Share

Bab 5

Penulis: Jacintha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 13:32:20
Setelah mengambil janin itu, Haris mengantar Lea pulang.

"Pak Haris, ini air hangat untukmu."

Haris melihat air hangat yang diberikan Lea dan dengan sayang mencolek hidungnya.

"Baru sekali kubilang, tapi kamu sudah ingat."

Ternyata, di sini juga rumahnya, ya? Hah, di mana pun tetap bisa minum air hangat.

Setelah minum, Haris sepertinya teringat sesuatu, dan buru-buru pergi tanpa menghiraukan bujukan Lea untuk tetap tinggal.

Setelah Haris pergi, Lea dengan santai membuang anakku ke tempat sampah.

"Hah, ibumu benar-benar payah. Semasa hidup, dia nggak bisa mengalahkan aku, setelah mati pun dia nggak bisa melindungimu."

Melihat anakku di tempat sampah, aku berusaha meraihnya dengan tangan.

Namun, tanganku selalu menembusnya. Aku tidak bisa menyentuhnya sama sekali.

"Maafkan ibumu yang nggak berguna. Di kehidupan berikutnya, carilah ibu yang baik, jangan ke rahim Ibu lagi."

Aku tidak tahan dan berjongkok di sampingnya, menangis. Ternyata, mati pun masih bisa merasa sakit hati, ya?

Lea duduk santai di sofa dan mulai menelepon.

"Bu, kalau Haris tanya soal penyakit Ibu, bilang saja setelah minum obat darinya, penyakit Ibu sudah jauh lebih baik."

Kata-kata Lea membuatku terkejut. Jadi, ibunya sebenarnya tidak perlu janin itu?

Dia kejam sekali. Demi Haris, dia tega melakukan ini pada anak yang belum lahir.

Apa dia tidak lelah? Di depan kami dia bersikap seperti ini, tetapi saat sendirian, tampak sisi lain dari dirinya.

"Bu Anna, kamu begitu lembut, seperti kakakku sendiri."

"Bu Anna, boleh nggak aku panggil kamu Kakak? Tapi, sepertinya nggak bisa, ya? Pasti Pak Haris nggak setuju."

"Bu Anna, semoga kamu dan Pak Haris langgeng selalu."

Aku tidak mengerti, gadis seperti Lea yang tampak ceria dan polos ternyata menyembunyikan iblis yang sangat jahat dalam dirinya.

Sepertinya aku tidak bisa terlalu jauh dari Haris, karena belum sempat memahami lebih jauh soal Lea, tiba-tiba aku kembali ke sisi Haris.

Setelah Haris pulang, dia akhirnya teringat padaku.

Dia mulai mengirimiku pesan terus-menerus.

"Kamu marah soal apa, sih?"

"Bisa nggak berhenti bertingkah kekanak-kanakan? Aku benar-benar lelah."

"Kamu bisa nggak lebih pengertian? Hari ini aku baru menangani jenazah seorang ibu hamil. Bayinya baru saja terbentuk, suasana hatiku benar-benar buruk."

Cuma suasana hati buruk? Memusnahkan anakmu sendiri, apa di malam hari nanti tidak takut bermimpi buruk?

"Kalau kamu nggak pulang, ya jangan pulang selamanya."

"Kalau nggak segera balas, kita cerai saja."

Melihat aku terus tidak membalas pesannya, Haris mulai marah.

Akhirnya, aku membalas pesannya, walau bukan aku yang melakukannya.

"Cerai saja. Aku sudah bersama orang lain, jadi jangan cari aku lagi."

Ternyata, Lea menyembunyikan ponselku demi Haris.

Kalau ini Haris yang dulu, dia pasti bisa menyadari pesan itu bukan dariku!

Mungkin karena sudah tidak muda lagi, setiap kalimat yang kutulis selalu ada tanda baca, tetapi pesan tadi tidak ada tanda bacanya.

Tetapi, Haris yang sekarang tidak menyadarinya. Dia bahkan tidak menelepon untuk memastikan, dan langsung membuang ponselnya.

Dia mondar-mandir di rumah, bahkan mengemas semua barang-barangku.

"Kapan kita ke kantor catatan sipil untuk ambil surat cerai?"

...

Lea tidak lagi membalas pesan Haris. Semalaman dia tak bisa tidur, terus membuka halaman obrolan kami di WhatsApp, berharap ada balasan dariku.

Hah, sekarang mendadak jadi penuh perhatian pada siapa?

Ketika Haris pergi ke kamar mandi dalam keadaan setengah sadar, akhirnya dia menemukan alat tes kehamilanku.

Dia memandangnya dengan tidak percaya, lalu mengambil ponsel untuk memastikan di internet. Setelah tahu aku hamil, dia mulai meneleponku.

Namun, sebanyak apa pun dia menelepon, Lea tetap menolak panggilannya.

"Kamu hamil? Ayo kita bicara baik-baik. Kita nggak bisa bercerai."

Tentu saja, Haris tidak mendapatkan jawaban dariku. Dengan hati hancur, dia berangkat kerja.

"Pak, kok kelihatan lesu banget? Apa Bu Anna ketahuan berselingkuh?"

"Ah, nggak, nggak."

Lea terlihat panik dan buru-buru menutup mulutnya.

"Jangan bicara sembarangan. Bu Anna sedang hamil."

Haris jarang marah pada Lea, membuat Lea terkejut.

Setelah diam beberapa waktu, akhirnya dia berkata dengan perlahan.

"Tapi, kemarin aku lihat Bu Anna bersama seorang pria yang nggak kukenal."

"Oh ya? Di mana?"

Haris menarik Lea dengan kuat, sampai gadis itu meringis kesakitan baru dilepaskan.

"Sudahlah, biarkan saja."

Ternyata, ketika seorang pria tidak mencintaimu lagi, dia bahkan tidak akan repot-repot membuktikan kebohonganmu. Apa pun yang kamu katakan dia akan percaya.

Haris dengan lesu menelungkup di meja kerjanya, tidak menghiraukan panggilan Lea.

Sampai polisi datang.

"Siapa yang bernama Lea Linata?"

Lea dibawa pergi. Kabarnya, pengelola wahana bianglala itu adalah kerabatnya.

Setelah seseorang tewas, pengelola itu tidak tahan dihantui rasa bersalah dan menyerahkan diri ke polisi, mengaku bahwa Lea menyuruhnya merusak wahana sehingga kabin terjatuh.

"Lea cuma anak-anak, dia nggak sengaja."

"Dia melakukan itu demi aku, demi cinta."

Haris yang menelungkup di meja mendengar suara itu dan segera lari menghampiri, berusaha membela Lea.

"Dia sudah 22 tahun, bukan 2 tahun!"

"Demi cinta omong apa sampai mengorbankan satu nyawa, malah dua!"

Haris tertegun mendengar kata-kata polisi itu, entah apakah dia teringat akan janin yang diambilnya.

Dia mendatangi tubuhku dan tiba-tiba berlutut di hadapanku.

"Meski aku nggak tahu siapa namamu, tapi aku harap kamu bisa melindungi Lea. Dia benar-benar nggak sengaja."

"Dia cuma terlalu mencintaiku, kamu pasti mau memaafkannya, 'kan?"

"Lagi pula, bisa dibilang dia sudah melakukan hal yang baik untuk anakmu. Di kehidupan berikutnya, anakmu bisa mendapat kehidupan yang lebih baik."

Melihat Haris terus membela Lea, jiwaku makin lama makin memudar. Apa ini berarti aku akan pergi?

"Haris, kamu sudah tahu semuanya?"

Haris yang masih berlutut di samping jenazahku terlihat oleh seorang petugas pemulasaran senior, seorang pria tua yang cerewet.

"Kami baru saja tahu. Awalnya, kami ingin merahasiakannya darimu beberapa hari lagi."

"Hei, Haris, kamu harus tabah! Kenanglah Anna dengan baik. Katanya sore nanti akan dikremasi."

"Maksudmu apa?"

Mendengar kata-kata petugas tua itu, Haris berdiri dengan tatapan tak percaya.

Petugas tua itu kaget, mundur ke jarak yang aman, lalu bergumam.

"Jangan terlalu sedih, nanti jadi gila."

"Haris, sebaiknya kamu ucapkan selamat tinggal pada Anna dulu. Aku pergi dulu, ya."

Setelah petugas pemulasaran jenazah itu pergi, Haris mulai memeriksa tubuhku.

Pertama-tama, dia melihat tahi lalat merah di dadaku.

"Pasti kebetulan. Bukan hanya Anna yang punya tanda itu."

Lalu, dia mulai memeriksa jari-jariku. Aku tahu dia ingin mencari cincin pernikahan kami.

Namun, saat aku tahu dia berselingkuh, aku sudah melepasnya. Dia tidak akan menemukannya.

Tetapi, dia memandang bekas cincin di jariku cukup lama, samar-samar terdapat bekas huruf "G."

Di dalam cincin miliknya terdapat huruf "A," inisialku, dan di cincinnya tertulis huruf "G," inisial Gunawan.

"Anna, biarkan aku menemanimu dalam cincinmu, untuk mengawasi agar kamu makan dengan baik!"

Dulu, kata-katanya terdengar begitu indah, tetapi sayang sekarang semuanya sudah berubah.

"Nggak, ini cuma kebetulan. Semua cuma kebetulan!"

Padahal sudah ada bukti yang jelas, kenapa dia masih tidak mau percaya?

Bab terkait

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 6

    Oh, apakah dia tidak bisa terima kalau aku sudah mati, atau tidak bisa terima kalau aku bisa dibilang terbunuh olehnya dan Lea? Mungkin dia masih punya sedikit hati nurani, tidak bisa menerima kenyataan kalau dia sendiri yang menghancurkan jasad anak kami.Haris tetap tidak percaya kalau jasad itu adalah aku. Dia menarik rambutku seolah-olah ingin melakukan uji identifikasi.Namun, di tengah jalan, dia berhenti, lalu berjongkok tidak berdaya dan memegangi kepala sambil menangis.Ya, dengan siapa dia akan membandingkan DNA-ku? Aku sudah jadi yatim piatu sejak lama.Saat ibuku bunuh diri, dia juga membawa serta ayahku yang suka melakukan KDRT.Dia hanya meninggalkan satu pesan untukku, "Anna, mulai sekarang, hidupmu akan damai dan penuh kebahagiaan selamanya!"Menyaksikan pernikahan orang tuaku yang gagal sejak kecil membuatku takut untuk jatuh cinta dan takut untuk menikah.Tetapi, Haris-lah yang meyakinkanku. Katanya banyak orang di dunia ini yang saling mencintai, banyak pasangan yang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 7

    Perubahan sikap ibu mertuaku membuatku terkejut, tetapi sebenarnya bisa dimengerti.Memelihara seekor anjing pun, pasti ada ikatan emosional, bukan? Hanya saja aku sudah mati, lalu kenapa harus bersedih sekarang? Kenapa tidak memperlakukanku dengan baik saat aku masih hidup?"Baiklah, aku bereskan dulu barang-barang Anna. Bagaimana kalau barang-barang itu nggak berguna saat dia sampai di sana?""Sudah kubereskan."Haris menjawab dengan lemah, sambil duduk di sofa.Entah tidak mendengar atau tetap ingin memeriksa, ibu mertua mengabaikan Haris dan tetap pergi ke kamar."Haris, cepat ke sini!"Aku mengikuti suara panggilannya dan melayang mendekatinya.Oh, ternyata dia membuka kamar anak. Pasti sekarang dia melihat kejutan yang sudah kusiapkan untuk Haris!Hanya saja, sekarang, kejutan itu seolah-olah tidak ada artinya lagi.Di sana ada syal yang kurajut sendiri untuk Haris.Musim hujan tahun lalu, media sosialnya penuh dengan foto syal pertama di musim hujan. Dia sangat iri dan mengajakk

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 8

    Aku mengikuti mereka dan baru menyadari, hotel tempat pernikahan mereka juga dipesan di hotel yang sama dengan pernikahanku dulu.Apa yang dilakukan Haris ini membuatku bingung, tetapi itu tidak penting lagi, karena kurasa aku akan segera pergi.Aku melayang-layang di sekitar aula dan mendapati bahwa bahkan menu hidangan pun sama dengan saat pernikahanku dulu.Sungguh orang yang aneh dan egois.Haris mengenakan setelan yang sama dengan saat pernikahan kami, berdiri tegak di tengah aula. Sementara itu, Lea, yang mengenakan gaun pengantin yang tidak pas terus berdiri rapat di sebelahnya.Beberapa kali pembawa acara mendesak Haris untuk segera memulai upacara, tetapi dia tidak bergeming sedikit pun.Lea yang berdiri di sampingnya terlihat sangat cemas hingga hampir menangis. Dia diam-diam menarik lengan baju Haris."Haris, ayo mulai, para tamu sudah menunggu."Haris merapikan rambut Lea, lalu berbisik,"Jangan khawatir, sebentar lagi."Saat melihat mereka bermesraan, aku langsung melayang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 9

    Kata-kata Lea membuat para tamu terkesiap kaget dan sebagian besar segera pergi meninggalkan tempat itu."Plak!"Perkataan Lea membuat Haris sangat marah, hingga dia menamparnya.Lea memegang pipinya, menatap tak percaya pada Haris."Sekarang kamu berpura-pura setia buat siapa?""Apa aku yang membuatmu berselingkuh? Bukankah kamu sendiri yang mengeluarkan anak itu? Haris, kamu benar-benar bukan lelaki sejati!"Haris tidak menjawab. Dia menarik Lea menuju lift."Lepaskan aku!"Tidak peduli seberapa keras Lea meronta, Haris tidak melepaskannya.Akhirnya, mereka tiba di atap gedung."Haris, kamu mau apa?"Lea sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Haris dan mencoba mundur, tetapi sayangnya Haris sudah mengunci pintu atap."Benar, kita berdua pendosa. Mari kita menebus dosa kita di sini bersama Anna dan anak di dalam perutnya!"Setelah berkata demikian, Haris menarik Lea dan melompat dari lantai 34. Lea meninggal seketika, tubuhnya hancur berkeping-keping.Aku menyaksika

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 1

    Hari ini, tanggal 20 Mei, aku mati di tempat aku dan Haris dulu membuat janji cinta, kepalaku terhantam kabin bianglala.Aku dan anakku meninggal bersama.Sementara itu, suamiku, Haris, sedang asyik berpelukan dan berciuman dengan Lea di dalam kabin itu."Pak Haris, kalau aku nggak banyak bergerak, apa dia ...."Aku melayang di udara, melihat Lea melekat erat dalam pelukan Haris, sepertinya sangat menyesal.Aku berbisik di telinganya terus-menerus, "Ini semua karena kamu. Karena kamu terus bergerak, kabin bianglala jatuh. Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin mati!"Sayangnya, dia nggak bisa mendengarku."Bukan salahmu, Lea. Dia memang bernasib buruk. Kalau bukan kita, pasti ada orang lain yang duduk di kabin itu, dan dia tetap akan mati."Haris memeluk Lea erat-erat, seolah-olah takut aku tiba-tiba hidup kembali dan menakuti mereka."Pak Haris, aku takut.""Jangan lihat. Ayo kita pergi dari sini."Haris menggendong Lea dan menekan kepala gadis itu ke dadanya.Namun, Lea masih sem

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 2

    Setelah mengantar pulang Lea yang masih ketakutan, barulah Haris teringat untuk pulang ke rumah kami."Anna, tolong ambilkan aku segelas air!"Itulah kebiasaan Haris. Dia selalu minum air hangat setiap kali pulang.Katanya, suhu di rumah duka terlalu dingin, dan hanya dengan begitu dia bisa merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, yang menjawabnya hanyalah keheningan.Pagi tadi kami bertengkar gara-gara Lea."Istriku, Lea demam dan sendirian di rumah sakit. Sebagai mentornya, aku harus menjenguknya."Melihat Haris sudah berganti sepatu di pintu masuk, tiba-tiba aku merasa, kalau dia pergi, mungkin dia tidak akan kembali lagi."Di rumah sakit ada dokter dan perawat. Buat apa kamu pergi? Lagi pula, hari ini tanggal 20 Mei, kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah?"Haris berhenti sejenak dan menatapku dengan ekspresi tidak percaya."Anna, orang lain sedang sakit, kamu malah berpikir ingin merayakan hari ini?""Kamu benar-benar dingin. Lea bahkan bilang dia sangat menyukaimu. Kalau dia

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 3

    Haris tidak mencariku. Dia langsung tidur setelah mencuci muka dan sikat gigi.Dia tidak menelepon atau mengirim pesan untuk menanyakan aku ke mana.Benar saja, ketika kamu sudah melihat bagaimana dia mencintaimu, akan sangat jelas terlihat ketika dia tidak mencintaimu lagi. Sekali lihat saja sudah tahu.Dulu, ketika aku sibuk bekerja dan tidak langsung membalas pesannya, panggilan bertubi-tubi darinya akan masuk.Kadang-kadang, jika aku tidak mengangkat telepon, dia bahkan akan meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke kantor dan memastikan keadaanku."Anna, sesibuk apa pun kamu, ingatlah untuk membalas pesanku.""Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nanti kalau kamu sibuk, balas saja dengan emotikon senyum, supaya aku tahu kamu baik-baik saja."...Sekarang, mengirim pesan pun dia sudah malas.Aku mengenalnya karena ibuku.Ibuku adalah wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama puluhan tahun, dan akhirnya melompat dari gedung tingg

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 4

    Tubuhku dikirim ke rumah duka tempat Haris bekerja, dan di sana Haris bersama Lea yang mengurus jasadku.Haris bertugas merapikan jenazah dan memulihkan penampilanku, sedangkan Lea bertugas menata barang-barang peninggalanku.Ternyata selama ini mereka begitu kompak. Lalu, kenapa setiap hari Haris selalu mengeluh tentang Lea di rumah?Apakah ini karena, konon, yang tidak bisa dimiliki selalu mengusik hati?"Pak Haris, kasihan sekali dia. Dia sedang hamil, loh."Lea melihat hasil otopsiku dan mendapati bahwa aku sudah hamil tiga bulan.Haris tidak menanggapi ucapan Lea dan tetap fokus menyusun kembali tulang tengkorakku.Kalau saja aku tidak melihat Lea diam-diam menyembunyikan ponselku saat mengurus barang-barangku, aku mungkin akan percaya bahwa dia benar-benar mengasihaniku.Kepalaku hancur berkeping-keping, sehingga sangat sulit menyusunnya kembali secara utuh dan hanya bisa diatur kasar untuk membentuk siluetnya.Sayang sekali, mereka tidak akan mengenaliku. Dengan begitu, mereka p

Bab terbaru

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 9

    Kata-kata Lea membuat para tamu terkesiap kaget dan sebagian besar segera pergi meninggalkan tempat itu."Plak!"Perkataan Lea membuat Haris sangat marah, hingga dia menamparnya.Lea memegang pipinya, menatap tak percaya pada Haris."Sekarang kamu berpura-pura setia buat siapa?""Apa aku yang membuatmu berselingkuh? Bukankah kamu sendiri yang mengeluarkan anak itu? Haris, kamu benar-benar bukan lelaki sejati!"Haris tidak menjawab. Dia menarik Lea menuju lift."Lepaskan aku!"Tidak peduli seberapa keras Lea meronta, Haris tidak melepaskannya.Akhirnya, mereka tiba di atap gedung."Haris, kamu mau apa?"Lea sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Haris dan mencoba mundur, tetapi sayangnya Haris sudah mengunci pintu atap."Benar, kita berdua pendosa. Mari kita menebus dosa kita di sini bersama Anna dan anak di dalam perutnya!"Setelah berkata demikian, Haris menarik Lea dan melompat dari lantai 34. Lea meninggal seketika, tubuhnya hancur berkeping-keping.Aku menyaksika

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 8

    Aku mengikuti mereka dan baru menyadari, hotel tempat pernikahan mereka juga dipesan di hotel yang sama dengan pernikahanku dulu.Apa yang dilakukan Haris ini membuatku bingung, tetapi itu tidak penting lagi, karena kurasa aku akan segera pergi.Aku melayang-layang di sekitar aula dan mendapati bahwa bahkan menu hidangan pun sama dengan saat pernikahanku dulu.Sungguh orang yang aneh dan egois.Haris mengenakan setelan yang sama dengan saat pernikahan kami, berdiri tegak di tengah aula. Sementara itu, Lea, yang mengenakan gaun pengantin yang tidak pas terus berdiri rapat di sebelahnya.Beberapa kali pembawa acara mendesak Haris untuk segera memulai upacara, tetapi dia tidak bergeming sedikit pun.Lea yang berdiri di sampingnya terlihat sangat cemas hingga hampir menangis. Dia diam-diam menarik lengan baju Haris."Haris, ayo mulai, para tamu sudah menunggu."Haris merapikan rambut Lea, lalu berbisik,"Jangan khawatir, sebentar lagi."Saat melihat mereka bermesraan, aku langsung melayang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 7

    Perubahan sikap ibu mertuaku membuatku terkejut, tetapi sebenarnya bisa dimengerti.Memelihara seekor anjing pun, pasti ada ikatan emosional, bukan? Hanya saja aku sudah mati, lalu kenapa harus bersedih sekarang? Kenapa tidak memperlakukanku dengan baik saat aku masih hidup?"Baiklah, aku bereskan dulu barang-barang Anna. Bagaimana kalau barang-barang itu nggak berguna saat dia sampai di sana?""Sudah kubereskan."Haris menjawab dengan lemah, sambil duduk di sofa.Entah tidak mendengar atau tetap ingin memeriksa, ibu mertua mengabaikan Haris dan tetap pergi ke kamar."Haris, cepat ke sini!"Aku mengikuti suara panggilannya dan melayang mendekatinya.Oh, ternyata dia membuka kamar anak. Pasti sekarang dia melihat kejutan yang sudah kusiapkan untuk Haris!Hanya saja, sekarang, kejutan itu seolah-olah tidak ada artinya lagi.Di sana ada syal yang kurajut sendiri untuk Haris.Musim hujan tahun lalu, media sosialnya penuh dengan foto syal pertama di musim hujan. Dia sangat iri dan mengajakk

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 6

    Oh, apakah dia tidak bisa terima kalau aku sudah mati, atau tidak bisa terima kalau aku bisa dibilang terbunuh olehnya dan Lea? Mungkin dia masih punya sedikit hati nurani, tidak bisa menerima kenyataan kalau dia sendiri yang menghancurkan jasad anak kami.Haris tetap tidak percaya kalau jasad itu adalah aku. Dia menarik rambutku seolah-olah ingin melakukan uji identifikasi.Namun, di tengah jalan, dia berhenti, lalu berjongkok tidak berdaya dan memegangi kepala sambil menangis.Ya, dengan siapa dia akan membandingkan DNA-ku? Aku sudah jadi yatim piatu sejak lama.Saat ibuku bunuh diri, dia juga membawa serta ayahku yang suka melakukan KDRT.Dia hanya meninggalkan satu pesan untukku, "Anna, mulai sekarang, hidupmu akan damai dan penuh kebahagiaan selamanya!"Menyaksikan pernikahan orang tuaku yang gagal sejak kecil membuatku takut untuk jatuh cinta dan takut untuk menikah.Tetapi, Haris-lah yang meyakinkanku. Katanya banyak orang di dunia ini yang saling mencintai, banyak pasangan yang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 5

    Setelah mengambil janin itu, Haris mengantar Lea pulang."Pak Haris, ini air hangat untukmu."Haris melihat air hangat yang diberikan Lea dan dengan sayang mencolek hidungnya."Baru sekali kubilang, tapi kamu sudah ingat."Ternyata, di sini juga rumahnya, ya? Hah, di mana pun tetap bisa minum air hangat.Setelah minum, Haris sepertinya teringat sesuatu, dan buru-buru pergi tanpa menghiraukan bujukan Lea untuk tetap tinggal.Setelah Haris pergi, Lea dengan santai membuang anakku ke tempat sampah."Hah, ibumu benar-benar payah. Semasa hidup, dia nggak bisa mengalahkan aku, setelah mati pun dia nggak bisa melindungimu."Melihat anakku di tempat sampah, aku berusaha meraihnya dengan tangan.Namun, tanganku selalu menembusnya. Aku tidak bisa menyentuhnya sama sekali."Maafkan ibumu yang nggak berguna. Di kehidupan berikutnya, carilah ibu yang baik, jangan ke rahim Ibu lagi."Aku tidak tahan dan berjongkok di sampingnya, menangis. Ternyata, mati pun masih bisa merasa sakit hati, ya?Lea dudu

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 4

    Tubuhku dikirim ke rumah duka tempat Haris bekerja, dan di sana Haris bersama Lea yang mengurus jasadku.Haris bertugas merapikan jenazah dan memulihkan penampilanku, sedangkan Lea bertugas menata barang-barang peninggalanku.Ternyata selama ini mereka begitu kompak. Lalu, kenapa setiap hari Haris selalu mengeluh tentang Lea di rumah?Apakah ini karena, konon, yang tidak bisa dimiliki selalu mengusik hati?"Pak Haris, kasihan sekali dia. Dia sedang hamil, loh."Lea melihat hasil otopsiku dan mendapati bahwa aku sudah hamil tiga bulan.Haris tidak menanggapi ucapan Lea dan tetap fokus menyusun kembali tulang tengkorakku.Kalau saja aku tidak melihat Lea diam-diam menyembunyikan ponselku saat mengurus barang-barangku, aku mungkin akan percaya bahwa dia benar-benar mengasihaniku.Kepalaku hancur berkeping-keping, sehingga sangat sulit menyusunnya kembali secara utuh dan hanya bisa diatur kasar untuk membentuk siluetnya.Sayang sekali, mereka tidak akan mengenaliku. Dengan begitu, mereka p

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 3

    Haris tidak mencariku. Dia langsung tidur setelah mencuci muka dan sikat gigi.Dia tidak menelepon atau mengirim pesan untuk menanyakan aku ke mana.Benar saja, ketika kamu sudah melihat bagaimana dia mencintaimu, akan sangat jelas terlihat ketika dia tidak mencintaimu lagi. Sekali lihat saja sudah tahu.Dulu, ketika aku sibuk bekerja dan tidak langsung membalas pesannya, panggilan bertubi-tubi darinya akan masuk.Kadang-kadang, jika aku tidak mengangkat telepon, dia bahkan akan meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke kantor dan memastikan keadaanku."Anna, sesibuk apa pun kamu, ingatlah untuk membalas pesanku.""Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nanti kalau kamu sibuk, balas saja dengan emotikon senyum, supaya aku tahu kamu baik-baik saja."...Sekarang, mengirim pesan pun dia sudah malas.Aku mengenalnya karena ibuku.Ibuku adalah wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama puluhan tahun, dan akhirnya melompat dari gedung tingg

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 2

    Setelah mengantar pulang Lea yang masih ketakutan, barulah Haris teringat untuk pulang ke rumah kami."Anna, tolong ambilkan aku segelas air!"Itulah kebiasaan Haris. Dia selalu minum air hangat setiap kali pulang.Katanya, suhu di rumah duka terlalu dingin, dan hanya dengan begitu dia bisa merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, yang menjawabnya hanyalah keheningan.Pagi tadi kami bertengkar gara-gara Lea."Istriku, Lea demam dan sendirian di rumah sakit. Sebagai mentornya, aku harus menjenguknya."Melihat Haris sudah berganti sepatu di pintu masuk, tiba-tiba aku merasa, kalau dia pergi, mungkin dia tidak akan kembali lagi."Di rumah sakit ada dokter dan perawat. Buat apa kamu pergi? Lagi pula, hari ini tanggal 20 Mei, kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah?"Haris berhenti sejenak dan menatapku dengan ekspresi tidak percaya."Anna, orang lain sedang sakit, kamu malah berpikir ingin merayakan hari ini?""Kamu benar-benar dingin. Lea bahkan bilang dia sangat menyukaimu. Kalau dia

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 1

    Hari ini, tanggal 20 Mei, aku mati di tempat aku dan Haris dulu membuat janji cinta, kepalaku terhantam kabin bianglala.Aku dan anakku meninggal bersama.Sementara itu, suamiku, Haris, sedang asyik berpelukan dan berciuman dengan Lea di dalam kabin itu."Pak Haris, kalau aku nggak banyak bergerak, apa dia ...."Aku melayang di udara, melihat Lea melekat erat dalam pelukan Haris, sepertinya sangat menyesal.Aku berbisik di telinganya terus-menerus, "Ini semua karena kamu. Karena kamu terus bergerak, kabin bianglala jatuh. Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin mati!"Sayangnya, dia nggak bisa mendengarku."Bukan salahmu, Lea. Dia memang bernasib buruk. Kalau bukan kita, pasti ada orang lain yang duduk di kabin itu, dan dia tetap akan mati."Haris memeluk Lea erat-erat, seolah-olah takut aku tiba-tiba hidup kembali dan menakuti mereka."Pak Haris, aku takut.""Jangan lihat. Ayo kita pergi dari sini."Haris menggendong Lea dan menekan kepala gadis itu ke dadanya.Namun, Lea masih sem

DMCA.com Protection Status