Beranda / CEO / Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan / Bab 31. Menghormati Keputusan

Share

Bab 31. Menghormati Keputusan

Penulis: Vanilla_Nilla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam ini, langit begitu terang dengan dihiasi oleh bintang dan bulan yang bersinar cantik menghiasi langit malam, Imelda, ibunda Tristan, tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat melihat sosok anaknya yang telah lama tak makan malam bersama. “Akhirnya, kamu bisa bergabung dalam makan malam keluarga kita lagi, Tristan,” ucap Imelda penuh kasih.

Tristan yang wajahnya terlihat lelah, namun berseri, membalas dengan nada bersalah, “Maafkan aku, Ma. Baru kali ini, aku bisa makan malam bersama kalian lagi.”

Imelda dengan mata yang penuh pengertian, menepuk lembut tangan Tristan. “Tidak apa-apa, Nak. Mama mengerti betapa sibuknya pekerjaanmu, tapi jangan lupa untuk selalu menjaga dirimu,” katanya.

Damian, sang ayah, yang selama ini mengamati percakapan itu dengan senyum bijaksana, akhirnya angkat bicara. “Ma, Tristan sudah dewasa. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri,” ujarnya dengan suara yang tenang, menambahkan kehangatan dalam percakapan malam ini.

Di ruang makan yang dipenuhi oleh
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 32. Perjalanan Bisnis

    Dengan langkah yang terburu-buru, Tristan meninggalkan kediaman Wishnutama, hatinya dipenuhi urgensi untuk bertatap muka dengan Stella dan meleraikan benang kusut yang menggantung di antara mereka. Malam ini, udara terasa dingin menyentuh kulit, sementara bulan purnama menggantung di langit, memancarkan cahaya yang menyelimuti segalanya. Dia bergegas ke mobilnya, menyalakan mesin dengan cepat, dan tanpa ragu, Tristan memacu kendaraannya menuju tempat Stella berada.Kesunyian malam ini terasa begitu pekat, jalanan yang biasanya ramai kini hanya ditemani oleh cahaya lampu jalan yang samar. Dalam kesunyian tersebut, pikiran Tristan dipenuhi oleh berbagai pertanyaan dan kecemasan. Dia tahu ia harus segera menjernihkan segala kesalahpahaman dengan Stella, dan kegelisahan itu terus menggelayuti hatinya sepanjang perjalanan.Setelah menempuh perjalanan yang terasa berjam-jam, Tristan akhirnya sampai di depan kontrakan Stella. Bangunan itu tampak menyenangkan dalam rembulan yang terang bender

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 33. Selalu Ceroboh

    Hari ini, Stella dan Dafina bersiap untuk perjalanan bisnis yang penting. Stella telah menyiapkan kopernya dengan cermat, memastikan semua dokumen dan peralatan yang diperlukan berada di dalamnya. Ia mengenakan setelan blazer biru tua yang modis dengan celana panjang hitam yang serasi. Rambutnya dibiarkan tergerai dengan indah di sepanjang bahunya, memberikan kesan profesional dan anggun.Sementara itu, Dafina menunggu dengan sabar di depan kantor, menatap sisi jalan yang sibuk sambil mengecek ponselnya sekali-kali. Dia mengenakan setelan jas abu-abu yang elegan dengan blus putih yang simpel, namun berkelas. Rambutnya dikuncir rapi ke belakang, menambah kesan tegas dan percaya diri pada penampilannya.Di sekitar mereka, suasana di kantor terasa sibuk dan penuh antusiasme. Karyawan yang lain mulai datang, beberapa dari mereka tampak sibuk memeriksa email terakhir sebelum pertemuan penting. “Ck, lama sekali,” gerutu Stella ketika Tristan tak kunjung datang.10 menit kemudian, Tristan,

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 34. Tawaran Perjodohan

    “Hai, siapa wanita cantik satu ini?” tanya Paman Dul ketika melihat ada wanita cantik lagi di samping Tristan.“Saya Dafina, Paman, sekretaris Tuan Tristan,” jawab Dafina dengan senyum ramah.Paman Dul sedikit khawatir saat bertanya, “Kalau kamu sekretarisnya, lalu bagaimana dengan posisi Stella?”Tristan menjawab dengan santai, “Stella juga menjadi sekretarisku, Paman.”Paman Dul tertawa. “Bagus, bagus kalau begitu. Begitulah hebatnya keponakanku ini,” puji Paman Dul dengan bangga.Tristan tersenyum bangga melihat Paman Dul mengakui kehebatannya. Suasana hangat keluarga pun semakin terasa di antara mereka.“Sudah, ayo masuk. Kalian pasti lelah setelah perjalanan jauh,” ajak Bibi Ani kepada mereka.Mereka pun langsung masuk ke dalam rumah Bibi Ani dan Paman Dul. Meskipun sederhana, rumah itu terbuat dari bambu dan kayu, namun dengan sentuhan cinta dan kehangatan, rumah tersebut terlihat sangat cantik.Suasana rumah itu menyambut mereka dengan kehangatan. Terdapat aroma wangi dari bung

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 35. Salah Orang

    “Stella, lihatlah bajumu basah. Hati-hati kalau minum,” ujar Bibi Ani sambil meraih sebuah tisu dari meja dan membantu Stella membersihkan pakaiannya. Stella tersenyum sambil mengangguk. “Terima kasih, Bibi.” “Kamu tidak perlu berterima kasih, pamanmu itu selalu bercanda, jangan dimasukin ke dalam hati, ya,” pesan Bibi Ani yang diangguki Stella.***Setelah membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian santai, Stella keluar dari kamarnya. Wangi harum dari dapur menusuk indra penciumannya. Wanita yang mengikat rambut asal itu berjalan ke dapur dan melihat Bibi Ani sedang sibuk memasak.“Bibi, masak apa?” tanya Stella.“Malam ini, bibi masak sup ayam sama beberapa sayuran lainnya lagi,” jawab Bibi Ani sambil tetap sibuk dengan kegiatannya.“Stella bantuin, ya?” Stella mencoba menawarkan diri, merasa kasihan melihat Bi Ani yang sedang memasak sendiri.“Boleh, kamu iris-iris bawang dan cabai,” perintah Bi Ani.Stella mengangguk. “Baiklah.”Stella segera mengambil bawang dan cabai dari meja

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 36. Salah Paham

    Tristan dan Stella saling terdiam sejenak, membiarkan suasana kamar menjadi hening. Tristan merasa bingung mengapa Stella memilih untuk tidur di kamar Bibi Ani dan Paman Dul.“Kenapa kamu di sini?” tanya Tristan, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya.“Aku tidur di sini, Bibi sama Paman tidur di lantai atas,” jelas Stella dengan tenang.Tristan mengangguk mengerti, tetapi kemudian tindakannya mengejutkan Stella. Lelaki itu langsung mendorong tubuh Stella masuk ke dalam kamar, begitu juga dengan dirinya yang langsung mengunci pintu kamar. Stella terkejut dengan perilaku Tristan yang tiba-tiba.“Tristan, apa yang kamu lakukan? Kenapa pintunya dikunci?” tanya Stella dengan kebingungan.Tristan menatap Stella dengan serius, lalu menghela napas sejenak sebelum menjawab, “Kita perlu bicara, Stella.”“Tidak ada yang perlu kita bicarakan, sekarang juga, kamu keluar dari sini!” ujar Stella dengan suara yang bergetar, mencoba mengusir Tristan.Namun, Tristan tidak tergoyahkan oleh kemaraha

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 37. Tempat Persembunyian

    Stella memalingkan wajahnya lagi dari Tristan, kebingungannya semakin memuncak. Apakah ia harus berkata jujur atau tidak kepada lelaki itu? Tapi ketika Tristan mengulurkan tangannya dan meraih dagunya, memaksa wajahnya untuk menatap ke arah Tristan lagi, Stella tidak bisa lagi menghindar.“Lihat aku, meski aku tahu kamu sudah memiliki kekasih, tapi aku selalu berusaha dekat denganmu,” ucap Tristan dengan suara yang lembut, mencoba memberikan penjelasan atas perilakunya.Stella mengerutkan keningnya, mencoba memahami maksud dari kata-kata Tristan. “Apa maksudmu?” tanya Stella, mencoba mengurai kebingungannya.Tristan mengangguk. “Aku tahu kamu sudah memiliki kekasih,” jawabnya dengan tegas.“Darimana kamu tahu itu?” tanya Stella dengan rasa ingin tahu yang menggebu.“Aku melihatnya sendiri dengan mata kepala aku ketika kalian bersama waktu di festival,” jelas Tristan, mencoba memberikan penjelasan yang memuaskan.Stella terdiam sejenak, mencoba mengingat kejadian tersebut. Pikirannya me

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 38. Melanjutkan yang Sebelumya

    Bibi Ani membuka pintu lemari dengan hati-hati, berusaha mencari selimut yang dia butuhkan. Namun, sebelum dia bisa mencari lebih lanjut, Stella tiba-tiba menghentikannya dengan nada yang panik.“Bibi!” serunya cepat, suaranya bergetar oleh kecemasan yang tiba-tiba muncul.Bibi Ani memalingkan kepalanya ke arah Stella yang berdiri di belakangnya dengan ekspresi heran. “Kenapa, Stella?” tanyanya, mencoba menangkap gelagat yang tidak biasa dari keponakannya.“Bibi mau mengambil selimut, kan? Selimut Bibi ada di tempat tidur.” Stella menunjuk ke arah tempat tidur, di mana selimut masih terlipat rapi.Bibi Ani memandang ke arah tempat tidur, baru menyadari keberadaan selimut yang dimaksud oleh Stella. “Oh ya, selimut itu memang bekas milikku,” gumam Bibi Ani sambil menepuk pelan jidatnya, mengakui kesalahannya karena lupa bahwa selimutnya masih ada di tempat tidur.Stella mengangguk cepat, membenarkan kesimpulan Bibi Ani. “Ya, ini belum dipakai kok, Bibi,” tambahnya sambil menunjuk ke sel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 39. Kancing Piyama

    Stella merangkulkan kedua lengannya dengan santai di leher kokoh Tristan. Dalam keadaan yang intim seperti ini, tatapan matanya yang menenangkan berhasil menembus jantung Tristan, memberinya kelegaan dan ketenangan di tengah-tengah kebingungan yang melanda pikirannya. Tristan merasa hangat oleh kehadiran Stella, dan dia merasakan sentuhan halus rambut wanita itu saat ia menyelipkan sehelai rambut ke belakang daun telinga Stella.“Apa yang ingin kamu lakukan?” tanya Stella dengan suara yang tenang, tetapi pikirannya berkecamuk dengan pertanyaan yang lebih dalam. Apa yang sebenarnya diinginkan Tristan? Apakah tindakannya ini hanya bagian dari candaan ataukah ada sesuatu yang lebih serius di baliknya?Tristan tersenyum melihat ketenangan yang terpancar dari wajah Stella. Dia merasa seperti dia bisa merasa aman dengan wanita ini, seperti bisa menemukan kedamaian di sampingnya. Namun, di balik senyumnya yang ramah, ada kegelisahan yang tidak terungkap di dalam hatinya. Apa yang sebenarnya

Bab terbaru

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 102. Honeymoon

    Keesokan paginya, Stella terbangun dengan sinar matahari yang menyelinap masuk melalui celah-celah tirai kamar. Dia merasa segar setelah tidur nyenyak semalam. Dia menoleh ke samping dan melihat Tristan masih tertidur pulas di sebelahnya. Wajahnya tampak damai dan bahagia. Stella bangkit perlahan dari tempat tidur, berusaha tidak membuat suara yang bisa membangunkan Tristan. Dia berjalan menuju kamar mandi untuk bersiap-siap menghadapi hari baru sebagai seorang istri. Ketika Stella selesai bersiap, dia keluar dari kamar mandi dan menemukan Tristan yang sudah bangun dan sedang duduk di tepi tempat tidur. "Selamat pagi," sapa Tristan dengan senyum lebar. "Selamat pagi," balas Stella sambil menghampiri Tristan dan duduk di sampingnya. "Apa kau tidur nyenyak?" tanya Tristan sambil mengusap lembut rambut Stella yang masih basah. "Ya, terima kasih. Kamu?" balas Stella sambil menatap mata Tristan dengan penuh cinta. "Aku juga. Ini hari pertama kita sebagai suami istri. Apa rencana

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 101. Hot Night

    "Hay Stella," sapa Weni dengan senyum ramah. "Oh, iya, aku hanya kaget saja. Aku pikir kamu tidak akan datang," jawab Stella, yang juga tersenyum ke arah Weni. "Aku pasti datang, Stella. Selamat ya," ucap Weni dengan tulus. Stella dan Tristan memang sempat ragu untuk mengundang Weni ke pernikahan mereka, terutama dengan apa yang terjadi belakangan ini. Weni masih bersikukuh untuk mendapatkan hati Tristan kembali. Namun, Tristan tak goyah dengan pendiriannya untuk terus bersama Stella. Meskipun beberapa orang menentang pernikahan mereka, terutama karena sebelumnya Weni menginginkan pernikahan bisnis dengan Tristan untuk membantu perusahaan yang dikelola Tristan, tapi Tristan tetap menolaknya. Tristan lebih memilih cara lain. Ia bahkan pergi ke luar negeri untuk mengurus semuanya dan bekerja sama dengan perusahaan asing. Setelah kembali ke Indonesia, usaha keras Tristan membuahkan hasil. Ia akhirnya bisa membangun kembali perusahaan keluarganya tanpa harus bergantung pada perni

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 100. Hari Bahagia

    Stella memandangi dirinya dalam cermin, memperhatikan gaunnya yang terlihat begitu indah. Gaun itu berwarna putih gading dengan desain klasik yang elegan. Potongan A-line yang membentuk siluet tubuhnya dengan sempurna, sementara renda halus menghiasi bagian atas gaun, memberikan sentuhan romantis. Tali bahu yang tipis menambahkan kesan anggun, dan ekor gaun yang panjang menambah kemegahan penampilannya. Veil yang panjang menutupi punggungnya, melengkapi penampilan yang sempurna sebagai pengantin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Tristan. Ia tak menyangka bila akhirnya bisa menikah dengan pria yang begitu dicintainya. Stella teringat kembali saat-saat ketika ia dan Tristan pertama kali bertemu kembali di kantor. Waktu itu, Tristan menggantikan Damian sebagai CEO, dan Stella menjadi sekretarisnya. Mereka tak sengaja bertemu di ruang rapat saat Tristan baru saja mengambil alih jabatan. Stella merasa canggung, tapi Tristan dengan senyum hangatnya membuat Stella merasa nyaman. Pe

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 99. Will You Marry Me?

    "Tristan," gumam Stella lirih, matanya sudah berkaca-kaca ketika melihat Tristan yang ada di hadapannya kini. Tristan malam ini tampil begitu menawan dengan kemeja hitam yang pas di tubuhnya dan celana panjang berwarna senada. Rambutnya disisir rapi, dan ia membawa buket bunga mawar merah yang cantik di tangannya. Cahaya lilin yang redup membuat penampilannya terlihat semakin mempesona. "Stella," kata Tristan ketika melihat Stella yang hanya terdiam. "Ini beneran kamu?" tanya Stella, mencoba untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan sekadar ilusi. Tristan mengangguk dan memberikan buket bunga mawar yang cantik kepada Stella. Stella meraih bunga tersebut dengan perasaan kesal. "Jahat," gumamnya. "Jahat?" tanya Tristan sambil mengerutkan keningnya, ia merasa bingung. "Kamu jahat," kata Stella dengan suara serak. "Aku sudah menghubungi bahkan mengirim banyak pesan kepadamu, tapi kamu tidak membalasnya." Tristan tersenyum, lalu mengusap air mata yang jatuh di pipi Stell

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 98. Kejutan

    "Sayang, bangun, ini sudah jam 8 pagi. Apa kamu mau tidur terus?" Safira membangunkan anaknya, Stella, yang masih tidur begitu pulas. Ia mengelus rambut Stella dengan lembut, berharap putri kesayangannya itu bangun. Stella menggeliat ketika merasakan tangan hangat ibunya mengelus rambutnya. "Stella masih ngantuk," gumamnya, yang masih enggan untuk bangun. "Ini udah pagi, Sayang. Mama sudah siapin sarapan, kita sarapan bareng, ya." "Hm, Stella nggak laper," jawab Stella dengan suara serak. "Tadi malam kamu juga makannya cuma sedikit. Sekarang harus makan lagi, ya." "Tapi, Ma ...." "Hust, nurut sama mama, ya. Di luar juga ada seseorang yang ingin bertemu dengan kamu." Stella langsung membuka matanya lebar-lebar ketika ibunya berkata ada seseorang di luar. "Siapa, Ma?" "Temui dia, dia bilang sudah kangen sama kamu." "Mm, iya deh, Ma," ujar Stella sambil bangun dari tidurnya. Ia pun menyingkap selimut dan mulai merapikan rambutnya yang masih berantakan. Namun, ketika Stel

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 97. Desakkan Safira

    "Ya, tiba-tiba ada urusan keluarga yang harus aku selesaikan, dan aku juga mau menemui kamu. Aku nggak bisa tinggal lama di Jakarta," kata Elsa dengan nada menyesal. Stella menghela napas panjang. "Aku mengerti, tapi aku terkejut mendengar itu. Lalu bagaimana dengan pekerjaanmu di Jakarta?" Elsa tertawa kecil. "Tenang, Stella. Aku cuma sebentar di Jogja. Lagi pula, aku ingin memastikan kamu baik-baik saja. Aku sudah kangen sama kamu. Memangnya kamu gak kangen sama aku?" Stella tersenyum lemah. "Hm, ya, aku juga kangen sama kamu." Stella menghela napas lega. "Baiklah. Aku akan menunggumu di sini." "Aku akan segera menemui kamu, Stella. Kita bisa ngobrol banyak hal seperti biasa," ujar Elsa dengan nada meyakinkan. "Baiklah. Jaga diri di perjalanan, ya. Dan segera hubungi aku kalau sudah sampai Jogja," kata Stella dengan suara pelan. "Pasti, Stella. Kamu juga jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa, langsung hubungi aku. Aku selalu siap buat kamu," balas Elsa. "Terima kasih,

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 96. Kabar Dari Elsa

    Safira terlihat sedikit terkejut dengan reaksi Stella, tetapi ia tetap tenang. "Mama hanya ingin yang terbaik untukmu, Sayang. Tristan tidak ada di sini sekarang, dan mama khawatir kamu akan sendirian mengurus semuanya." Stella menggelengkan kepalanya. "Aku tidak butuh orang lain, Ma. Aku bisa mengurus diriku sendiri dan bayiku." Emir yang sedari tadi diam, kini angkat bicara. "Stella, kami hanya ingin memastikan kamu tidak sendirian. Kami tahu ini berat, tapi coba beri kesempatan." Stella mendesah, ia merasa frustrasi, begitu bingung dengan sikap kedua orang tuanya. "Aku sudah bilang, aku tidak butuh orang lain. Aku hanya ingin fokus pada kesehatanku dan bayiku." Safira mencoba mendekati Stella dan memegang tangannya. "Sayang, mama mengerti perasaanmu. Tapi setidaknya, temuilah dia. Tidak ada salahnya berteman, 'kan?" Stella menarik tangannya dari genggaman Safira. "Ma, aku sudah punya Tristan. Meski dia tidak ada di sini sekarang, aku yakin dia akan kembali dan bertanggung jawa

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 95. Rencana Safira

    Stella baru saja selesai mandi dan berjalan ke arah meja. Wanita yang masih mengenakan bathrobe itu segera meraih ponselnya yang ada di atas meja. Ia membuka layar ponselnya dan memeriksa pesan serta panggilan yang masuk. Namun, tak ada satu pun panggilan maupun pesan dari kekasihnya, Tristan. "Apa dia begitu sibuk sampai tak mengabariku?" gumam Stella sambil memandangi ponsel yang ada digenggamannya. Rasa cemas mulai menyelimuti hatinya. Stella pun mencoba untuk menghubungi Tristan, namun ponsel lelaki itu ternyata tidak aktif. Rasa kecewanya semakin bertambah. Akhirnya, Stella memutuskan untuk mencoba menghubungi Dafina, sekretaris Tristan yang ikut pergi ke luar negeri. Ia berharap mendapatkan kabar tentang Tristan dari Dafina. Stella menunggu beberapa saat hingga panggilannya terhubung. "Halo, Dafina?" sapa Stella dengan nada penuh harap. "Halo, Stella. Ada apa?" balas Dafina dari ujung telepon. "Dafina, aku khawatir karena tidak bisa menghubungi Tristan. Ponselnya tid

  • Sekretaris Kesayangan Tuan Tristan   Bab 94. Kembali ke Kampung

    Stella sudah berulang kali menegaskan bahwa ia tidak ingin meninggalkan Jakarta, tapi ibunya tetap saja bersikeras. Safira terus melipat baju-baju Stella dan memasukkannya ke dalam koper dengan cepat. "Ma, aku sudah bilang aku gak mau," rengek Stella, suaranya terdengar putus asa ketika melihat ibunya yang tak berhenti memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Safira menghela napas panjang dan menatap Stella dengan mata penuh kasih sayang. "Sebentar saja, Stella. Memangnya kamu tidak mau melihat adik-adikmu dan papamu di kampung?" Stella menghela napas panjang, ia merasa terpojok. "Baiklah, tapi aku tidak mau Mama membawa semua baju-bajuku. Aku masih punya banyak urusan di sini." Safira tersenyum sedikit, ia merasa senang karena Stella mulai luluh. "Mama hanya membawa beberapa bajumu saja. Sekarang, bersiaplah. Kamu mandi dulu. Mama takut kita akan ketinggalan kereta." Stella mengangguk dengan enggan. "Hm, baiklah." Stella berjalan gontai menuju kamar mandi, merasa berat hati

DMCA.com Protection Status