BAB 5
CINTA HANYA SEPENGGAL DUSTA Dua bulan berbaring tiada daya bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi bagi orang yang sudah terbiasa dengan segudang aktivitas. Cinta merasakan hal itu, ia merasa merana harus menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring tanpa mampu melakukan apapun. Sering ia mengingat masa–masa ia melakukan PTT beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat terkesan dengan pengalamannya di sana. Selain karena bisa menyumbangkan ilmunya ia juga sangat kagum dengan keramahan penduduk pulau itu, itulah mengapa sebabnya ia memendam keinginannya untuk mengabdi ke sana suatu saat nanti.Sayang keinginan itu rasanya mustahil terwujud jika melihat kondisinya seperti sekarang ini.
Tiba-tiba ia jadi ingat Arul. Saat dalam keadaan setengah sadar ia merasa kalau Arul yang menungguinya di dalam ambulan selama perjalanan ke rumah sakit. Ah, ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada lelaki itu. Cinta berpikir bagaimana caranya untuk mengucapkan terimakasih pada Arul, alamat dan telepon yang bisa dihubungi saja ia tidak punya. Seharusnya saat di bandara itu ia juga minta kepada Arul bukan hanya memberikan alamat dan nomor ponselnya saja padanya. “Selamat pagi dokter Cinta.” Tiba–tiba tanpa Cinta sadari seorang perawat sudah ada di samping tempat tidurnya, ah ternyata suster Dewi, Cinta tersenyum pada suster berwajah manis itu. Sebagai pasien dengan rawat inap cukup lama, Cinta sudah dikenal oleh dokter dan perawat disini apalagi ia juga adalah tunangan dokter Andhika. “Pagi Sus,” jawab Cinta. “Bagaimana perasaannya pagi ini?” tanya Suster Dewi lagi sambil memeriksa denyut nadi Cinta lalu mengukur tekanan darahnya. “Yaah seperti biasa Sus, bete banget.” “Pasti karena dokter Andhika sedang pergi kan?” goda Suster Dewi. “Ya, sebagian karena itu. Memang seminar di mana sih lama banget? pamitnya cuma lewat whats app, ditelepon juga enggak aktif,” ujar Cinta sedikit kesal. Suster Dewi menatap Cinta sesaat, sebetulnya ada yang hendak ia katakan pada Cinta tetapi, ia merasa ragu. Cinta merasakan hal itu. “Ada apa Sus, apakah ada sesuatu yang tidak aku ketahui di luar sana?”tanyanya sambil menatap Suster Dewi.
“Aku, eh maksudku enggak ada apa–apa. Kok, Dokter Cinta pertanyaannya aneh begitu ?” “Maaf, aku terbawa perasaanku, kondisi seperti ini kadang–kadang membuatku menjadi sensitif dan melankolis,” ujar Cinta. Suster Dewi tersenyum, ia lega karena dokter Cinta tidak bertanya lebih jauh sehingga ia harus mengatakan sesuatu yang bukan urusannya.Sambil membereskan peralatannya ia sekilas menatap dokter Cinta yang berbaring dengan mata menerawang, entah apa yang ada dalam pikirannya saat ini. Suster Dewi merasa iba, apakah dokter Cinta tidak merasakan kalau saat ini calon suaminya mulai menjalin affair dengan Cassandra anak salah satu pemilik rumah sakit ini ? Bukan rahasia lagi kalau Cassandra sangat menaruh perhatian pada dokter Andhika. Selain tampan ia juga cerdas. Makanya, ia rela meninggalkan kariernya yang cemerlang di Singapura demi mendekati Andhika yang ia kenal saat acara ulang tahun rumah sakit ini beberapa bulan lalu. Sangat gampang bagi Cassandra mendapatkan pekerjaan sebagai PR rumah sakit ini, segampang itu juga ia membujuk Papinya agar memberikan beasiswa bagi Andhika untuk mengambil spesialis lagi di luar negeri. Cassandra tahu kalau Andhika sangat bersemangat untuk memperdalam ilmunya dan baginya itu adalah suatu kesempatan emas untuk bisa lebih mendekati Andhika. Keteguhan hati seorang laki-laki akhirnya luluh juga bila setiap hari disuguhi manisnya madu. Cassandra seorang wanita yang cantik, lincah dan kaya, tidak banyak lelaki yang menolak type wanita seperti ini.Pada mulanya Andhika adalah salah satu yang sedikit itu, ia menolak dengan halus segala perhatian Cassandra dan Papinya kepadanya. Andhika sudah memiliki tunangan dan tidak mungkin mengkhianatinya. Tetapi perlahan tapi pasti, segala upaya Cassandra membuahkan hasil. Andhika akhirnya luluh juga dengan perhatian Cassandra, apalagi melihat kondisi Cinta yang sepertinya harapan untuk kembali normal sangat tipis. Jauh di lubuk hatinya Andhika sebetulnya tidak tega meninggalkan Cinta dalam kondisi seperti ini, tetapi, ia juga harus membangun cita–citanya mengambil spesialis di luar negeri. Ia ingin menjadi seorang dokter spesialis jantung yang terkenal dengan kemampuannya, sehingga orang–orang kaya tidak perlu lagi berobat sampai ke luar negeri kalau di dalam negeri sendiri memiliki banyak dokter yang bagus. Mungkin karena perasaan tidak tega itulah yang membuat Andhika belum sanggup mengutarakan keinginannya pada Cinta, termasuk hubungan asmaranya dengan Cassandra yang sementara ini sudah banyak diketahui orang. Beberapa waktu lalu Andhika akhirnya mengutarakan semua itu pada kedua orang tuanya. Pada mulanya mereka marah dan menentang keinginan Andhika, tapi lama-lama mereka akhirnya luluh juga dan menyerahkan segala sesuatunya pada Andhika termasuk membatalkan pertunangannya dengan Cinta. Segala sesuatu yang dimulai dengan baik – baik harus diakhiri juga dengan baik – baik, itu sebenarnya prinsip yang dipegang Andhika termasuk dalam menempuh cara yang ingin dilakukannya untuk memutuskan pertunangannya dengan Cinta.Sebetulnya ia berencana memutuskan Cinta saat kondisi Cinta sudah pulih nanti, itupun kalau ia sudah berada jauh di Amerika. Jadi sementara ini biarlah ia berhubungan dengan Cassandra secara sembunyi-sembunyi.
Namun, rencana yang telah disusunnya dengan rapi akhirnya harus buyar manakala secara tidak sengaja maminya Cinta memergokinya sedang berjalan bergandengan dengan Cassandra di koridor rumah sakit sore itu. Andhika sangat gugup dan kehilangan nyalinya saat wanita yang tetap energik di usianya yang ke limapuluh tiga itu awalnya menatapnya dengan pandangan tidak percaya, tapi sesaat kemudian beliau mampu menguasai keadaan. Ia masih menyapa Andhika dengan panggilan ‘mantu mami’ sehingga Andhika jadi salah tingkah, bahkan Cassandra yang biasanya over confidence pun terlihat gugup dan kehilangan kepercayaan dirinya. “Eh, Mami .…” ucap Andhika dengan suara terbata, tangannya yang tadi memegang lengan Casandra langsung ia lepaskan, dan mencium tangan maminya Cinta. “Saya minta penjelasan, apa arti dari semua ini?” tanya Mami. Andhika mencoba menghindari tatapan mata Mami Cinta yang terasa menembus sampai jantungnya. “Saya bisa menjelaskannya sekarang, maksud saya semua ini tidak seperti yang Mami pikirkan,” jawab Andhika segera. Mami mengangkat alis. “Kalau tidak seperti yang saya pikirkan, lalu seperti yang siapa pikirkan?” “Begini … Mi, saya … anu …” Andhika merasa kelu untuk berbicara sementara Cassandra tertunduk sambil mempermainkan ujung blazernya.“Memangnya apa yang orang pikirkan kalau ada seorang lelaki dan perempuan bergandengan tangan dengan mesra di muka umum sedangkan yang laki-lakinya sudah menjadi tunangan orang?” tanya Mami dengan nada datar. “Tante, boleh saya menjelaskan segalanya?” tanya Cassandra dengan suara gugup. Materi tentang public speaking serasa menguap begitu saja dari otaknya. Ternyata perempuan di hadapannya tidak bisa dianggap sepele. “Kamu PR di rumah sakit ini?” tanya Mami dengan suara galak. Cassandra mengangguk mantap, dagunya sedikit diangkat, wanita cantik dan elegan ini berusaha mengembalikan kepercayaan dirinya yang sempat hilang tadi. “Kalau begitu urus pekerjaanmu sebagai PR rumah sakit saja. Tidak perlu sok-sok an menjelaskan urusan pribadi Dokter Andhika,” ujar Mami sambil menatap Cassandra dengan wajah dingin. “Tapi, saya .…” “Stop saya tidak kenal siapa kamu, dan tidak butuh penjelasan apa-apa dari kamu. Saya saat ini sedang berurusan dengan Dokter Andhika yang terhormat. Saya menuntut penjelasan dan penyelesaian atas semua ini dari Dokter Andhika dan keluarganya.” “Apakah tidak cukup saya saja yang menyelesaikannya?” tanya Andhika. Ia masih berharap Mami mau memberikan kebijaksanaan kepadanya. “Apa?” mata Mami menatap Andhika tajam. “Saya mohon kebijaksanaan dari Mami,” pinta Andhika dengan suara bergetar. Ia merasa sangat malu kepada maminya Cinta. Tapi, mau bagaimana lagi, bukankah ini konsekuensi yang harus ia terima akibat pilihannya sendiri? “Waktu itu kamu meminta Cinta anak saya dengan didampingi keluargamu. Lalu kamu sekarang mau memutuskan pertunangan ini sendirian? Enak saja!” “Saat ini kondisi Papa saya sedang sakit, Papa tidak mungkin kuat, Mami tolong mengerti,” pinta Andhika. Mami menatap Andhika tajam. “Kamu meminta saya untuk mengerti keadaanmu dan keluargamu?” Andhika mengangguk. “Apakah kamu juga mengerti kalau Cinta saat ini juga sedang sakit. Apakah kamu peduli?” Andhika terdiam, tak pernah terpikirkan sebelumnya kalau ia akan mengalami hal seperti ini lebih cepat dari yang ia bayangkan. “Saya juga tidak ingin menyakiti hati Cinta Mi, makanya selama ini berusaha untuk menutupi semua ini dari Cinta.” “Picik sekali jalan pikiranmu Dokter Andhika!” “Saya minta maaf.” Mami menghela napas, dadanya terasa sakit. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya Cinta jika mendengar berita ini.“Saya berikan kesempatan padamu untuk memikirkan hal ini sekali lagi. Kalau kamu masih berniat melanjutkan hubungan dengan anak saya, saya akan menganggap kejadian hari ini tidak pernah ada, “Tetapi, kalau kamu sudah tidak punya itikad baik melanjutkan hubungan, putuskan segera Cinta anak saya. Jangan membiarkan dia berharap banyak padamu,” ujar Mami sambil meninggalkan Andhika dan Cassandra yang masih terpaku di tempatnya.Tiba-tiba Mami berbalik, ia menatap wajah Cassandra dengan pandangan tajam dan dagu sedikit diangkat.“Dan tolong Nona besar, saya tidak pernah menikah sama Om kamu. Jadi jangan sok akrab panggil saya Tante!”Andhika memukulkan tangannya ke dinding koridor. Ia merasa serba salah.“Sudahlah,” hibur Cassandra sambil menepuk pundak Andhika.“Aku lagi ingin sendiri,” ucap Andhika sambil meninggalkan Cassandra.“Andhika!”“Mungkin aku harus memikirkan kembali semua ini, sejujurnya aku masih mencintai Cinta.”Cassandra tertawa sinis. “Setelah yang kita lalui bersama di villa itu, ingat?”“Aku melakukannya dalam keadaan tidak sadar, karena kamu mempengaruhi aku dengan cara yang licik Cassandra!”Cassandra kembali tertawa, apa sih yang tidak bisa ia dapatkan?Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya."Selamat pagi, dokter Cinta."Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah, selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda ini tidak datang dari tadi?Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.“Saya datang ke sini bukan hendak diperik
“Bagaimana kalau Dokter saya antar sampai bandara?”Cinta menggeleng. “Saya bisa sewa bentor,” elaknya, bentor adalah sejenis beca yang menggunakan motor.“Hari semakin mendung dan bawaan Dokter juga banyak, kebetulan saya membawa mobil, biarpun mobil tua tapi masih oke lho jalannya, ayolah anggap saja ini untuk merayakan perkenalan kita, atau mungkin sebagai tanda perpisahan,” tawar Arul setengah memaksaCinta berpikir sejenak, naik bentor dengan bawaan sebanyak ini pasti merepotkan apalagi perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, tapi Arul baru beberapa menit saja ia kenal, ia khawatir terhadap kemungkinan Arul akan berbuat macam-macam padanya. Ah ia segera menepis prasangka buruk itu dari pikirannya.“Baiklah,” ucap Cinta akhirnya, Arul tersenyum senang memperlihatkan sederetan giginya yang putih, diam-diam Cinta memperhatikan lelaki itu, cukup keren sebenarnya, bahkan posturnya lebih gagah dari Andhika&
Ketika beberapa saat kemudian ia tersadar, yang pertama kali didengarnya adalah raungan sirine mobil ambulan dan hiruk pikuk orang-orang di sekelilingnya, Cinta merasakan tubuhnya ditandu, tapi sekujur tubuh terutama kakinya terasa begitu berat, sayup – sayup terdengar suara seseorang, ia merasa mengenalnya.Ya…ya itu suara Arul! Ternyata lelaki itu masih ada di bandara seperti janjinya Cinta mencoba untuk bangkit mencari arah suara itu, tapi kepalanya terasa begitu berat.“Dokter Cinta, syukurlah Dokter sudah sadar.” Suara Arul tiba-tiba terasa sangat dekat di telinga Cinta.Cinta berusaha membuka matanya, sepasang mata bening itu sedang menatapnya dengan pandangan sangat cemas, ada butiran air di sudut matanya.“Ka … kamu … ?”“Iya, saya masih ada di bandara sesuai janji saya, sungguh saya tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini, syukurlah tidak ad
"Kok, kamu jadi bengong?” tanya Cinta melihat tatapan mata Andhika yang menerawang.Andhika tersentak. “Eh, enggak, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, tapi sudahlah aku senang akhirnya kamu sudah sadar kembali.”“Kata Mami kamu menungguiku selama ini ?”Andhika mengangguk, “Tentu saja, beberapa teman kuliah kita juga sempat datang, ada Anya, Widhi, Ronggur bahkan Robin yang sekarang tinggal di Bandung menyempatkan diri datang di sela–sela seminar yang diikutinya.”Cinta tersenyum, bahagia rasanya dikelilingi oleh orang–orang yang mencintainya.“Aku kangen sama kamu.““Aku juga.”“Bagaimana kalau aku tidak bisa pulih lagi ?” tanya Cinta cemas“Hus, jangan bicara seperti itu, kamu kayak bukan dokter aja, ingat setengah dari pengobatan itu adalah sugesti.”Cinta tertawa, itu yang
BAB 5CINTA HANYA SEPENGGAL DUSTADua bulan berbaring tiada daya bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi bagi orang yang sudah terbiasa dengan segudang aktivitas. Cinta merasakan hal itu, ia merasa merana harus menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring tanpa mampu melakukan apapun.Sering ia mengingat masa–masa ia melakukan PTT beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat terkesan dengan pengalamannya di sana. Selain karena bisa menyumbangkan ilmunya ia juga sangat kagum dengan keramahan penduduk pulau itu, itulah mengapa sebabnya ia memendam keinginannya untuk mengabdi ke sana suatu saat nanti.Sayang keinginan itu rasanya mustahil terwujud jika melihat kondisinya seperti sekarang ini.Tiba-tiba ia jadi ingat Arul. Saat dalam keadaan setengah sadar ia merasa kalau Arul yang menungguinya di dalam ambulan selama perjalanan ke rumah sakit. Ah, ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada le
"Kok, kamu jadi bengong?” tanya Cinta melihat tatapan mata Andhika yang menerawang.Andhika tersentak. “Eh, enggak, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, tapi sudahlah aku senang akhirnya kamu sudah sadar kembali.”“Kata Mami kamu menungguiku selama ini ?”Andhika mengangguk, “Tentu saja, beberapa teman kuliah kita juga sempat datang, ada Anya, Widhi, Ronggur bahkan Robin yang sekarang tinggal di Bandung menyempatkan diri datang di sela–sela seminar yang diikutinya.”Cinta tersenyum, bahagia rasanya dikelilingi oleh orang–orang yang mencintainya.“Aku kangen sama kamu.““Aku juga.”“Bagaimana kalau aku tidak bisa pulih lagi ?” tanya Cinta cemas“Hus, jangan bicara seperti itu, kamu kayak bukan dokter aja, ingat setengah dari pengobatan itu adalah sugesti.”Cinta tertawa, itu yang
Ketika beberapa saat kemudian ia tersadar, yang pertama kali didengarnya adalah raungan sirine mobil ambulan dan hiruk pikuk orang-orang di sekelilingnya, Cinta merasakan tubuhnya ditandu, tapi sekujur tubuh terutama kakinya terasa begitu berat, sayup – sayup terdengar suara seseorang, ia merasa mengenalnya.Ya…ya itu suara Arul! Ternyata lelaki itu masih ada di bandara seperti janjinya Cinta mencoba untuk bangkit mencari arah suara itu, tapi kepalanya terasa begitu berat.“Dokter Cinta, syukurlah Dokter sudah sadar.” Suara Arul tiba-tiba terasa sangat dekat di telinga Cinta.Cinta berusaha membuka matanya, sepasang mata bening itu sedang menatapnya dengan pandangan sangat cemas, ada butiran air di sudut matanya.“Ka … kamu … ?”“Iya, saya masih ada di bandara sesuai janji saya, sungguh saya tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini, syukurlah tidak ad
“Bagaimana kalau Dokter saya antar sampai bandara?”Cinta menggeleng. “Saya bisa sewa bentor,” elaknya, bentor adalah sejenis beca yang menggunakan motor.“Hari semakin mendung dan bawaan Dokter juga banyak, kebetulan saya membawa mobil, biarpun mobil tua tapi masih oke lho jalannya, ayolah anggap saja ini untuk merayakan perkenalan kita, atau mungkin sebagai tanda perpisahan,” tawar Arul setengah memaksaCinta berpikir sejenak, naik bentor dengan bawaan sebanyak ini pasti merepotkan apalagi perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, tapi Arul baru beberapa menit saja ia kenal, ia khawatir terhadap kemungkinan Arul akan berbuat macam-macam padanya. Ah ia segera menepis prasangka buruk itu dari pikirannya.“Baiklah,” ucap Cinta akhirnya, Arul tersenyum senang memperlihatkan sederetan giginya yang putih, diam-diam Cinta memperhatikan lelaki itu, cukup keren sebenarnya, bahkan posturnya lebih gagah dari Andhika&
Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya."Selamat pagi, dokter Cinta."Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah, selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda ini tidak datang dari tadi?Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.“Saya datang ke sini bukan hendak diperik