Satu minggu berlalu dan hari ini Rangga dipanggil untuk menghadap Anthony ke ruangannya, pria itu melangkah dengan tegap dan dagu terangkat, membayangkan kalau atasannya akan memberikan promosi.Rangga duduk di hadapan Anthony dengan senyum merekah yang menghiasi bibirnya, meskipun tidak mendapati raut bersahabat di wajah atasannya itu, ia tetap berusaha menampilkan senyum semanis mungkin."Kau tahu kenapa aku memanggilmu?"Rangga menggeleng. "Maaf, Pak. Saya tidak tahu.""Aku sudah berdiskusi dengan putraku selaku pemegang pimpinan tertinggi di perusahaan ini, dan kami sepakat mengeluarkan surat ini." Anthony menyodorkan sebuah map yang langsung diambil oleh Rangga.Pria itu masih mempertahankan senyumannya, hingga saat tangannya membuka map itu dan membaca deret kalimat yang tertera di sana, sejurus kemudian matanya membelalak lebar."Pe-Pengunduran diri?" gumam Rangga.Jantungnya berpacu lebih cepat melihat atasannya memberikan berkas itu."Maaf, Pak. Apa kesalahan saya sehingga Bap
Rangga masuk ke dalam kamar, ia tidak mendapati Clarissa di sana, entah ke mana perginya wanita itu. Langkah kakinya beranjak ke lemari yang ada di pojok kamar, ia membukanya dan mencari berkas-berkas penting yang akan digunakan untuk melamar pekerjaan."Apes sekali nasibku. Pak Alex yang mengajak korupsi, tapi aku yang dikeluarkan dari perusahaan," gerutunya sambil terus mengobrak-abrik tumpukan berkas.Rangga mengeluarkan ijazah dan beberapa berkas penting lainnya, hingga tanpa sengaja netranya menangkap sebuah amplop putih bertuliskan nama dan logo rumah sakit.Keningnya mengerut bingung, tetapi ia tetap mengambil amplop itu dan perlahan membukanya."Hasil lab kesuburan?" gumamnya saat membaca kalimat pertama yang tertera di sana.Dengan cepat Rangga mengeluarkan kertas yang ada di dalam amplop itu, degup jantungnya naik sekian kali lipat saat menyadari isinya adalah hasil lab kesuburan yang ia lakukan bersama Aldara satu tahun lalu.Rangga membaca deret kalimat yang tertera pada ke
Berbeda dengan Rangga dan Alastair yang tampak menuai karma dari sikapnya di masa lalu, Aldara malah tampak bahagia saat pagi ini Kenneth membelikannya rujak mangga.Sejak semalam Aldara ingin makan rujak mangga, tetapi ia takut kalau keluar malam di daerah sini.Bak Dewa Penolong, Kenneth datang berkunjung dan membawa dua box rujak mangga. Padahal Aldara tidak bilang, bahkan ia juga tidak cerita kepada Bibi."Kamu suka rujak mangga, Ra?" tanya Kenneth dengan senyum manis di bibirnya.Sedari tadi Kenneth terus memperhatikan Aldara, ia kagum pada kegigihan dan kesederhanaan Aldara. Tanpa disadari benih-benih cinta mulai tumbuh di hati pria itu."Aku suka. Kebetulan sejak semalam pengen makan rujak mangga, tapi nggak tahu harus beli di mana." Aldara kembali menyuap satu potong mangga muda ke dalam mulutnya. "Sebenarnya tadi mau titip mangga waktu Bibi ke pasar, tapi ternyata kamu sudah bawakan."Aldara juga sudah terbiasa dengan Kenneth karena mereka berdua sering bertemu setiap hari. Ke
"Kau mengandung anaknya Alastair? Jadi, malam itu ....""Benar, Pak. Dua minggu setelah saya pergi, saya baru tahu kalau di dalam rahim saya bersemayam benih Pak Alastair. Makanya saya pergi jauh mencari perlindungan untuk kami berdua, saya takut Pak Alastair meminta untuk menggugurkan janin ini kalau tahu saya hamil," jelas Aldara dengan suara lirih.Wanita itu mengelus lembut perutnya yang masih rata, bibirnya memaksa senyum meskipun hatinya sangat terluka."Biarkan saya melanjutkan hidup di sini, saya tidak akan kembali ke kota itu. Tolong Bapak jangan beri tahu Pak Alastair tentang pertemuan kita, saya ... tidak mau bertemu dengannya."Raymond memejamkan mata saat melihat Aldara menitikkan air mata, pria itu dapat merasakan seperti apa beratnya Aldara menjalani kehamilan ini sendirian."Jika Anda memberitahu Pak Alastair, saya akan segera pergi dari kota ini. Dan mungkin, kalian tidak bisa lagi menemukan saya di dunia ini," bisik Aldara sambil mengelap lelehan air mata di pipi."Ak
Alastair kembali ke apartemennya dengan beban pikiran yang sangat banyak. Dia mendudukkan diri di sofa dengan napas yang terdengar kasar. "Aldara seperti hilang begitu saja, ke mana lagi aku harus mencarinya?" gumamnya. Dia memutuskan untuk pergi mencari hiburan, karena tidak tahan dengan keadaan seperti ini. Terlebih lagi, Raymond tidak ada di sampingnya sekarang, sehingga tidak ada yang bisa menghiburnya. Alastair memarkirkan mobilnya di depan Rose Hotel, dia sengaja datang ke sini untuk mengenang malam-malam indah bersama Aldara dulu. Dia bingung dengan tekanan untuk bertanggung jawab, yang semakin membuatnya merindukan Aldara. "Bukankah itu ... Rangga?" gumam Alastair sambil mengerutkan keningnya. Dia memperhatikan dengan seksama pria yang berdiri di balik meja resepsionis, dia ingat betul wajah itu adalah wajah yang pernah menatapnya dengan sinis. "Ternyata dia sekarang bekerja di sini setelah dipecat Papa," gumam Alastair sambil terkekeh lirih. Dia melangkah masuk, berhen
Clarissa dan Darren, yang tidak lain adalah kekasihnya dari jaman kuliah itu baru saja memasuki kamar hotel. Beberapa kali Darren mengelus lembut perut buncit Clarissa, wajahnya tampak bahagia sedari tadi pagi mereka makan dan jalan-jalan bersama. "Anakku baik-baik saja 'kan selama ini?" tanya Darren yang langsung membuat Clarissa terkekeh. "Baik, dong. Gizi anak kita terpenuhi dari uangnya Rangga. Ah, pria itu memang bodoh. Mudah sekali dibohongi dan sekarang malah susah sendiri setelah dipecat dari perusahaan," sahut Clarissa. "Kamu memang pintar, Cla." Anak yang berada dalam kandungan Clarissa adalah benih Darren, bukan Rangga. Saat Alastair memintanya mendekati Rangga, ia langsung membuat rencana jebakan dengan Darren. Clarissa bahkan mengorbankan posisinya di Perusahaan Wlson dan patuh untuk keluar saat Alastair meminta, mantan atasannya itu menjamin akan mengirimkan gaji setiap bulannya selama ia menjalankan rencana untuk menjebak Rangga. Dan tentunya bonus besar di akhir ma
"Apa ucapanku kurang jelas, Mas?" tanya Clarissa. "Darren ini kekasihku, dia ayah dari anak yang kukandung."Perasaan Rangga dihantam sembilu yang langsung memporak-porandakan hatinya, ia hanya mampu bengong seolah masih berharap Clarissa hanya membohonginya saja."Janin yang kukandung bukan anakmu, tapi anakku dengan pria lain." Clarissa tertawa sumbang melihat raut pias mantan suaminya itu. "Kamu sudah miskin, tidak punya apa-apa. Jadi sekalian saja aku katakan hal ini, Mas.""Cla—""Aku datang ke sini untuk mengambil barang-barangku, dan ... menegaskan kalau kita sudah berpisah. Kamu jangan khawatir, aku akan mengurus sendiri perceraian ini dan mengirim akta cerainya ke sini," ucap Clarissa tanpa beban.Rangga menggeleng. "Apa-apaan ini. Kau menjebakku?!"Darren mengulas senyum sinis melihat wajah Rangga memerah, sedangkan Clarissa kembali tergelak."Jangan terlalu percaya diri kalau aku dulu mencintaimu. Aku sama sekali tidak ada perasaan denganmu! Karena tujuanku adalah mendapatka
Lima tahun kemudian.Seorang anak kecil tampan berambut pendek berjalan gontai dengan tangan memegang tas sekolahnya. Seragam sekolah yang ia kenakan sudah terbuka beberapa kancingnya, juga keringat yang membasahi wajah.Kulit putih dan bibir merah alaminya terlihat menggemaskan, tubuhnya gempal berisi semakin membuatnya menggemaskan.Kendati demikian, iris hitamnya membuat pandangannya terlihat begitu tajam, menukik dan membuat beberapa temannya takut. Belum lagi bulu mata lentik dan alis tebalnya."Seharusnya Paman Ken sudah menjemputku, katanya mau mengajakku ke taman bermain. Tapi aku sudah menunggu satu jam, paman nggak datang-datang," gerutu anak bernama Ryu itu.Mamanya sedang sibuk mengurus toko kue kalau jam segini, beberapa hari ini Paman Ken-nya lah yang bertugas mengantar dan menjemputnya sekolah.Namun, hari ini ia harus menghadapi kekecewaan dan memilih jalan kaki saja. Perutnya sudah lapar, kalau hanya berdiam diri di sekolah ia bisa kelaparan."Tapi aku lapar," gumam Ry