Ketika beberapa saat kemudian ia tersadar, yang pertama kali didengarnya adalah raungan sirine mobil ambulan dan hiruk pikuk orang-orang di sekelilingnya, Cinta merasakan tubuhnya ditandu, tapi sekujur tubuh terutama kakinya terasa begitu berat, sayup – sayup terdengar suara seseorang, ia merasa mengenalnya.
Ya…ya itu suara Arul! Ternyata lelaki itu masih ada di bandara seperti janjinya Cinta mencoba untuk bangkit mencari arah suara itu, tapi kepalanya terasa begitu berat.
“Dokter Cinta, syukurlah Dokter sudah sadar.” Suara Arul tiba-tiba terasa sangat dekat di telinga Cinta.Cinta berusaha membuka matanya, sepasang mata bening itu sedang menatapnya dengan pandangan sangat cemas, ada butiran air di sudut matanya.“Ka … kamu … ?” “Iya, saya masih ada di bandara sesuai janji saya, sungguh saya tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini, syukurlah tidak ada koban jiwa, tapi banyak yang luka berat,” ujar Arul.“Saya akan dibawa ke mana ?” tanya Cinta lemah “Sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit, sabarlah sebentar lagi juga sampai.”“Kok, kamu basah kuyup?”“Alhamdulillah hujan turun sangat deras sehingga tidak terjadi kobaran api, saya sangat khawatir pesawat meledak.”“Maaf, Arul. Sayang sekali pertemuan kita harus berakhir seperti ini,” ujar Cinta lirih.Arul tersenyum. “Sudahlah, yang penting Dokter Cinta selamat.”Tiba-tiba Cinta merasakan sakit di sekujur tubuhnya, kepalanya terasa lebih berat dari sebelumnya..“Arul ….” ucapnya, setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi. -----Entah berapa lama ia tertidur, Cinta merasa tidurnya kali ini begitu melelahkan, kosong tidak ada mimpi – mimpi, ia merasa seperti terlempar ke padang pasir yang sangat luas, ke suatu tempat tak bermata angin, kadang – kadang ia merasa kehilangan gravitasi, melayang layang tanpa bobot, terkadang pula ia merasa ada di suatu dimensi yang tak terikat oleh ruang dan waktu…
Ketika akhirnya ia membuka mata yang pertama ia lihat adalah sebentuk siluet wajah yang sangat akrab dalam kehidupannya, mula-mula terlihat samar, namun secara perlahan mulai menemukan wujudnya.“Mami ....” ucap Cinta lemah.Wanita separuh baya itu tersenyum haru. “Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar nak.”“Aku di mana Mi?”“Kamu sekarang ada di sebuah rumah sakit di Jakarta,” jawab Mami.“Jakarta ?” tanya Cinta nyaris tidak percaya, bukankah ia kemarin masih berada jauh di sebuah wilayah di Indonesia Timur ? ia masih ingat kalau Arul menemaninya di dalam ambulan seusai kecelakaan itu. Arul! Cinta celingukan mencari-cari laki-laki itu.“Kamu mencari siapa ?” tanya Mami.“Ar ....”“Andhika, maksudmu?” potong Mami.“Ia tadi ke sini sebentar melihat kondisimu tapi sudah kembali lagi ke lantai 3, katanya mau ikut mengoperasi salah seorang pasiennya, nanti Mami japri dia ya mengabarkan kalau kamu sudah sadar, Andhika pasti sangat senang mendengarnya.”
Cinta mengangguk–angguk, ternyata ia ada di salah satu rumah sakit terkemuka tempat Andhika bekerja.“Alya mana ?”“Alya kuliah, Papi kamu juga selalu datang menengok kamu, hanya hari ini saja ia absen katanya ada rapat di kantornya.”Cinta tersenyum, ia merasa lega ternyata meskipun telah bercerai, Papi masih tetap memperhatikannya dan menjaga hubungan baik dengan Mami.“Mi, memangnya sudah berapa lama aku ada di sini?”“Yah, selama hampir seminggu. Kalau tidak sedang bertugas Andhika sangat setia menungguimu di sini.”Cinta tersenyum, ia merasa beruntung memilki seorang Andhika. Ah, semoga saja ia cepat sembuh sehingga bisa mewujudkan keinginan mereka untuk segera menikah, mengingat hal itu Cinta merasa bersemangat, ia berusaha untuk bangkit, tapi, kenapa separuh tubuh bagian bawahnya terasa berat ?“Mi, aku kenapa ?” tanya Cinta panik jangan–jangan kakinya sudah diamputasi akibat kecelakaan itu! “Tenang, jangan banyak bergerak,” ujar Mami mengingatkan.“Kakiku?”“Kakimu masih ada Cinta, hanya saja menurut hasil diagnosis kemarin, kamu mengalami fraktur lumbal! Ah, apa itu namanya kalau tidak salah, sebetulnya kamu sudah harus menjalani operasi, tapi, tim dokter menunggu perkembangan kondisi kamu yang belum sadarkan diri sejak kecelakaan itu.”Mami terdiam sejenak.“Sebentar Cinta, Mami panggilkan suster jaga dulu ya untuk mengabarkan kalau kamu sudah siuman.”Cinta menatap Maminya yang bergerak menjauh untuk kemudian menghilang di balik pintu, ah Mami yang selama ini sangat dirindukannya pasti sangat lelah menungguinya selama ia tidak sadarkan diri.Cinta menggigit bibirnya yang terasa kering, fraktur lumbal …. tidak terbayang kalau setelah kecelakaan ini ia mengalami kemungkinan yang terburuk tidak bisa berjalan lagi dan hari – harinya dihabiskan di atas kursi roda atau bahkan tidak bisa bangun sama sekali.Mengingat hal itu tiba-tiba Cinta ingin menangis, bagaimana dengan keinginannya mengabdi kalau ia sekarang tidak berdaya seperti ini ?
Tiba–tiba air matanya sudah jatuh bercucuran membasahi pipinya, ia tahu ini adalah bagian takdir yang harus dijalaninya, malah harusnya ia bersyukur karena masih bisa selamat dari kecelakaan yang nyaris merengut nyawanya walaupun dengan keadaan yang seperti ini.Mami masuk kembali ke kamar diiringi seorang perawat dan seorang dokter pria berumur sekitar empat puluhan.“Selamat siang. Selamat ya, kamu sudah sadarkan diri, perkenalkan saya Dokter Hedrian temannya Dokter Andhika.”“Selamat siang Dokter, terimakasih telah merawat saya selama ini,” ucap Cinta serak, Mami yang melihat sisa – sisa air mata di pipi Cinta bergegas menyekanya dengan lembut.Dokter Hedrian memeriksa kondisi Cinta dengan seksama, setelah itu mencatatnya dalam catatan rekam medis, perawat yang sejak tadi mendampinginya mengganti botol infus yang hampir kosong dengan yang baru, kemudian membetulkan selangnya agar cairan yang mengalir tidak tersendat.“Nah sekarang kamu istirahat dulu ya, nanti sore kita adakan pemeriksaan lagi dengan saksama, mudah – mudahan bisa segera dilakukan operasi yang pertama.“Cinta mengangguk lemah, dokter Hedrian pamit setelah mengajak Mami berbincang selama beberapa saat, entah apa yang mereka bicarakan karena mereka bicara dengan suara pelan sehingga Cinta tidak bisa mendengarnya. Selang berapa menit kemudian Andhika datang dengan tergesa, kelihatannya ia sangat lelah, Cinta melihat wajah lelaki itu tersenyum bahagia melihatnya sudah siuman, tidak ada yang diucapkannya selain tepukan lembut di pipi Cinta.“Hai,” sapa Cinta sambil berusaha untuk tersenyum. Ia begitu merindukan wajah tampan di hadapannya ini.“Hai, juga, tahu enggak kamu tampak semakin cantik saat terlelap, seperti sleeping beauty dan aku pangeran yang membuatmu terjaga,” bisik Andhika.“Ngaco kamu ah,” ujar Cinta senang, dalam keadaan seperti ini Andhika masih sempat bercanda, ini yang sangat disukai olehnya.Andhika kembali tertawa, walau dalam hatinya ia sangat sedih melihat gadis yang selama ini dirindukannya kembali dalam keadaan seperti ini, teringat akan rencana demi rencana yang telah mereka susun, teringat akan tawaran untuk mengambil pendidikan spesialis di Amerika dari orang tuanya Cassandra salah seorang pemilik rumah sakit ini.Ah, perlukah ia memberitahukan semuanya pada Cinta sekarang?
"Kok, kamu jadi bengong?” tanya Cinta melihat tatapan mata Andhika yang menerawang.Andhika tersentak. “Eh, enggak, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, tapi sudahlah aku senang akhirnya kamu sudah sadar kembali.”“Kata Mami kamu menungguiku selama ini ?”Andhika mengangguk, “Tentu saja, beberapa teman kuliah kita juga sempat datang, ada Anya, Widhi, Ronggur bahkan Robin yang sekarang tinggal di Bandung menyempatkan diri datang di sela–sela seminar yang diikutinya.”Cinta tersenyum, bahagia rasanya dikelilingi oleh orang–orang yang mencintainya.“Aku kangen sama kamu.““Aku juga.”“Bagaimana kalau aku tidak bisa pulih lagi ?” tanya Cinta cemas“Hus, jangan bicara seperti itu, kamu kayak bukan dokter aja, ingat setengah dari pengobatan itu adalah sugesti.”Cinta tertawa, itu yang
BAB 5CINTA HANYA SEPENGGAL DUSTADua bulan berbaring tiada daya bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi bagi orang yang sudah terbiasa dengan segudang aktivitas. Cinta merasakan hal itu, ia merasa merana harus menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring tanpa mampu melakukan apapun.Sering ia mengingat masa–masa ia melakukan PTT beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat terkesan dengan pengalamannya di sana. Selain karena bisa menyumbangkan ilmunya ia juga sangat kagum dengan keramahan penduduk pulau itu, itulah mengapa sebabnya ia memendam keinginannya untuk mengabdi ke sana suatu saat nanti.Sayang keinginan itu rasanya mustahil terwujud jika melihat kondisinya seperti sekarang ini.Tiba-tiba ia jadi ingat Arul. Saat dalam keadaan setengah sadar ia merasa kalau Arul yang menungguinya di dalam ambulan selama perjalanan ke rumah sakit. Ah, ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada le
Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya."Selamat pagi, dokter Cinta."Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah, selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda ini tidak datang dari tadi?Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.“Saya datang ke sini bukan hendak diperik
“Bagaimana kalau Dokter saya antar sampai bandara?”Cinta menggeleng. “Saya bisa sewa bentor,” elaknya, bentor adalah sejenis beca yang menggunakan motor.“Hari semakin mendung dan bawaan Dokter juga banyak, kebetulan saya membawa mobil, biarpun mobil tua tapi masih oke lho jalannya, ayolah anggap saja ini untuk merayakan perkenalan kita, atau mungkin sebagai tanda perpisahan,” tawar Arul setengah memaksaCinta berpikir sejenak, naik bentor dengan bawaan sebanyak ini pasti merepotkan apalagi perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, tapi Arul baru beberapa menit saja ia kenal, ia khawatir terhadap kemungkinan Arul akan berbuat macam-macam padanya. Ah ia segera menepis prasangka buruk itu dari pikirannya.“Baiklah,” ucap Cinta akhirnya, Arul tersenyum senang memperlihatkan sederetan giginya yang putih, diam-diam Cinta memperhatikan lelaki itu, cukup keren sebenarnya, bahkan posturnya lebih gagah dari Andhika&
BAB 5CINTA HANYA SEPENGGAL DUSTADua bulan berbaring tiada daya bukan sesuatu yang menyenangkan, apalagi bagi orang yang sudah terbiasa dengan segudang aktivitas. Cinta merasakan hal itu, ia merasa merana harus menghabiskan waktunya hanya dengan berbaring tanpa mampu melakukan apapun.Sering ia mengingat masa–masa ia melakukan PTT beberapa waktu lalu. Ia merasa sangat terkesan dengan pengalamannya di sana. Selain karena bisa menyumbangkan ilmunya ia juga sangat kagum dengan keramahan penduduk pulau itu, itulah mengapa sebabnya ia memendam keinginannya untuk mengabdi ke sana suatu saat nanti.Sayang keinginan itu rasanya mustahil terwujud jika melihat kondisinya seperti sekarang ini.Tiba-tiba ia jadi ingat Arul. Saat dalam keadaan setengah sadar ia merasa kalau Arul yang menungguinya di dalam ambulan selama perjalanan ke rumah sakit. Ah, ia belum sempat mengucapkan terimakasih pada le
"Kok, kamu jadi bengong?” tanya Cinta melihat tatapan mata Andhika yang menerawang.Andhika tersentak. “Eh, enggak, aku tiba-tiba kepikiran sesuatu, tapi sudahlah aku senang akhirnya kamu sudah sadar kembali.”“Kata Mami kamu menungguiku selama ini ?”Andhika mengangguk, “Tentu saja, beberapa teman kuliah kita juga sempat datang, ada Anya, Widhi, Ronggur bahkan Robin yang sekarang tinggal di Bandung menyempatkan diri datang di sela–sela seminar yang diikutinya.”Cinta tersenyum, bahagia rasanya dikelilingi oleh orang–orang yang mencintainya.“Aku kangen sama kamu.““Aku juga.”“Bagaimana kalau aku tidak bisa pulih lagi ?” tanya Cinta cemas“Hus, jangan bicara seperti itu, kamu kayak bukan dokter aja, ingat setengah dari pengobatan itu adalah sugesti.”Cinta tertawa, itu yang
Ketika beberapa saat kemudian ia tersadar, yang pertama kali didengarnya adalah raungan sirine mobil ambulan dan hiruk pikuk orang-orang di sekelilingnya, Cinta merasakan tubuhnya ditandu, tapi sekujur tubuh terutama kakinya terasa begitu berat, sayup – sayup terdengar suara seseorang, ia merasa mengenalnya.Ya…ya itu suara Arul! Ternyata lelaki itu masih ada di bandara seperti janjinya Cinta mencoba untuk bangkit mencari arah suara itu, tapi kepalanya terasa begitu berat.“Dokter Cinta, syukurlah Dokter sudah sadar.” Suara Arul tiba-tiba terasa sangat dekat di telinga Cinta.Cinta berusaha membuka matanya, sepasang mata bening itu sedang menatapnya dengan pandangan sangat cemas, ada butiran air di sudut matanya.“Ka … kamu … ?”“Iya, saya masih ada di bandara sesuai janji saya, sungguh saya tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini, syukurlah tidak ad
“Bagaimana kalau Dokter saya antar sampai bandara?”Cinta menggeleng. “Saya bisa sewa bentor,” elaknya, bentor adalah sejenis beca yang menggunakan motor.“Hari semakin mendung dan bawaan Dokter juga banyak, kebetulan saya membawa mobil, biarpun mobil tua tapi masih oke lho jalannya, ayolah anggap saja ini untuk merayakan perkenalan kita, atau mungkin sebagai tanda perpisahan,” tawar Arul setengah memaksaCinta berpikir sejenak, naik bentor dengan bawaan sebanyak ini pasti merepotkan apalagi perjalanan yang akan ditempuh cukup jauh, tapi Arul baru beberapa menit saja ia kenal, ia khawatir terhadap kemungkinan Arul akan berbuat macam-macam padanya. Ah ia segera menepis prasangka buruk itu dari pikirannya.“Baiklah,” ucap Cinta akhirnya, Arul tersenyum senang memperlihatkan sederetan giginya yang putih, diam-diam Cinta memperhatikan lelaki itu, cukup keren sebenarnya, bahkan posturnya lebih gagah dari Andhika&
Baru saja ia selesai merapikan tensimeter, termometer dan pen light pada tempatnya, ketika seseorang menyapanya."Selamat pagi, dokter Cinta."Cinta menoleh ke arah datangnya suara, ternyata di ambang pintu berdiri seorang pemuda berkulit hitam manis dengan wajah yang ramah, selama satu tahun bertugas di Puskesmas sebagai dokter PTT , Cinta baru sekali ini melihatnya .“Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu? ” tanya Cinta, walau dengan sedikit enggan mengingat semua peralatannya sudah ia rapikan semua.Ah, kenapa sih, pemuda ini tidak datang dari tadi?Dua jam lagi ia harus sudah sampai di bandara, jika tidak, mungkin baru seminggu lagi ia bisa terbang ke ibu kota Provinsi untuk kemudian melanjutkan penerbangan menuju Jakarta.“Silakan langsung ke ruang pemeriksaan saja,” ujar Cinta tidak sabar saat melihat pemuda itu masih berdiri di depan pintu.“Saya datang ke sini bukan hendak diperik