Keesokan harinya.Alastair sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter, lelaki itu di bantu oleh Ernest dan Aldara. Meskipun kondisinya tidak begitu parah, tetapi efek pusing dari obat masih ia rasakan."Nanti temenin aku dulu, ya, Ra." Alastair menoleh ke arah Aldara yang baru saja mendudukkan diri di kursi penumpang, wanita itu sontak mengangguk."Iya, siap," jawab Aldara."Ajak saja Ryu ke penginapanku, atau biar nanti dijemput Ernest." Alastair mengalihkan pandangannya pada Ernest yang duduk di kursi kemudi.Asisten pribadinya itu baru saja mengemudikan mobil."Aku nggak ada siapa-siapa. Takutnya kalau perutku sakit, malah bahaya," lanjut Alastair."Halah, kamu kenapa jadi manja keluar dari rumah sakit? Lagian juga ada Ernest, kok," timpal Aldara.Alastair mendengkus lirih."Kamu ini aku sakit nggak bisa lembut, ya? Masih judes terus," bisik Alastair.Diam-diam Ernest tersenyumlah mendengar interaksi sepupu dan atasannya tersebut. Ini pertama kalinya Ernest melihat Alastair bisa sanga
"Sudah, jangan marah-marah." Alastair tampak menarik napas panjang. "Megan selalu bergantung kepadaku dan Raymond, Ra. Jadi—""Jadi nggak seharusnya kamu meninggalkannya kemarin. Akhirnya dia panik, dan malah terjadi kekacauan seperti tadi." Aldara memotong ucapan Alastair dengan cepat.Membuat pria itu mengernyit bingung saat mendapati perubahan raut wajah yang begitu cepat. Yang tadinya masih sumringah, kini wajah cantik itu kembali datar."Setelah Ernest dan Ryu datang, aku akan langsung pulang. Ryu besok sekolah, kita tidak bisa menginap di sini," lanjutnya lagi.Alastair menundukkan kepala sambil kembali membuang napas kasar, kali ini ia tidak mampu menolak."Kapan kita bisa berbaikan, Ra?" tanya Alastair, sambil menatap wanita yang dicintainya itu. "Hampir enam tahun aku menahannya. Apa memang tidak ada kesempatan lagi?"Hening! Aldara tidak menyahut. Ia mendudukkan diri di sofa, tangannya dilipat di atas paha dan posisinya duduknya tegap menghadap ke arah Alastair.Pandangan i
Aldara dan Ryu pulang saat waktu menunjukkan sore hari, hanya tinggal Ernest yang menemani di penginapan.Selama perjalanan pulang, Aldara terus diam di dalam taksi. Ia tidak mengajak putranya berbicara, meskipun tahu anak laki-laki itu berkali-kali meliriknya.Hingga taksi berhenti tepat di depan pagar rumah Aldara, wanita itu segera mengajak putranya keluar dan masuk rumah. "Nak, bisa kita bicara sebentar?" ucap Aldara, dengan suara setengah berbisik.Ryu mengangguk. Kemudian mendudukkan diri di sofa dan disusul Aldara setelahnya."Mama ingin tahu, bagaimana perasaan kamu saat ada di dekat Paman Alastair. Kenapa meskipun berulang kali mama melarang kamu mendekatnya, kamu tetap dekat-dekat dia," kata Aldara.Ryu tidak langsung menjawab. Ia bingung harus bilang apa, yang ia rasakan hanya nyaman dan hatinya menghangat.Namun, apakah jawaban itu tidak akan melukai mamanya? Ia tahu persis bagaimana mamanya melarang untuk dekat-dekat dengan Paman Alastair."Nak .., katakan saja. Mama tid
Ernest membelalakkan mata dan lekas meminta dua bodyguard untuk membawa Alastair ke rumah sakit, sementara pria itu langsung menemui pengacara untuk menaikkan kasus Kenneth.Sambil menunggu Dokter menangani Alastair, Kenneth kembali dibawa ke sel. Ia bertemu Rangga di sana dan lekas menceritakan semua kejadiannya."Apa kau bisa memastikan kalau racun itu akan membuat Alastair meninggal?" tanya Rangga.Kenneth menatap lurus ke dalam mata Rangga. Entah apa yang pria itu pikirkan, tetapi tergambar kekhawatiran besar di dalam matanya."Kau kenapa?" Rangga kembali bertanya.Pria pemilik mata biru itu menggeleng. "Tidak. Aku hanya berpikir, mungkin ... aku tidak bisa lagi bertemu Aldara."Helaan napas kasar keluar dari bibir Kenneth, selaras dengan matanya yang mulai mengembun."Aku tahu Alastair tidak akan melepaskanku. Pasti aku akan dijatuhi hukuman yang sangat berat. Tapi, tidak apa-apa ... asal Alastair juga pergi dari dunia ini. Dan itu artinya, baik aku maupun Alastair tidak ada yang
Elle bersiap menerjang Aldara, beruntung Anthony sigap menahan istrinya. Wanita paruh baya itu mengamuk, menggeram marah melihat Aldara yang terus tertunduk."Semua kesialan yang menimpa Alastair, selalu disebabkan oleh dia, Pa!" ucap Elle sambil menunjuk ke arah Aldara. "Aku ingin memberinya pelajaran. Agar dia tahu seperti apa sakit yang dirasakan putraku!""Ma—""Sudah benar dia pergi. Tapi kenapa sekarang kembali lagi ke hidup putraku?! Putraku jadi tertimpa kesialan lagi!" teriak Elle, memotong ucapan suaminya.Anthony semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Elle, pria paruh baya itu meminta Ernest membawa Aldara pergi. Takut kalau Elle semakin histeris."Mau ke mana kau, wanita jalang?! Jangan pergi sebelum aku menghajarmu ...." Elle bersiap berdiri, tetapi Anthony langsung menarik tubuh sang istri hingga kembali terjatuh ke lantai."Tenang, Ma ...," bisik Anthony.Elle menolehkan kepala, menatap suaminya dengan tatapan memicing tajam."Jangan memintaku untuk tenang sebelum ak
kediaman Ernest | Malam Hari."Kamu yakin tidak mau ikut ke rumah sakit?" tanya Ernest untuk yang kesekian kalinya.Aldara masih terus menggeleng. "Tidak ""Pak Anthony dan Bu Elle sudah pulang dari sore tadi, Ra. Tidak apa-apa kalau kamu mau ke sana," kata Ernest.Namun, Aldara tetap kukuh pada gelengan kepalanya. "Baiklah. Aku pergi dulu kalau begitu," ucap Ernest.Aldara tidak menimpali, wanita itu hanya menatap datar ke arah Ernest yang sudah keluar dari pintu utama.Ernest menutup pintu, detik itu juga Aldara menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa sambil menghela napas kasar."Aku belum siap," gumamnya.Air mata kembali luruh membasahi pipi. Sebenernya Aldara benci dengan dirinya yang tampak sangat lemah, sepanjang hari terus menangis memikirkan Alastair yang masih koma.Ia juga tidak ingin seperti ini, tetapi entah kenapa hatinya ngilu sekali.Hingga beberapa saat kemudian terdengar suara deru mobil memasukkan halaman. Aldara langsung menghapus air matanya dan beranjak menuj
Aldara berusaha menghubungi Ernest secara diam-diam, tetapi sayangnya cahaya ponselnya membuat salah satu pria berbadan besar tersebut menoleh ke belakang.Jantung Aldara serasa mau rontok ketika pria itu menatap garang ke arahnya, tetapi sejurus kemudian pria itu tergelak sambil menatap ke arah rekannya."Kau lihat, Don? Wanita ini mau menghubungi seseorang," katanya.Don turut terkekeh. "Dia tidak tahu kalau di hutan ini tidak ada sinyal, Roy," sahutnya.Keduanya kembali tertawa, sementara Aldara semakin nelangsa saat ponselnya benar-benar tidak ada sinyal.Ia tidak bisa kabur karena pintu mobil terkunci, apalagi ketika mendapati baterai ponselnya semakin berkurang."Kalian ini sebenarnya siapa? Mau kalian apa?" tanya Aldara dengan suara lirih.Wanita itu berusaha menekan ketakutannya. Khawatir kou melawan, dua orang tersebut justru akan melukainya."Kenapa kalian membawaku ke sini? Apa uang kalian mau dariku?" Aldara kembali bertanya, tetapi masih tidak ada sahutan.Aldara semakin
CTARR! Kaca mobil berhasil dipecahkan.Sekuat mungkin Aldara berusaha keluar meskipun tubuh mungilnya harus tergores pinggiran kaca yang tajam. Wanita itu tidak memperdulikan kulitnya yang terasa perih, ia ingin segera keluar."Aaargh ...!" pekiknya saat berhasil melompat, meskipun kedua lututnya harus berdarah saat beradu dengan aspal hitam.Beruntung kobaran api yang paling besar di depan, jadi ia tidak khawatir terkena luka bakar. Aldara berlari pincang menjauh dari mobil, suara ledakan besar membuat tangisnya kian meraung pilu. "Terima kasih, Tuhan," rintihnya di sela-sela isak tangis. Lututnya terasa bergetar dan kakinya mendadak lemas, tubuh Aldara terjatuh di tepi jalan. Ambruk tak berdaya dengan napas yang semakin sesak.Netranya menatap nanar pada mobil yang sudah meledak, api melahap habis dan tidak menyisakan satu pun ruang kosong.Aldara tidak membayangkan kalau ia tidak bisa keluar dari sana, pasti sudah terpanggang dan hidupnya berakhir."Akh!" Wanita itu kembali memek
Alastair terkejut Bukan main saat membaca pesan dari papanya, pria itu tidak menyangka sang papa mengambil keputusan setegas itu.[Papa masih ada hati untuk tidak memenjarakan mamamu, Al. Ini sudah keputusan yang terbaik, setelah ini papa akan pulang ke Indonesia dan melanjutkan hidup sendiri. Semoga kamu bahagia, ya, di sana.] tulis Anthony yang semakin napas Alastair tercekat.Dia memang sudah mengatakan akan menatap di Jerman setelah menikahi Aldara. Anthony tidak masalah, malah mendukung keputusannya. "Ada apa, Al?" tanya Aldara yang sontak membuat tubuh pria tampan itu berbalik. "Sudah lima belas menit kamu diam saja di balkon, memangnya nggak dingin?"Alastair mengulas senyum, tangannya memasukkan ponsel ke dalam saku sambil merangkul bahu istrinya. "Tidak, pemandangan di sini indah sekali, Ra. Aku nggak sadar sudah berdiri cukup lama. Maaf, ya," kata Alastair.Dia belum sanggup untuk mengatakan apa yang sudah terjadi selama satu malam ini, takut moment malam pertama mereka ak
Mobil Anthony sudah berhenti di depan hotel, ia lekas masuk dan Elle mengikutinya dari belakang. Sampai di dalam kamar, Anthony langsung mengunci pintu dan meminta istrinya untuk duduk di sofa. "Ada apa, Pa? Katanya tadi mau foto sama Alastair dan Aldara? Kok malah ngajak balik ke hotel?" Pria paruh baya itu tidak menyahut, tangannya mengambil sebuah map yang ada di dalam koper. Kemudian melemparkannya ke depan Elle. "Tandatangani surat itu," katanya. "Apa ini, Pa?" tanya Elle sambil tangannya membuka map tersebut. Kedua matanya membelalak lebar dengan mulut menganga. "Akta cerai?" gumamnya dengan jantung berdegup kencang. Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala, netranya terus membaca deret huruf yang ada di sana. Terdapat namanya dan nama sang suami. Kapan suaminya mengurus ini semua? Kenapa dia tidak tahu? "Kamu sudah nggak nurut sama aku, Ma. Aku nggak bisa mempertahankan hubungan yang seperti ini. Aku merasa tidak dihormati sebagai laki-laki, lebih baik kita berpi
"Aaargh ...!" Virly berteriak histeris saat melihat Megan ditembak tepat di jantung. Tubuhnya menggigil tak tertahan, keringat dingin semakin mengucur deras dari pelipisnya.Ia tidak bisa kabur, tidak ada celah untuk keluar dari ruang bawah tanah ini. Niatnya menghabisi Aldara, malah nasibnya yang akan berakhir mengenaskan di sini.Virly semakin gemetar saat bodyguard perempuan berjalan ke arahnya. Tubuhnya digelandang ke tempat di mana Megan dieksekusi lagi, bibirnya terus memohon untuk dilepaskan, tetapi Alastair seolah menutup telinganya. "Kita pernah tunggu bersama, Al. Kita satu kakek dan aku ini saudaramu. Kamu tega padaku? Kamu tega Mommy Sarah kehilangan anaknya dengan cara mengerikan ini?" ruang Virly dengan wajah berderai air mata. "Aku tidak akan begini kalau kau tidak memulainya. Apa kau lupa telah berbuat jahat kepada Aldara? Maka nikmati saja karmamu," jawab Alastair.Wanita itu menggeleng, sorot matanya terus memohon. Namun, bodyguard-bodyguard perempuan itu telah me
"Alastair," gumam Virly, seringai senyum tercetak jelas di sudut bibirnya. "Wanita ini menghalangiku bertemu Ryu. Padahal aku hanya ingin menyapa keponakanku."Tidak ada sahutan dari Alastair, pria itu hanya melirik ke arah Anetha dengan tatapan datar."Mampus kau," bisik Megan tepat di samping telinga Anetha.Anetha enggan menanggapi, hingga Alastair tiba di tengah-tengah mereka."Kalian berdua, ayo ikut aku," kata Alastair kepada Virly dan Megan.Pria itu kembali membawa langkah panjang menuju luar gedung, membuat Virly dan Megan terpaksa mengikuti."Kita mau diajak ke mana?" tanya Virly saat Alastair hendak masuk ke dalam mobil."Tidak usah banyak tanya, lebih baik ikut saja."Kedua wanita itu saling berpandangan, tetapi tetap mengikuti Alastair yang sudah masuk ke dalam mobil. Kendaraan mewah itu membawa mereka ke kediaman Alastair, di sana meraka disambut oleh Ernest yang berdiri di tengah pintu.Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Alastair langsung keluar dan berjalan masuk. Lagi
"Kenapa, sih, anak itu nempel-nempel terus sama orang tuanya?" ucap Virly."Iya, kita jadi nggak bisa menjalankan rencana. Harusnya 'kan dia main sama temen-temennya yang lain," sahut Megan."Sudah nggak usah berdebat, nanti akan ada saatnya kita beraksi," timpal Elle. "Kalau tidak Ryu, kita bisa membawa Aldara. Toh Alastair sudah mengira mama baik, pasti dia nggak akan curiga kalau istrinya mama ajak pergi sebentar."Virly menghela napas kasar. "Gitu saja terus, ma. Tapi nggak pernah berhasil. Nyatanya Aldara tetap bisa bebas dan kembali sama Alastair, nanti kita juga yang kena imbas."Elle memelototkan matanya, membuat Virly menghela napas kasar. Ia sudah lelah dengan rencana Elle yang tidak pernah berhasil, tetapi ia juga tidak mungkin mau menolak.Sementara Megan sibuk berperang dengan pikirannya sendiri. Kalau Aldara dibunuh, lalu Alastair untuk siapa? Sudah jelas ia akan kembali saingan dengan Virly. Namun, kalau tidak bekerjasama juga ia tidak sanggup sendirian.'Jalanku untuk
Di gerbang sebelah selatan, seorang anak laki-laki sedang menunggu kedatangan temannya. Akira, gadis kecil berusia sepantaran Ryu.Meskipun ia terlihat dingin dan terkesan angkuh, tetapi nyatanya ia selalu merindukan Akira. Bukan rindu layaknya kepada teman sepermainan, tetapi kerinduan lain yang membuat Ryu resah dan selalu terbayang wajah gadis kecil itu.'Kok nggak sampai-sampai? Padahal papa sudah mengundang. Masa nggak tahu gedungnya?' batin Ryu yang semakin resah.Ryu tidak punya banyak teman akrab di sini, wajar saja ia merindukan Akira. Setiap hari membayangkan Akira, membuat anak laki-laki itu terobsesi dengan temannya.Hingga sebuah suara bariton memecah lamunan Ryu, kepalanya menoleh dan mendapati dua orang laki-laki asing sedang berbincang dari balik pot besar tempatnya bersandar.'Pakai Bahasa Indonesia? Apa mereka temannya mama?' batin Ryu sambil memperhatikan dua pria itu.Ia hendak mendekat dan ingin menyapa, tetapi urung saat mendengar satu pria itu berkata, "kita ngg
Aldara berdandan sangat cantik untuk acara malam ini. Tubuh mungilnya dibalut gaun bertabur swarovski, tampak megah dan sangat mempesona."Cantik," bisik Alastair sambil memeluk tubuh Aldara dari belakang.Pria itu mekanika kecupan pada pundak Aldara yang terekspose, membuat wanita itu terkekeh karena merasa geli."Aku sudah siap untuk malam ini, Al. Ryu sudah ku pakaian kalungnya, begitu juga denganku. Tapi mau seperti apapun, aku berharap semuanya baik-baik saja," bisik Aldara.Siapa yang menyangka di dalam kalung berlian itu terdapat alat GPS yang berukuran sebagai kecil? Hal itu disiapkan Alastair untuk melindungi keluarganya."Ayo kita turun, kita harus tampil mesra agar orang-orang iri itu semakin panas."Wanita cantik dengan rambut digerai itu mengangguk, ia terus mempertahankan senyuman selama langkahnya menuju ballroom.Alastair tampak memegang earphone, terdengar Ernest mengatakan Megan baru saja datang diikuti oleh Virly dan satu pria asing. Berarti Rangga akan menyelinap s
Megan dan Rangga baru saja tiba di bandara pagi ini, mereka sengaja datang terlambat agar Alastair tidak curiga. Keduanya akan menjalankan misi nanti malam, sementara Elle bersama suaminya sudah sampai di gedung lebih dulu."Kita akan ke hotel yang tidak jauh dari gedungnya. Saat nanti malam aku datang ke pesta, kau harus menyelinap ke dalam gedung dan menjalankan rencana. Pokoknya aku mau semua berjalan lancar," kata Megan.Ia dan Rangga mengendarai mobil, sesekali wanita itu akan berinteraksi dengan Elle tentang situasi di gedung pernikahan."Baik, Bu.""Nanti ada Juan yang akan membantu, jadi kau tidak perlu khawatir."Rangga mengangguk patuh, pria itu fokus melihat jam tangan seakan menunggu waktunya eksekusi.Sementara di gedung pernikahan, Alastair dan Aldara baru saja selesai akad. Dua pengantin itu duduk di atas pelaminan dengan raut bahagia, ada Ryu juga yang duduk di sana ditemani oleh Anetha.Alastair tampak beberapakali membenarkan letak earphone, pria itu memantau kabar d
Hari ini Aldara sudah diperbolehkan pulang, semua orang menyambut bahagia, terutama Ryu. Anak laki-laki itu terus di samping mamanya tidak mau berpisah sama sekali.Sementara Alastair langsung menuju gudang bawah tanah bersama Ernest, di sana seorang pria tengah duduk di kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang."Tuan," bisik Juan dengan wajah memelas. "Maafkan saya, Tuan. Saya menyesal.Alastair tersenyum smirk. Ia sudah lama tidak berurusan dengan darah, melihat Juan seperti ini membuat jiwanya kembali bergejolak."Aku tidak mengenal kata maaf," desis Alastair seraya mendudukkan dirinya di kursi lai. "Dibayar berapa kau sama Megan?" tanyanya lagi.Juan langsung menyebutkan sebuah nominal, Alastair mengakui itu sangat fantastis. Pantas saja Juan mau jadi penyusup, bayarannya saja dua kali dari gaji yang diberikan Alastair."Lalu kenapa kau langsung mengaku? Bukankah seharusnya kau melindungi nama Megan?" tanya Alastair."Saya khilaf saat itu, Tuan. Saya buta karena uang dan tida