Share

Bab 4

Penulis: Jacintha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 13:32:20
Tubuhku dikirim ke rumah duka tempat Haris bekerja, dan di sana Haris bersama Lea yang mengurus jasadku.

Haris bertugas merapikan jenazah dan memulihkan penampilanku, sedangkan Lea bertugas menata barang-barang peninggalanku.

Ternyata selama ini mereka begitu kompak. Lalu, kenapa setiap hari Haris selalu mengeluh tentang Lea di rumah?

Apakah ini karena, konon, yang tidak bisa dimiliki selalu mengusik hati?

"Pak Haris, kasihan sekali dia. Dia sedang hamil, loh."

Lea melihat hasil otopsiku dan mendapati bahwa aku sudah hamil tiga bulan.

Haris tidak menanggapi ucapan Lea dan tetap fokus menyusun kembali tulang tengkorakku.

Kalau saja aku tidak melihat Lea diam-diam menyembunyikan ponselku saat mengurus barang-barangku, aku mungkin akan percaya bahwa dia benar-benar mengasihaniku.

Kepalaku hancur berkeping-keping, sehingga sangat sulit menyusunnya kembali secara utuh dan hanya bisa diatur kasar untuk membentuk siluetnya.

Sayang sekali, mereka tidak akan mengenaliku. Dengan begitu, mereka pun tidak merasa takut.

Haris sangat sibuk, terus-menerus menggunakan kawat baja untuk memperkuat tengkorakku, sementara Lea tampak santai, bergerak ke sana kemari seolah-olah tanpa beban.

Namun, kata-kata Lea selanjutnya membuat jantungku yang sudah tidak berdenyut bergetar.

"Pak Haris, aku khawatir sekali tentang penyakit Ibu. Katanya hanya janin yang belum terbentuk yang bisa dijadikan obat untuk menyembuhkannya."

Haris tidak menjawabnya, fokus pada pekerjaannya.

Melihat Haris tidak menanggapi, Lea duduk dengan muram di sudut ruangan.

Sebagai roh yang hanya bisa menyaksikan, aku menyentuh perutku yang rata. Tampaknya anakku sudah pergi. Rupanya begitu aku mati, dia tidak lagi menyertaiku.

"Ambil pisau!"

Setelah selesai dengan pekerjaannya, Haris tiba-tiba berseru, mengejutkan Lea yang duduk di sudut.

"Pisau buat apa, Pak Haris?"

Haris menatap Lea yang kebingungan, lalu tersenyum lembut.

"Bukannya kamu bilang mau menyembuhkan penyakit ibumu?"

Mendengar itu, Lea langsung bergegas mengambil pisau bedah.

"Haris Gunawan, kalau kamu melakukan ini, aku pasti akan membunuhmu!"

"Haris!"

Seberapa pun kerasnya aku berteriak dan memanggilnya, Haris tetap tidak menanggapi, memegang pisau, bersiap membelah perutku.

"Pak Haris!"

Suara Lea menghentikan Haris.

"Pak Haris, apa ini nanti nggak akan ketahuan?"

"Selama kamu baik-baik saja, aku nggak peduli."

Melihat Haris mengarahkan pisau ke perutku, aku tidak bisa menahan diri dan berlutut, memohon padanya.

"Kumohon, biarkan dia. Dia belum sempat melihat dunia!"

"Kumohon, Haris. Aku rela jadi budakmu di kehidupan berikutnya. Apa pun yang kamu mau, akan kulakukan."

"Lea, kumohon, hentikan dia. Aku nggak akan merebutnya darimu lagi."

Permohonanku membuat angin berembus kencang di ruang rias, menyibakkan kain kafan yang menutupi tubuhku.

Jasadku kini terbuka sepenuhnya di hadapan Haris, termasuk tahi lalat merah di dadaku.

"Haris, tahi lalat merah di dadaku ini pasti karena hatiku terluka oleh orang yang kucintai di kehidupan sebelumnya. Jangan buat aku merasakan sakit yang sama."

"Anna, seumur hidupku aku cuma mencintaimu."

"Oh, dan juga anak kita."

Janji itu terasa seperti kemarin, tetapi sekarang bukan hanya aku yang dia lukai, tetapi juga anak kami yang sudah meninggal.

Melihat tahi lalat merah di dadaku, Haris menggeleng pelan, seakan menyangkal dugaan apa pun, lalu mendekatkan pisau ke perutku.

"Haris! Kumohon padamu!"

"Nggak! Jangan!"

Seberapa pun aku menangis dan memohon, Haris tetap membedah perutku dan mengeluarkan janinku yang belum terbentuk.

"Haris, aku mengutukmu agar selamanya nggak bisa mendapatkan cinta, dan mati dalam kesengsaraan!"

"Kalian berdua nggak akan mati dengan tenang!"

Mungkin karena dendamku terlalu kuat, lampu di ruang rias mulai berkedip-kedip.

"Ah, Pak Haris, sepertinya dia marah."

"Nggak apa-apa. Anggap saja dia melakukan perbuatan baik. Semoga di kehidupan selanjutnya dia terlahir dengan nasib yang lebih baik."

Aku menangis bercucuran darah mendengar kata-kata Haris yang begitu dingin, tetapi agak lega karena anakku tidak harus lahir ke dunia ini.

Haris, kamu akan menyesalinya!

Bab terkait

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 5

    Setelah mengambil janin itu, Haris mengantar Lea pulang."Pak Haris, ini air hangat untukmu."Haris melihat air hangat yang diberikan Lea dan dengan sayang mencolek hidungnya."Baru sekali kubilang, tapi kamu sudah ingat."Ternyata, di sini juga rumahnya, ya? Hah, di mana pun tetap bisa minum air hangat.Setelah minum, Haris sepertinya teringat sesuatu, dan buru-buru pergi tanpa menghiraukan bujukan Lea untuk tetap tinggal.Setelah Haris pergi, Lea dengan santai membuang anakku ke tempat sampah."Hah, ibumu benar-benar payah. Semasa hidup, dia nggak bisa mengalahkan aku, setelah mati pun dia nggak bisa melindungimu."Melihat anakku di tempat sampah, aku berusaha meraihnya dengan tangan.Namun, tanganku selalu menembusnya. Aku tidak bisa menyentuhnya sama sekali."Maafkan ibumu yang nggak berguna. Di kehidupan berikutnya, carilah ibu yang baik, jangan ke rahim Ibu lagi."Aku tidak tahan dan berjongkok di sampingnya, menangis. Ternyata, mati pun masih bisa merasa sakit hati, ya?Lea dudu

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 6

    Oh, apakah dia tidak bisa terima kalau aku sudah mati, atau tidak bisa terima kalau aku bisa dibilang terbunuh olehnya dan Lea? Mungkin dia masih punya sedikit hati nurani, tidak bisa menerima kenyataan kalau dia sendiri yang menghancurkan jasad anak kami.Haris tetap tidak percaya kalau jasad itu adalah aku. Dia menarik rambutku seolah-olah ingin melakukan uji identifikasi.Namun, di tengah jalan, dia berhenti, lalu berjongkok tidak berdaya dan memegangi kepala sambil menangis.Ya, dengan siapa dia akan membandingkan DNA-ku? Aku sudah jadi yatim piatu sejak lama.Saat ibuku bunuh diri, dia juga membawa serta ayahku yang suka melakukan KDRT.Dia hanya meninggalkan satu pesan untukku, "Anna, mulai sekarang, hidupmu akan damai dan penuh kebahagiaan selamanya!"Menyaksikan pernikahan orang tuaku yang gagal sejak kecil membuatku takut untuk jatuh cinta dan takut untuk menikah.Tetapi, Haris-lah yang meyakinkanku. Katanya banyak orang di dunia ini yang saling mencintai, banyak pasangan yang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 7

    Perubahan sikap ibu mertuaku membuatku terkejut, tetapi sebenarnya bisa dimengerti.Memelihara seekor anjing pun, pasti ada ikatan emosional, bukan? Hanya saja aku sudah mati, lalu kenapa harus bersedih sekarang? Kenapa tidak memperlakukanku dengan baik saat aku masih hidup?"Baiklah, aku bereskan dulu barang-barang Anna. Bagaimana kalau barang-barang itu nggak berguna saat dia sampai di sana?""Sudah kubereskan."Haris menjawab dengan lemah, sambil duduk di sofa.Entah tidak mendengar atau tetap ingin memeriksa, ibu mertua mengabaikan Haris dan tetap pergi ke kamar."Haris, cepat ke sini!"Aku mengikuti suara panggilannya dan melayang mendekatinya.Oh, ternyata dia membuka kamar anak. Pasti sekarang dia melihat kejutan yang sudah kusiapkan untuk Haris!Hanya saja, sekarang, kejutan itu seolah-olah tidak ada artinya lagi.Di sana ada syal yang kurajut sendiri untuk Haris.Musim hujan tahun lalu, media sosialnya penuh dengan foto syal pertama di musim hujan. Dia sangat iri dan mengajakk

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 8

    Aku mengikuti mereka dan baru menyadari, hotel tempat pernikahan mereka juga dipesan di hotel yang sama dengan pernikahanku dulu.Apa yang dilakukan Haris ini membuatku bingung, tetapi itu tidak penting lagi, karena kurasa aku akan segera pergi.Aku melayang-layang di sekitar aula dan mendapati bahwa bahkan menu hidangan pun sama dengan saat pernikahanku dulu.Sungguh orang yang aneh dan egois.Haris mengenakan setelan yang sama dengan saat pernikahan kami, berdiri tegak di tengah aula. Sementara itu, Lea, yang mengenakan gaun pengantin yang tidak pas terus berdiri rapat di sebelahnya.Beberapa kali pembawa acara mendesak Haris untuk segera memulai upacara, tetapi dia tidak bergeming sedikit pun.Lea yang berdiri di sampingnya terlihat sangat cemas hingga hampir menangis. Dia diam-diam menarik lengan baju Haris."Haris, ayo mulai, para tamu sudah menunggu."Haris merapikan rambut Lea, lalu berbisik,"Jangan khawatir, sebentar lagi."Saat melihat mereka bermesraan, aku langsung melayang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 9

    Kata-kata Lea membuat para tamu terkesiap kaget dan sebagian besar segera pergi meninggalkan tempat itu."Plak!"Perkataan Lea membuat Haris sangat marah, hingga dia menamparnya.Lea memegang pipinya, menatap tak percaya pada Haris."Sekarang kamu berpura-pura setia buat siapa?""Apa aku yang membuatmu berselingkuh? Bukankah kamu sendiri yang mengeluarkan anak itu? Haris, kamu benar-benar bukan lelaki sejati!"Haris tidak menjawab. Dia menarik Lea menuju lift."Lepaskan aku!"Tidak peduli seberapa keras Lea meronta, Haris tidak melepaskannya.Akhirnya, mereka tiba di atap gedung."Haris, kamu mau apa?"Lea sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Haris dan mencoba mundur, tetapi sayangnya Haris sudah mengunci pintu atap."Benar, kita berdua pendosa. Mari kita menebus dosa kita di sini bersama Anna dan anak di dalam perutnya!"Setelah berkata demikian, Haris menarik Lea dan melompat dari lantai 34. Lea meninggal seketika, tubuhnya hancur berkeping-keping.Aku menyaksika

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 1

    Hari ini, tanggal 20 Mei, aku mati di tempat aku dan Haris dulu membuat janji cinta, kepalaku terhantam kabin bianglala.Aku dan anakku meninggal bersama.Sementara itu, suamiku, Haris, sedang asyik berpelukan dan berciuman dengan Lea di dalam kabin itu."Pak Haris, kalau aku nggak banyak bergerak, apa dia ...."Aku melayang di udara, melihat Lea melekat erat dalam pelukan Haris, sepertinya sangat menyesal.Aku berbisik di telinganya terus-menerus, "Ini semua karena kamu. Karena kamu terus bergerak, kabin bianglala jatuh. Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin mati!"Sayangnya, dia nggak bisa mendengarku."Bukan salahmu, Lea. Dia memang bernasib buruk. Kalau bukan kita, pasti ada orang lain yang duduk di kabin itu, dan dia tetap akan mati."Haris memeluk Lea erat-erat, seolah-olah takut aku tiba-tiba hidup kembali dan menakuti mereka."Pak Haris, aku takut.""Jangan lihat. Ayo kita pergi dari sini."Haris menggendong Lea dan menekan kepala gadis itu ke dadanya.Namun, Lea masih sem

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 2

    Setelah mengantar pulang Lea yang masih ketakutan, barulah Haris teringat untuk pulang ke rumah kami."Anna, tolong ambilkan aku segelas air!"Itulah kebiasaan Haris. Dia selalu minum air hangat setiap kali pulang.Katanya, suhu di rumah duka terlalu dingin, dan hanya dengan begitu dia bisa merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, yang menjawabnya hanyalah keheningan.Pagi tadi kami bertengkar gara-gara Lea."Istriku, Lea demam dan sendirian di rumah sakit. Sebagai mentornya, aku harus menjenguknya."Melihat Haris sudah berganti sepatu di pintu masuk, tiba-tiba aku merasa, kalau dia pergi, mungkin dia tidak akan kembali lagi."Di rumah sakit ada dokter dan perawat. Buat apa kamu pergi? Lagi pula, hari ini tanggal 20 Mei, kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah?"Haris berhenti sejenak dan menatapku dengan ekspresi tidak percaya."Anna, orang lain sedang sakit, kamu malah berpikir ingin merayakan hari ini?""Kamu benar-benar dingin. Lea bahkan bilang dia sangat menyukaimu. Kalau dia

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 3

    Haris tidak mencariku. Dia langsung tidur setelah mencuci muka dan sikat gigi.Dia tidak menelepon atau mengirim pesan untuk menanyakan aku ke mana.Benar saja, ketika kamu sudah melihat bagaimana dia mencintaimu, akan sangat jelas terlihat ketika dia tidak mencintaimu lagi. Sekali lihat saja sudah tahu.Dulu, ketika aku sibuk bekerja dan tidak langsung membalas pesannya, panggilan bertubi-tubi darinya akan masuk.Kadang-kadang, jika aku tidak mengangkat telepon, dia bahkan akan meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke kantor dan memastikan keadaanku."Anna, sesibuk apa pun kamu, ingatlah untuk membalas pesanku.""Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nanti kalau kamu sibuk, balas saja dengan emotikon senyum, supaya aku tahu kamu baik-baik saja."...Sekarang, mengirim pesan pun dia sudah malas.Aku mengenalnya karena ibuku.Ibuku adalah wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama puluhan tahun, dan akhirnya melompat dari gedung tingg

Bab terbaru

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 9

    Kata-kata Lea membuat para tamu terkesiap kaget dan sebagian besar segera pergi meninggalkan tempat itu."Plak!"Perkataan Lea membuat Haris sangat marah, hingga dia menamparnya.Lea memegang pipinya, menatap tak percaya pada Haris."Sekarang kamu berpura-pura setia buat siapa?""Apa aku yang membuatmu berselingkuh? Bukankah kamu sendiri yang mengeluarkan anak itu? Haris, kamu benar-benar bukan lelaki sejati!"Haris tidak menjawab. Dia menarik Lea menuju lift."Lepaskan aku!"Tidak peduli seberapa keras Lea meronta, Haris tidak melepaskannya.Akhirnya, mereka tiba di atap gedung."Haris, kamu mau apa?"Lea sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Haris dan mencoba mundur, tetapi sayangnya Haris sudah mengunci pintu atap."Benar, kita berdua pendosa. Mari kita menebus dosa kita di sini bersama Anna dan anak di dalam perutnya!"Setelah berkata demikian, Haris menarik Lea dan melompat dari lantai 34. Lea meninggal seketika, tubuhnya hancur berkeping-keping.Aku menyaksika

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 8

    Aku mengikuti mereka dan baru menyadari, hotel tempat pernikahan mereka juga dipesan di hotel yang sama dengan pernikahanku dulu.Apa yang dilakukan Haris ini membuatku bingung, tetapi itu tidak penting lagi, karena kurasa aku akan segera pergi.Aku melayang-layang di sekitar aula dan mendapati bahwa bahkan menu hidangan pun sama dengan saat pernikahanku dulu.Sungguh orang yang aneh dan egois.Haris mengenakan setelan yang sama dengan saat pernikahan kami, berdiri tegak di tengah aula. Sementara itu, Lea, yang mengenakan gaun pengantin yang tidak pas terus berdiri rapat di sebelahnya.Beberapa kali pembawa acara mendesak Haris untuk segera memulai upacara, tetapi dia tidak bergeming sedikit pun.Lea yang berdiri di sampingnya terlihat sangat cemas hingga hampir menangis. Dia diam-diam menarik lengan baju Haris."Haris, ayo mulai, para tamu sudah menunggu."Haris merapikan rambut Lea, lalu berbisik,"Jangan khawatir, sebentar lagi."Saat melihat mereka bermesraan, aku langsung melayang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 7

    Perubahan sikap ibu mertuaku membuatku terkejut, tetapi sebenarnya bisa dimengerti.Memelihara seekor anjing pun, pasti ada ikatan emosional, bukan? Hanya saja aku sudah mati, lalu kenapa harus bersedih sekarang? Kenapa tidak memperlakukanku dengan baik saat aku masih hidup?"Baiklah, aku bereskan dulu barang-barang Anna. Bagaimana kalau barang-barang itu nggak berguna saat dia sampai di sana?""Sudah kubereskan."Haris menjawab dengan lemah, sambil duduk di sofa.Entah tidak mendengar atau tetap ingin memeriksa, ibu mertua mengabaikan Haris dan tetap pergi ke kamar."Haris, cepat ke sini!"Aku mengikuti suara panggilannya dan melayang mendekatinya.Oh, ternyata dia membuka kamar anak. Pasti sekarang dia melihat kejutan yang sudah kusiapkan untuk Haris!Hanya saja, sekarang, kejutan itu seolah-olah tidak ada artinya lagi.Di sana ada syal yang kurajut sendiri untuk Haris.Musim hujan tahun lalu, media sosialnya penuh dengan foto syal pertama di musim hujan. Dia sangat iri dan mengajakk

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 6

    Oh, apakah dia tidak bisa terima kalau aku sudah mati, atau tidak bisa terima kalau aku bisa dibilang terbunuh olehnya dan Lea? Mungkin dia masih punya sedikit hati nurani, tidak bisa menerima kenyataan kalau dia sendiri yang menghancurkan jasad anak kami.Haris tetap tidak percaya kalau jasad itu adalah aku. Dia menarik rambutku seolah-olah ingin melakukan uji identifikasi.Namun, di tengah jalan, dia berhenti, lalu berjongkok tidak berdaya dan memegangi kepala sambil menangis.Ya, dengan siapa dia akan membandingkan DNA-ku? Aku sudah jadi yatim piatu sejak lama.Saat ibuku bunuh diri, dia juga membawa serta ayahku yang suka melakukan KDRT.Dia hanya meninggalkan satu pesan untukku, "Anna, mulai sekarang, hidupmu akan damai dan penuh kebahagiaan selamanya!"Menyaksikan pernikahan orang tuaku yang gagal sejak kecil membuatku takut untuk jatuh cinta dan takut untuk menikah.Tetapi, Haris-lah yang meyakinkanku. Katanya banyak orang di dunia ini yang saling mencintai, banyak pasangan yang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 5

    Setelah mengambil janin itu, Haris mengantar Lea pulang."Pak Haris, ini air hangat untukmu."Haris melihat air hangat yang diberikan Lea dan dengan sayang mencolek hidungnya."Baru sekali kubilang, tapi kamu sudah ingat."Ternyata, di sini juga rumahnya, ya? Hah, di mana pun tetap bisa minum air hangat.Setelah minum, Haris sepertinya teringat sesuatu, dan buru-buru pergi tanpa menghiraukan bujukan Lea untuk tetap tinggal.Setelah Haris pergi, Lea dengan santai membuang anakku ke tempat sampah."Hah, ibumu benar-benar payah. Semasa hidup, dia nggak bisa mengalahkan aku, setelah mati pun dia nggak bisa melindungimu."Melihat anakku di tempat sampah, aku berusaha meraihnya dengan tangan.Namun, tanganku selalu menembusnya. Aku tidak bisa menyentuhnya sama sekali."Maafkan ibumu yang nggak berguna. Di kehidupan berikutnya, carilah ibu yang baik, jangan ke rahim Ibu lagi."Aku tidak tahan dan berjongkok di sampingnya, menangis. Ternyata, mati pun masih bisa merasa sakit hati, ya?Lea dudu

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 4

    Tubuhku dikirim ke rumah duka tempat Haris bekerja, dan di sana Haris bersama Lea yang mengurus jasadku.Haris bertugas merapikan jenazah dan memulihkan penampilanku, sedangkan Lea bertugas menata barang-barang peninggalanku.Ternyata selama ini mereka begitu kompak. Lalu, kenapa setiap hari Haris selalu mengeluh tentang Lea di rumah?Apakah ini karena, konon, yang tidak bisa dimiliki selalu mengusik hati?"Pak Haris, kasihan sekali dia. Dia sedang hamil, loh."Lea melihat hasil otopsiku dan mendapati bahwa aku sudah hamil tiga bulan.Haris tidak menanggapi ucapan Lea dan tetap fokus menyusun kembali tulang tengkorakku.Kalau saja aku tidak melihat Lea diam-diam menyembunyikan ponselku saat mengurus barang-barangku, aku mungkin akan percaya bahwa dia benar-benar mengasihaniku.Kepalaku hancur berkeping-keping, sehingga sangat sulit menyusunnya kembali secara utuh dan hanya bisa diatur kasar untuk membentuk siluetnya.Sayang sekali, mereka tidak akan mengenaliku. Dengan begitu, mereka p

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 3

    Haris tidak mencariku. Dia langsung tidur setelah mencuci muka dan sikat gigi.Dia tidak menelepon atau mengirim pesan untuk menanyakan aku ke mana.Benar saja, ketika kamu sudah melihat bagaimana dia mencintaimu, akan sangat jelas terlihat ketika dia tidak mencintaimu lagi. Sekali lihat saja sudah tahu.Dulu, ketika aku sibuk bekerja dan tidak langsung membalas pesannya, panggilan bertubi-tubi darinya akan masuk.Kadang-kadang, jika aku tidak mengangkat telepon, dia bahkan akan meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke kantor dan memastikan keadaanku."Anna, sesibuk apa pun kamu, ingatlah untuk membalas pesanku.""Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nanti kalau kamu sibuk, balas saja dengan emotikon senyum, supaya aku tahu kamu baik-baik saja."...Sekarang, mengirim pesan pun dia sudah malas.Aku mengenalnya karena ibuku.Ibuku adalah wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama puluhan tahun, dan akhirnya melompat dari gedung tingg

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 2

    Setelah mengantar pulang Lea yang masih ketakutan, barulah Haris teringat untuk pulang ke rumah kami."Anna, tolong ambilkan aku segelas air!"Itulah kebiasaan Haris. Dia selalu minum air hangat setiap kali pulang.Katanya, suhu di rumah duka terlalu dingin, dan hanya dengan begitu dia bisa merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, yang menjawabnya hanyalah keheningan.Pagi tadi kami bertengkar gara-gara Lea."Istriku, Lea demam dan sendirian di rumah sakit. Sebagai mentornya, aku harus menjenguknya."Melihat Haris sudah berganti sepatu di pintu masuk, tiba-tiba aku merasa, kalau dia pergi, mungkin dia tidak akan kembali lagi."Di rumah sakit ada dokter dan perawat. Buat apa kamu pergi? Lagi pula, hari ini tanggal 20 Mei, kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah?"Haris berhenti sejenak dan menatapku dengan ekspresi tidak percaya."Anna, orang lain sedang sakit, kamu malah berpikir ingin merayakan hari ini?""Kamu benar-benar dingin. Lea bahkan bilang dia sangat menyukaimu. Kalau dia

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 1

    Hari ini, tanggal 20 Mei, aku mati di tempat aku dan Haris dulu membuat janji cinta, kepalaku terhantam kabin bianglala.Aku dan anakku meninggal bersama.Sementara itu, suamiku, Haris, sedang asyik berpelukan dan berciuman dengan Lea di dalam kabin itu."Pak Haris, kalau aku nggak banyak bergerak, apa dia ...."Aku melayang di udara, melihat Lea melekat erat dalam pelukan Haris, sepertinya sangat menyesal.Aku berbisik di telinganya terus-menerus, "Ini semua karena kamu. Karena kamu terus bergerak, kabin bianglala jatuh. Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin mati!"Sayangnya, dia nggak bisa mendengarku."Bukan salahmu, Lea. Dia memang bernasib buruk. Kalau bukan kita, pasti ada orang lain yang duduk di kabin itu, dan dia tetap akan mati."Haris memeluk Lea erat-erat, seolah-olah takut aku tiba-tiba hidup kembali dan menakuti mereka."Pak Haris, aku takut.""Jangan lihat. Ayo kita pergi dari sini."Haris menggendong Lea dan menekan kepala gadis itu ke dadanya.Namun, Lea masih sem

DMCA.com Protection Status