Seluruh tubuh Amanda menjadi lemas. Tatapan matanya sudah tidak fokus lagi.
"Sabar ya Mbak Manda. Tadi itu saya juga lihat pak Rangga ya, paman mbak Manda yang gembok pintu gerbang itu setelah bertengkar dengan mas Dimas," kata Bu Rita lagi.
Amanda tak mengerti semua yang telah terjadi. Bahkan, tadi pagi sebelum dia berangkat kerja, semuanya masih baik-baik saja."Terimakasih Bu Rita, saya akan ke rumah sakit sekarang" kata Manda yang langsung berpamitan dengan menggenggam tangan Bu Rita lalu pergi.Amanda masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu.Setelah Amanda pergi, datanglah ibu lain menghampiri Bu Rita."Ngapain masih dikasihani sih Bu Rita? Sudah jelas kan keluarga ini tuh gak baik! Ayahnya di tangkap karena kasus pelenyapan, bahkan katanya tadi dia mengambil semua aset saudaranya sendiri. Jangan dekat dekat sama mereka Bu Rita. Nanti ketularan apes, itu si Dimas langsung ditinggalkan sama anak bininya. Bu Teresa jantungan, ngeri Bu Rita. Jauh-jauh deh dari keluarga yang lagi kena apes begini!" kata wanita paruh baya itu pada Bu Rita."Jangan bicara begitu Bu Siska. Keluarga pak Roy sangat baik. Ini cobaan bagi mereka, saya yakin kok pak Roy pasti di fitnah seperti kata Bu Teresa tadi, kita dengar kan tadi Bu Teresa bilang begitu..""Halah, jaman sekarang orang mah pinter bu Rita. Orang jahat pakai topeng biar kelihatan baik banyak Bu Rita. Buktinya di depan mata, mereka semua di usir karena sudah makan harta saudaranya sendiri!" kata Siska dengan ekspresi wajah begitu julid.Sementara itu Amanda sedang bergegas menuju ke rumah sakit yang paling dekat dengan rumahnya. Begitu sampai di sana, dia langsung menepikan mobilnya dengan cepat. Dia juga turun dari mobil dengan cepat. Pakaiannya sudah tidak lagi rapi, tapi dia tidak perduli akan hal itu. Yang dia khawatirkan hanya bagaimana kondisi ibunya."Permisi, suster..." Amanda bahkan bicara dengan suara yang terdengar begitu gemetaran."Iya mbak, ada yang bisa saya bantu?" tanya suster yang menjaga pusat informasi itu dengan ramah."Suster ada pasien atas nama Teresa Deviana?" tanya Amanda."Oh, pasien barusan di bawa ke UGD. Di sebelah sana" tunjuk suster penjaga pusat informasi itu."Terimakasih suster"Amanda langsung bergegas menuju tempat yang tadi di tunjuk oleh petugas yang berada di pusat informasi. Saat Amanda berlari ke tempat itu, dia melihat pak Sarip, Inem dan Dimas yang berada di depan ruang UGD."Mas..." panggil Amanda pada kakaknya."Kamu kemana saja, ibu dan ayah..." Dimas tak bisa meneruskan ucapannya. Matanya sudah merah dan sembab. Kondisinya tak kalah kacau dari Amanda.Dimas bahkan terkulai lemas di lantai."Mas, maafkan aku. Aku baru bisa membaca pesan pak Sarip...""Ibu terkena serangan jantung Manda. Ayah di penjara" lirih Dimas yang begitu terpukul dengan apa yang terjadi pada keluarganya.Amanda kembali mengalirkan air matanya. Kali ini begitu deras."Paman Rangga menipu ayah, rumah mobil dan perusahaan di ambil alih olehnya. Ayah tidak bisa membela diri, ayah terkejut saat paman Rangga menunjukkan tanda tangan ayah di dokumen penyalahgunaan aset dari kakek. Diana dan Revan juga meninggalkan aku... Kita hancur Manda, keluarga kita sudah hancur"Amanda menatap sedih dan perih pada kakaknya. Kakak yang biasanya kuat dan menguatkannya. Menangis dan begitu putus asa.Amanda juga tidak bisa menghentikan tangisnya. Dalam beberapa jam saja, kehidupannya yang bahagia, keluarganya yang bahagia menjadi hancur seperti ini."Selamat sore"Sebuah suara membuat Amanda mengalihkan pandangannya dari Dimas."Bagaimana keadaan ibu saya dokter?" tanya Amanda menghampiri seorang dokter yang baru keluar dari ruang UGD."Pasien kritis, pasien mengalami serangan jantung tingkat medium. Namun kondisi pasien sepertinya sangat drop. Jika dalam 5 jam ke depan pasien tidak di operasi. Pasien mungkin tidak akan bisa selamat" jelas dokter itu yang membuat suara tangis Dimas terdengar semakin memilukan.Air mata Amanda kembali menggenang, kembali jatuh dan mengalir."Tolong segera urus biaya administrasi untuk operasinya, secepatnya di operasi kemungkinan pasien untuk selamat akan semakin tinggi" tambah dokter itu lagi.Amanda langsung mengangguk, meski dia tidak tahu akan kemana mencari biaya untuk operasi ibunya. Dia hanya mengangguk.Dokter itu pergi, Dimas tampak semakin putus asa."Kalau sana paman sialann itu tidak mengambil harta ayah. Kita bisa membayar biaya operasi ibu, sekarang bagaimana. Aku tidak punya apa-apa. Mobilku sudah di ambil paman sialann itu juga" kata Damar yang semakin putus asa."Non, pak Sarip dan bi inem punya tabungan. 5 atau 6 juta mungkin..."Air mata Amanda kembali mengalir deras. Tapi dia ingat masih punya mobil. Dia akan menjual mobilnya saja."Tidak perlu pak Sarip, Bi inem. Aku akan jual mobilku saja. Tolong jaga mas Dimas ya bi" kata Amanda yang langsung bergegas pergi.Amanda membawa mobilnya ke tempat dimana bisa menjual kendaraan dengan cepat."Mau di jual berapa?" tanya petugasnya."400 juta" kata Amanda cepat.Sebenarnya itu sangat jauh dari pasaran. Tapi dia membutuhkan uang itu secepatnya. Yang operasi ibunya 250 juta, sisanya mungkin dia akan membayar pengacara untuk ayahnya."Berikan surat-suratnya, kami akan periksa" kata petugas itu yang sepertinya setuju dengan harga yang di tawarkan oleh Amanda.Setelah beberapa kali memeriksa, petugas itu malah memandang Amanda dengan tatapan curiga cenderung aneh."Maaf, kami tidak bisa membeli mobil itu. Mobil ini dalam sengketa" jelas petugas itu.Tentu saja Amanda terkejut bukan main. "Maksudnya dalam sengketa bagaimana? mobil ini milikku. Lihat namanya atas namaku Amanda Deviana" jelas Amanda."Mobil ini masuk dalam aset yang di salahgunakan. Ini terdaftar milik Rangga Djatmiko. Lihat ini!" kata petugas itu menunjukkan layar monitornya pada Amanda."Saranku kembalikan saja mobil itu pada pemiliknya. Kalau terus anda gunakan, mungkin anda malah akan terjerat pasall pencurian. Dan kalau di jual kemana juga tidak akan ada yang membelinya nona, kecuali yang menjualnya pak Rangga Djatmiko, atau atas surat kuasa beliau" jelas petugas itu.Sepertinya pria muda itu cukup baik, sampai mau menjelaskan semua itu pada Amanda.Amanda tertunduk lesu, pamannya benar-benar jahat. Sekarang dia harus kemana.Amanda yang tidak tahu harus apa, mencoba untuk menemui ayahnya. Siapa tahu ayahnya punya seorang teman yang bisa meminjamkannya uang untuk membayar biaya operasi ibunya.Amanda pun pergi ke kantor polisi. Dia bertemu dengan ayahnya. Amanda menangis sejadi-jadinya. Dia mengatakan kondisi ibunya pada ayahnya yang juga hanya bisa menangis."Maafkan ayah nak...""Aku tahu ayah di jebak. Pasti ayah di fitnah" Isak tangis Amanda semakin pecah."Ayah tidak tahu apa mereka bisa menolong ayah setelah kasus ini, ayah akan coba menghubungi beberapa rekan ayah" kata Roy yang terlihat sangat sedih dan lelah. Suaranya bahkan begitu parau.Tapi usahanya percuma. Ketika mereka meminta ijin pada petugas untuk menggunakan telepon. Tidak ada satupun rekan Roy yang mau membantu karena kasus Roy memang kasus yang berat. Pelenyapan."Maafkan ayah" lirih Roy yang terdengar sangat putus asa.Namun meski merasakan perasaan yang sama. Amanda tidak mau membuat ayahnya putus asa."Ayah, percayalah. Aku akan menemukan caranya" kata Amanda.Amanda bertemu dengan petugas, dan Amanda sangat terkejut, ketika mendengar hukuman yang akan di terima oleh sang ayah."Hu... hukuman mati?" Mata Amanda kembali meneteskan air mata. Amanda benar-benar sangat lemas."Ini kasus pelenyapan nona!" jawab petugas itu lagi.Langkah Amanda benar-benar terasa sangat berat saat dia keluar dari kantor polisi. Ibunya harus di operasi dalam 3 jam lagi. Dan ayahnya terancam hukuman mati. Rasanya jantung Amanda tak kuat lagi berdetak, nafasnya tercekat di tenggorokan."Amanda"Suara seseorang membuat Amanda menoleh dengan lemas. Tapi saat melihat orang itu, mata Amanda melebar."Pak Marko" ucap Amanda pelan.Marko adalah asisten pribadi Samuel Watson. Atasan Amanda.***To be continued...Amanda berjalan di belakang Marko. Meski sudah mengatakan kalau Amanda berhenti dari perusahaan dan pekerjaannya sebagai sekertaris CEO Sam. Tetap saja Marko bilang, Amanda harus ikut dengannya karena Sam ingin bertemu dengannya. Amanda sempat bingung dan terkejut, karena Marko tidak membawanya ke kantor. Melainkan ke sebuah apartemen. Tapi karena Marko bilang, jam kerja memang sudah berakhir. Maka hal itu masuk akal bagi Amanda. Amanda pun kembali mengikuti Marko. Sampai mereka berhenti di lantai 29 di depan sebuah unit yang terlihat sangat besar dan mewah. "Bos ada di dalam. Aku hanya akan mengantarmu sampai di sini!" kata Marko yang lantas berbalik dan pergi. Amanda menekan bel yang ada di samping pintu. Dan berdiri di depan kamera di atas bel itu. Tak lama, pintu itu terbuka secara otomatis. Amanda masuk ke dalamnya, dan pintu itu tertutup juga secara otomatis. Amanda sempat menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah belakang. Suasananya sepi sekali, seperti tak berpenghuni.
Samuel melepaskan Amanda dengan perasaan yang cukup kecewa. Sejujurnya Samuel menginginkan lebih dari itu. Tapi dia tahu Amanda adalah orang yang memiliki prinsip, ada yang menyentuhnya saja, dia akan sangat marah dan segera menjauh dari orang itu. Pernah satu waktu ada sekarang karyawan yang mengganggunya, dia benar-benar tidak bertoleransi sedikitpun dan langsung menegur karyawan itu di depan semua orang. Hanya saja, yang Samuel tahu adalah, seseorang tidak akan perduli lagi pada prinsipnya jika menyangkut orang yang dia cintai. Amanda sangat mencintai keluarganya, dan sekarang keluarganya berada dalam kesulitan. "Pergilah, kodenya 9****6" kata Samuel yang kembali berbalik membelakangi Amanda dan meraih gelas minumannya dan meminumnya. Amanda merapikan pakaiannya, dan menurunkan roknya yang sempat terangkat karena ulah Samuel. "Baik pak, permisi." Amanda masih berusaha bersikap seperti biasa pada Samuel. Meski hatinya sedang sangat bergemuruh saat ini. Mana dia pernah menyangk
Setelah hampir empat jam menunggu di depan ruang operasi. Akhirnya lampu yang menyala di atas ruang operasi itu padam. Amanda dan Dimas, bahkan kedua asisten rumah tangga mereka segera menghampiri dokter yang keluar dari ruangan operasi tersebut dengan perasaan yang khawatir bercampur cemas. "Bagaimana ibu saya dok?" tanya Dimas yang wajahnya benar-benar terlihat lelah, sembab dan tidak segar sama sekali. Amanda juga sangat berharap dokter itu mengatakan sesuatu yang baik tentang ibunya. "Operasinya berhasil..."Amanda dan Dimas, pak Sarip juga bi Inem langsung terlihat menghela nafas lega. Amanda bahkan memejamkan matanya dan memegang dadanya karena merasa seperti salah satu beban berat di dadanya yang membuat dia tidak bisa bernafas dengan bebas itu terlepas. Meski tidak semuanya hilang, dia merasa beban itu berkurang. "Alhamdulillah" ucap syukur pak Sarip dan bi Inem. "Pasien sudah melewati masa kritis. Dan sekarang kondisinya sudah lebih baik. Akan tetapi harus tetap di temp
Amanda menatap ke arah Samuel yang mengatakan semua itu dengan begitu santai. Kenapa dia harus menikah dengan pria berdarah dingin seperti itu? Tapi kalau tidak menikah dengan Samuel, mungkin ibunya tidak akan selamat, dan sebenarnya bukan mungkin. Tapi pasti ibunya tidak akan selamat. Dan ayahnya, harus menanggung hukuman akibat kesalahan yang tidak pernah dia buat.Saat Amanda terdiam, tatapan mata Samuel yang sepertinya sudah tidak sabar menyentuh istri baru yang akan menjadi istri simpanannya, yang bahkan hanya dia, Amanda dan Marko saja yang mengetahui hal itu, begitu tajam dan terkesan seperti serigala kelaparan membuat Amanda merinding. "Aku tidak perlu mengulangnya kan Amanda?" ucapan Samuel mulai terdengar tidak sedatar tadi. Nadanya mulai meninggi. Amanda menundukkan kembali wajahnya. Dan melepaskan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya sampai benar-benar polos. Rasanya sangat malu, Amanda bahkan ingin menangis. Setelah semua pakaiannya terlepas, Amanda meletakkan tan
Amanda masih berusaha membuka matanya, tubuhnya serasa remuk, dan bagian intinya lebih parah. Rasanya kebas dan sepertinya bengkak. Saat Amanda menyentuhnya, ternyata benar, sangat perih dan sedikit membengkak. Amanda rasanya tak kuasa untuk bangkit dari tempat tidur itu. Tapi saat dia melihat jam di dinding, itu sudah jam 1 siang. Dia juga tidak melihat kehadiran Samuel di kamar itu. Tapi di sampingnya, di samping persis dia tidur. Ada beberapa paper bag dan sebuah memo sepertinya. Dengan tulisan yang agak besar 'Sebelum jam 2, kamu harus sudah sampai di resto D'Sas di depan apartemen. Jika tidak, lihat apa yang akan aku lakukan padamu'Mata Amanda melebar. Pria bernama Samuel Watson itu manusia atau bukan sih? itu yang ada di pikiran Amanda. Mau turun dari tempat tidur saja susah, bagaimana bisa dalam satu jam, Amanda mandi, ganti pakaian dan berjalan menuju ke restoran di depan apartemen. Alih-alih mengikuti perintah Samuel. Amanda memilih berbaring kembali dengan menjatuhkan tu
Dengan langkah yang lumayan sulit, Amanda berusaha sampai di ruangannya untuk mengambil ponselnya sebelum jam 3. Karena di jam itu, dia sudah harus berada di ruangan meeting. Tapi begitu Amanda sampai di ruangannya, dia bahkan tidak menemukan ponselnya di manapun. Seingatnya, Samuel mengatakan padanya kalau ponselnya ada di ruangannya. Tidak bisa menemukan ponselnya, Amanda coba menghubungi ponselnya. Dan anehnya, ada yang menerima panggilan itu. "Halo, selamat siang," sapa Amanda. [Ponselmu ada padaku, ambil jika kamu menginginkan nya. Tapi sebelum itu, ambil semua laporan dari divisi produksi, jika sampai jam 3 belum sampai di ruang rapat. Jangan harap bisa mendapatkan kembali ponselmu] Tut Tut TutDan panggilan itu terputus. Amanda memejamkan matanya dan menghela nafasnya panjang. Pria itu bahkan memintanya berjalan ke divisi produksi, yang jaraknya lumayan jauh. Tapi Amanda membutuhkan ponselnya. Banyak file yang tersimpan di sana, banyak foto keluarganya, momen-momen yang
"Pengantin baru ya?" tanya dokter Miska pada Amanda. Amanda terdiam, memangnya apa yang harus dia katakan. Apa dia harus bilang iya, kalau dia adalah pengantin baru, tapi pernikahannya bahkan tidak boleh di ketahui oleh siapapun. Lantas bagaimana mungkin dia mengatakan semua itu. Amanda hanya diam, dan itu sudah membuat dokter Miska memahami segalanya. "Baiklah, tidak masalah. Aku pikir, itu privasi masing-masing di antara kalian. Hanya saja, kalau aku boleh memberi saran. Katakan pada pasanganmu, agar jangan terlalu brutall seperti itu! dan kamu nona, jangan biarkan di perlakukan seperti itu. Kalau sampai infeksi, atau peradangannya makin parah, kan kamu yang rugi." jelas dokter Miska. Amanda hanya bisa mengangguk paham. Dan mengucapkan terimakasih pada dokter itu. Amanda baru akan pergi setelah Marko masuk ke dalam ruangan dokter Miska bersama Kevin. "Rawat inap saja" kata Marko pada dokter Miska. "Aku sudah menawarkannya, tapi nona Amanda mengatakan tidak perlu" jawab dokter
Remuk redam rasanya tubuh Amanda, dia bahkan tak bisa merasakan apapun di bagian bawahnya. Dengan posisi terbaring, dia melihat ke arah Samuel yang sedang mengenakan pakaiannya kembali. Bahkan untuk menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, Amanda begitu susah payah. Ketika dia berhasil melakukan itu, dan menutupi tubuhnya. Tangannya kembali terkulai lemas di atas tempat tidur. Amanda memiringkan tubuhnya membelakangi Samuel dan pintu keluar. Setelah berpakaian rapi, Samuel menoleh sekilas ke arah Amanda. "Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu. Jangan pernah menerima tawaran dari pria manapun untuk mengantarmu. Atau kamu akan menerima akibat yang lebih dari ini. Nanti malam adalah ulang tahun ibu mertuaku. Carikan hadiah untuknya, dan cari juga pakaian untukku" Setelah mengatakan itu, Samuel pergi dari ruangan istirahatnya dan menutup pintu. Amanda hanya memejamkan matanya, rasanya dia sudah seperti budakk saja. Di bayar, dan harus menurut pada apapun yang di kat
"Papa.""Revan sayang." Diana panik, anak kesayangannya demam sejak kemarin. Padahal Diana sudah membawa Revan ke rumah sakit. Tapi demamnya tak kunjung reda, bahkan Revan terus mengigau memanggil papa, papa dan papa terus. "Bawa ke rumah sakit saja, Diana!" kata Tajuddin, ayahnya Diana. "Iya Diana, bawa saja Revan ke rumah sakit. Ayo!" kata Santi, mamanya Diana. Diana menggendong Revan dan membawa anaknya itu ke rumah sakit. Padahal, Revan itu sakit karena sangat merindukan papanya, sangat rindu pada Dimas. Ikatan ayah dan anak itu sangat kuat, di tempatnya berada, Dimas juga sangat merindukan Revan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Biasanya setiap sebelum berangkat kerja, dan setelah pulang kerja, Dimas selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Revan. Tentu saja beberapa hari tidak bertemu ayahnya, Revan merasa sangat rindu. Bahkan saat Dimas ke rumah orang tua Diana untuk bertemu dengan Revan. Santi bersikeras tidak memperbolehkan Dimas bertemu dengan anaknya. Sam
Di sebuah klub malam ternama, di mana hanya orang-orang yang memiliki kartu akses sebagai member saja yang bisa masuk ke dalam klub tersebut. Dan untuk bisa memiliki kartu itu juga tidak mudah. Setidaknya orang-orang yang ingin menjadi member klub malam itu harus memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas seratus juga. Karena klub malam itu adalah klub malam eksklusif yang semua peralatan yang berada di dalamnya adalah peralatan-peralatan premium. Bahkan furniture yang ada di dalamnya juga furniture yang sangat mahal dan desain-desain designer ternama. Belum lagi makanan dan minuman yang tersedia di sana. Setidaknya setiap member bisa menghabiskan belasan juta untuk segelas minuman saja. Para bartender juga bukan orang-orang biasa, mereka adalah bartender dengan keahlian dan skill yang luar biasa. "Anda sudah mabuk nyonya, sebaiknya jangan pesan minuman lagi? kata Anda tidak akan bisa menyetir saat pulang nanti" kata seorang bertanya tampan yang sejak tadi melayani minuman yang
"Suamiku bilang dia ke luar kota? kemana dia? kota mana?" Marko mendongak ketika dia mendengar sebuah suara yang familiar di samping meja kerjanya. Marko dengan cepat berdiri ketika Regina melihat ke arahnya dengan kesal. "Aku tidak perlu bertanya hal yang sama dua kali kan, Marko?"Regina mempertajam tatapannya pada Marko. "Bos pergi ke Bali, Nyonya" jawab Marko jujur. Marko memang tidak berbohong, tapi Bali itu luas. Hotel di sana sangat banyak, resort di sana juga tidak terhitung. Jadi, meskipun Marko memang mengatakan kalau bosnya pergi ke Bali dan itu memang benar, belum tentu juga Regina bisa menemukan bosnya itu dimana. Marko saja tidak tahu, karena memang dia hanya ditugaskan untuk memberikan tiket dari Jakarta ke Bali saja. Setelah sampai di bandara, bosnya mengatakan akan mengirim pesan pada Amanda dia harus kemana. "Jangan membuatku kesal Marko. Bali itu besar, aku harus mencarinya dimana?" wajah Regina sudah menunjukkan tanda-tanda akan mengamuk sepertinya. "Aku tida
Amanda sudah tiba di hotel, yang alamatnya sudah di kirimkan oleh Samuel padanya. Amanda masuk ke dalam hotel itu dan langsung menuju ke kamar hotel dimana Samuel saat ini berada. Amanda mengetuk pintu kamar hotel itu, tak lama kemudian Samuel membuka pintu kamar itu dan menyuruh Amanda masuk ke dalam. "Bagaimana perjalanan mu?" tanya samuel. Amanda tertegun sejenak, sejak kapan bosnya itu menjadi orang yang perduli padanya seperti itu. Biasanya mau itu perjalanan yang lebih jauh daripada perjalanan ke luar kota seperti ini. Bosnya itu tidak akan pernah bertanya bagaimana perjalanan yang telah di lalui Amanda. Biasanya bosnya itu malah cenderung akan marah kalau Amanda terlambat datang. Padahal, keterlambatannya bukan disengaja melainkan terkadang pesawat yang digunakan mengalami delay, atau taksi yang dia pakai di jalan mengalami kemacetan. Tapi, biasanya Samuel akan tetap marah dan menegur Amanda. Samuel memang di kenal sangat tegas, meskipun sekertarisnya wanita yang tentu saj
"Kakak...""Maafkan aku Amanda, aku hanya bisa menambah masalah saja. Kamu pasti tidak mengeluarkan uang sedikit untuk menjamin ku keluar. Sedangkan uang itu harusnya kamu gunakan untuk membayar pengacara ayah. Aku anak tertua, tapi sangat tidak berguna!" Dimas menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa menjadi anak tertua yang tidak berguna. Dia bahkan memperburuk situasi yang ada. Membuat Amanda harus mengeluarkan uang lebih untuk membebaskannya. Amanda mengusap lengan kakaknya dengan lembut. Siapa yang bisa menyalahkan seorang ayah yang sangat merindukan anaknya. "Aku mengerti perasaan mu kak. Kamu sangat rindu pada Revan, aku juga. Tapi kakak tahu ibunya kak Diana itu seperti apa kan? kakak harus bangkit, kakak harus tunjukkan pada ibu mertua kakak, kalau kakak bisa kembali sukses dan kembali membuat kehidupan kak Diana dan Revan berkecukupan seperti dulu. Kakak pasti bisa." kata Amanda menyemangati kakaknya. Meski dalam hatinya sendiri, Amanda bahkan tidak yakin kalau mereka aka
Amanda bisa melihat semua orang sedang memperhatikan mereka, dirinya dan juga Mason. Amanda akan sangat tidak sopan, kalau sampai menolak Mason dan pergi dari tempat ini. Bukan hanya akan membuat malu Mason. Tapi pasti akan membuat dirinya di musuhi dan di anggap sombong juga tidak sopan oleh seluruh keluarga Carter. Sementara kalau melihat ke arah Samuel. Tatapan pria itu mungkin bisa menusuknya karena memang begitu tajam. Rahang pria itu tampak mengeras, jelas sekali tidak memperbolehkan Amanda berdansa dengan Mason. "Amanda, would you like to dance with me?" Tanya Mason begitu sopan. Amanda masih sangat bingung, yang akan membantunya adalah Samuel, bukan Mason, apa yang harus dia lakukan?Amanda menyatukan kedua telapak tangannya dan meminta maaf di depan Mason. "Maaf, aku tidak bisa berdansa denganmu. Aku tidak pantas. Maafkan aku!" kata Amanda yang langsung berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan acara itu. Samuel tampak merenggangkan dasinya. Tadinya kalau Amanda meneri
"Sepertinya kamu salah paham kakak ipar...""Aku tidak bicara padamu Mason!" sela Samuel dengan tatapan yang sangat tajam pada Mason. Amanda mundur menjauh dari Mason. "Mana hadiah untuk ibu mertuaku?" Yahya Samuel pada Amanda. "Ini pak" kata Amanda memberikan paper bag yang dia bawa pada Samuel. Samuel meraih paper bag itu."Ambil minuman untukku!" perintah Samuel pada Amanda. "Baik pak!" jawab Amanda dengan cepat. Mason yang melihat perlakukan Samuel pada Amanda sangat tidak tega. Samuel memang sangat galak, kasar dan dingin. Pantas saja tidak ada sekertaris yang sanggup bertahan lebih dari satu tahun kecuali Amanda. "Permisi Mason...""Amanda, kamu tidak perlu mengambilkan minuman itu. Aku akan minta pelayan yang melakukannya." ujarnya pada Amanda. "Tidak perlu Mason, terimakasih atas niat baikmu. Tapi, pak Sam akan lebih marah padaku kalau pelayan yang membawakan minuman untuknya" kata Amanda yang pergi dari sana dengan cepat lalu menuju ke mini bar yang ada di tempat itu.
"Ini pakaian anda pak, dan ini hadiah untuk ibu mertua anda," kata Amanda yang meletakkan pakaian yang terbungkus rapi dengan hangernya itu di sandaran sofa. Dan sebuah paper bag yang berisi set perhiasan untuk ibu mertua Samuel di atas meja kerja Samuel. "Saya permisi." Setelah mengatakan itu Amanda berjalan mundur lalu berbalik hendak keluar. "Sidik jari ayahmu di temukan di stik golf yang di gunakan untuk menghabisi nyawa Yossy Dibyo, kamu yakin bukan ayahmu yang melakukan pelenyapan itu?" tanya Samuel. Amanda menghentikan langkahnya, dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan dari Samuel. Amanda berbalik dan menghampiri Samuel. "Ayah tidak melenyapkan om Yossy, pak. Mereka teman, mereka sering bermain golf bersama," jelas Amanda. "Tapi di malam tewasnya Yossy Dibyo, rekaman CCtv menunjukkan ayahmu yang terakhir pergi ke rumahnya. Di saat keluarganya sedang berada di luar kota. Untuk apa ayahmu datang kesana?" tanya Samuel lagi. Amanda terdiam, dia tidak tahu semua
Remuk redam rasanya tubuh Amanda, dia bahkan tak bisa merasakan apapun di bagian bawahnya. Dengan posisi terbaring, dia melihat ke arah Samuel yang sedang mengenakan pakaiannya kembali. Bahkan untuk menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, Amanda begitu susah payah. Ketika dia berhasil melakukan itu, dan menutupi tubuhnya. Tangannya kembali terkulai lemas di atas tempat tidur. Amanda memiringkan tubuhnya membelakangi Samuel dan pintu keluar. Setelah berpakaian rapi, Samuel menoleh sekilas ke arah Amanda. "Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu. Jangan pernah menerima tawaran dari pria manapun untuk mengantarmu. Atau kamu akan menerima akibat yang lebih dari ini. Nanti malam adalah ulang tahun ibu mertuaku. Carikan hadiah untuknya, dan cari juga pakaian untukku" Setelah mengatakan itu, Samuel pergi dari ruangan istirahatnya dan menutup pintu. Amanda hanya memejamkan matanya, rasanya dia sudah seperti budakk saja. Di bayar, dan harus menurut pada apapun yang di kat