Nanti saya revisi lagi teman-teman, terima kasih pengertiannyaa. Happy reading. Salam sayang.
Sepulang mengantar Ryu dari sekolah, Aldara kembali ke rumah dan langsung mendudukkan dirinya di kursi yang terletak di teras.Wanita itu menghela napas kasar saat kembali mengingat kejadian beberapa saat lalu, yaitu saat putranya hendak masuk ke gerbang sekolah.Aldara masih ingat tatapan Ryu yang memperhatikan temannya diantar oleh seorang Ayah. Wajah mungil nan tampan itu berubah datar dan sedikit murung, seperti menyimpan rasa iri, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa."Apa aku egois kalau hanya menuruti diriku sendiri? Aku ... dan hatiku belum sembuh. Tapi putraku sepetinya butuh sosok ayah," gumam Aldara.Ia bisa menghidupi Ryu seorang diri, tetapi jujur saja waktu menemani tumbuh kembang putranya harus terbagi.'Ryu tidak pernah mengatakan iri tentang temannya yang punya ayah. Tapi aku tahu maksud tatapan itu. Ah, kenapa juga Ryu jadi seperti itu?! Perasaan selama ini putraku baik-baik saja,' batinnya gelisah.Aldara kembali menghela napas kasar, detik berikutnya ia lantas berdiri
Sore ini, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan kediaman Aldara, seorang pria yang duduk di kursi kemudi tampak mengawasi suasana rumah itu dari luar. Sudah sepuluh menit lamanya, tetapi penghuni rumah tidak ada yang keluar."Apa aku langsung masuk saja?" gumam Alastair, ragu.Ia takut mengejutkan Aldara, tetapi kalau begini terus ia juga tidak akan mendapatkan apa-apa."Ah, aku langsung masuk saja, lah," ucap Alastair.Ia hendak menancap gas, tetapi urung saat tiba-tiba Ryu keluar dari gerbang rumah minimalis itu dengan mengendarai sepeda."Loh, Ryu mau ke mana?" gumamnya lagi sambil melepas sabuk pengaman.Alastair turun dari mobil dan menghadang jalan Ryu, membuat anak laki-laki itu terkejut. Namun, sejurus kemudian senyum merekah terbit di bibir Ryu yang tak ayal membuat Alastair turut mengulas senyum."Paman Alastair! Paman mengejutkanku saja," ucap Ryu dengan kekehan kecil."Maaf, Ryu. Paman sengaja langsung turun dari mobil. Nanti kalau paman memanggil kamu, takutnya kamu
Angin malam berhembus semakin kencang, udara terasa dingin menusuk kulit dan hujan juga belum kunjung reda sejak sore tadi."Loh, Ryu. Kamu bangun? Mau apa, Nak?" tanya Aldara yang langsung bangkit dan berjalan ke arah putranya.Ryu berjalan sempoyongan dengan tangan yang berpegang di tembok, kedua matanya masih terpejam seakan rasa kantuk memintanya untuk kembali tidur."Aku mau ke kamar mandi, Ma," ucap Ryu dengan suara lirih.Aldara langsung mengantarkan putranya, wanita itu menunggu di depan kamar mandi dan sesekali netranya menatap ke arah ruang tamu, tempat di mana Bibi Ayu melipat kardus.Tanpa sengaja pandangannya tertarik ke arah jendela, ia jadi penasaran apakah Alastair sudah pergi atau masih berdiri di pelataran rumahnya.CEKLEK! Pintu kamar mandi terbuka.Ryu keluar dan Aldara langsung mengantarkannya lagi ke kamar. Setelahnya ia kembali ke ruang tamu dan bergabung dengan Bibi Ayu."Bu, maaf. Laki-laki di depan itu ...." Ucapan Bibi Ayu menggantung begitu saja, tetapi kedu
Alastair merasa badannya sangat lemas, suhu tubuhnya sedikit naik meskipun tidak terlalu panas. Pria itu berusaha bangkit, ia hendak menuju mobil untuk mengambil baju ganti.Kakinya berjalan gontai keluar dari kamar, ia melihat Aldara sedang duduk di ruang tamu dengan melipat banyak kardus. Wanita itu tidak menoleh ke arahnya meskipun ia sempat memanggil, hanga Bibi Ayu yang melihatnya sebentar.Alastair langsung melanjutkan langkah menuju mobil, ia mengganti baju di dalam mobil dan mengkonsumsi vitaminnya untuk daya tahan tubuh. Setelahnya ia kembali masuk rumah dan mendudukkan diri si sofa ruang tamu."Terima kasih susah menolongku semalam, Ra," ucap Alastair dengan suara serak."Lain kali jangan melakukan sesuatu yang sekiranya akan merepotkan orang lain," sahut Aldara tanpa menoleh ke arah Alastair"Aku kemarin ingin sekali bertemu kamu, jadi aku nekat."Hening! Tidak ada sahutan dari Aldara, ia tetap fokus melipat kardus.Alastair memperhatikan seluruh sudut rumah ini, interiornya
Alastair masih berdiri di samping mobilnya, ia tahu pria yang merengkuh pinggang Aldara adalah Kenneth, salah satu kolega bisnisnya. Begitu juga dengan Kenneth yang mengenal Alastair, tetapi pria itu tidak berniat menyapa Alastair. Ia malah semakin merapatkan tubuhnya pada Aldara, batinnya tertawa puas saat melihat wajah merah padam Alastair."Ayo kita masuk, Dara," ucap Kenneth, menoleh ke arah Aldara.Tanpa menjawab sepatah katapun, Aldara langsung berbalik badan dan melenggang masuk ke dalam rumah. Kenneth menyusul setelahnya, sementara Alastair lekas masuk ke dalam mobil dan pergi dari bangunan rumah itu membawa perasaan kesalnya.Tangannya meraih ponsel dan menghubungi nomor Ernest, ia yakin pasti asisten pribadinya itu tahu tempat persembunyian Aldara selama ini."Nanti malam datang ke apartemenku. Ada hal penting yang mau aku bahas," ucap Alastair dan langsung mematikan sambungan telepon.Alastair sudah masa bodo dengan Ernest yang akan tahu kelakuannya terhadap Aldara di masa
Kediaman Aldara | Pagi Hari.Pagi ini Aldara disibukkan dengan Ryu yang akan mengikuti lomba mewarnai di ibu kota. Hari ini sudah terhitung tiga hari setelah kedatangan Alastair kala itu, Aldara mengira Alastair pasti juga sudah kembali ke ibu kota karena pria itu tidak lagi datang menemuinya.'Semoga kami tidak bertemu Alastair, Ya Tuhan. Sungguh! Aku tidak pernah sanggup untuk bertemu dengannya,' batin Aldara.Mobil yang dikendarai Kenneth sudah berhenti di depan sebuah hotel yang terletak di pusat kota, di gedung kesenian yang terletak di depan hotel ini lah tempat Ryu melaksanakan lombanya esok hari.Aldara melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul dua belas siang, kemudian ia langsung turun sambil menggandeng putranya, sementara Kenneth mengekor dari belakang sambil menyeret koper."Tidak banyak yang berubah," gumam Aldara dengan suara lirih, tetapi Kenneth masih bisa mendengarnya."Ada apa, Ra?" "Ah, tidak ada apa-apa," jawab Aldara seraya menggelengkan kepala.Namun, wanita
Alastair menarik tangan Elle dan Virly untuk masuk melewati pintu lain, bukan pintu utama. Kedua wanita itu sempat berteriak panik, mereka bingung saat beberapa saat lalu Alastair menolak makan di sini, tetapi sekarang malah menarik ke restoran.Sementara itu Aldara hanya mampu diam terpaku dengan perasaan yang tidak karuan, ada sedikit trauma saat kembali melihat Elle dan Virly. Ia masih ingat betul bagaimana dua wanita itu dulu mencelakainya.'Mereka pergi bersama Alastair. Sepertinya benar kalau Alastair semakin dekat dengan Virly,' batin Aldara.Adara mengajak putranya untuk kembali ke kamar, ia beralasan kepalanya pusing dan nanti akan memesan makanan saja. Beruntung Ryu menurut tanpa protes sedikitpun.'Kalau Alastair dekat dengan Virly, kenapa dia masih mendatangiku?' batin Aldara lagi saat baru saja masuk ke dalam lift.Pandangannya kosong menatap lurus ke depan, membuat Ryu khawatir melihat wajah mamanya yang mulai memucat.Sementara Aldara masih sibuk memikirkan Alastair. 'T
Virly mengendap-endap mengikuti Alastair yang baru saja keluar dari lift, sesekali ia akan bersembunyi di balik pot bunga besar agar tidak ketahuan.'Mau ketemu siapa, sih?!' batin Virly.Ia fokus memperhatikan Alastair yang berhenti di depan pintu sebuah kamar, tampak pria itu mengetuk-ngetuk pintu untuk beberapa detik.Hingga akhirnya pintu itu terbuka dan keluarlah seorang wanita cantik yang masih sangat Virly kenali.'A-Aldara ....' detak jantung wanita itu naik sekian kali lipat, tubuhnya terpaku dengan mulut melongo.Tidak percaya kalau Aldara menampakkan diri di hadapannya lagi setelah beberapa tahun ini. Pantas saja Alastair tidak pernah melihatnya, pikir Virly.Kedua tangannya terkepal, ia langsung berbalik badan dan berniat mengadukan semuanya kepada kepada Elle. Namun, karena tidak terlalu melihat sesuatu yang ada di depannya, Virly menabrak petugas hotel dan hal itu sontak saja menarik perhatian Alastair."Virly, tunggu ...!" Alastair mengejar Virly yang berlari hendak mas
Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak
Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi
"Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me
"Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg
Aldara berdandan sangat cantik untuk acara malam ini. Tubuh mungilnya dibalut gaun bertabur swarovski, tampak megah dan sangat mempesona."Cantik," bisik Alastair sambil memeluk tubuh Aldara dari belakang.Pria itu mekanika kecupan pada pundak Aldara yang terekspose, membuat wanita itu terkekeh karena merasa geli."Aku sudah siap untuk malam ini, Al. Ryu sudah ku pakaian kalungnya, begitu juga denganku. Tapi mau seperti apapun, aku berharap semuanya baik-baik saja," bisik Aldara.Siapa yang menyangka di dalam kalung berlian itu terdapat alat GPS yang berukuran sebagai kecil? Hal itu disiapkan Alastair untuk melindungi keluarganya."Ayo kita turun, kita harus tampil mesra agar orang-orang iri itu semakin panas."Wanita cantik dengan rambut digerai itu mengangguk, ia terus mempertahankan senyuman selama langkahnya menuju ballroom.Alastair tampak memegang earphone, terdengar Ernest mengatakan Megan baru saja datang diikuti oleh Virly dan satu pria asing. Berarti Rangga akan menyelinap s
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida