"Apa pekerjaanku sudah selesai atau masih ada pekerjaan lain?" tanya Kenneth, pada sektertarisnya yang sedang memegangi tab."Untuk sekarang tidak ada jadwal. Sementara besok ada jadwal meeting bersama perusahaan Wilson. Rapat diadakan pukul 08.00 pagi," papar sang sekretaris menjelaskan jadwal Kenneth yang tak terlalu padat. Besok hanya acara meeting saja keluar kota.Kenneth mengangguk paham, pikirannya jadi tertuju pada Ryu. Dia tahu jika anak itu sudah mulai memasuki masa libur sekolah. Haruskah ia mengajaknya?'Sepertinya ini ide bagus, supaya aku lebih dekat dengan Ryu,' batin Kenneth."Baik, kau boleh pergi. Siapkan saja hal yang diperlukan!" titahnya pada sang sekretaris di perusahaannya.***Setelah mengerjakan urusan kantor. Kenneth berniat ingin pergi ke kediaman Aldara, ingin menyampaikan maksud dan tujuannya besok. Dia harap, semoga Aldara mengizinkannya membawa Ryu keluar kota.Hingga tibalah ia di kediaman Aldara pada malam harinya, dia mengetuk pintu terlebih dahulu, g
Sekembalinya Kenneth dan Ryu dari luar kota, keduanya kembali ke tempat asal dan dalam perjalanan pulang. Ryu sudah tertidur pulas di kursi penumpang, karena anak kecil itu kecapean, lantaran terlalu aktif sepanjang hari.Jika biasanya Kenneth ikut bahagia melihat Ryu ceria, kali ini tidak. Sebab Ryu asik bercanda dengan Alastair, tentu itu membuat Kenneth jadi bertambah kesal."Aku akan berusaha mendekati Ryu dan Aldara, tidak akan kubiarkan Alastair itu merebut posisiku," gumam Kenneth.Beberapa jam kemudian, akhirnya mereka sudah sampai tujuan dengan selamat. Ketika mobil berhenti, tiba-tiba Ryu menggeliatkan badannya, mungkin pegal tidur dengan posisi tak nyaman.Kenneth pikir Ryu hanya menggeliat saja, rupanya si kecil sudah bangun dari tidur."Paman Ken, apakah kita sudah sampai?" tanya Ryu, mengubah posisi menjadi duduk, sembari mengucek matanya.Memutar badan ke belakang, Kenneth mengangguk. Mobilnya terparkir di kediaman Aldara."Sudah dong, tuh lihat, kita sampai di rumahmu,
Alastair membawa langkah ke dekat meja tanpa menjawab pertanyaan Virly, pria itu langsung memesan sebotol wine baru dan mulai membuka ponsel.Seutas seringai tipis terukir di ujung bibir Virly. Tanpa disadari Alastair, otaknya tengah memikirkan banyak rencana.'Malam ini aku harus mendapatkanmu, Al,' batin Virly.Kaki jenjangnya melangkah menuju bartender, ia memesan dua gelas minuman favorit dan diam-diam menuang setetes cairan.Ujung netranya melirik ke arah Alastair, wanita itu tersenyum saat Alastair masih asyik bermain ponsel. Ia merasa tidak ada yang melihat yang dilakukannya tadi."Ini, Al. Aku bawakan minuman," ucap Virly saat baru saja mendudukkan diri di hadapan Alastair.Wanita itu menyodorkan gelasnya, tetapi Alastair terlihat tidak berselera."Coba lah, Al. Ini menu baru di sini, siapa tahu kamu suka," ujar Virly seraya meminum gelas miliknya."Aku sudah tahu tentang minuman itu, karena Raymond juga menjualnya. Dan aku tidak terlalu cocok dengan rasanya."Rahang runcing it
Aldara turun dari ranjang setelah memastikan putranya benar-benar terlelap, kakinya beranjak ke kamar mandi untuk mencuci muka. Rasa kantuk sudah hilang, lagi-lagi penyakit susah tidurnya menyerang."Besok ada banyak pesanan kue, tapi aku nggak bisa tidur," gumam Aldara. Tangannya meraih ponsel, mungkin dengan bermain ponsel matanya bisa mengantuk.Hingga saat asyik berselancar di media sosial, tanpa sengaja ia membaca berita tentang pewaris Wilson Group yang kedapatan masuk ke dalam sebuah klub elite dengan seorang wanita."Wi-Wilson Grup?" Aldara memperbesar layar ponsel dengan tatapan yang semakin tajam memperhatikan foto di layar itu Detik itu juga jantungnya berdetak kencang saat menyadari wanita itu adalah Virly."Jadi, mereka benar-benar ada hubungan setelah kepergianku?" bibir tipis itu tersenyum kecut.Entah kenapa hatinya nyeri, sakit tak tertahan saat tahu Alastair bersama wanita lain. Padahal selama ini ia menolak semua tentang Alastair, bukan?"Dari banyaknya berita tent
Sepulang mengantar Ryu dari sekolah, Aldara kembali ke rumah dan langsung mendudukkan dirinya di kursi yang terletak di teras.Wanita itu menghela napas kasar saat kembali mengingat kejadian beberapa saat lalu, yaitu saat putranya hendak masuk ke gerbang sekolah.Aldara masih ingat tatapan Ryu yang memperhatikan temannya diantar oleh seorang Ayah. Wajah mungil nan tampan itu berubah datar dan sedikit murung, seperti menyimpan rasa iri, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa."Apa aku egois kalau hanya menuruti diriku sendiri? Aku ... dan hatiku belum sembuh. Tapi putraku sepetinya butuh sosok ayah," gumam Aldara.Ia bisa menghidupi Ryu seorang diri, tetapi jujur saja waktu menemani tumbuh kembang putranya harus terbagi.'Ryu tidak pernah mengatakan iri tentang temannya yang punya ayah. Tapi aku tahu maksud tatapan itu. Ah, kenapa juga Ryu jadi seperti itu?! Perasaan selama ini putraku baik-baik saja,' batinnya gelisah.Aldara kembali menghela napas kasar, detik berikutnya ia lantas berdiri
Sore ini, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan kediaman Aldara, seorang pria yang duduk di kursi kemudi tampak mengawasi suasana rumah itu dari luar. Sudah sepuluh menit lamanya, tetapi penghuni rumah tidak ada yang keluar."Apa aku langsung masuk saja?" gumam Alastair, ragu.Ia takut mengejutkan Aldara, tetapi kalau begini terus ia juga tidak akan mendapatkan apa-apa."Ah, aku langsung masuk saja, lah," ucap Alastair.Ia hendak menancap gas, tetapi urung saat tiba-tiba Ryu keluar dari gerbang rumah minimalis itu dengan mengendarai sepeda."Loh, Ryu mau ke mana?" gumamnya lagi sambil melepas sabuk pengaman.Alastair turun dari mobil dan menghadang jalan Ryu, membuat anak laki-laki itu terkejut. Namun, sejurus kemudian senyum merekah terbit di bibir Ryu yang tak ayal membuat Alastair turut mengulas senyum."Paman Alastair! Paman mengejutkanku saja," ucap Ryu dengan kekehan kecil."Maaf, Ryu. Paman sengaja langsung turun dari mobil. Nanti kalau paman memanggil kamu, takutnya kamu
Angin malam berhembus semakin kencang, udara terasa dingin menusuk kulit dan hujan juga belum kunjung reda sejak sore tadi."Loh, Ryu. Kamu bangun? Mau apa, Nak?" tanya Aldara yang langsung bangkit dan berjalan ke arah putranya.Ryu berjalan sempoyongan dengan tangan yang berpegang di tembok, kedua matanya masih terpejam seakan rasa kantuk memintanya untuk kembali tidur."Aku mau ke kamar mandi, Ma," ucap Ryu dengan suara lirih.Aldara langsung mengantarkan putranya, wanita itu menunggu di depan kamar mandi dan sesekali netranya menatap ke arah ruang tamu, tempat di mana Bibi Ayu melipat kardus.Tanpa sengaja pandangannya tertarik ke arah jendela, ia jadi penasaran apakah Alastair sudah pergi atau masih berdiri di pelataran rumahnya.CEKLEK! Pintu kamar mandi terbuka.Ryu keluar dan Aldara langsung mengantarkannya lagi ke kamar. Setelahnya ia kembali ke ruang tamu dan bergabung dengan Bibi Ayu."Bu, maaf. Laki-laki di depan itu ...." Ucapan Bibi Ayu menggantung begitu saja, tetapi kedu
Alastair merasa badannya sangat lemas, suhu tubuhnya sedikit naik meskipun tidak terlalu panas. Pria itu berusaha bangkit, ia hendak menuju mobil untuk mengambil baju ganti.Kakinya berjalan gontai keluar dari kamar, ia melihat Aldara sedang duduk di ruang tamu dengan melipat banyak kardus. Wanita itu tidak menoleh ke arahnya meskipun ia sempat memanggil, hanga Bibi Ayu yang melihatnya sebentar.Alastair langsung melanjutkan langkah menuju mobil, ia mengganti baju di dalam mobil dan mengkonsumsi vitaminnya untuk daya tahan tubuh. Setelahnya ia kembali masuk rumah dan mendudukkan diri si sofa ruang tamu."Terima kasih susah menolongku semalam, Ra," ucap Alastair dengan suara serak."Lain kali jangan melakukan sesuatu yang sekiranya akan merepotkan orang lain," sahut Aldara tanpa menoleh ke arah Alastair"Aku kemarin ingin sekali bertemu kamu, jadi aku nekat."Hening! Tidak ada sahutan dari Aldara, ia tetap fokus melipat kardus.Alastair memperhatikan seluruh sudut rumah ini, interiornya