“Bagaimana kalau Dokter saya antar sampai bandara?”
Cinta menggeleng. “Saya bisa sewa bentor,” elaknya, bentor adalah sejenis beca yang menggunakan motor.
“Hari semakin mendung dan bawaan Dokter juga banyak, kebetulan saya membawa mobil, biarpun mobil tua tapi masih oke lho jalannya, ayolah anggap saja ini untuk merayakan perkenalan kita, atau mungkin sebagai tanda perpisahan,” tawar Arul setengah memaksa
Cinta berpikir sejenak, naik bentor dengan bawaan sebanyak ini pasti merepotkan apalagi perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, tapi Arul baru beberapa menit saja ia kenal, ia khawatir terhadap kemungkinan Arul akan berbuat macam-macam padanya. Ah ia segera menepis prasangka buruk itu dari pikirannya.
“Baiklah,” ucap Cinta akhirnya, Arul tersenyum senang memperlihatkan sederetan giginya yang putih, diam-diam Cinta memperhatikan lelaki itu, cukup keren sebenarnya, bahkan posturnya lebih gagah dari Andhika…He kok aku jadi membanding-bandingkan Andhika dengan Arul sih batin Cinta sambil berusaha menghapus pikiran itu dari memorinya.
Arul membantu Cinta menaikkan barang-barang miliknya ke dalam bagasi mobilnya, satu buah kopor besar, tas ransel berisi perlengkapan dokternya, sebuah dus berisi buku-buku, tas laptop dan sebuah tas besar berisi aneka macam.
“Sudah semua kan ?” Tanya Arul saat melihat Cinta masih berdiri di samping bagasi.
Cinta mengangguk, rasanya semua sudah dimasukan ke dalam bagasi mobil, ada beberapa barang dan buku literatur yang sengaja ia tinggalkan disini, selain karena cukup berat untuk dibawa, Cinta merasa kalau barang-barang tersebut akan berguna untuk dokter penggantinya nanti.
“Baiklah, ayo Dokter naik duluan saya ingin memeriksa mesin mobil dan kaburatornya dulu, sepertinya sudah harus diisi air lagi, maklum mobil tua.”
Untuk beberapa saat lamanya Cinta menunggu Arul mengisi air kaburator mobilnya, kemudian mengutak ngatik mesin mobil , setelah selesai ia menutup kap mobil sambil tersenyum.
“Nah sudah selesai, kita berangkat sekarang,” ujar Arul sambil duduk di belakang kemudi.
“Maaf ya kalau mobil nya sudah reyot, ini mobil peninggalan Kakek, setiap saya pulang kemari rasanya ada yang kurang kalau tidak berjalan-jalan dengan mobil ini.”
“Saya belum pernah melihat kamu sebelumnya. Memang kamu jarang pulang ke desa ini?”
Arul tertawa, “Memang..masih banyak yang harus saya selesaikan.”
“Bekerja atau bisnis ?“ tanya Cinta melihat penampilan Arul yang terkesan santai dengan jeans belel dan T shirt nya, Arul cocoknya menjadi orang lapangan.
Arul kembali tertawa,”Ha…ha saya hanya pedagang keliling, Dokter,” ujarnya, tapi sepertinya ia tidak ingin membicarakan masalah itu, ia lalu mengalihkan pembicaraan.
“Sayang ya Dokter sudah harus kembali ke Jakarta sekarang, coba kalau tidak saya bisa mengajak berkeliling, banyak sekali tempat – tempat indah yang wajib dikunjungi. “
“Oh ya …” ujar Cinta dengan mata berbinar, selama ini ia begitu sibuk sehingga tidak sempat untuk berjalan-jalan, rasanya menyesal juga melewatkan semuanya begitu saja.
“Wah coba saya ketemu kamu lebih awal, kelihatannya kamu seorang yang menyukai traveling dan alam bebas sama seperti saya.”
Cinta memang sangat senang menikmati alam bebas, beda dengan Andhika yang lebih senang berkutat dengan buku atau nonton film. Kadang Cinta merasa kesal juga harus mengikuti kemauan Andhika untuk menonton film di bioskop atau makan di café, di saat mereka bisa jalan bareng. Padahal Cinta sangat ingin pergi ke gunung atau pantai untuk melepas segala penat.
“Menjadi bagian dari laut sejak kecil sangat menyenangkan, pantai dan segala ceritanya adalah hidupku, mandi dan bermain di laut bersama teman-teman adalah cara kami bersahabat dengan laut,
“Mama dulu sering memarahi dan menjewerku kalau aku terlalu lama mandi karena terik matahari yang menyatu dengan uap air laut mengubah struktur kulitku menjadi gelap seperti ini.”
Cinta ikut tertawa membayangkan saat kecilnya Arul, ia sendiri harus membayar mahal kalau ingin pergi ke pantai, dulu saat kecil Papi sering mengajaknya ke pantai saat liburan dan itu menjadi saat yang paling membahagiakan bagi Cinta.
“Pasti menyenangkan ya, lahir dan besar di tempat seindah ini”
“Untuk tempat tinggal memang iya, tapi untuk sarana pendidikan dan kesehatan di sini sangat jauh tertinggal, Dokter sendiri juga tahu kan bagaimana susahnya orang – orang desa sekitar sini mendapat pelayanan kesehatan, untung ada orang seperti Dokter Cinta yang mau berjalan kaki mendatangi mereka sepekan sekali.”
“Semoga Dokter Iwan pengganti saya nanti bisa lebih baik dari saya” harap Cinta. Kalau bukan karena memikirkan masa depan hubungannya dengan Andhika, ia pasti sudah memperpanjang masa PTT nya disini, ia ingin mengabdi lebih lama lagi.
“Penduduk sini pasti akan sangat kehilangan,” desah Arul
Cinta terdiam, ia juga merasakan hal yang sama. Meskipun fasilitas sangat minim, tidak ada sinyal HP tidak ada jaringan internet tapi keramahan penduduk dan rasa solidaritasnya membuat Cinta jatuh hati.
“Nah sebentar lagi sampai, “ ujar Arul sambil menurunkan kecepatan mobilnya, beberapa saat kemudian mereka sudah memasuki gerbang bandara, sebuah bandara kecil yang hanya cukup untuk menampung beberapa pesawat terbang. Arul celingukan mencari tempat yang enak untuk memarkir mobilnya, sementara itu hari menjadi semakin mendung, Cinta menatap langit yang berselimut awan kelabu.
“Wah jangan – jangan penerbangannya terpaksa ditunda,” gumam Cinta, ia jadi khawatir cuaca akan semakin memburuk.
“Jangan khawatir cuaca disini cepat berubahnya kok,” ujar Arul menenangkan.
Cinta mengangguk
“Saya bawakan barang-barangnya ya,” tawar Arul.
“Terimakasih ya, kamu sudah baik sekali mau mengantarkan saya sampai kesini,” ujar Cinta sambil tersenyum pada Arul.
Arul mengangguk. “Sayang sekali ya kita harus berpisah sekarang,” desahnya, sungguh baru kali ini ia merasa berdebar berdekatan dengan seorang gadis, ia merasa apa yang ia harapkan dari seorang gadis ada pada diri Dokter Cinta, sayang gadis dihadapannya ini sebentar lagi menjadi milik orang lain.
“Maafkan saya ya, “ gumam Cinta. “Sekali lagi terimakasih, mungkin suatu saat nanti kalau kamu ke Jakarta kamu bisa mampir ke rumah saya, kita masih bisa berteman kan ?”
“Berteman ? ya….ya , saya boleh meminta alamat dan nomor telepon kamu, siapa tahu saya bisa sampai ke Jakarta dan bisa bertemu Dokter di sana,” ujar Arul sambil tersenyum getir.
“Kamu pernah ke Jakarta ?” tanya Cinta sambil menyerahkan secarik kertas yang berisikan alamat dan nomor teleponnya.
“Ya, beberapa kali, ah sudahlah itu tidak begitu penting “ jawab Arul. Cinta melihat ada sesuatu yang sepertinya disembunyikan Arul tapi entah apa.
“Selamat jalan Dokter, saya masih akan menunggu disini sampai pesawat membawa Dokter pergi,” ujar Arul sesaat sebelum keduanya berpisah.
“Pulang saja, tidak usah repot menunggu segala,” ucap Cinta sambil tersenyum. Ia merasa yakin sebentar lagi juga pesawat akan segera berangkat.
“Ah tidak apa-apa, siapa tahu kalau pesawat memang pemberangkatannya ditunda akibat cuaca buruk, Dokter bisa pulang kembali bersama saya.”
Cinta tersenyum kembali, rasanya ia merasa sudah sangat akrab dengan Arul padahal mereka baru bertemu beberapa jam.saja, ada sedikit perasaan kehilangan yang tiba-tiba menyelinap di hatinya, Cinta cepat-cepat menepiskan perasaan itu, ia sudah mempunyai Andhika, semoga dalam hitungan beberapa jam lagi ia akan bertemu dengan tunangannya, dalam surat terakhirnya Andhika berjanji akan menjemputnya di bandara Sukarno Hatta.
Cinta duduk dengan gelisah, saat ini hampir pukul sebelas siang, ia bersyukur cuaca mulai agak terang sehingga penerbangan tidak ditunda, penumpang pesawat tujuan Ambon ini hanya ada sekitar dua puluh orang belum termasuk para awak pesawat.
Sebelum berangkat, seorang pramugari manis bertubuh semampai seperti biasa menjelaskan standar prosedur dalam penerbangan.
Beberapa saat kemudian pesawat mulai tinggal landas, Cinta menghembuskan napas lega, ia mencoba menatap ke luar jendela, bangunan dan pohon-pohon mulai terlihat jauh di bawah, ah apakah Arul masih menungguinya di bawah sana seperti janjinya ?
Tiba-tiba Cinta merasakan getaran yang cukup keras, ia segera berpegangan erat pada kursi , para penumpang mulai terlihat panik, sesaat kemudian pilot mengumumkan keadaan darurat, mesin pesawat mengalami kerusakan dan akan bersiap untuk melakukan pendaratan darurat.
Cinta merasakan hentakan yang cukup keras, semua penumpang menjerit ketakutan, Cinta berdoa semoga pendaratan ini berhasil dengan baik, ia merasa akan terjadi sesuatu yang buruk, ah semoga saja tidak terjadi apa – apa ya Allah, ujarnya dengan bibir gemetar.
“Brak…! Tiba-tiba terdengar seperti suara sesuatu yang patah, setelah itu Cinta merasakan dorongan keras, masih dengan safety belt di tubuhnya terlempar ke depan, ia masih merasakan kursi yang menindihnya, kemudian beberapa benda lainnya bertumbukan diiringi dengan suara – suara keras dan teriakan panik para penumpang, setelah itu ia merasakan gelap, sunyi…“.
Ketika beberapa saat kemudian ia tersadar, yang pertama kali didengarnya adalah raungan sirine mobil ambulan dan hiruk pikuk orang-orang di sekelilingnya, Cinta merasakan tubuhnya ditandu, tapi sekujur tubuh terutama kakinya terasa begitu berat, sayup – sayup terdengar suara seseorang, ia merasa mengenalnya.Ya…ya itu suara Arul! Ternyata lelaki itu masih ada di bandara seperti janjinya Cinta mencoba untuk bangkit mencari arah suara itu, tapi kepalanya terasa begitu berat.“Dokter Cinta, syukurlah Dokter sudah sadar.” Suara Arul tiba-tiba terasa sangat dekat di telinga Cinta.Cinta berusaha membuka matanya, sepasang mata bening itu sedang menatapnya dengan pandangan sangat cemas, ada butiran air di sudut matanya.“Ka … kamu … ?”“Iya, saya masih ada di bandara sesuai janji saya, sungguh saya tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini, syukurlah tidak ad
"Kok, kamu jadi bengong?” tanya Cinta melihat tatapan mata Andhika yang menerawang.Andhika tersentak. “Eh, enggak, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, tapi sudahlah aku senang akhirnya kamu sudah sadar kembali.”“Kata Mami kamu menungguiku selama ini ?”Andhika mengangguk, “Tentu saja, beberapa teman kuliah kita juga sempat datang, ada Anya, Widhi, Ronggur bahkan Robin yang sekarang tinggal di Bandung menyempatkan diri datang di sela–sela seminar yang diikutinya.”Cinta tersenyum, bahagia rasanya dikelilingi oleh orang–orang yang mencintainya.“Aku kangen sama kamu.““Aku juga.”“Bagaimana kalau aku tidak bisa pulih lagi ?” tanya Cinta cemas“Hus, jangan bicara seperti itu, kamu kayak bukan dokter aja, ingat setengah dari pengobatan itu adalah sugesti.”Cinta tertawa, itu yang
BAB 5CINTA HANYA SEPENGGAL DUSTADua bulan berbaring tiada daya bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi bagi orang yang sudah terbiasa dengan segudang aktivitas. Cinta merasakan hal itu, ia merasa merana harus menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring tanpa mampu melakukan apapun.Sering ia mengingat masa–masa ia melakukan PTT beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat terkesan dengan pengalamannya di sana. Selain karena bisa menyumbangkan ilmunya ia juga sangat kagum dengan keramahan penduduk pulau itu, itulah mengapa sebabnya ia memendam keinginannya untuk mengabdi ke sana suatu saat nanti.Sayang keinginan itu rasanya mustahil terwujud jika melihat kondisinya seperti sekarang ini.Tiba-tiba ia jadi ingat Arul. Saat dalam keadaan setengah sadar ia merasa kalau Arul yang menungguinya di dalam ambulan selama perjalanan ke rumah sakit. Ah, ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada le
Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya."Selamat pagi, dokter Cinta."Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah, selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda ini tidak datang dari tadi?Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.“Saya datang ke sini bukan hendak diperik
BAB 5CINTA HANYA SEPENGGAL DUSTADua bulan berbaring tiada daya bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi bagi orang yang sudah terbiasa dengan segudang aktivitas. Cinta merasakan hal itu, ia merasa merana harus menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring tanpa mampu melakukan apapun.Sering ia mengingat masa–masa ia melakukan PTT beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat terkesan dengan pengalamannya di sana. Selain karena bisa menyumbangkan ilmunya ia juga sangat kagum dengan keramahan penduduk pulau itu, itulah mengapa sebabnya ia memendam keinginannya untuk mengabdi ke sana suatu saat nanti.Sayang keinginan itu rasanya mustahil terwujud jika melihat kondisinya seperti sekarang ini.Tiba-tiba ia jadi ingat Arul. Saat dalam keadaan setengah sadar ia merasa kalau Arul yang menungguinya di dalam ambulan selama perjalanan ke rumah sakit. Ah, ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada le
"Kok, kamu jadi bengong?” tanya Cinta melihat tatapan mata Andhika yang menerawang.Andhika tersentak. “Eh, enggak, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, tapi sudahlah aku senang akhirnya kamu sudah sadar kembali.”“Kata Mami kamu menungguiku selama ini ?”Andhika mengangguk, “Tentu saja, beberapa teman kuliah kita juga sempat datang, ada Anya, Widhi, Ronggur bahkan Robin yang sekarang tinggal di Bandung menyempatkan diri datang di sela–sela seminar yang diikutinya.”Cinta tersenyum, bahagia rasanya dikelilingi oleh orang–orang yang mencintainya.“Aku kangen sama kamu.““Aku juga.”“Bagaimana kalau aku tidak bisa pulih lagi ?” tanya Cinta cemas“Hus, jangan bicara seperti itu, kamu kayak bukan dokter aja, ingat setengah dari pengobatan itu adalah sugesti.”Cinta tertawa, itu yang
Ketika beberapa saat kemudian ia tersadar, yang pertama kali didengarnya adalah raungan sirine mobil ambulan dan hiruk pikuk orang-orang di sekelilingnya, Cinta merasakan tubuhnya ditandu, tapi sekujur tubuh terutama kakinya terasa begitu berat, sayup – sayup terdengar suara seseorang, ia merasa mengenalnya.Ya…ya itu suara Arul! Ternyata lelaki itu masih ada di bandara seperti janjinya Cinta mencoba untuk bangkit mencari arah suara itu, tapi kepalanya terasa begitu berat.“Dokter Cinta, syukurlah Dokter sudah sadar.” Suara Arul tiba-tiba terasa sangat dekat di telinga Cinta.Cinta berusaha membuka matanya, sepasang mata bening itu sedang menatapnya dengan pandangan sangat cemas, ada butiran air di sudut matanya.“Ka … kamu … ?”“Iya, saya masih ada di bandara sesuai janji saya, sungguh saya tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini, syukurlah tidak ad
“Bagaimana kalau Dokter saya antar sampai bandara?”Cinta menggeleng. “Saya bisa sewa bentor,” elaknya, bentor adalah sejenis beca yang menggunakan motor.“Hari semakin mendung dan bawaan Dokter juga banyak, kebetulan saya membawa mobil, biarpun mobil tua tapi masih oke lho jalannya, ayolah anggap saja ini untuk merayakan perkenalan kita, atau mungkin sebagai tanda perpisahan,” tawar Arul setengah memaksaCinta berpikir sejenak, naik bentor dengan bawaan sebanyak ini pasti merepotkan apalagi perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, tapi Arul baru beberapa menit saja ia kenal, ia khawatir terhadap kemungkinan Arul akan berbuat macam-macam padanya. Ah ia segera menepis prasangka buruk itu dari pikirannya.“Baiklah,” ucap Cinta akhirnya, Arul tersenyum senang memperlihatkan sederetan giginya yang putih, diam-diam Cinta memperhatikan lelaki itu, cukup keren sebenarnya, bahkan posturnya lebih gagah dari Andhika&
Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya."Selamat pagi, dokter Cinta."Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah, selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda ini tidak datang dari tadi?Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.“Saya datang ke sini bukan hendak diperik