Lima tahun kemudian.Seorang anak kecil tampan berambut pendek berjalan gontai dengan tangan memegang tas sekolahnya. Seragam sekolah yang ia kenakan sudah terbuka beberapa kancingnya, juga keringat yang membasahi wajah.Kulit putih dan bibir merah alaminya terlihat menggemaskan, tubuhnya gempal berisi semakin membuatnya menggemaskan.Kendati demikian, iris hitamnya membuat pandangannya terlihat begitu tajam, menukik dan membuat beberapa temannya takut. Belum lagi bulu mata lentik dan alis tebalnya."Seharusnya Paman Ken sudah menjemputku, katanya mau mengajakku ke taman bermain. Tapi aku sudah menunggu satu jam, paman nggak datang-datang," gerutu anak bernama Ryu itu.Mamanya sedang sibuk mengurus toko kue kalau jam segini, beberapa hari ini Paman Ken-nya lah yang bertugas mengantar dan menjemputnya sekolah.Namun, hari ini ia harus menghadapi kekecewaan dan memilih jalan kaki saja. Perutnya sudah lapar, kalau hanya berdiam diri di sekolah ia bisa kelaparan."Tapi aku lapar," gumam Ry
Alastair memilih beranjak pergi setelah mobil yang membawa Ryu menjauh. Dia tidak pulang ke kotanya, melainkan menginap di salah satu hotel. "Besok aku akan ke sini lagi, siapa tahu bisa bertemu Ryu. Dia anak yang menyenangkan," gumam Alastair seraya melajukan mobil. Dia sudah jarang pulang ke rumah. Meskipun sang mama dan Virly sudah jarang mencari perhatiannya, dia tetap malas menginjakkan kaki di rumah besar itu. Selama lima tahun ini, dia juga tidak punya semangat hidup. Hanya pulang pergi kerja dan berdiam diri di dalam apartemen. Klub malam sudah tidak lagi menjadi tempatnya meluapkan kegundahan. Karena nyatanya, mau seberapa banyak botol wine yang dia tenggak, tidak akan mampu membuat pikirannya teralihkan dari Aldara. "Aku kira dulu bisa tenang setelah membalaskan dendam, tapi nyatanya ... aku malah menyesal dan semakin kehilangan," gumam Alastair. Dia menghentikan mobil di depan sebuah hotel mewah. Kemarin dirinya sudah izin kepada Anthony kalau akan mengambil libur sela
"Mama ...." Ryu berteriak, membuat tatapan Aldara beralih ke arah putranya yang tengah tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya. Sejurus kemudian ia menarik pandangan dan kembali melihat ke arah Alastair, detik itu juga jantungnya hampir rontok saat mendapati Alastair tengah menatapnya dengan pandangan yang tidak berkedip. Runtuh sudah pertahanan Aldara, lima tahun melarikan diri dan hari ini persembunyiannya diketahui. Putra merekalah yang tanpa sengaja mempertemukan, apakah ini juga rencana Tuhan? 'Tahan, tahan ... aku harus kuat!' batin Aldara saat merasakan tubuhnya panas dingin. Jantungnya berdebar kencang, kepalanya mendadak pening saat ingatannya kembali mengajak pada kejadian malam di hotel itu. Aldara mengepalkan kedua tangan, menahan trauma yang ia rasakan agar tidak meledak di sini. "Ryu, ayo pulang." Aldara berteriak dengan suara bergetar, beruntung putranya itu langsung mengangguk tanpa ada drama lagi. Anak laki-laki itu berlari kecil ke arahnya, tetapi tanpa
Alastair yang tidak bisa tenang pun akhirnya memilih untuk menghubungi Raymond, beruntung tidak lama kemudian panggilan telepon itu langsung tersambung. "Halo, Ray. Kamu tidak sibuk, kan?" tanya Alastair. "Tidak, ada apa?" tanya Raymond dari seberang telepon. "Ray, aku tadi ... bertemu Aldara." Hening! Tidak ada respons dari seberang telepon. Hanya terdengar helaan napas kasar, sepertinya Raymond juga tidak kalah terkejut. "K-Kamu bertemu Aldara? Kamu yakin dia benar-benar Aldara?" tanya Raymond di seberang telepon. "Iya. Dia bersama seorang anak kecil. Aku tidak tahu siapa anak itu. Tapi wajahnya mirip sekali denganku, Ray. Aku seperti melihat masa kecilku di anak itu. Dan anak itu memanggil Aldara dengan sebutan ... mama." Lagi, Raymond tidak langsung menjawab. "Ray, apa jangan-jangan anak itu ... Anakku?!" Hening! Tidak ada respon. Tanpa Alastair sadari, di seberang sana Raymond juga tengah bingung. Apakah dia harus jujur tentang pertemuannya dengan Aldara lima tahun lalu
Malam ini Aldara kembali meminta putranya untuk bercerita, hingga akhirnya Ryu menyerah dan mengatakan alasannya dengan jujur.Hal itu jelas saja membuat Aldara terkejut, ia tidak menjanjikan putranya menjadi garda depan untuknya di usia sekecil ini."Maaf, ya, Ryu. Mama kemarin terlalu khawatir, dan akhirnya hilang kendali. Seharusnya mama berterimakasih sama kamu," ucap Aldara sembari membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya."Iya, mama. Maafkan aku yang sudah membuat mama kepikiran, mulai hari ini aku tidak akan nakal lagi," bisik Ryu.Aldara mengangguk, setelahnya ia mengajak putranya untuk makan malam. Tidak lama kemudian Kenneth datang membawa banyak makanan."Terima kasih, Paman Ken," ucap Ryu dengan senang.Sementara Aldara hanya melirik sekilas kemudian membuang napas kasar. Ia bukannya tidak suka, tetapi ia takut Ryu jadi manja kalau sering diberikan barang-barang seperti ini."Sama-sama, Ryu. Kamu senang 'kan?" tanya Kenneth saat melihat Ryu memeluk erat hadiah dirinya.
"Apa pekerjaanku sudah selesai atau masih ada pekerjaan lain?" tanya Kenneth, pada sektertarisnya yang sedang memegangi tab."Untuk sekarang tidak ada jadwal. Sementara besok ada jadwal meeting bersama perusahaan Wilson. Rapat diadakan pukul 08.00 pagi," papar sang sekretaris menjelaskan jadwal Kenneth yang tak terlalu padat. Besok hanya acara meeting saja keluar kota.Kenneth mengangguk paham, pikirannya jadi tertuju pada Ryu. Dia tahu jika anak itu sudah mulai memasuki masa libur sekolah. Haruskah ia mengajaknya?'Sepertinya ini ide bagus, supaya aku lebih dekat dengan Ryu,' batin Kenneth."Baik, kau boleh pergi. Siapkan saja hal yang diperlukan!" titahnya pada sang sekretaris di perusahaannya.***Setelah mengerjakan urusan kantor. Kenneth berniat ingin pergi ke kediaman Aldara, ingin menyampaikan maksud dan tujuannya besok. Dia harap, semoga Aldara mengizinkannya membawa Ryu keluar kota.Hingga tibalah ia di kediaman Aldara pada malam harinya, dia mengetuk pintu terlebih dahulu, g
Sekembalinya Kenneth dan Ryu dari luar kota, keduanya kembali ke tempat asal dan dalam perjalanan pulang. Ryu sudah tertidur pulas di kursi penumpang, karena anak kecil itu kecapean, lantaran terlalu aktif sepanjang hari.Jika biasanya Kenneth ikut bahagia melihat Ryu ceria, kali ini tidak. Sebab Ryu asik bercanda dengan Alastair, tentu itu membuat Kenneth jadi bertambah kesal."Aku akan berusaha mendekati Ryu dan Aldara, tidak akan kubiarkan Alastair itu merebut posisiku," gumam Kenneth.Beberapa jam kemudian, akhirnya mereka sudah sampai tujuan dengan selamat. Ketika mobil berhenti, tiba-tiba Ryu menggeliatkan badannya, mungkin pegal tidur dengan posisi tak nyaman.Kenneth pikir Ryu hanya menggeliat saja, rupanya si kecil sudah bangun dari tidur."Paman Ken, apakah kita sudah sampai?" tanya Ryu, mengubah posisi menjadi duduk, sembari mengucek matanya.Memutar badan ke belakang, Kenneth mengangguk. Mobilnya terparkir di kediaman Aldara."Sudah dong, tuh lihat, kita sampai di rumahmu,
Alastair membawa langkah ke dekat meja tanpa menjawab pertanyaan Virly, pria itu langsung memesan sebotol wine baru dan mulai membuka ponsel.Seutas seringai tipis terukir di ujung bibir Virly. Tanpa disadari Alastair, otaknya tengah memikirkan banyak rencana.'Malam ini aku harus mendapatkanmu, Al,' batin Virly.Kaki jenjangnya melangkah menuju bartender, ia memesan dua gelas minuman favorit dan diam-diam menuang setetes cairan.Ujung netranya melirik ke arah Alastair, wanita itu tersenyum saat Alastair masih asyik bermain ponsel. Ia merasa tidak ada yang melihat yang dilakukannya tadi."Ini, Al. Aku bawakan minuman," ucap Virly saat baru saja mendudukkan diri di hadapan Alastair.Wanita itu menyodorkan gelasnya, tetapi Alastair terlihat tidak berselera."Coba lah, Al. Ini menu baru di sini, siapa tahu kamu suka," ujar Virly seraya meminum gelas miliknya."Aku sudah tahu tentang minuman itu, karena Raymond juga menjualnya. Dan aku tidak terlalu cocok dengan rasanya."Rahang runcing it