucapku sambil menatapnya dengan tajam. Hatiku bergejolak seperti gunung api yang siap meletus. Aku sangat murka, aku tidak menerima penghinaan ini. "Aku tak mengerti!" Lelaki itu memasang wajah heran, sikap polosnya yang dibuat-buat membuatku geram dan ingin menghajarnya."Kenapa kau bawa pulang pakaian kotor seakan-akan rumah ini hanya jembatan dan tempat kau berganti pakaian. Bukankah istri barumu juga punya tangan
Tok ... Tok.Pintu kamarku diketuk Mas Widi, tapi aku bergeming begitu saja karena merasa sudah lelah untuk berdebat dan bicara padanya.Sudah 3 bulan bergulir sejak aku tahu dia punya kekasih. Kupikir hanya Rani saja wanita dalam hidupnya tapi ternyata ada yang lebih penting dari itu. Kupikir hanya Rani wanita yang ia sembunyikan, tapi ternyata ada yang lebih privasi dan lebih berharga dibandingkan wanita istri CEO kaya itu. Mungkin lebih baik menikahi pemilik perusahaa daripada menggoda istri seorang pimpinan. Ya, Mas Widi mendapatkan apa yang dia inginkan.Tok tok.Ketukan pintu itu terulang lagi, lelaki itu membujukku agar aku mau membuka pintu dan mendengar penjelasannya."Dengar Syifa, istriku tersayang. Aku tidak bermaksud menyakitimu, tapi semua yang kulakukan terlihat salah di matamu dan seperti sebuah ketidakadilan yang disengaja."Aku tidak menjawabnya aku sibuk dengan pikiranku sendiri. "Aku sengaja tidak makan atau mencuci pakaianku di tempat Dinda ... bukan karena dia
Terakhir kali aku mendengar suara Dinda saat aku masuk ke dalam kamar dan meninggalkan mereka berdua di dapur.Beberapa saat kemudian suasana rumah menjadi hening, entah mas Widi mengantarnya pulang ataukah dia sudah tidur, aku tidak tahu.*Aku tidak bisa tidur karena gelisah berpikir tentang kelanjutan hari esok. Kalau begini terus, maka jatuhnya bertahan dalam rumah tangga ini akan merusak mentalku. Tadinya aku ingin hidup dengan damai tanpa diganggu atau mengganggu, Aku berusaha berdamai dengan kenyataan ini dan tidak mengusik gugat istri suamiku. Aku ingin menerima takdirku sebagai wanita yang dipoligami tapi ada saja masalah yang mengundang kemarahan dan menyulut emosiku.Sesungguhnya dan sebenar-benarnya ..m aku tidaklah merugi andai Mas Widi menikah lagi. Hanya tentang ego dan rasa dikhianati membuat aku dan segelintir wanita-wanita di dunia ini menjadi keberatan dan tidak bisa menerima keadaan. Andai suami-suami di luar sana bisa jujur tentang keinginan mereka dan bicara da
Apa yang dikatakan Bunda memang benar. Aku tidak boleh bertahan kalau aku sakit sendiri. Aku disarankan untuk menikmati semua fasilitas yang ada tapi disuruh berhati-hati agar jangan sampai apa yang aku nikmati terlihat seperti harga pembelian suami atau sogokan tutup mulut.Kutinggalkan rumah orang tuaku kemudian kembali ke rumahku, kuperkirakan mobil di garasi kemudian masuk ke dalam rumah untuk pergi siapkan makan siang. Untungnya aku tinggal di komplek perumahan yang para tetangganya tidak terlalu akrab sampai harus mengurusi kehidupan satu sama lain. Meski kadang ada beberapa gosip dan isu merebak, tapi itu tidaklah penting untuk sebagian orang yang kebanyakan adalah orang-orang yang sibuk. Kegiatan orang-orang yang tinggal di komplek Bougenville 1 hanya bekerja mencari uang, lalu mereka pulang untuk istirahat. *Pukul 04.00 sore Mas Widi pulang dari rumah sakit. Saat buka pintu, lelaki itu meletakkan sepatunya kemudian langsung menjatuhkan dirinya di atas kursi ruang tamu. Sep
Mendengar bahwa aku tidak lagi mencintainya. Lelaki itu hanya berdiri termangu. Ia tercenung mendengar setiap kalimat yang lebih cocok disebut duri dibandingkan dengan percakapan biasa.Lelaki itu membalikan badannya lalu dengan langkah gontai ia kembali ke ruang kerja dan meletakkan semua barang-barang yang tadi ia kemas buru buru."Kenapa? Kau tidak jadi bermalam di UGD?""Aku akan membatalkannya."Tidak mungkin semudah itu membatalkan kewajiban pekerjaan kecuali kalau dia memang membohongiku. Di mana-mana yang namanya dokter, kalau ada pasien gawat darurat yang tidak bisa ditinggalkan maka mereka akan sigap membantu. Naluri mereka sebagai seorang dokter tidak akan bisa diabaikan. Aku tahu Mas Widi mendustaiku.Malam ini aku dan anak-anak tidur di kamar mereka sementara masih di tidur sendirian di kamar kami. Adalah situasi aneh saat pertama kali aku dan dia tidak tidur bersamaan, pasti lelaki itu mulai merenungkan setiap kejadian dan semoga dia menyesali semua kesalahannya meski h