Share

Bab 17. Sudah Berlalu

Author: Vanilla_Nilla
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Stella menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, ia begitu berat untuk mengungkapkan apa yang ada di benaknya. “Aku masih teringat saat kita dulu, saat aku menolakmu. Apakah kamu masih marah padaku karena itu?”

Tristan yang masih fokus mengemudikan mobil, merasakan kebekuan di setiap sudut ruang hatinya. Dia bisa merasakan ketegangan di sepanjang ruang mobil, bahkan tanpa harus menoleh ke arah Stella. Pikirannya melayang kembali ke masa lalu, ke saat-saat yang dia inginkan untuk dilupakan, tetapi masih terukir jelas di dalam ingatannya.

“Iya, aku masih marah,” jawab Tristan dengan suara yang terdengar rendah, tetapi penuh dengan ketegasan.

Stella merasakan getaran kesedihan melintasi dadanya. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu sejak kejadian itu, tetapi melihat Tristan masih terbawa oleh kemarahan itu membuatnya merasa hancur. Dia berharap Tristan telah melupakan semuanya, tetapi sepertinya luka itu masih ada di dalam hatinya.

“Maafkan aku
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 18. Memiliki Pacar

    Tristan sedang fokus berolahraga di ruang gym pribadi di rumahnya. Pagi yang cerah memberinya semangat ekstra untuk menjalani latihan rutinnya. Dengan gerakan yang teratur, ia mengangkat beban besi dengan tangannya yang kuat, mengejar keringatnya dengan setiap repetisi.Tiba-tiba, pintu ruang gym terbuka, memotong konsentrasi Tristan. Evan, sahabat lamanya muncul di ambang pintu dengan senyum cerah di wajahnya.“Tristan, sudah berapa lama kamu nge-gym? Aku sudah menunggumu dari tadi di luar, tapi kamu tidak kunjung keluar,” tanya Evan sambil memperhatikan sahabatnya yang tengah fokus berolahraga.“Aku akan habiskan hari Minggu untuk berolahraga,” jawab Tristan, masih fokus memainkan alat-alat gym-nya.Evan mengernyitkan kening melihat keputusan sahabatnya itu. ”Oh iya, kemarin aku melihat Weni di salah satu minimarket. Apa dia ada di Jakarta?” tanya Evan, mencoba mengalihkan perhatian dari topik olahraga.“Iya, dia sedang ada di Jakarta,” jawab Tristan sambil mengambil botol minum dan

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 19. Mencoba Menahan Marah

    Pagi ini hari begitu cerah menyambut kedatangan Tristan ketika ia memasuki kantor. Suasana kantor begitu sibuk dengan karyawan yang silih memasuki pintu masuk, membawa tas dan membicarakan rencana kerja mereka untuk hari ini. Terdengar suara ceria dari beberapa karyawan yang saling menyapa sambil berjalan menuju meja kerja masing-masing. Tristan melangkah dengan langkah tegas, ia berusaha fokus pada pekerjaannya hari ini.Namun, kesibukan pagi ini terganggu ketika seorang OB (office boy) yang bergegas dengan membawa seember air tak sengaja menabrak Tristan yang sedang melangkah maju. Air dari ember tersebut tumpah membasahi jas Tristan, membuatnya menjadi marah.“Shit, sialan!” umpat Tristan berang ketika jasnya sudah kotor.“Maaf, Tuan! Saya benar-benar tidak sengaja,” ucap OB tersebut sambil panik, mencoba membersihkan air yang tumpah dengan tisu yang dibawanya.Tristan menatap OB tersebut dengan tatapan tajam, ekspresinya penuh kemarahan. “Ini jas baruku, bagaimana bisa kau begitu

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 20. Hamil?

    Hoeek! Hoeek!Stella mencoba menutup mulutnya, ketika semua orang yang ada di ruang rapat melihat ke arahnya.“Maaf semua, saya permisi dulu,” pamit wanita berkulit mulus itu, sambil berlari keluar dari ruang rapat. Semua orang menatap heran kepada Stella, tak biasanya wanita itu mual-mual di tempat kerja.Setelah masuk ke kamar mandi, Stella langsung menuju wastafel. Wajahnya pucat dan terlihat sedikit berkeringat. Dia mencuci mulutnya dengan air dingin, berharap bisa meredakan rasa mual yang mengganggu. Tetapi, mualnya tidak kunjung hilang.Hoeek! Hoeek!Setelah beberapa saat mencuci muka dan menghirup napas dalam-dalam, Stella menatap tampilan dirinya di cermin. Dia terlihat lelah dan gelisah. Pikirannya melayang ke belakang, mengingat apa yang telah terjadi beberapa hari belakangan. Stres di tempat kerja, pertemuan dengan Tristan, dan sekarang, mual yang tak kunjung mereda.“Kenapa aku jadi mual-mual seperti ini?” Dia mencoba mengingat apa yang mungkin menjadi penyebab mualnya. Ma

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 21. Lihat Aku Saja

    “Apa tidak ada pertanyaan lain yang kamu miliki? Kenapa bisa-bisanya kamu bertanya seperti itu? Kenapa bisa kamu mengira bahwa aku sedang hamil?” cecar Stella, sambil menatap kesal Tristan.“Gejala yang kamu miliki memang mirip seperti orang hamil, makanya aku bertanya seperti itu,” imbuh Tristan.Stella terlihat begitu kesal. “Memangnya kamu pikir aku wanita apaan yang bisa langsung hamil?”“Bukannya kamu sudah punya pacar, siapa tahu kamu hamil oleh pacarmu!” sergah Tristan dengan ekspresi yang ikut kesal juga.Bibir Stella terkatup mendengar perkataan Tristan. “Dari mana kamu tahu kalau aku sudah punya pacar? Kalau bicara, jangan ngaco deh!”Dengan wajah yang masih terlihat kesal, Stella langsung meninggalkan Tristan dan keluar dari ruangan tersebut. Langkahnya begitu cepat, menunjukkan betapa marahnya dia terhadap pertanyaan yang tidak sepatutnya dari Tristan.Tristan hanya terdiam, merasa menyesal atas kata-katanya yang terl

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 22. Chef yang Cantik

    Tristan langsung meraih tangan Stella dan membawa wanita itu ke dekatnya. “Kalau mau lihat, lihat punyaku saja,” kata Tristan, tiba-tiba lelaki itu menarik tubuh Stella ke arahnya. Dan wajah Stella mendarat tepat di depan dada bidang Tristan yang begitu indah, sampai membuat mata Stella membelalak sempurna.Deg … deg … deg ….Stella terdiam menikmati irama detak jantung Tristan yang berbunyi begitu merdu di telinganya. Kedekatan mereka membuat Stella terdiam, sampai lupa akan segala hal. Wanita itu memandang dengan intensitas yang membuatnya merasakan getaran aneh di dalam dirinya.Stella tak bisa menahan tangannya untuk meraih dada bidang Tristan, ia mengelusnya begitu lembut sampai membuat tubuh Tristan berdesir. Sentuhan lembutnya menyebabkan gemetar tak terelakkan yang melintasi tubuh Tristan.Manik mata Tristan mengikuti dengan penuh perhatian ke arah mana jemari Stella bergerak. Dia merasakan getaran aneh yang melintasi kulitnya saat sentuhan lembut Stella menyentuhnya. Hatinya

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 23. Mengaku Kalah

    Elsa menatap Tristan dan Stella, kebingungan terukir jelas di wajahnya. “Apa yang sedang terjadi di sini? Kalian berdua ...?”Elsa mengambil tempat duduk di depan kedua orang tersebut, tatapannya bergeser dari Tristan ke Stella, seolah mencari jawaban yang tak terucap. “Beritahu aku, mengapa kalian berdua di sini, di kamar ini?”Stella, dengan garpu masih tergenggam di tangan, memandang Elsa dengan raut tidak senang. “Tidakkah kau lihat? Kami sedang menikmati makan malam,” ujarnya, suara kesalnya beradu dengan gemerisik daun-daun di luar jendela.Elsa mendekat, tekadnya tak tergoyahkan. Wanita itu ingin mencari tahu lebih jauh kedekatan Stella dan Tristan. “Hanya makan malam, begitu? Aku yakin ada yang lebih dari itu,” katanya, menuntut kebenaran yang tersembunyi di balik pertemuan rahasia mereka.Tristan menarik napas dalam, menatap Elsa dengan tatapan yang sulit diartikan. “Elsa, kau tahu kita sudah lama berteman. Tidak ada yang perlu dirahasiakan di antara kita,” katanya dengan sua

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 24. Aku Tidak Akan Melepaskanmu

    Dafina, yang sedang mengikat dasi Tristan, merasa kesal ketika Stella tiba-tiba datang ke ruangan tersebut tanpa mengetuk pintu. “Bisakah kamu lebih sopan lagi, Stella? Seharusnya kamu mengetuk pintu terlebih dahulu, bukannya langsung masuk saja,” omel Dafina.Stella hanya terdiam. Ia melangkah mundur lagi dan menutup pintu. Lalu, setelah itu, ia mengetuk pintu. Tok! Tok! Tok!Tristan menghela napas, merasa aneh ketika melihat tingkah Stella. “Masuklah, Stella,” titahnya.Setelah Tristan menyuruhnya untuk masuk, Stella pun masuk kembali dengan wajah yang masih tertekuk.Stella memasuki ruangan dengan wajah yang masih menunjukkan rasa tidak nyaman. “Tuan Tristan, saya minta maaf telah mengganggu Anda tadi,” ucapnya dengan suara yang rendah.Tristan mengangkat tangannya, memberi isyarat agar Stella tidak perlu khawatir. “Tidak apa-apa, Stella. Sekarang, apa yang kamu bawa itu?” tanyanya, mengalihkan topik.Dengan semangat yang kembali, Stella menyerahkan surat perjanjian tersebut kepad

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 25. Batasan Dalam Bekerja

    “Aduh, pantatku sakit sekali,” rengek Stella sambil menggosok-gosok pantatnya yang kesakitan.Tristan membantu Stella untuk bangkit. “Apa tidak apa-apa?” tanyanya dengan wajah khawatir.“Tidak apa-apa, apanya? Pantatku sakit sekali ...,” rengek Stella lagi. Ekspresi wajahnya berubah ketika ia menyadari bahwa Dafina ada di ruangan tersebut.“Oh, hahaha, tidak apa-apa, Tuan. Anda tidak perlu khawatir. Saya baik-baik saja kok,” ucap Stella sambil terkekeh. Setelah meyakinkan Tristan bahwa dia baik-baik saja meskipun dengan wajah yang terasa sedikit memerah karena malu, Stella merasa lega ketika Dafina tampaknya tidak mencurigai apa pun. Namun, kejadian tersebut membuatnya semakin ingin segera meninggalkan ruangan.“Tuan, ini tehnya,” kata Dafina sambil melangkah mendekati meja kerja Tristan.“Letakkan saja di meja,” tunjuk Tristan dengan matanya ke arah meja.“Baik, Tuan,” ujar Dafina, wanita yang memiliki lesung pipi itu langsung meletakkan secangkir teh hangat di atas meja kerja Trist

Latest chapter

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 102. Honeymoon

    Keesokan paginya, Stella terbangun dengan sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Dia merasa segar setelah tidur nyenyak semalam. Dia menoleh ke samping dan melihat Tristan masih tertidur pulas di sebelahnya. Wajahnya tampak damai dan bahagia. Stella bangkit perlahan dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan Tristan. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru sebagai seorang istri. Ketika Stella selesai bersiap, dia keluar dari kamar mandi dan menemukan Tristan yang sudah bangun dan sedang duduk di tepi tempat tidur. "Selamat pagi," sapa Tristan dengan senyum lebar. "Selamat pagi," balas Stella sambil menghampiri Tristan dan duduk di sampingnya. "Apa kau tidur nyenyak?" tanya Tristan sambil mengusap lembut rambut Stella yang masih basah. "Ya, terima kasih. Kamu?" balas Stella sambil menatap mata Tristan dengan penuh cinta. "Aku juga. Ini hari pertama kita sebagai suami istri. Apa rencana

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 101. Hot Night

    "Hay Stella," sapa Weni dengan senyum ramah. "Oh, iya, aku hanya kaget saja. Aku pikir kamu tidak akan datang," jawab Stella, yang juga tersenyum ke arah Weni. "Aku pasti datang, Stella. Selamat ya," ucap Weni dengan tulus. Stella dan Tristan memang sempat ragu untuk mengundang Weni ke pernikahan mereka, terutama dengan apa yang terjadi belakangan ini. Weni masih bersikukuh untuk mendapatkan hati Tristan kembali. Namun, Tristan tak goyah dengan pendiriannya untuk terus bersama Stella. Meskipun beberapa orang menentang pernikahan mereka, terutama karena sebelumnya Weni menginginkan pernikahan bisnis dengan Tristan untuk membantu perusahaan yang dikelola Tristan, tapi Tristan tetap menolaknya. Tristan lebih memilih cara lain. Ia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengurus semuanya dan bekerja sama dengan perusahaan asing. Setelah kembali ke Indonesia, usaha keras Tristan membuahkan hasil. Ia akhirnya bisa membangun kembali perusahaan keluarganya tanpa harus bergantung pada perni

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 100. Hari Bahagia

    Stella memandangi dirinya dalam cermin, memperhatikan gaunnya yang terlihat begitu indah. Gaun itu berwarna putih gading dengan desain klasik yang elegan. Potongan A-line yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna, sementara renda halus menghiasi bagian atas gaun, memberikan sentuhan romantis. Tali bahu yang tipis menambahkan kesan anggun, dan ekor gaun yang panjang menambah kemegahan penampilannya. Veil yang panjang menutupi punggungnya, melengkapi penampilan yang sempurna sebagai pengantin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Tristan. Ia tak menyangka bila akhirnya bisa menikah dengan pria yang begitu dicintainya. Stella teringat kembali saat-saat ketika ia dan Tristan pertama kali bertemu kembali di kantor. Waktu itu, Tristan menggantikan Damian sebagai CEO, dan Stella menjadi sekretarisnya. Mereka tak sengaja bertemu di ruang rapat saat Tristan baru saja mengambil alih jabatan. Stella merasa canggung, tapi Tristan dengan senyum hangatnya membuat Stella merasa nyaman. Pe

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 99. Will You Marry Me?

    "Tristan," gumam Stella lirih, matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat Tristan yang ada di hadapannya kini. Tristan malam ini tampil begitu menawan dengan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya disisir rapi, dan ia membawa buket bunga mawar merah yang cantik di tangannya. Cahaya lilin yang redup membuat penampilannya terlihat semakin mempesona. "Stella," kata Tristan ketika melihat Stella yang hanya terdiam. "Ini beneran kamu?" tanya Stella, mencoba untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. Tristan mengangguk dan memberikan buket bunga mawar yang cantik kepada Stella. Stella meraih bunga tersebut dengan perasaan kesal. "Jahat," gumamnya. "Jahat?" tanya Tristan sambil mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. "Kamu jahat," kata Stella dengan suara serak. "Aku sudah menghubungi bahkan mengirim banyak pesan kepadamu, tapi kamu tidak membalasnya." Tristan tersenyum, lalu mengusap air mata yang jatuh di pipi Stell

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 98. Kejutan

    "Sayang, bangun, ini sudah jam 8 pagi. Apa kamu mau tidur terus?" Safira membangunkan anaknya, Stella, yang masih tidur begitu pulas. Ia mengelus rambut Stella dengan lembut, berharap putri kesayangannya itu bangun. Stella menggeliat ketika merasakan tangan hangat ibunya mengelus rambutnya. "Stella masih ngantuk," gumamnya, yang masih enggan untuk bangun. "Ini udah pagi, Sayang. Mama sudah siapin sarapan, kita sarapan bareng, ya." "Hm, Stella nggak laper," jawab Stella dengan suara serak. "Tadi malam kamu juga makannya cuma sedikit. Sekarang harus makan lagi, ya." "Tapi, Ma ...." "Hust, nurut sama mama, ya. Di luar juga ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu." Stella langsung membuka matanya lebar-lebar ketika ibunya berkata ada seseorang di luar. "Siapa, Ma?" "Temui dia, dia bilang sudah kangen sama kamu." "Mm, iya deh, Ma," ujar Stella sambil bangun dari tidurnya. Ia pun menyingkap selimut dan mulai merapikan rambutnya yang masih berantakan. Namun, ketika Stel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 97. Desakkan Safira

    "Ya, tiba-tiba ada urusan keluarga yang harus aku selesaikan, dan aku juga mau menemui kamu. Aku nggak bisa tinggal lama di Jakarta," kata Elsa dengan nada menyesal. Stella menghela napas panjang. "Aku mengerti, tapi aku terkejut mendengar itu. Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?" Elsa tertawa kecil. "Tenang, Stella. Aku cuma sebentar di Jogja. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sudah kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Stella tersenyum lemah. "Hm, ya, aku juga kangen sama kamu." Stella menghela napas lega. "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." "Aku akan segera menemui kamu, Stella. Kita bisa ngobrol banyak hal seperti biasa," ujar Elsa dengan nada meyakinkan. "Baiklah. Jaga diri di perjalanan, ya. Dan segera hubungi aku kalau sudah sampai Jogja," kata Stella dengan suara pelan. "Pasti, Stella. Kamu juga jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku. Aku selalu siap buat kamu," balas Elsa. "Terima kasih,

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 96. Kabar Dari Elsa

    Safira terlihat sedikit terkejut dengan reaksi Stella, tetapi ia tetap tenang. "Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Sayang. Tristan tidak ada di sini sekarang, dan mama khawatir kamu akan sendirian mengurus semuanya." Stella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak butuh orang lain, Ma. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan bayiku." Emir yang sedari tadi diam, kini angkat bicara. "Stella, kami hanya ingin memastikan kamu tidak sendirian. Kami tahu ini berat, tapi coba beri kesempatan." Stella mendesah, ia merasa frustrasi, begitu bingung dengan sikap kedua orang tuanya. "Aku sudah bilang, aku tidak butuh orang lain. Aku hanya ingin fokus pada kesehatanku dan bayiku." Safira mencoba mendekati Stella dan memegang tangannya. "Sayang, mama mengerti perasaanmu. Tapi setidaknya, temuilah dia. Tidak ada salahnya berteman, 'kan?" Stella menarik tangannya dari genggaman Safira. "Ma, aku sudah punya Tristan. Meski dia tidak ada di sini sekarang, aku yakin dia akan kembali dan bertanggung jawa

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 95. Rencana Safira

    Stella baru saja selesai mandi dan berjalan ke arah meja. Wanita yang masih mengenakan bathrobe itu segera meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan serta panggilan yang masuk. Namun, tak ada satu pun panggilan maupun pesan dari kekasihnya, Tristan. "Apa dia begitu sibuk sampai tak mengabariku?" gumam Stella sambil memandangi ponsel yang ada digenggamannya. Rasa cemas mulai menyelimuti hatinya. Stella pun mencoba untuk menghubungi Tristan, namun ponsel lelaki itu ternyata tidak aktif. Rasa kecewanya semakin bertambah. Akhirnya, Stella memutuskan untuk mencoba menghubungi Dafina, sekretaris Tristan yang ikut pergi ke luar negeri. Ia berharap mendapatkan kabar tentang Tristan dari Dafina. Stella menunggu beberapa saat hingga panggilannya terhubung. "Halo, Dafina?" sapa Stella dengan nada penuh harap. "Halo, Stella. Ada apa?" balas Dafina dari ujung telepon. "Dafina, aku khawatir karena tidak bisa menghubungi Tristan. Ponselnya tid

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 94. Kembali ke Kampung

    Stella sudah berulang kali menegaskan bahwa ia tidak ingin meninggalkan Jakarta, tapi ibunya tetap saja bersikeras. Safira terus melipat baju-baju Stella dan memasukkannya ke dalam koper dengan cepat. "Ma, aku sudah bilang aku gak mau," rengek Stella, suaranya terdengar putus asa ketika melihat ibunya yang tak berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Safira menghela napas panjang dan menatap Stella dengan mata penuh kasih sayang. "Sebentar saja, Stella. Memangnya kamu tidak mau melihat adik-adikmu dan papamu di kampung?" Stella menghela napas panjang, ia merasa terpojok. "Baiklah, tapi aku tidak mau Mama membawa semua baju-bajuku. Aku masih punya banyak urusan di sini." Safira tersenyum sedikit, ia merasa senang karena Stella mulai luluh. "Mama hanya membawa beberapa bajumu saja. Sekarang, bersiaplah. Kamu mandi dulu. Mama takut kita akan ketinggalan kereta." Stella mengangguk dengan enggan. "Hm, baiklah." Stella berjalan gontai menuju kamar mandi, merasa berat hati

DMCA.com Protection Status