Beranda / CEO / Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan / Bab 25. Batasan Dalam Bekerja

Share

Bab 25. Batasan Dalam Bekerja

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Aduh, pantatku sakit sekali,” rengek Stella sambil menggosok-gosok pantatnya yang kesakitan.

Tristan membantu Stella untuk bangkit. “Apa tidak apa-apa?” tanyanya dengan wajah khawatir.

“Tidak apa-apa, apanya? Pantatku sakit sekali ...,” rengek Stella lagi. Ekspresi wajahnya berubah ketika ia menyadari bahwa Dafina ada di ruangan tersebut.

“Oh, hahaha, tidak apa-apa, Tuan. Anda tidak perlu khawatir. Saya baik-baik saja kok,” ucap Stella sambil terkekeh.

Setelah meyakinkan Tristan bahwa dia baik-baik saja meskipun dengan wajah yang terasa sedikit memerah karena malu, Stella merasa lega ketika Dafina tampaknya tidak mencurigai apa pun. Namun, kejadian tersebut membuatnya semakin ingin segera meninggalkan ruangan.

“Tuan, ini tehnya,” kata Dafina sambil melangkah mendekati meja kerja Tristan.

“Letakkan saja di meja,” tunjuk Tristan dengan matanya ke arah meja.

“Baik, Tuan,” ujar Dafina, wanita yang memiliki lesung pipi itu langsung meletakkan secangkir teh hangat di atas meja kerja Trist
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 26. Merasa Terasing

    Stella dan Dafina segera menoleh ke arah pintu ruang kerja Tristan yang telah terbuka lebar.“Kita harus segera ke pameran,” kata Tristan dengan suara yang mendesak, sambil melangkah keluar dari ruang kerjanya.Dafina segera bangkit dari kursinya dan mengangguk. “Baik, Tuan.”Setelah sampai di depan Stella, Tristan berkata, “Stella, kamu juga harus ikut.”Stella mengangguk lemah. “Baik.”Dengan langkah yang pasti, Tristan memimpin jalan, diikuti oleh Stella dan Dafina yang berjalan di belakangnya.Sesampainya di depan mobil mewah Tristan, sang sopir telah siap menunggu, ia membukakan pintu mobil untuk Tristan. Dafina memberi isyarat kepada Stella untuk mengambil tempat di kursi depan. Stella, dengan gerakan yang patuh, namun lembut, hanya mengangguk dan membuka pintu mobil dengan tangannya sendiri.Mobil itu meluncur perlahan meninggalkan gedung, membelah jalanan kota yang mulai dipenuhi lampu-lampu senja. Di dalamnya, Tristan terdiam, pikirannya melayang pada pameran yang akan segera

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 27. Alasan Terbaik

    Tristan melangkahkan kakinya lebar, ia langsung memeluk Stella. “Aku mencarimu dari tadi,” ujar Tristan sambil memeluk Stella erat. Stella terdiam sejenak, tak mengerti dengan apa yang lelaki itu lakukan. Mereka tak bertemu baru beberapa menit saja, tapi sepertinya lelaki itu begitu merindukannya. Dengan perasaan yang masih kesal, Stella pun melepaskan pelukan Tristan. “Jangan seperti ini, nanti ada yang salah paham,” ujar Stella. “Aku dari tadi mencarimu, ternyata kamu ada di sini,” kata Tristan sambil memperhatikan wajah murung Stella. “Aku hanya mencari ketenangan saja. Apa acaranya sudah selesai?” tanya Stella ketika melihat beberapa orang yang sudah keluar dari gedung itu. “Sudah selesai,” kata Tristan. Stella mengangguk. Beberapa saat kemudian, Dafina datang menghampiri mereka. “Tuan, acaranya sudah selesai. Apa kita akan pulang sekarang?” Tristan mengangguk. “Baiklah, kita pulang sekarang saja.” Mereka pun langsung berjalan keluar dari gedung pameran tersebut. Sesampain

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 28. Jangan Sentuh Milikku

    Pagi ini, Kantor Wishnutama dipenuhi kesibukan. Para karyawan bergerak bolak-balik, fokus menyelesaikan tugas-tugas mereka. Suasana penuh semangat dan kerjasama mengisi ruangan.Stella bergerak seperti bayangan di koridor-koridor kantor. Setiap kali Tristan muncul, dia menghindar dengan keahlian yang hampir seperti magic. Tristan, dengan dasi yang tergantung longgar di lehernya, menunggu di depan meja kerja Stella. “Tuan, Anda belum memasang dasi. Apa mau saya pasangkan?” tawar Dafina dengan sopan.Tristan menatapnya sebentar, lalu menolak dengan lembut. “Tidak perlu, nanti saja,” tolaknya.Beberapa saat kemudian, Stella kembali ke meja kerjanya dengan membawa dokumen-dokumen yang menumpuk di tangannya, tugas-tugas yang harus diurus hari ini. Stella melihat Tristan yang masih berdiri di sana seperti patung yang menunggu, wanita itu begitu bingung, kenapa Tristan masih berdiri di dekat meja kerjanya?Tristan tersenyum ketika melihat Stella telah kembali, tapi wanita itu tak menoleh kep

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 29. Menuduh Tanpa Alasan

    “Berani kamu menyentuh Stella, akan kupatahkan tanganmu!” sergah Tristan, kilatan mata apinya sudah tak terbendung lagi.Lelaki yang menggoda Stella itu terkejut, namun bukan tanpa reaksi. Dia memutar tangan Tristan, mencoba melepaskan diri. Namun Tristan tak mengenal ampun. Tristan memutar balik tangan pria itu. “Aduh, sakit!” rengek pria yang mengenakan jas biru itu. “Apa kamu akan menyentuhnya lagi?” ancam Tristan, matanya menembus lelaki tersebut.Lelaki itu menggeleng, napasnya terengah-engah. “Aku tidak akan menyentuhnya lagi,” jawabnya dengan cepat.Tristan melepaskan cengkramannya, tetapi tatapannya tetap tajam. “Kalau kamu berani menyentuhnya lagi, awas, akan kutambah rasa sakit ini dua kali lipat,” ancam Tristan tanpa ampun.Pria itu segera menggeleng dengan cepat, ketakutan jelas terlihat di matanya. “Tidak, aku tidak akan menyentuhnya lagi. Aku bersumpah,” ucapnya dengan suara gemetar.Tristan melepaskan tangan pria itu, namun tetap mempertahankan pandangan tajamnya. “Awa

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 30. Seperti Orang Asing

    Hembusan angin malam yang dingin merayap di kulit Stella yang terpaku dalam diam. Dia tak bergeming, meski Tristan berulang kali mendesaknya untuk mengubah sikapnya.“Maaf, namun aku benar-benar serius. Mulai saat ini, jangan lagi kau kenali aku sebagai Stella dari masa lalumu; aku kini hanyalah sekretarismu, tidak lebih,” bisik Stella dengan suara yang lembut, namun penuh tekad, berusaha menguatkan hatinya sendiri.“Pergilah!” desak Stella saat Tristan masih terpaku memandanginya.Ketika Stella menjauh, Tristan terpaku di tempatnya, membiarkan keheningan malam menelan kesedihannya. “Stella, mengapa kau terus melukai hatiku? Mengapa kau tak bisa merasakan apa yang kurasa untukmu? Mengapa aku begitu bodoh dalam mencintaimu?” gumam Tristan dalam hati, sambil menahan tangis yang ingin pecah.Butiran air mata mulai mengalir di pipi Tristan, menciptakan jejak-jejak yang menggurat di wajahnya. Tristan merasakan kekosongan yang menghantui, ruang hampa di dalam hatinya yang seolah-olah terkoy

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 31. Menghormati Keputusan

    Malam ini, langit begitu terang dengan dihiasi oleh bintang dan bulan yang bersinar cantik menghiasi langit malam, Imelda, ibunda Tristan, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat melihat sosok anaknya yang telah lama tak makan malam bersama. “Akhirnya, kamu bisa bergabung dalam makan malam keluarga kita lagi, Tristan,” ucap Imelda penuh kasih.Tristan yang wajahnya terlihat lelah, namun berseri, membalas dengan nada bersalah, “Maafkan aku, Ma. Baru kali ini, aku bisa makan malam bersama kalian lagi.”Imelda dengan mata yang penuh pengertian, menepuk lembut tangan Tristan. “Tidak apa-apa, Nak. Mama mengerti betapa sibuknya pekerjaanmu, tapi jangan lupa untuk selalu menjaga dirimu,” katanya.Damian, sang ayah, yang selama ini mengamati percakapan itu dengan senyum bijaksana, akhirnya angkat bicara. “Ma, Tristan sudah dewasa. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri,” ujarnya dengan suara yang tenang, menambahkan kehangatan dalam percakapan malam ini.Di ruang makan yang dipenuhi oleh

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 32. Perjalanan Bisnis

    Dengan langkah yang terburu-buru, Tristan meninggalkan kediaman Wishnutama, hatinya dipenuhi urgensi untuk bertatap muka dengan Stella dan meleraikan benang kusut yang menggantung di antara mereka. Malam ini, udara terasa dingin menyentuh kulit, sementara bulan purnama menggantung di langit, memancarkan cahaya yang menyelimuti segalanya. Dia bergegas ke mobilnya, menyalakan mesin dengan cepat, dan tanpa ragu, Tristan memacu kendaraannya menuju tempat Stella berada.Kesunyian malam ini terasa begitu pekat, jalanan yang biasanya ramai kini hanya ditemani oleh cahaya lampu jalan yang samar. Dalam kesunyian tersebut, pikiran Tristan dipenuhi oleh berbagai pertanyaan dan kecemasan. Dia tahu ia harus segera menjernihkan segala kesalahpahaman dengan Stella, dan kegelisahan itu terus menggelayuti hatinya sepanjang perjalanan.Setelah menempuh perjalanan yang terasa berjam-jam, Tristan akhirnya sampai di depan kontrakan Stella. Bangunan itu tampak menyenangkan dalam rembulan yang terang bender

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 33. Selalu Ceroboh

    Hari ini, Stella dan Dafina bersiap untuk perjalanan bisnis yang penting. Stella telah menyiapkan kopernya dengan cermat, memastikan semua dokumen dan peralatan yang diperlukan berada di dalamnya. Ia mengenakan setelan blazer biru tua yang modis dengan celana panjang hitam yang serasi. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan indah di sepanjang bahunya, memberikan kesan profesional dan anggun.Sementara itu, Dafina menunggu dengan sabar di depan kantor, menatap sisi jalan yang sibuk sambil mengecek ponselnya sekali-kali. Dia mengenakan setelan jas abu-abu yang elegan dengan blus putih yang simpel, namun berkelas. Rambutnya dikuncir rapi ke belakang, menambah kesan tegas dan percaya diri pada penampilannya.Di sekitar mereka, suasana di kantor terasa sibuk dan penuh antusiasme. Karyawan yang lain mulai datang, beberapa dari mereka tampak sibuk memeriksa email terakhir sebelum pertemuan penting. “Ck, lama sekali,” gerutu Stella ketika Tristan tak kunjung datang.10 menit kemudian, Tristan,

Bab terbaru

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 102. Honeymoon

    Keesokan paginya, Stella terbangun dengan sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Dia merasa segar setelah tidur nyenyak semalam. Dia menoleh ke samping dan melihat Tristan masih tertidur pulas di sebelahnya. Wajahnya tampak damai dan bahagia. Stella bangkit perlahan dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan Tristan. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru sebagai seorang istri. Ketika Stella selesai bersiap, dia keluar dari kamar mandi dan menemukan Tristan yang sudah bangun dan sedang duduk di tepi tempat tidur. "Selamat pagi," sapa Tristan dengan senyum lebar. "Selamat pagi," balas Stella sambil menghampiri Tristan dan duduk di sampingnya. "Apa kau tidur nyenyak?" tanya Tristan sambil mengusap lembut rambut Stella yang masih basah. "Ya, terima kasih. Kamu?" balas Stella sambil menatap mata Tristan dengan penuh cinta. "Aku juga. Ini hari pertama kita sebagai suami istri. Apa rencana

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 101. Hot Night

    "Hay Stella," sapa Weni dengan senyum ramah. "Oh, iya, aku hanya kaget saja. Aku pikir kamu tidak akan datang," jawab Stella, yang juga tersenyum ke arah Weni. "Aku pasti datang, Stella. Selamat ya," ucap Weni dengan tulus. Stella dan Tristan memang sempat ragu untuk mengundang Weni ke pernikahan mereka, terutama dengan apa yang terjadi belakangan ini. Weni masih bersikukuh untuk mendapatkan hati Tristan kembali. Namun, Tristan tak goyah dengan pendiriannya untuk terus bersama Stella. Meskipun beberapa orang menentang pernikahan mereka, terutama karena sebelumnya Weni menginginkan pernikahan bisnis dengan Tristan untuk membantu perusahaan yang dikelola Tristan, tapi Tristan tetap menolaknya. Tristan lebih memilih cara lain. Ia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengurus semuanya dan bekerja sama dengan perusahaan asing. Setelah kembali ke Indonesia, usaha keras Tristan membuahkan hasil. Ia akhirnya bisa membangun kembali perusahaan keluarganya tanpa harus bergantung pada perni

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 100. Hari Bahagia

    Stella memandangi dirinya dalam cermin, memperhatikan gaunnya yang terlihat begitu indah. Gaun itu berwarna putih gading dengan desain klasik yang elegan. Potongan A-line yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna, sementara renda halus menghiasi bagian atas gaun, memberikan sentuhan romantis. Tali bahu yang tipis menambahkan kesan anggun, dan ekor gaun yang panjang menambah kemegahan penampilannya. Veil yang panjang menutupi punggungnya, melengkapi penampilan yang sempurna sebagai pengantin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Tristan. Ia tak menyangka bila akhirnya bisa menikah dengan pria yang begitu dicintainya. Stella teringat kembali saat-saat ketika ia dan Tristan pertama kali bertemu kembali di kantor. Waktu itu, Tristan menggantikan Damian sebagai CEO, dan Stella menjadi sekretarisnya. Mereka tak sengaja bertemu di ruang rapat saat Tristan baru saja mengambil alih jabatan. Stella merasa canggung, tapi Tristan dengan senyum hangatnya membuat Stella merasa nyaman. Pe

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 99. Will You Marry Me?

    "Tristan," gumam Stella lirih, matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat Tristan yang ada di hadapannya kini. Tristan malam ini tampil begitu menawan dengan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya disisir rapi, dan ia membawa buket bunga mawar merah yang cantik di tangannya. Cahaya lilin yang redup membuat penampilannya terlihat semakin mempesona. "Stella," kata Tristan ketika melihat Stella yang hanya terdiam. "Ini beneran kamu?" tanya Stella, mencoba untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. Tristan mengangguk dan memberikan buket bunga mawar yang cantik kepada Stella. Stella meraih bunga tersebut dengan perasaan kesal. "Jahat," gumamnya. "Jahat?" tanya Tristan sambil mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. "Kamu jahat," kata Stella dengan suara serak. "Aku sudah menghubungi bahkan mengirim banyak pesan kepadamu, tapi kamu tidak membalasnya." Tristan tersenyum, lalu mengusap air mata yang jatuh di pipi Stell

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 98. Kejutan

    "Sayang, bangun, ini sudah jam 8 pagi. Apa kamu mau tidur terus?" Safira membangunkan anaknya, Stella, yang masih tidur begitu pulas. Ia mengelus rambut Stella dengan lembut, berharap putri kesayangannya itu bangun. Stella menggeliat ketika merasakan tangan hangat ibunya mengelus rambutnya. "Stella masih ngantuk," gumamnya, yang masih enggan untuk bangun. "Ini udah pagi, Sayang. Mama sudah siapin sarapan, kita sarapan bareng, ya." "Hm, Stella nggak laper," jawab Stella dengan suara serak. "Tadi malam kamu juga makannya cuma sedikit. Sekarang harus makan lagi, ya." "Tapi, Ma ...." "Hust, nurut sama mama, ya. Di luar juga ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu." Stella langsung membuka matanya lebar-lebar ketika ibunya berkata ada seseorang di luar. "Siapa, Ma?" "Temui dia, dia bilang sudah kangen sama kamu." "Mm, iya deh, Ma," ujar Stella sambil bangun dari tidurnya. Ia pun menyingkap selimut dan mulai merapikan rambutnya yang masih berantakan. Namun, ketika Stel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 97. Desakkan Safira

    "Ya, tiba-tiba ada urusan keluarga yang harus aku selesaikan, dan aku juga mau menemui kamu. Aku nggak bisa tinggal lama di Jakarta," kata Elsa dengan nada menyesal. Stella menghela napas panjang. "Aku mengerti, tapi aku terkejut mendengar itu. Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?" Elsa tertawa kecil. "Tenang, Stella. Aku cuma sebentar di Jogja. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sudah kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Stella tersenyum lemah. "Hm, ya, aku juga kangen sama kamu." Stella menghela napas lega. "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." "Aku akan segera menemui kamu, Stella. Kita bisa ngobrol banyak hal seperti biasa," ujar Elsa dengan nada meyakinkan. "Baiklah. Jaga diri di perjalanan, ya. Dan segera hubungi aku kalau sudah sampai Jogja," kata Stella dengan suara pelan. "Pasti, Stella. Kamu juga jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku. Aku selalu siap buat kamu," balas Elsa. "Terima kasih,

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 96. Kabar Dari Elsa

    Safira terlihat sedikit terkejut dengan reaksi Stella, tetapi ia tetap tenang. "Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Sayang. Tristan tidak ada di sini sekarang, dan mama khawatir kamu akan sendirian mengurus semuanya." Stella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak butuh orang lain, Ma. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan bayiku." Emir yang sedari tadi diam, kini angkat bicara. "Stella, kami hanya ingin memastikan kamu tidak sendirian. Kami tahu ini berat, tapi coba beri kesempatan." Stella mendesah, ia merasa frustrasi, begitu bingung dengan sikap kedua orang tuanya. "Aku sudah bilang, aku tidak butuh orang lain. Aku hanya ingin fokus pada kesehatanku dan bayiku." Safira mencoba mendekati Stella dan memegang tangannya. "Sayang, mama mengerti perasaanmu. Tapi setidaknya, temuilah dia. Tidak ada salahnya berteman, 'kan?" Stella menarik tangannya dari genggaman Safira. "Ma, aku sudah punya Tristan. Meski dia tidak ada di sini sekarang, aku yakin dia akan kembali dan bertanggung jawa

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 95. Rencana Safira

    Stella baru saja selesai mandi dan berjalan ke arah meja. Wanita yang masih mengenakan bathrobe itu segera meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan serta panggilan yang masuk. Namun, tak ada satu pun panggilan maupun pesan dari kekasihnya, Tristan. "Apa dia begitu sibuk sampai tak mengabariku?" gumam Stella sambil memandangi ponsel yang ada digenggamannya. Rasa cemas mulai menyelimuti hatinya. Stella pun mencoba untuk menghubungi Tristan, namun ponsel lelaki itu ternyata tidak aktif. Rasa kecewanya semakin bertambah. Akhirnya, Stella memutuskan untuk mencoba menghubungi Dafina, sekretaris Tristan yang ikut pergi ke luar negeri. Ia berharap mendapatkan kabar tentang Tristan dari Dafina. Stella menunggu beberapa saat hingga panggilannya terhubung. "Halo, Dafina?" sapa Stella dengan nada penuh harap. "Halo, Stella. Ada apa?" balas Dafina dari ujung telepon. "Dafina, aku khawatir karena tidak bisa menghubungi Tristan. Ponselnya tid

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 94. Kembali ke Kampung

    Stella sudah berulang kali menegaskan bahwa ia tidak ingin meninggalkan Jakarta, tapi ibunya tetap saja bersikeras. Safira terus melipat baju-baju Stella dan memasukkannya ke dalam koper dengan cepat. "Ma, aku sudah bilang aku gak mau," rengek Stella, suaranya terdengar putus asa ketika melihat ibunya yang tak berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Safira menghela napas panjang dan menatap Stella dengan mata penuh kasih sayang. "Sebentar saja, Stella. Memangnya kamu tidak mau melihat adik-adikmu dan papamu di kampung?" Stella menghela napas panjang, ia merasa terpojok. "Baiklah, tapi aku tidak mau Mama membawa semua baju-bajuku. Aku masih punya banyak urusan di sini." Safira tersenyum sedikit, ia merasa senang karena Stella mulai luluh. "Mama hanya membawa beberapa bajumu saja. Sekarang, bersiaplah. Kamu mandi dulu. Mama takut kita akan ketinggalan kereta." Stella mengangguk dengan enggan. "Hm, baiklah." Stella berjalan gontai menuju kamar mandi, merasa berat hati

DMCA.com Protection Status