Home / CEO / Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan / Bab 87. Mengendalikan Emosi

Share

Bab 87. Mengendalikan Emosi

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dokter mengangguk. "Benar. Stella sedang hamil. Usia kandungannya sekitar 8 minggu. Kondisinya membutuhkan istirahat total dan perawatan yang intensif untuk memastikan kehamilannya tetap sehat."

Almira menutup mulutnya dengan tangan kanan, ia merasa syok mendengar semua itu.

Ramon menatap dokter dengan serius. "Apakah Stella dan bayinya akan baik-baik saja, Dok?"

Dokter tersenyum tipis. "Kami akan melakukan yang terbaik. Stella perlu istirahat dan menghindari stres. Kami akan memantau kondisinya secara ketat."

Ramon mengangguk, ia merasa sedikit lega meskipun masih cemas. "Terima kasih, Dok. Saya sangat menghargai bantuannya."

Dokter mengangguk lagi dan kembali masuk ke ruang perawatan Stella. Ramon berbalik ke arah Almira, yang masih terlihat terkejut dan bersalah. "Almira, kamu dengar sendiri bila Stella sedang hamil," kata Ramon tegas.

Almira mengangguk pelan, ia masih terguncang oleh apa yang baru saja terjadi. "I-iya, aku tidak menyangka kalau dia hamil. Apa itu anak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 88. Memulai Dari Awal

    Stella segera meraih tangan Tristan ketika kekasihnya itu sudah menatap tajam ke arah Almira. "Tristan, aku yang salah. Aku yang tidak hati-hati. Almira dan Ramon, mereka yang menolongku." Almira tidak menyangka Stella akan berkata seperti itu. Ia pikir, Stella akan mengatakan bila dirinyalah yang telah membuat Stella masuk ke rumah sakit. Alih-alih mengatakan kebenaran, wanita itu malah menutupi kesalahannya. "Stella, kenapa kamu mengatakan itu? Aku yang sebenarnya …." Ramon menepuk bahu Almira, mencoba menenangkannya, ia juga tak ingin ada masalah baru lagi di antara mereka. "Kami tidak sengaja melihat Stella hampir terjatuh. Kami takut terjadi apa-apa kepada Stella. Jadi, kami langsung membawanya ke rumah sakit." Tristan menghela napas panjang, mencoba meredakan emosinya. "Aku mengerti. Terima kasih sudah menolong Stella," katanya kepada Ramon dan Almira, meskipun nada suaranya masih dingin. Ramon mengangguk. "Kami hanya melakukan apa yang seharusnya. Stella butuh bantuan, d

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 89. Dukungan Keluarga

    Maya memasuki rumah sakit dengan langkah ragu-ragu, perasaan bersalah masih memenuhi hatinya. Ia menanyakan letak kamar Stella kepada perawat di meja resepsionis dan setelah mendapatkan informasi yang diperlukan, Maya berjalan menuju kamar Stella dengan hati yang berdebar. Setelah berada di depan pintu kamar, ia berhenti sejenak, menarik napas panjang, lalu mengetuk pintu perlahan. Tristan yang membuka pintu, ia terkejut melihat Maya. "Maya? Ada apa kamu di sini?" Maya menundukkan kepala. "Tuan, saya ingin bicara dengan Stella. Saya perlu meminta maaf." Tristan mengamati Maya sejenak, lalu mengangguk dan membiarkannya masuk. Stella, yang sedang beristirahat di ranjang, menoleh ketika Maya masuk ke dalam kamar. "Maya?" Stella bertanya dengan suara lemah. Maya mendekati ranjang Stella dengan hati-hati. "Stella, aku ... aku minta maaf. Aku tahu aku telah melakukan banyak kesalahan padamu." Stella menatap Maya dengan mata yang penuh perasaan campur aduk. "Maya, kenapa kamu laku

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 90. Keputusan Sulit

    Tristan memasuki sebuah cafe, di mana sahabatnya, Evan, sebelumnya sudah menghubunginya bila ia bertemu dengan Weni di cafe, setelah mendengar itu Tristan pun langsung menuju cafe tersebut untuk menemui Weni. Tristan melangkahkan kaki panjangnya dengan lebar, semburat amarah terlihat jelas di wajahnya.. Ketika Weni melihat Tristan sedang menghampirinya, ia pun bertanya-tanya mengapa Tristan tiba-tiba datang ke sana? "Tristan, kenapa kamu di sini?" Weni begitu bingung dengan kehadiran Tristan, terlebih raut wajah Tristan yang begitu dingin kepadanya. "Weni, kita perlu bicara." Weni mengangkat alisnya, menatap Tristan dengan pandangan curiga. "Tristan? Ada apa? Kamu biasanya tidak datang tanpa janji." Tristan berjalan mendekati meja Weni, menatapnya dengan tajam. "Ini penting. Aku ingin kamu berhenti mengganggu Stella." Weni tertawa kecil, tidak menyangka bahwa Tristan akan berkata demikian. "Oh, jadi ini tentang Stella? Apa dia yang mengirimmu ke sini?" Tristan menggelengkan k

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 91. Perjalanan ke Luar Negeri

    "Ya, aku tahu ini mendadak. Mereka ingin membahas proyek besar yang bisa membawa keuntungan signifikan bagi perusahaan. Aku tidak ingin meninggalkanmu, terutama dalam kondisi seperti ini, tapi ini juga kesempatan besar bagi kita," jelas Tristan dengan nada cemas. Elsa menatap Tristan dengan pengertian. "Tristan, aku mengerti betapa sulitnya situasi ini. Tapi kamu harus ingat bahwa Stella juga butuh kamu." Stella mengangguk pelan. "Aku tahu, Tristan. Ini keputusan yang sulit. Tapi kamu juga harus memikirkan masa depan kita." Elsa kemudian berbicara dengan nada menenangkan. "Tristan, kamu bisa pergi. Aku akan menjaga Stella selama kamu pergi. Aku pastikan dia mendapatkan semua yang dia butuhkan." Tristan tampak ragu. "Tapi, aku tidak bisa meninggalkannya dalam kondisi seperti ini." Stella meraih tangan Tristan dan menggenggamnya erat. "Sayang, kamu harus pergi. Ini penting untuk masa depan kita. Aku akan baik-baik saja. Elsa akan menjaga aku." Elsa mengangguk dengan penuh keyakina

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 92. Kedatangan Safira

    Elsa memasuki ruangan Stella sambil membawa nampan yang berisi makan siang untuk Stella. Ketika sudah berada di ruang Stella. Elsa melihat Stella sedang memperhatikan ponselnya dengan tatapan penuh kerinduan. Elsa menaruh nampan di meja samping tempat tidur dan duduk di kursi dekat Stella. "Apa Tristan sudah berangkat?" tanya Elsa dengan lembut, sambil menatap Stella begitu hangat. Stella mengalihkan pandangannya dari ponsel dan tersenyum tipis ke arah Elsa. "Iya, dia sudah di pesawat sekarang. Aku baru saja mendapat pesan terakhir darinya sebelum dia naik ke pesawat," jawab Stella, suaranya terdengar bergetar, seperti tak ingin berpisah dari Tristan meski hanya beberapa hari saja. Elsa tersenyum, ia mengerti bila sahabatnya itu pasti tak ingin jauh dari Tristan, terlebih sekarang Stella sedang hamil. "Kamu pasti merindukannya, ya?" Stella mengangguk pelan, membenarkan ucapan sahabatnya itu. "Iya, sangat. Tapi aku tahu ini penting untuk pekerjaannya. Aku harus kuat dan mendukungny

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 93. Penolakan Stella

    Stella merasa semakin kecil di bawah tatapan ibunya yang penuh kekecewaan. Safira duduk di tepi ranjang, wajahnya memerah karena marah. "Stella, kenapa kamu hanya diam? Jawab mama, apa benar yang dikatakan dokter bahwa kamu sedang hamil?" Stella meremas sprei, mencoba mencari keberanian untuk berbicara. "Ma, aku memang sedang hamil," ucapnya pelan. Safira menggelengkan kepalanya tak percaya. "Kenapa kamu tidak memberitahu mama, Stella? Siapa lelaki yang sudah menghamilimu? Biar mama beri pelajaran kepadanya! Kenapa dia bisa menghancurkan masa depan putriku?" Urat di leher Safira sudah menonjol karena marah. "Maaf, Ma," ujar Stella dengan suara bergetar. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku tahu Mama pasti kecewa." Safira menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Stella, mama hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Siapa lelaki itu? Kenapa dia tidak bertanggung jawab?" Stella menunduk, sambil meneteskan air mata. "Ma, ini bukan seperti yang Mama pikirkan. Lelaki it

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 94. Kembali ke Kampung

    Stella sudah berulang kali menegaskan bahwa ia tidak ingin meninggalkan Jakarta, tapi ibunya tetap saja bersikeras. Safira terus melipat baju-baju Stella dan memasukkannya ke dalam koper dengan cepat. "Ma, aku sudah bilang aku gak mau," rengek Stella, suaranya terdengar putus asa ketika melihat ibunya yang tak berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Safira menghela napas panjang dan menatap Stella dengan mata penuh kasih sayang. "Sebentar saja, Stella. Memangnya kamu tidak mau melihat adik-adikmu dan papamu di kampung?" Stella menghela napas panjang, ia merasa terpojok. "Baiklah, tapi aku tidak mau Mama membawa semua baju-bajuku. Aku masih punya banyak urusan di sini." Safira tersenyum sedikit, ia merasa senang karena Stella mulai luluh. "Mama hanya membawa beberapa bajumu saja. Sekarang, bersiaplah. Kamu mandi dulu. Mama takut kita akan ketinggalan kereta." Stella mengangguk dengan enggan. "Hm, baiklah." Stella berjalan gontai menuju kamar mandi, merasa berat hati

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 95. Rencana Safira

    Stella baru saja selesai mandi dan berjalan ke arah meja. Wanita yang masih mengenakan bathrobe itu segera meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan serta panggilan yang masuk. Namun, tak ada satu pun panggilan maupun pesan dari kekasihnya, Tristan. "Apa dia begitu sibuk sampai tak mengabariku?" gumam Stella sambil memandangi ponsel yang ada digenggamannya. Rasa cemas mulai menyelimuti hatinya. Stella pun mencoba untuk menghubungi Tristan, namun ponsel lelaki itu ternyata tidak aktif. Rasa kecewanya semakin bertambah. Akhirnya, Stella memutuskan untuk mencoba menghubungi Dafina, sekretaris Tristan yang ikut pergi ke luar negeri. Ia berharap mendapatkan kabar tentang Tristan dari Dafina. Stella menunggu beberapa saat hingga panggilannya terhubung. "Halo, Dafina?" sapa Stella dengan nada penuh harap. "Halo, Stella. Ada apa?" balas Dafina dari ujung telepon. "Dafina, aku khawatir karena tidak bisa menghubungi Tristan. Ponselnya tid

Latest chapter

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 102. Honeymoon

    Keesokan paginya, Stella terbangun dengan sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Dia merasa segar setelah tidur nyenyak semalam. Dia menoleh ke samping dan melihat Tristan masih tertidur pulas di sebelahnya. Wajahnya tampak damai dan bahagia. Stella bangkit perlahan dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan Tristan. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru sebagai seorang istri. Ketika Stella selesai bersiap, dia keluar dari kamar mandi dan menemukan Tristan yang sudah bangun dan sedang duduk di tepi tempat tidur. "Selamat pagi," sapa Tristan dengan senyum lebar. "Selamat pagi," balas Stella sambil menghampiri Tristan dan duduk di sampingnya. "Apa kau tidur nyenyak?" tanya Tristan sambil mengusap lembut rambut Stella yang masih basah. "Ya, terima kasih. Kamu?" balas Stella sambil menatap mata Tristan dengan penuh cinta. "Aku juga. Ini hari pertama kita sebagai suami istri. Apa rencana

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 101. Hot Night

    "Hay Stella," sapa Weni dengan senyum ramah. "Oh, iya, aku hanya kaget saja. Aku pikir kamu tidak akan datang," jawab Stella, yang juga tersenyum ke arah Weni. "Aku pasti datang, Stella. Selamat ya," ucap Weni dengan tulus. Stella dan Tristan memang sempat ragu untuk mengundang Weni ke pernikahan mereka, terutama dengan apa yang terjadi belakangan ini. Weni masih bersikukuh untuk mendapatkan hati Tristan kembali. Namun, Tristan tak goyah dengan pendiriannya untuk terus bersama Stella. Meskipun beberapa orang menentang pernikahan mereka, terutama karena sebelumnya Weni menginginkan pernikahan bisnis dengan Tristan untuk membantu perusahaan yang dikelola Tristan, tapi Tristan tetap menolaknya. Tristan lebih memilih cara lain. Ia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengurus semuanya dan bekerja sama dengan perusahaan asing. Setelah kembali ke Indonesia, usaha keras Tristan membuahkan hasil. Ia akhirnya bisa membangun kembali perusahaan keluarganya tanpa harus bergantung pada perni

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 100. Hari Bahagia

    Stella memandangi dirinya dalam cermin, memperhatikan gaunnya yang terlihat begitu indah. Gaun itu berwarna putih gading dengan desain klasik yang elegan. Potongan A-line yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna, sementara renda halus menghiasi bagian atas gaun, memberikan sentuhan romantis. Tali bahu yang tipis menambahkan kesan anggun, dan ekor gaun yang panjang menambah kemegahan penampilannya. Veil yang panjang menutupi punggungnya, melengkapi penampilan yang sempurna sebagai pengantin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Tristan. Ia tak menyangka bila akhirnya bisa menikah dengan pria yang begitu dicintainya. Stella teringat kembali saat-saat ketika ia dan Tristan pertama kali bertemu kembali di kantor. Waktu itu, Tristan menggantikan Damian sebagai CEO, dan Stella menjadi sekretarisnya. Mereka tak sengaja bertemu di ruang rapat saat Tristan baru saja mengambil alih jabatan. Stella merasa canggung, tapi Tristan dengan senyum hangatnya membuat Stella merasa nyaman. Pe

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 99. Will You Marry Me?

    "Tristan," gumam Stella lirih, matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat Tristan yang ada di hadapannya kini. Tristan malam ini tampil begitu menawan dengan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya disisir rapi, dan ia membawa buket bunga mawar merah yang cantik di tangannya. Cahaya lilin yang redup membuat penampilannya terlihat semakin mempesona. "Stella," kata Tristan ketika melihat Stella yang hanya terdiam. "Ini beneran kamu?" tanya Stella, mencoba untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. Tristan mengangguk dan memberikan buket bunga mawar yang cantik kepada Stella. Stella meraih bunga tersebut dengan perasaan kesal. "Jahat," gumamnya. "Jahat?" tanya Tristan sambil mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. "Kamu jahat," kata Stella dengan suara serak. "Aku sudah menghubungi bahkan mengirim banyak pesan kepadamu, tapi kamu tidak membalasnya." Tristan tersenyum, lalu mengusap air mata yang jatuh di pipi Stell

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 98. Kejutan

    "Sayang, bangun, ini sudah jam 8 pagi. Apa kamu mau tidur terus?" Safira membangunkan anaknya, Stella, yang masih tidur begitu pulas. Ia mengelus rambut Stella dengan lembut, berharap putri kesayangannya itu bangun. Stella menggeliat ketika merasakan tangan hangat ibunya mengelus rambutnya. "Stella masih ngantuk," gumamnya, yang masih enggan untuk bangun. "Ini udah pagi, Sayang. Mama sudah siapin sarapan, kita sarapan bareng, ya." "Hm, Stella nggak laper," jawab Stella dengan suara serak. "Tadi malam kamu juga makannya cuma sedikit. Sekarang harus makan lagi, ya." "Tapi, Ma ...." "Hust, nurut sama mama, ya. Di luar juga ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu." Stella langsung membuka matanya lebar-lebar ketika ibunya berkata ada seseorang di luar. "Siapa, Ma?" "Temui dia, dia bilang sudah kangen sama kamu." "Mm, iya deh, Ma," ujar Stella sambil bangun dari tidurnya. Ia pun menyingkap selimut dan mulai merapikan rambutnya yang masih berantakan. Namun, ketika Stel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 97. Desakkan Safira

    "Ya, tiba-tiba ada urusan keluarga yang harus aku selesaikan, dan aku juga mau menemui kamu. Aku nggak bisa tinggal lama di Jakarta," kata Elsa dengan nada menyesal. Stella menghela napas panjang. "Aku mengerti, tapi aku terkejut mendengar itu. Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?" Elsa tertawa kecil. "Tenang, Stella. Aku cuma sebentar di Jogja. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sudah kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Stella tersenyum lemah. "Hm, ya, aku juga kangen sama kamu." Stella menghela napas lega. "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." "Aku akan segera menemui kamu, Stella. Kita bisa ngobrol banyak hal seperti biasa," ujar Elsa dengan nada meyakinkan. "Baiklah. Jaga diri di perjalanan, ya. Dan segera hubungi aku kalau sudah sampai Jogja," kata Stella dengan suara pelan. "Pasti, Stella. Kamu juga jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku. Aku selalu siap buat kamu," balas Elsa. "Terima kasih,

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 96. Kabar Dari Elsa

    Safira terlihat sedikit terkejut dengan reaksi Stella, tetapi ia tetap tenang. "Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Sayang. Tristan tidak ada di sini sekarang, dan mama khawatir kamu akan sendirian mengurus semuanya." Stella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak butuh orang lain, Ma. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan bayiku." Emir yang sedari tadi diam, kini angkat bicara. "Stella, kami hanya ingin memastikan kamu tidak sendirian. Kami tahu ini berat, tapi coba beri kesempatan." Stella mendesah, ia merasa frustrasi, begitu bingung dengan sikap kedua orang tuanya. "Aku sudah bilang, aku tidak butuh orang lain. Aku hanya ingin fokus pada kesehatanku dan bayiku." Safira mencoba mendekati Stella dan memegang tangannya. "Sayang, mama mengerti perasaanmu. Tapi setidaknya, temuilah dia. Tidak ada salahnya berteman, 'kan?" Stella menarik tangannya dari genggaman Safira. "Ma, aku sudah punya Tristan. Meski dia tidak ada di sini sekarang, aku yakin dia akan kembali dan bertanggung jawa

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 95. Rencana Safira

    Stella baru saja selesai mandi dan berjalan ke arah meja. Wanita yang masih mengenakan bathrobe itu segera meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan serta panggilan yang masuk. Namun, tak ada satu pun panggilan maupun pesan dari kekasihnya, Tristan. "Apa dia begitu sibuk sampai tak mengabariku?" gumam Stella sambil memandangi ponsel yang ada digenggamannya. Rasa cemas mulai menyelimuti hatinya. Stella pun mencoba untuk menghubungi Tristan, namun ponsel lelaki itu ternyata tidak aktif. Rasa kecewanya semakin bertambah. Akhirnya, Stella memutuskan untuk mencoba menghubungi Dafina, sekretaris Tristan yang ikut pergi ke luar negeri. Ia berharap mendapatkan kabar tentang Tristan dari Dafina. Stella menunggu beberapa saat hingga panggilannya terhubung. "Halo, Dafina?" sapa Stella dengan nada penuh harap. "Halo, Stella. Ada apa?" balas Dafina dari ujung telepon. "Dafina, aku khawatir karena tidak bisa menghubungi Tristan. Ponselnya tid

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 94. Kembali ke Kampung

    Stella sudah berulang kali menegaskan bahwa ia tidak ingin meninggalkan Jakarta, tapi ibunya tetap saja bersikeras. Safira terus melipat baju-baju Stella dan memasukkannya ke dalam koper dengan cepat. "Ma, aku sudah bilang aku gak mau," rengek Stella, suaranya terdengar putus asa ketika melihat ibunya yang tak berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Safira menghela napas panjang dan menatap Stella dengan mata penuh kasih sayang. "Sebentar saja, Stella. Memangnya kamu tidak mau melihat adik-adikmu dan papamu di kampung?" Stella menghela napas panjang, ia merasa terpojok. "Baiklah, tapi aku tidak mau Mama membawa semua baju-bajuku. Aku masih punya banyak urusan di sini." Safira tersenyum sedikit, ia merasa senang karena Stella mulai luluh. "Mama hanya membawa beberapa bajumu saja. Sekarang, bersiaplah. Kamu mandi dulu. Mama takut kita akan ketinggalan kereta." Stella mengangguk dengan enggan. "Hm, baiklah." Stella berjalan gontai menuju kamar mandi, merasa berat hati

DMCA.com Protection Status