Berbeda dengan Rangga dan Alastair yang tampak menuai karma dari sikapnya di masa lalu, Aldara malah tampak bahagia saat pagi ini Kenneth membelikannya rujak mangga.Sejak semalam Aldara ingin makan rujak mangga, tetapi ia takut kalau keluar malam di daerah sini.Bak Dewa Penolong, Kenneth datang berkunjung dan membawa dua box rujak mangga. Padahal Aldara tidak bilang, bahkan ia juga tidak cerita kepada Bibi."Kamu suka rujak mangga, Ra?" tanya Kenneth dengan senyum manis di bibirnya.Sedari tadi Kenneth terus memperhatikan Aldara, ia kagum pada kegigihan dan kesederhanaan Aldara. Tanpa disadari benih-benih cinta mulai tumbuh di hati pria itu."Aku suka. Kebetulan sejak semalam pengen makan rujak mangga, tapi nggak tahu harus beli di mana." Aldara kembali menyuap satu potong mangga muda ke dalam mulutnya. "Sebenarnya tadi mau titip mangga waktu Bibi ke pasar, tapi ternyata kamu sudah bawakan."Aldara juga sudah terbiasa dengan Kenneth karena mereka berdua sering bertemu setiap hari. Ke
"Kau mengandung anaknya Alastair? Jadi, malam itu ....""Benar, Pak. Dua minggu setelah saya pergi, saya baru tahu kalau di dalam rahim saya bersemayam benih Pak Alastair. Makanya saya pergi jauh mencari perlindungan untuk kami berdua, saya takut Pak Alastair meminta untuk menggugurkan janin ini kalau tahu saya hamil," jelas Aldara dengan suara lirih.Wanita itu mengelus lembut perutnya yang masih rata, bibirnya memaksa senyum meskipun hatinya sangat terluka."Biarkan saya melanjutkan hidup di sini, saya tidak akan kembali ke kota itu. Tolong Bapak jangan beri tahu Pak Alastair tentang pertemuan kita, saya ... tidak mau bertemu dengannya."Raymond memejamkan mata saat melihat Aldara menitikkan air mata, pria itu dapat merasakan seperti apa beratnya Aldara menjalani kehamilan ini sendirian."Jika Anda memberitahu Pak Alastair, saya akan segera pergi dari kota ini. Dan mungkin, kalian tidak bisa lagi menemukan saya di dunia ini," bisik Aldara sambil mengelap lelehan air mata di pipi."Ak
Alastair kembali ke apartemennya dengan beban pikiran yang sangat banyak. Dia mendudukkan diri di sofa dengan napas yang terdengar kasar. "Aldara seperti hilang begitu saja, ke mana lagi aku harus mencarinya?" gumamnya. Dia memutuskan untuk pergi mencari hiburan, karena tidak tahan dengan keadaan seperti ini. Terlebih lagi, Raymond tidak ada di sampingnya sekarang, sehingga tidak ada yang bisa menghiburnya. Alastair memarkirkan mobilnya di depan Rose Hotel, dia sengaja datang ke sini untuk mengenang malam-malam indah bersama Aldara dulu. Dia bingung dengan tekanan untuk bertanggung jawab, yang semakin membuatnya merindukan Aldara. "Bukankah itu ... Rangga?" gumam Alastair sambil mengerutkan keningnya. Dia memperhatikan dengan seksama pria yang berdiri di balik meja resepsionis, dia ingat betul wajah itu adalah wajah yang pernah menatapnya dengan sinis. "Ternyata dia sekarang bekerja di sini setelah dipecat Papa," gumam Alastair sambil terkekeh lirih. Dia melangkah masuk, berhen
Clarissa dan Darren, yang tidak lain adalah kekasihnya dari jaman kuliah itu baru saja memasuki kamar hotel. Beberapa kali Darren mengelus lembut perut buncit Clarissa, wajahnya tampak bahagia sedari tadi pagi mereka makan dan jalan-jalan bersama. "Anakku baik-baik saja 'kan selama ini?" tanya Darren yang langsung membuat Clarissa terkekeh. "Baik, dong. Gizi anak kita terpenuhi dari uangnya Rangga. Ah, pria itu memang bodoh. Mudah sekali dibohongi dan sekarang malah susah sendiri setelah dipecat dari perusahaan," sahut Clarissa. "Kamu memang pintar, Cla." Anak yang berada dalam kandungan Clarissa adalah benih Darren, bukan Rangga. Saat Alastair memintanya mendekati Rangga, ia langsung membuat rencana jebakan dengan Darren. Clarissa bahkan mengorbankan posisinya di Perusahaan Wlson dan patuh untuk keluar saat Alastair meminta, mantan atasannya itu menjamin akan mengirimkan gaji setiap bulannya selama ia menjalankan rencana untuk menjebak Rangga. Dan tentunya bonus besar di akhir ma
"Apa ucapanku kurang jelas, Mas?" tanya Clarissa. "Darren ini kekasihku, dia ayah dari anak yang kukandung."Perasaan Rangga dihantam sembilu yang langsung memporak-porandakan hatinya, ia hanya mampu bengong seolah masih berharap Clarissa hanya membohonginya saja."Janin yang kukandung bukan anakmu, tapi anakku dengan pria lain." Clarissa tertawa sumbang melihat raut pias mantan suaminya itu. "Kamu sudah miskin, tidak punya apa-apa. Jadi sekalian saja aku katakan hal ini, Mas.""Cla—""Aku datang ke sini untuk mengambil barang-barangku, dan ... menegaskan kalau kita sudah berpisah. Kamu jangan khawatir, aku akan mengurus sendiri perceraian ini dan mengirim akta cerainya ke sini," ucap Clarissa tanpa beban.Rangga menggeleng. "Apa-apaan ini. Kau menjebakku?!"Darren mengulas senyum sinis melihat wajah Rangga memerah, sedangkan Clarissa kembali tergelak."Jangan terlalu percaya diri kalau aku dulu mencintaimu. Aku sama sekali tidak ada perasaan denganmu! Karena tujuanku adalah mendapatka
Lima tahun kemudian.Seorang anak kecil tampan berambut pendek berjalan gontai dengan tangan memegang tas sekolahnya. Seragam sekolah yang ia kenakan sudah terbuka beberapa kancingnya, juga keringat yang membasahi wajah.Kulit putih dan bibir merah alaminya terlihat menggemaskan, tubuhnya gempal berisi semakin membuatnya menggemaskan.Kendati demikian, iris hitamnya membuat pandangannya terlihat begitu tajam, menukik dan membuat beberapa temannya takut. Belum lagi bulu mata lentik dan alis tebalnya."Seharusnya Paman Ken sudah menjemputku, katanya mau mengajakku ke taman bermain. Tapi aku sudah menunggu satu jam, paman nggak datang-datang," gerutu anak bernama Ryu itu.Mamanya sedang sibuk mengurus toko kue kalau jam segini, beberapa hari ini Paman Ken-nya lah yang bertugas mengantar dan menjemputnya sekolah.Namun, hari ini ia harus menghadapi kekecewaan dan memilih jalan kaki saja. Perutnya sudah lapar, kalau hanya berdiam diri di sekolah ia bisa kelaparan."Tapi aku lapar," gumam Ry
Alastair memilih beranjak pergi setelah mobil yang membawa Ryu menjauh. Dia tidak pulang ke kotanya, melainkan menginap di salah satu hotel. "Besok aku akan ke sini lagi, siapa tahu bisa bertemu Ryu. Dia anak yang menyenangkan," gumam Alastair seraya melajukan mobil. Dia sudah jarang pulang ke rumah. Meskipun sang mama dan Virly sudah jarang mencari perhatiannya, dia tetap malas menginjakkan kaki di rumah besar itu. Selama lima tahun ini, dia juga tidak punya semangat hidup. Hanya pulang pergi kerja dan berdiam diri di dalam apartemen. Klub malam sudah tidak lagi menjadi tempatnya meluapkan kegundahan. Karena nyatanya, mau seberapa banyak botol wine yang dia tenggak, tidak akan mampu membuat pikirannya teralihkan dari Aldara. "Aku kira dulu bisa tenang setelah membalaskan dendam, tapi nyatanya ... aku malah menyesal dan semakin kehilangan," gumam Alastair. Dia menghentikan mobil di depan sebuah hotel mewah. Kemarin dirinya sudah izin kepada Anthony kalau akan mengambil libur sela
"Mama ...." Ryu berteriak, membuat tatapan Aldara beralih ke arah putranya yang tengah tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya. Sejurus kemudian ia menarik pandangan dan kembali melihat ke arah Alastair, detik itu juga jantungnya hampir rontok saat mendapati Alastair tengah menatapnya dengan pandangan yang tidak berkedip. Runtuh sudah pertahanan Aldara, lima tahun melarikan diri dan hari ini persembunyiannya diketahui. Putra merekalah yang tanpa sengaja mempertemukan, apakah ini juga rencana Tuhan? 'Tahan, tahan ... aku harus kuat!' batin Aldara saat merasakan tubuhnya panas dingin. Jantungnya berdebar kencang, kepalanya mendadak pening saat ingatannya kembali mengajak pada kejadian malam di hotel itu. Aldara mengepalkan kedua tangan, menahan trauma yang ia rasakan agar tidak meledak di sini. "Ryu, ayo pulang." Aldara berteriak dengan suara bergetar, beruntung putranya itu langsung mengangguk tanpa ada drama lagi. Anak laki-laki itu berlari kecil ke arahnya, tetapi tanpa