Share

Selamat Tinggal, Haris Gunawan
Selamat Tinggal, Haris Gunawan
Penulis: Jacintha

Bab 1

Penulis: Jacintha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-18 13:32:20
Hari ini, tanggal 20 Mei, aku mati di tempat aku dan Haris dulu membuat janji cinta, kepalaku terhantam kabin bianglala.

Aku dan anakku meninggal bersama.

Sementara itu, suamiku, Haris, sedang asyik berpelukan dan berciuman dengan Lea di dalam kabin itu.

"Pak Haris, kalau aku nggak banyak bergerak, apa dia ...."

Aku melayang di udara, melihat Lea melekat erat dalam pelukan Haris, sepertinya sangat menyesal.

Aku berbisik di telinganya terus-menerus, "Ini semua karena kamu. Karena kamu terus bergerak, kabin bianglala jatuh. Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin mati!"

Sayangnya, dia nggak bisa mendengarku.

"Bukan salahmu, Lea. Dia memang bernasib buruk. Kalau bukan kita, pasti ada orang lain yang duduk di kabin itu, dan dia tetap akan mati."

Haris memeluk Lea erat-erat, seolah-olah takut aku tiba-tiba hidup kembali dan menakuti mereka.

"Pak Haris, aku takut."

"Jangan lihat. Ayo kita pergi dari sini."

Haris menggendong Lea dan menekan kepala gadis itu ke dadanya.

Namun, Lea masih sempat menoleh ke tubuhku yang tak lagi berkepala, dan di ujung bibirnya tersirat senyum samar.

Pekerjaan Haris sangat unik. Dia adalah seorang petugas pemulasaran jenazah di rumah duka, sementara Lea adalah magang baru yang akan lulus pada bulan Juni.

Lea masih muda dan menarik, dan Haris mengatakan bahwa gadis itu sering menanyakan hal-hal yang menurut orang lain mungkin terlihat bodoh.

"Magang baru ini sangat bodoh. Pekerjaanku ini membutuhkan orang yang cerdas dan teliti. Kalau nggak, bagaimana kita bisa memenuhi kepercayaan terakhir mereka?"

Awalnya, Haris selalu mengeluh tentang kebodohan dan kecerobohan Lea. Menurutnya, gadis itu tidak cocok untuk pekerjaan itu.

Namun, keluhannya lama-kelamaan terdengar penuh kasih sayang.

"Lea lagi-lagi melakukan hal bodoh hari ini. Untung ada aku yang membantunya."

"Kalau nggak ada aku, dia harus bagaimana?"

Mungkin menyadari ada yang salah dengan ucapannya, Haris buru-buru melihat ekspresiku.

Sebenarnya aku sudah tahu sejak lama bahwa dia berselingkuh, jadi ekspresiku saat itu tidak aneh.

Justru Lea yang memberitahuku. Setelah mereka berhubungan, dia langsung mengirimiku foto.

"Bu, Pak Haris bilang kamu itu wanita mandul yang nggak bisa punya anak. Dia sudah nggak mencintaimu. Pergilah kalau tahu diri."

Melihat tubuh mereka yang saling berpelukan erat, aku tidak bisa lagi memastikan apakah perkataan Lea hanya bualannya untuk membuatku pergi.

"Apa jadi selingkuhan itu membanggakan?"

Dengan tangan gemetar, aku hanya bisa mengetik beberapa kata. Benakku kosong, tidak tahu harus bertanya apa.

Pada akhirnya, bukankah ini kesalahan Haris?

"Yang nggak dicintai itu yang disebut selingkuhan, Bu. Kamu sudah tua, nggak bisa mengikuti perkembangan zaman."

Aku terjebak oleh ucapan Lea yang menyebutku 'wanita mandul yang nggak bisa punya anak.' Aku pikir, mungkin karena itu Haris selingkuh.

Saat itu aku berpikir, mungkin kalau punya anak, semuanya akan berbeda.

Kami sudah bersama-sama selama 10 tahun, menikah 8 tahun. Karena satu saluran tuba falopiku tersumbat, aku belum bisa hamil.

Kami berdua sangat ingin punya anak. Kami bahkan sudah menyiapkan kamar bayi dan tempat tidur bayi.

Sejak itu, aku diam-diam minum obat tradisional selama berbulan-bulan, berharap bisa memberinya kejutan.

Obat itu pahit dan berbau tidak sedap. Aku harus menutup hidung saat meminumnya teguk demi teguk, seolah-olah dengan begitu, aku bisa segera hamil.

Tuhan tidak mengabaikan usahaku. Saat menyadari sudah tiga bulan tidak datang bulan, aku pun diam-diam melakukan tes.

Saat melihat dua garis di alat tes kehamilan, aku berteriak dan menangis sendirian di kamar mandi.

Akhirnya aku akan jadi seorang ibu!

Namun, anakku tidak pernah punya kesempatan untuk melihat dunia ini.

Bab terkait

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 2

    Setelah mengantar pulang Lea yang masih ketakutan, barulah Haris teringat untuk pulang ke rumah kami."Anna, tolong ambilkan aku segelas air!"Itulah kebiasaan Haris. Dia selalu minum air hangat setiap kali pulang.Katanya, suhu di rumah duka terlalu dingin, dan hanya dengan begitu dia bisa merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, yang menjawabnya hanyalah keheningan.Pagi tadi kami bertengkar gara-gara Lea."Istriku, Lea demam dan sendirian di rumah sakit. Sebagai mentornya, aku harus menjenguknya."Melihat Haris sudah berganti sepatu di pintu masuk, tiba-tiba aku merasa, kalau dia pergi, mungkin dia tidak akan kembali lagi."Di rumah sakit ada dokter dan perawat. Buat apa kamu pergi? Lagi pula, hari ini tanggal 20 Mei, kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah?"Haris berhenti sejenak dan menatapku dengan ekspresi tidak percaya."Anna, orang lain sedang sakit, kamu malah berpikir ingin merayakan hari ini?""Kamu benar-benar dingin. Lea bahkan bilang dia sangat menyukaimu. Kalau dia

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 3

    Haris tidak mencariku. Dia langsung tidur setelah mencuci muka dan sikat gigi.Dia tidak menelepon atau mengirim pesan untuk menanyakan aku ke mana.Benar saja, ketika kamu sudah melihat bagaimana dia mencintaimu, akan sangat jelas terlihat ketika dia tidak mencintaimu lagi. Sekali lihat saja sudah tahu.Dulu, ketika aku sibuk bekerja dan tidak langsung membalas pesannya, panggilan bertubi-tubi darinya akan masuk.Kadang-kadang, jika aku tidak mengangkat telepon, dia bahkan akan meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke kantor dan memastikan keadaanku."Anna, sesibuk apa pun kamu, ingatlah untuk membalas pesanku.""Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nanti kalau kamu sibuk, balas saja dengan emotikon senyum, supaya aku tahu kamu baik-baik saja."...Sekarang, mengirim pesan pun dia sudah malas.Aku mengenalnya karena ibuku.Ibuku adalah wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama puluhan tahun, dan akhirnya melompat dari gedung tingg

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 4

    Tubuhku dikirim ke rumah duka tempat Haris bekerja, dan di sana Haris bersama Lea yang mengurus jasadku.Haris bertugas merapikan jenazah dan memulihkan penampilanku, sedangkan Lea bertugas menata barang-barang peninggalanku.Ternyata selama ini mereka begitu kompak. Lalu, kenapa setiap hari Haris selalu mengeluh tentang Lea di rumah?Apakah ini karena, konon, yang tidak bisa dimiliki selalu mengusik hati?"Pak Haris, kasihan sekali dia. Dia sedang hamil, loh."Lea melihat hasil otopsiku dan mendapati bahwa aku sudah hamil tiga bulan.Haris tidak menanggapi ucapan Lea dan tetap fokus menyusun kembali tulang tengkorakku.Kalau saja aku tidak melihat Lea diam-diam menyembunyikan ponselku saat mengurus barang-barangku, aku mungkin akan percaya bahwa dia benar-benar mengasihaniku.Kepalaku hancur berkeping-keping, sehingga sangat sulit menyusunnya kembali secara utuh dan hanya bisa diatur kasar untuk membentuk siluetnya.Sayang sekali, mereka tidak akan mengenaliku. Dengan begitu, mereka p

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 5

    Setelah mengambil janin itu, Haris mengantar Lea pulang."Pak Haris, ini air hangat untukmu."Haris melihat air hangat yang diberikan Lea dan dengan sayang mencolek hidungnya."Baru sekali kubilang, tapi kamu sudah ingat."Ternyata, di sini juga rumahnya, ya? Hah, di mana pun tetap bisa minum air hangat.Setelah minum, Haris sepertinya teringat sesuatu, dan buru-buru pergi tanpa menghiraukan bujukan Lea untuk tetap tinggal.Setelah Haris pergi, Lea dengan santai membuang anakku ke tempat sampah."Hah, ibumu benar-benar payah. Semasa hidup, dia nggak bisa mengalahkan aku, setelah mati pun dia nggak bisa melindungimu."Melihat anakku di tempat sampah, aku berusaha meraihnya dengan tangan.Namun, tanganku selalu menembusnya. Aku tidak bisa menyentuhnya sama sekali."Maafkan ibumu yang nggak berguna. Di kehidupan berikutnya, carilah ibu yang baik, jangan ke rahim Ibu lagi."Aku tidak tahan dan berjongkok di sampingnya, menangis. Ternyata, mati pun masih bisa merasa sakit hati, ya?Lea dudu

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 6

    Oh, apakah dia tidak bisa terima kalau aku sudah mati, atau tidak bisa terima kalau aku bisa dibilang terbunuh olehnya dan Lea? Mungkin dia masih punya sedikit hati nurani, tidak bisa menerima kenyataan kalau dia sendiri yang menghancurkan jasad anak kami.Haris tetap tidak percaya kalau jasad itu adalah aku. Dia menarik rambutku seolah-olah ingin melakukan uji identifikasi.Namun, di tengah jalan, dia berhenti, lalu berjongkok tidak berdaya dan memegangi kepala sambil menangis.Ya, dengan siapa dia akan membandingkan DNA-ku? Aku sudah jadi yatim piatu sejak lama.Saat ibuku bunuh diri, dia juga membawa serta ayahku yang suka melakukan KDRT.Dia hanya meninggalkan satu pesan untukku, "Anna, mulai sekarang, hidupmu akan damai dan penuh kebahagiaan selamanya!"Menyaksikan pernikahan orang tuaku yang gagal sejak kecil membuatku takut untuk jatuh cinta dan takut untuk menikah.Tetapi, Haris-lah yang meyakinkanku. Katanya banyak orang di dunia ini yang saling mencintai, banyak pasangan yang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 7

    Perubahan sikap ibu mertuaku membuatku terkejut, tetapi sebenarnya bisa dimengerti.Memelihara seekor anjing pun, pasti ada ikatan emosional, bukan? Hanya saja aku sudah mati, lalu kenapa harus bersedih sekarang? Kenapa tidak memperlakukanku dengan baik saat aku masih hidup?"Baiklah, aku bereskan dulu barang-barang Anna. Bagaimana kalau barang-barang itu nggak berguna saat dia sampai di sana?""Sudah kubereskan."Haris menjawab dengan lemah, sambil duduk di sofa.Entah tidak mendengar atau tetap ingin memeriksa, ibu mertua mengabaikan Haris dan tetap pergi ke kamar."Haris, cepat ke sini!"Aku mengikuti suara panggilannya dan melayang mendekatinya.Oh, ternyata dia membuka kamar anak. Pasti sekarang dia melihat kejutan yang sudah kusiapkan untuk Haris!Hanya saja, sekarang, kejutan itu seolah-olah tidak ada artinya lagi.Di sana ada syal yang kurajut sendiri untuk Haris.Musim hujan tahun lalu, media sosialnya penuh dengan foto syal pertama di musim hujan. Dia sangat iri dan mengajakk

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 8

    Aku mengikuti mereka dan baru menyadari, hotel tempat pernikahan mereka juga dipesan di hotel yang sama dengan pernikahanku dulu.Apa yang dilakukan Haris ini membuatku bingung, tetapi itu tidak penting lagi, karena kurasa aku akan segera pergi.Aku melayang-layang di sekitar aula dan mendapati bahwa bahkan menu hidangan pun sama dengan saat pernikahanku dulu.Sungguh orang yang aneh dan egois.Haris mengenakan setelan yang sama dengan saat pernikahan kami, berdiri tegak di tengah aula. Sementara itu, Lea, yang mengenakan gaun pengantin yang tidak pas terus berdiri rapat di sebelahnya.Beberapa kali pembawa acara mendesak Haris untuk segera memulai upacara, tetapi dia tidak bergeming sedikit pun.Lea yang berdiri di sampingnya terlihat sangat cemas hingga hampir menangis. Dia diam-diam menarik lengan baju Haris."Haris, ayo mulai, para tamu sudah menunggu."Haris merapikan rambut Lea, lalu berbisik,"Jangan khawatir, sebentar lagi."Saat melihat mereka bermesraan, aku langsung melayang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 9

    Kata-kata Lea membuat para tamu terkesiap kaget dan sebagian besar segera pergi meninggalkan tempat itu."Plak!"Perkataan Lea membuat Haris sangat marah, hingga dia menamparnya.Lea memegang pipinya, menatap tak percaya pada Haris."Sekarang kamu berpura-pura setia buat siapa?""Apa aku yang membuatmu berselingkuh? Bukankah kamu sendiri yang mengeluarkan anak itu? Haris, kamu benar-benar bukan lelaki sejati!"Haris tidak menjawab. Dia menarik Lea menuju lift."Lepaskan aku!"Tidak peduli seberapa keras Lea meronta, Haris tidak melepaskannya.Akhirnya, mereka tiba di atap gedung."Haris, kamu mau apa?"Lea sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Haris dan mencoba mundur, tetapi sayangnya Haris sudah mengunci pintu atap."Benar, kita berdua pendosa. Mari kita menebus dosa kita di sini bersama Anna dan anak di dalam perutnya!"Setelah berkata demikian, Haris menarik Lea dan melompat dari lantai 34. Lea meninggal seketika, tubuhnya hancur berkeping-keping.Aku menyaksika

Bab terbaru

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 9

    Kata-kata Lea membuat para tamu terkesiap kaget dan sebagian besar segera pergi meninggalkan tempat itu."Plak!"Perkataan Lea membuat Haris sangat marah, hingga dia menamparnya.Lea memegang pipinya, menatap tak percaya pada Haris."Sekarang kamu berpura-pura setia buat siapa?""Apa aku yang membuatmu berselingkuh? Bukankah kamu sendiri yang mengeluarkan anak itu? Haris, kamu benar-benar bukan lelaki sejati!"Haris tidak menjawab. Dia menarik Lea menuju lift."Lepaskan aku!"Tidak peduli seberapa keras Lea meronta, Haris tidak melepaskannya.Akhirnya, mereka tiba di atap gedung."Haris, kamu mau apa?"Lea sepertinya menyadari ada yang tidak beres dengan perilaku Haris dan mencoba mundur, tetapi sayangnya Haris sudah mengunci pintu atap."Benar, kita berdua pendosa. Mari kita menebus dosa kita di sini bersama Anna dan anak di dalam perutnya!"Setelah berkata demikian, Haris menarik Lea dan melompat dari lantai 34. Lea meninggal seketika, tubuhnya hancur berkeping-keping.Aku menyaksika

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 8

    Aku mengikuti mereka dan baru menyadari, hotel tempat pernikahan mereka juga dipesan di hotel yang sama dengan pernikahanku dulu.Apa yang dilakukan Haris ini membuatku bingung, tetapi itu tidak penting lagi, karena kurasa aku akan segera pergi.Aku melayang-layang di sekitar aula dan mendapati bahwa bahkan menu hidangan pun sama dengan saat pernikahanku dulu.Sungguh orang yang aneh dan egois.Haris mengenakan setelan yang sama dengan saat pernikahan kami, berdiri tegak di tengah aula. Sementara itu, Lea, yang mengenakan gaun pengantin yang tidak pas terus berdiri rapat di sebelahnya.Beberapa kali pembawa acara mendesak Haris untuk segera memulai upacara, tetapi dia tidak bergeming sedikit pun.Lea yang berdiri di sampingnya terlihat sangat cemas hingga hampir menangis. Dia diam-diam menarik lengan baju Haris."Haris, ayo mulai, para tamu sudah menunggu."Haris merapikan rambut Lea, lalu berbisik,"Jangan khawatir, sebentar lagi."Saat melihat mereka bermesraan, aku langsung melayang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 7

    Perubahan sikap ibu mertuaku membuatku terkejut, tetapi sebenarnya bisa dimengerti.Memelihara seekor anjing pun, pasti ada ikatan emosional, bukan? Hanya saja aku sudah mati, lalu kenapa harus bersedih sekarang? Kenapa tidak memperlakukanku dengan baik saat aku masih hidup?"Baiklah, aku bereskan dulu barang-barang Anna. Bagaimana kalau barang-barang itu nggak berguna saat dia sampai di sana?""Sudah kubereskan."Haris menjawab dengan lemah, sambil duduk di sofa.Entah tidak mendengar atau tetap ingin memeriksa, ibu mertua mengabaikan Haris dan tetap pergi ke kamar."Haris, cepat ke sini!"Aku mengikuti suara panggilannya dan melayang mendekatinya.Oh, ternyata dia membuka kamar anak. Pasti sekarang dia melihat kejutan yang sudah kusiapkan untuk Haris!Hanya saja, sekarang, kejutan itu seolah-olah tidak ada artinya lagi.Di sana ada syal yang kurajut sendiri untuk Haris.Musim hujan tahun lalu, media sosialnya penuh dengan foto syal pertama di musim hujan. Dia sangat iri dan mengajakk

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 6

    Oh, apakah dia tidak bisa terima kalau aku sudah mati, atau tidak bisa terima kalau aku bisa dibilang terbunuh olehnya dan Lea? Mungkin dia masih punya sedikit hati nurani, tidak bisa menerima kenyataan kalau dia sendiri yang menghancurkan jasad anak kami.Haris tetap tidak percaya kalau jasad itu adalah aku. Dia menarik rambutku seolah-olah ingin melakukan uji identifikasi.Namun, di tengah jalan, dia berhenti, lalu berjongkok tidak berdaya dan memegangi kepala sambil menangis.Ya, dengan siapa dia akan membandingkan DNA-ku? Aku sudah jadi yatim piatu sejak lama.Saat ibuku bunuh diri, dia juga membawa serta ayahku yang suka melakukan KDRT.Dia hanya meninggalkan satu pesan untukku, "Anna, mulai sekarang, hidupmu akan damai dan penuh kebahagiaan selamanya!"Menyaksikan pernikahan orang tuaku yang gagal sejak kecil membuatku takut untuk jatuh cinta dan takut untuk menikah.Tetapi, Haris-lah yang meyakinkanku. Katanya banyak orang di dunia ini yang saling mencintai, banyak pasangan yang

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 5

    Setelah mengambil janin itu, Haris mengantar Lea pulang."Pak Haris, ini air hangat untukmu."Haris melihat air hangat yang diberikan Lea dan dengan sayang mencolek hidungnya."Baru sekali kubilang, tapi kamu sudah ingat."Ternyata, di sini juga rumahnya, ya? Hah, di mana pun tetap bisa minum air hangat.Setelah minum, Haris sepertinya teringat sesuatu, dan buru-buru pergi tanpa menghiraukan bujukan Lea untuk tetap tinggal.Setelah Haris pergi, Lea dengan santai membuang anakku ke tempat sampah."Hah, ibumu benar-benar payah. Semasa hidup, dia nggak bisa mengalahkan aku, setelah mati pun dia nggak bisa melindungimu."Melihat anakku di tempat sampah, aku berusaha meraihnya dengan tangan.Namun, tanganku selalu menembusnya. Aku tidak bisa menyentuhnya sama sekali."Maafkan ibumu yang nggak berguna. Di kehidupan berikutnya, carilah ibu yang baik, jangan ke rahim Ibu lagi."Aku tidak tahan dan berjongkok di sampingnya, menangis. Ternyata, mati pun masih bisa merasa sakit hati, ya?Lea dudu

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 4

    Tubuhku dikirim ke rumah duka tempat Haris bekerja, dan di sana Haris bersama Lea yang mengurus jasadku.Haris bertugas merapikan jenazah dan memulihkan penampilanku, sedangkan Lea bertugas menata barang-barang peninggalanku.Ternyata selama ini mereka begitu kompak. Lalu, kenapa setiap hari Haris selalu mengeluh tentang Lea di rumah?Apakah ini karena, konon, yang tidak bisa dimiliki selalu mengusik hati?"Pak Haris, kasihan sekali dia. Dia sedang hamil, loh."Lea melihat hasil otopsiku dan mendapati bahwa aku sudah hamil tiga bulan.Haris tidak menanggapi ucapan Lea dan tetap fokus menyusun kembali tulang tengkorakku.Kalau saja aku tidak melihat Lea diam-diam menyembunyikan ponselku saat mengurus barang-barangku, aku mungkin akan percaya bahwa dia benar-benar mengasihaniku.Kepalaku hancur berkeping-keping, sehingga sangat sulit menyusunnya kembali secara utuh dan hanya bisa diatur kasar untuk membentuk siluetnya.Sayang sekali, mereka tidak akan mengenaliku. Dengan begitu, mereka p

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 3

    Haris tidak mencariku. Dia langsung tidur setelah mencuci muka dan sikat gigi.Dia tidak menelepon atau mengirim pesan untuk menanyakan aku ke mana.Benar saja, ketika kamu sudah melihat bagaimana dia mencintaimu, akan sangat jelas terlihat ketika dia tidak mencintaimu lagi. Sekali lihat saja sudah tahu.Dulu, ketika aku sibuk bekerja dan tidak langsung membalas pesannya, panggilan bertubi-tubi darinya akan masuk.Kadang-kadang, jika aku tidak mengangkat telepon, dia bahkan akan meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke kantor dan memastikan keadaanku."Anna, sesibuk apa pun kamu, ingatlah untuk membalas pesanku.""Aku cuma mau memastikan kamu baik-baik saja. Kamu nggak keberatan, 'kan?""Nanti kalau kamu sibuk, balas saja dengan emotikon senyum, supaya aku tahu kamu baik-baik saja."...Sekarang, mengirim pesan pun dia sudah malas.Aku mengenalnya karena ibuku.Ibuku adalah wanita yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga selama puluhan tahun, dan akhirnya melompat dari gedung tingg

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 2

    Setelah mengantar pulang Lea yang masih ketakutan, barulah Haris teringat untuk pulang ke rumah kami."Anna, tolong ambilkan aku segelas air!"Itulah kebiasaan Haris. Dia selalu minum air hangat setiap kali pulang.Katanya, suhu di rumah duka terlalu dingin, dan hanya dengan begitu dia bisa merasakan kehangatan rumah.Sayangnya, yang menjawabnya hanyalah keheningan.Pagi tadi kami bertengkar gara-gara Lea."Istriku, Lea demam dan sendirian di rumah sakit. Sebagai mentornya, aku harus menjenguknya."Melihat Haris sudah berganti sepatu di pintu masuk, tiba-tiba aku merasa, kalau dia pergi, mungkin dia tidak akan kembali lagi."Di rumah sakit ada dokter dan perawat. Buat apa kamu pergi? Lagi pula, hari ini tanggal 20 Mei, kamu tega meninggalkan aku sendirian di rumah?"Haris berhenti sejenak dan menatapku dengan ekspresi tidak percaya."Anna, orang lain sedang sakit, kamu malah berpikir ingin merayakan hari ini?""Kamu benar-benar dingin. Lea bahkan bilang dia sangat menyukaimu. Kalau dia

  • Selamat Tinggal, Haris Gunawan   Bab 1

    Hari ini, tanggal 20 Mei, aku mati di tempat aku dan Haris dulu membuat janji cinta, kepalaku terhantam kabin bianglala.Aku dan anakku meninggal bersama.Sementara itu, suamiku, Haris, sedang asyik berpelukan dan berciuman dengan Lea di dalam kabin itu."Pak Haris, kalau aku nggak banyak bergerak, apa dia ...."Aku melayang di udara, melihat Lea melekat erat dalam pelukan Haris, sepertinya sangat menyesal.Aku berbisik di telinganya terus-menerus, "Ini semua karena kamu. Karena kamu terus bergerak, kabin bianglala jatuh. Kalau bukan karena kamu, aku nggak mungkin mati!"Sayangnya, dia nggak bisa mendengarku."Bukan salahmu, Lea. Dia memang bernasib buruk. Kalau bukan kita, pasti ada orang lain yang duduk di kabin itu, dan dia tetap akan mati."Haris memeluk Lea erat-erat, seolah-olah takut aku tiba-tiba hidup kembali dan menakuti mereka."Pak Haris, aku takut.""Jangan lihat. Ayo kita pergi dari sini."Haris menggendong Lea dan menekan kepala gadis itu ke dadanya.Namun, Lea masih sem

DMCA.com Protection Status