Drrt!
Ponsel Amanda Deviana bergetar kala rapat.
Gadis itu lantas melihat sekilas ke arah ponselnya yang menunjukkan panggilan dari asisten rumah tangganya.
Sayangnya, Amanda sedang berada dalam sebuah rapat penting bersama dengan bosnya.
Buru-buru dirinya mematikan panggilan meskipun sangat ingin menerima panggilan telepon itu yang anehnya terus saja berlanjut.
Jadi begitu rapat selesai, Amanda buru-buru mencari ponselnya lagi.
Namun baru saja akan membuka notifikasi, atasannya sudah menegurnya, "Lain kali, lebih fokus. Kamu bahkan lupa melewatkan dua baris kalimat tuan Agra tadi,"
"Ma--maafkan saya pak. Akan saya perbaiki," kata Amanda, penuh hormat, pada Sam.
Hanya saja, pria tampan itu tak meresponsnya dan langsung keluar dari ruangan rapat bersama dengan asisten pribadinya.Amanda menghela napas panjang. Sam memang seperti itu.
Untungnya, gaji Amanda setimpal dengan pekerjaanya.
Diputuskannya untuk merapikan dokumen yang masih ada di ruangan rapat agar dapat menyusul kedua orang tadi.
Hanya saja...
Brukkk
Dokumen yang dirapikan oleh Amanda terjatuh begitu saja di lantai kala menemukan pesan yang dikirim oleh asisten rumah tangganya.Air mata wanita cantik itu bahkan mengalir begitu deras di pipinya."Ayah.. ayah!"
Panik, Amanda merapikan semua dokumen yang jatuh lalu bergegas menuju ke ruangan atasannya.Diketiknya pintu ruangan bosnya dengan terburu-buru--membuat si pemilik ruangan terlihat kesal.
"Apa kamu pikir aku tuli?" pekik Sam yang memang di kenal begitu galak dan dingin."Maafkan saya pak, saya... saya minta ijin hari ini ya pak. Keluarga saya..."Amanda bingung menceritakan darimana. Tapi dia menerima pesan yang mengatakan kalau terjadi hal yang sangat buruk pada keluarganya."Kamu pernah baca kontrakmu tidak?" tanya Sam yang sudah jelas sangat tegas pada semua karyawannya.Amanda sangat bingung, sampai pada akhirnya dia tidak bisa menahan tangisnya lagi. "Saya baca pak, tapi ayah saya... ""Kalau kamu meninggalkan pekerjaanmu, itu artinya kamu melanggar kontrak," sela Sam. Ekspresi wajah pria itu bahkan begitu tegas, dan tidak tersirat sedikitpun ada rasa iba sepertinya pada sekertaris yang sudah bekerja lebih dari dua tahun dengannya itu.Amanda mencoba menenangkan diri.Dia sangat menyukai pekerjaannya, tapi keluarganya saat ini sangat membutuhkannya.
"Maafkan saya pak, kalau begitu hari ini adalah hari terakhir saya bekerja sebagai sekertaris Pak Sam," kata Amanda langsung berbalik.Dia hendak keluar dari ruangan Samuel, tapi ucapan pria itu menghentikan langkahnya.
"Kalau begitu siapkan pengacaramu besok, dan uang penalti pelanggaran kontraknya juga. Aku yakin kamu tahu jumlahnya berapa kan?"Deg!
Amanda memang mengenal bosnya itu sangat tegas dan galak. Tapi saat Sam berkata seperti itu, rasanya Amanda begitu sedih.Wanita itu selalu berada di sisi Sam setiap pria itu menghubunginya untuk mengerjakan pekerjaan, mengatur ulang semua jadwal yang tersusun rapi, bahkan menyingkirkan tissue kotor di atas meja saja.
Jam kerja wanita itu juga tak pasti.
Bila jam 5 subuh Sam menghubunginya dan memintanya datang ke kantor, dia akan langsung datang. Atau jam 1 malam kalau Sam menghubunginya dan memintanya membelikan capuccino hangat dengan suhu tidak boleh lebih dari 28 derajat, Amanda selalu berangkat dan mencari sampai ketemu kafe yang masih buka di jam itu.
Ternyata kesetiaannya sebagai pegawai, tak dianggap.Amanda lantas menyeka air matanya yang tak sadar turun dan kembali melangkah tanpa bicara lagi.
Di sisi lain, Sam tampak melemparkan dokumen yang dia buka dari atas meja ke lantai. Tangannya juga mengepal kesal.****"Pak... pak satpam!" teriak Amanda, panik, begitu sampai di rumah.
Tubuh wanita itu bahkan sudah gemetaran karena beberapa kali saat di jalan dia hampir saja menabrak mobil yang ada di depannya dan menerobos lampu merah.
Di pikirannya hanyalah bagaimana keadaan ayahnya, kakaknya, dan ibunya yang mendadak didatangi polisi.
Hanya saja, mengapa pagar rumahnya sudah terkunci dengan gembok yang begitu besar?
Amanda berusaha menggedor pintu gerbang.
Namun, seorang tetangga yang sepertinya mengetahui apa yang terjadi di rumahnya siang ini tiba-tiba datang. "Mbak, mbak Manda!"
Amanda menoleh ketika namanya dipanggil oleh wanita paruh baya yang dikenal keluarganya dengan baik."Bu Rita?"
"Mbak, tadi ibunya dijemput ambulance. Kayaknya dibawa ke rumah sakit sama Mas Dimas. Kalau pak Roy, sepertinya dibawa polisi. Tadi naik mobil polisi mbak, tangannya diborgol..."
"Diborgol?!"Seluruh tubuh Amanda menjadi lemas. Tatapan matanya sudah tidak fokus lagi."Sabar ya Mbak Manda. Tadi itu saya juga lihat pak Rangga ya, paman mbak Manda yang gembok pintu gerbang itu setelah bertengkar dengan mas Dimas," kata Bu Rita lagi. Amanda tak mengerti semua yang telah terjadi. Bahkan, tadi pagi sebelum dia berangkat kerja, semuanya masih baik-baik saja. "Terimakasih Bu Rita, saya akan ke rumah sakit sekarang" kata Manda yang langsung berpamitan dengan menggenggam tangan Bu Rita lalu pergi. Amanda masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu. Setelah Amanda pergi, datanglah ibu lain menghampiri Bu Rita. "Ngapain masih dikasihani sih Bu Rita? Sudah jelas kan keluarga ini tuh gak baik! Ayahnya di tangkap karena kasus pelenyapan, bahkan katanya tadi dia mengambil semua aset saudaranya sendiri. Jangan dekat dekat sama mereka Bu Rita. Nanti ketularan apes, itu si Dimas langsung ditinggalkan sama anak bininya. Bu Teresa jantungan, ngeri Bu Rita. Ja
Amanda berjalan di belakang Marko. Meski sudah mengatakan kalau Amanda berhenti dari perusahaan dan pekerjaannya sebagai sekertaris CEO Sam. Tetap saja Marko bilang, Amanda harus ikut dengannya karena Sam ingin bertemu dengannya. Amanda sempat bingung dan terkejut, karena Marko tidak membawanya ke kantor. Melainkan ke sebuah apartemen. Tapi karena Marko bilang, jam kerja memang sudah berakhir. Maka hal itu masuk akal bagi Amanda. Amanda pun kembali mengikuti Marko. Sampai mereka berhenti di lantai 29 di depan sebuah unit yang terlihat sangat besar dan mewah. "Bos ada di dalam. Aku hanya akan mengantarmu sampai di sini!" kata Marko yang lantas berbalik dan pergi. Amanda menekan bel yang ada di samping pintu. Dan berdiri di depan kamera di atas bel itu. Tak lama, pintu itu terbuka secara otomatis. Amanda masuk ke dalamnya, dan pintu itu tertutup juga secara otomatis. Amanda sempat menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah belakang. Suasananya sepi sekali, seperti tak berpenghuni.
Samuel melepaskan Amanda dengan perasaan yang cukup kecewa. Sejujurnya Samuel menginginkan lebih dari itu. Tapi dia tahu Amanda adalah orang yang memiliki prinsip, ada yang menyentuhnya saja, dia akan sangat marah dan segera menjauh dari orang itu. Pernah satu waktu ada sekarang karyawan yang mengganggunya, dia benar-benar tidak bertoleransi sedikitpun dan langsung menegur karyawan itu di depan semua orang. Hanya saja, yang Samuel tahu adalah, seseorang tidak akan perduli lagi pada prinsipnya jika menyangkut orang yang dia cintai. Amanda sangat mencintai keluarganya, dan sekarang keluarganya berada dalam kesulitan. "Pergilah, kodenya 9****6" kata Samuel yang kembali berbalik membelakangi Amanda dan meraih gelas minumannya dan meminumnya. Amanda merapikan pakaiannya, dan menurunkan roknya yang sempat terangkat karena ulah Samuel. "Baik pak, permisi." Amanda masih berusaha bersikap seperti biasa pada Samuel. Meski hatinya sedang sangat bergemuruh saat ini. Mana dia pernah menyangk
Setelah hampir empat jam menunggu di depan ruang operasi. Akhirnya lampu yang menyala di atas ruang operasi itu padam. Amanda dan Dimas, bahkan kedua asisten rumah tangga mereka segera menghampiri dokter yang keluar dari ruangan operasi tersebut dengan perasaan yang khawatir bercampur cemas. "Bagaimana ibu saya dok?" tanya Dimas yang wajahnya benar-benar terlihat lelah, sembab dan tidak segar sama sekali. Amanda juga sangat berharap dokter itu mengatakan sesuatu yang baik tentang ibunya. "Operasinya berhasil..."Amanda dan Dimas, pak Sarip juga bi Inem langsung terlihat menghela nafas lega. Amanda bahkan memejamkan matanya dan memegang dadanya karena merasa seperti salah satu beban berat di dadanya yang membuat dia tidak bisa bernafas dengan bebas itu terlepas. Meski tidak semuanya hilang, dia merasa beban itu berkurang. "Alhamdulillah" ucap syukur pak Sarip dan bi Inem. "Pasien sudah melewati masa kritis. Dan sekarang kondisinya sudah lebih baik. Akan tetapi harus tetap di temp
Amanda menatap ke arah Samuel yang mengatakan semua itu dengan begitu santai. Kenapa dia harus menikah dengan pria berdarah dingin seperti itu? Tapi kalau tidak menikah dengan Samuel, mungkin ibunya tidak akan selamat, dan sebenarnya bukan mungkin. Tapi pasti ibunya tidak akan selamat. Dan ayahnya, harus menanggung hukuman akibat kesalahan yang tidak pernah dia buat.Saat Amanda terdiam, tatapan mata Samuel yang sepertinya sudah tidak sabar menyentuh istri baru yang akan menjadi istri simpanannya, yang bahkan hanya dia, Amanda dan Marko saja yang mengetahui hal itu, begitu tajam dan terkesan seperti serigala kelaparan membuat Amanda merinding. "Aku tidak perlu mengulangnya kan Amanda?" ucapan Samuel mulai terdengar tidak sedatar tadi. Nadanya mulai meninggi. Amanda menundukkan kembali wajahnya. Dan melepaskan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya sampai benar-benar polos. Rasanya sangat malu, Amanda bahkan ingin menangis. Setelah semua pakaiannya terlepas, Amanda meletakkan tan
Amanda masih berusaha membuka matanya, tubuhnya serasa remuk, dan bagian intinya lebih parah. Rasanya kebas dan sepertinya bengkak. Saat Amanda menyentuhnya, ternyata benar, sangat perih dan sedikit membengkak. Amanda rasanya tak kuasa untuk bangkit dari tempat tidur itu. Tapi saat dia melihat jam di dinding, itu sudah jam 1 siang. Dia juga tidak melihat kehadiran Samuel di kamar itu. Tapi di sampingnya, di samping persis dia tidur. Ada beberapa paper bag dan sebuah memo sepertinya. Dengan tulisan yang agak besar 'Sebelum jam 2, kamu harus sudah sampai di resto D'Sas di depan apartemen. Jika tidak, lihat apa yang akan aku lakukan padamu'Mata Amanda melebar. Pria bernama Samuel Watson itu manusia atau bukan sih? itu yang ada di pikiran Amanda. Mau turun dari tempat tidur saja susah, bagaimana bisa dalam satu jam, Amanda mandi, ganti pakaian dan berjalan menuju ke restoran di depan apartemen. Alih-alih mengikuti perintah Samuel. Amanda memilih berbaring kembali dengan menjatuhkan tu
Dengan langkah yang lumayan sulit, Amanda berusaha sampai di ruangannya untuk mengambil ponselnya sebelum jam 3. Karena di jam itu, dia sudah harus berada di ruangan meeting. Tapi begitu Amanda sampai di ruangannya, dia bahkan tidak menemukan ponselnya di manapun. Seingatnya, Samuel mengatakan padanya kalau ponselnya ada di ruangannya. Tidak bisa menemukan ponselnya, Amanda coba menghubungi ponselnya. Dan anehnya, ada yang menerima panggilan itu. "Halo, selamat siang," sapa Amanda. [Ponselmu ada padaku, ambil jika kamu menginginkan nya. Tapi sebelum itu, ambil semua laporan dari divisi produksi, jika sampai jam 3 belum sampai di ruang rapat. Jangan harap bisa mendapatkan kembali ponselmu] Tut Tut TutDan panggilan itu terputus. Amanda memejamkan matanya dan menghela nafasnya panjang. Pria itu bahkan memintanya berjalan ke divisi produksi, yang jaraknya lumayan jauh. Tapi Amanda membutuhkan ponselnya. Banyak file yang tersimpan di sana, banyak foto keluarganya, momen-momen yang
"Pengantin baru ya?" tanya dokter Miska pada Amanda. Amanda terdiam, memangnya apa yang harus dia katakan. Apa dia harus bilang iya, kalau dia adalah pengantin baru, tapi pernikahannya bahkan tidak boleh di ketahui oleh siapapun. Lantas bagaimana mungkin dia mengatakan semua itu. Amanda hanya diam, dan itu sudah membuat dokter Miska memahami segalanya. "Baiklah, tidak masalah. Aku pikir, itu privasi masing-masing di antara kalian. Hanya saja, kalau aku boleh memberi saran. Katakan pada pasanganmu, agar jangan terlalu brutall seperti itu! dan kamu nona, jangan biarkan di perlakukan seperti itu. Kalau sampai infeksi, atau peradangannya makin parah, kan kamu yang rugi." jelas dokter Miska. Amanda hanya bisa mengangguk paham. Dan mengucapkan terimakasih pada dokter itu. Amanda baru akan pergi setelah Marko masuk ke dalam ruangan dokter Miska bersama Kevin. "Rawat inap saja" kata Marko pada dokter Miska. "Aku sudah menawarkannya, tapi nona Amanda mengatakan tidak perlu" jawab dokter
"Papa.""Revan sayang." Diana panik, anak kesayangannya demam sejak kemarin. Padahal Diana sudah membawa Revan ke rumah sakit. Tapi demamnya tak kunjung reda, bahkan Revan terus mengigau memanggil papa, papa dan papa terus. "Bawa ke rumah sakit saja, Diana!" kata Tajuddin, ayahnya Diana. "Iya Diana, bawa saja Revan ke rumah sakit. Ayo!" kata Santi, mamanya Diana. Diana menggendong Revan dan membawa anaknya itu ke rumah sakit. Padahal, Revan itu sakit karena sangat merindukan papanya, sangat rindu pada Dimas. Ikatan ayah dan anak itu sangat kuat, di tempatnya berada, Dimas juga sangat merindukan Revan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Biasanya setiap sebelum berangkat kerja, dan setelah pulang kerja, Dimas selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Revan. Tentu saja beberapa hari tidak bertemu ayahnya, Revan merasa sangat rindu. Bahkan saat Dimas ke rumah orang tua Diana untuk bertemu dengan Revan. Santi bersikeras tidak memperbolehkan Dimas bertemu dengan anaknya. Sam
Di sebuah klub malam ternama, di mana hanya orang-orang yang memiliki kartu akses sebagai member saja yang bisa masuk ke dalam klub tersebut. Dan untuk bisa memiliki kartu itu juga tidak mudah. Setidaknya orang-orang yang ingin menjadi member klub malam itu harus memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas seratus juga. Karena klub malam itu adalah klub malam eksklusif yang semua peralatan yang berada di dalamnya adalah peralatan-peralatan premium. Bahkan furniture yang ada di dalamnya juga furniture yang sangat mahal dan desain-desain designer ternama. Belum lagi makanan dan minuman yang tersedia di sana. Setidaknya setiap member bisa menghabiskan belasan juta untuk segelas minuman saja. Para bartender juga bukan orang-orang biasa, mereka adalah bartender dengan keahlian dan skill yang luar biasa. "Anda sudah mabuk nyonya, sebaiknya jangan pesan minuman lagi? kata Anda tidak akan bisa menyetir saat pulang nanti" kata seorang bertanya tampan yang sejak tadi melayani minuman yang
"Suamiku bilang dia ke luar kota? kemana dia? kota mana?" Marko mendongak ketika dia mendengar sebuah suara yang familiar di samping meja kerjanya. Marko dengan cepat berdiri ketika Regina melihat ke arahnya dengan kesal. "Aku tidak perlu bertanya hal yang sama dua kali kan, Marko?"Regina mempertajam tatapannya pada Marko. "Bos pergi ke Bali, Nyonya" jawab Marko jujur. Marko memang tidak berbohong, tapi Bali itu luas. Hotel di sana sangat banyak, resort di sana juga tidak terhitung. Jadi, meskipun Marko memang mengatakan kalau bosnya pergi ke Bali dan itu memang benar, belum tentu juga Regina bisa menemukan bosnya itu dimana. Marko saja tidak tahu, karena memang dia hanya ditugaskan untuk memberikan tiket dari Jakarta ke Bali saja. Setelah sampai di bandara, bosnya mengatakan akan mengirim pesan pada Amanda dia harus kemana. "Jangan membuatku kesal Marko. Bali itu besar, aku harus mencarinya dimana?" wajah Regina sudah menunjukkan tanda-tanda akan mengamuk sepertinya. "Aku tida
Amanda sudah tiba di hotel, yang alamatnya sudah di kirimkan oleh Samuel padanya. Amanda masuk ke dalam hotel itu dan langsung menuju ke kamar hotel dimana Samuel saat ini berada. Amanda mengetuk pintu kamar hotel itu, tak lama kemudian Samuel membuka pintu kamar itu dan menyuruh Amanda masuk ke dalam. "Bagaimana perjalanan mu?" tanya samuel. Amanda tertegun sejenak, sejak kapan bosnya itu menjadi orang yang perduli padanya seperti itu. Biasanya mau itu perjalanan yang lebih jauh daripada perjalanan ke luar kota seperti ini. Bosnya itu tidak akan pernah bertanya bagaimana perjalanan yang telah di lalui Amanda. Biasanya bosnya itu malah cenderung akan marah kalau Amanda terlambat datang. Padahal, keterlambatannya bukan disengaja melainkan terkadang pesawat yang digunakan mengalami delay, atau taksi yang dia pakai di jalan mengalami kemacetan. Tapi, biasanya Samuel akan tetap marah dan menegur Amanda. Samuel memang di kenal sangat tegas, meskipun sekertarisnya wanita yang tentu saj
"Kakak...""Maafkan aku Amanda, aku hanya bisa menambah masalah saja. Kamu pasti tidak mengeluarkan uang sedikit untuk menjamin ku keluar. Sedangkan uang itu harusnya kamu gunakan untuk membayar pengacara ayah. Aku anak tertua, tapi sangat tidak berguna!" Dimas menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa menjadi anak tertua yang tidak berguna. Dia bahkan memperburuk situasi yang ada. Membuat Amanda harus mengeluarkan uang lebih untuk membebaskannya. Amanda mengusap lengan kakaknya dengan lembut. Siapa yang bisa menyalahkan seorang ayah yang sangat merindukan anaknya. "Aku mengerti perasaan mu kak. Kamu sangat rindu pada Revan, aku juga. Tapi kakak tahu ibunya kak Diana itu seperti apa kan? kakak harus bangkit, kakak harus tunjukkan pada ibu mertua kakak, kalau kakak bisa kembali sukses dan kembali membuat kehidupan kak Diana dan Revan berkecukupan seperti dulu. Kakak pasti bisa." kata Amanda menyemangati kakaknya. Meski dalam hatinya sendiri, Amanda bahkan tidak yakin kalau mereka aka
Amanda bisa melihat semua orang sedang memperhatikan mereka, dirinya dan juga Mason. Amanda akan sangat tidak sopan, kalau sampai menolak Mason dan pergi dari tempat ini. Bukan hanya akan membuat malu Mason. Tapi pasti akan membuat dirinya di musuhi dan di anggap sombong juga tidak sopan oleh seluruh keluarga Carter. Sementara kalau melihat ke arah Samuel. Tatapan pria itu mungkin bisa menusuknya karena memang begitu tajam. Rahang pria itu tampak mengeras, jelas sekali tidak memperbolehkan Amanda berdansa dengan Mason. "Amanda, would you like to dance with me?" Tanya Mason begitu sopan. Amanda masih sangat bingung, yang akan membantunya adalah Samuel, bukan Mason, apa yang harus dia lakukan?Amanda menyatukan kedua telapak tangannya dan meminta maaf di depan Mason. "Maaf, aku tidak bisa berdansa denganmu. Aku tidak pantas. Maafkan aku!" kata Amanda yang langsung berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan acara itu. Samuel tampak merenggangkan dasinya. Tadinya kalau Amanda meneri
"Sepertinya kamu salah paham kakak ipar...""Aku tidak bicara padamu Mason!" sela Samuel dengan tatapan yang sangat tajam pada Mason. Amanda mundur menjauh dari Mason. "Mana hadiah untuk ibu mertuaku?" Yahya Samuel pada Amanda. "Ini pak" kata Amanda memberikan paper bag yang dia bawa pada Samuel. Samuel meraih paper bag itu."Ambil minuman untukku!" perintah Samuel pada Amanda. "Baik pak!" jawab Amanda dengan cepat. Mason yang melihat perlakukan Samuel pada Amanda sangat tidak tega. Samuel memang sangat galak, kasar dan dingin. Pantas saja tidak ada sekertaris yang sanggup bertahan lebih dari satu tahun kecuali Amanda. "Permisi Mason...""Amanda, kamu tidak perlu mengambilkan minuman itu. Aku akan minta pelayan yang melakukannya." ujarnya pada Amanda. "Tidak perlu Mason, terimakasih atas niat baikmu. Tapi, pak Sam akan lebih marah padaku kalau pelayan yang membawakan minuman untuknya" kata Amanda yang pergi dari sana dengan cepat lalu menuju ke mini bar yang ada di tempat itu.
"Ini pakaian anda pak, dan ini hadiah untuk ibu mertua anda," kata Amanda yang meletakkan pakaian yang terbungkus rapi dengan hangernya itu di sandaran sofa. Dan sebuah paper bag yang berisi set perhiasan untuk ibu mertua Samuel di atas meja kerja Samuel. "Saya permisi." Setelah mengatakan itu Amanda berjalan mundur lalu berbalik hendak keluar. "Sidik jari ayahmu di temukan di stik golf yang di gunakan untuk menghabisi nyawa Yossy Dibyo, kamu yakin bukan ayahmu yang melakukan pelenyapan itu?" tanya Samuel. Amanda menghentikan langkahnya, dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan dari Samuel. Amanda berbalik dan menghampiri Samuel. "Ayah tidak melenyapkan om Yossy, pak. Mereka teman, mereka sering bermain golf bersama," jelas Amanda. "Tapi di malam tewasnya Yossy Dibyo, rekaman CCtv menunjukkan ayahmu yang terakhir pergi ke rumahnya. Di saat keluarganya sedang berada di luar kota. Untuk apa ayahmu datang kesana?" tanya Samuel lagi. Amanda terdiam, dia tidak tahu semua
Remuk redam rasanya tubuh Amanda, dia bahkan tak bisa merasakan apapun di bagian bawahnya. Dengan posisi terbaring, dia melihat ke arah Samuel yang sedang mengenakan pakaiannya kembali. Bahkan untuk menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, Amanda begitu susah payah. Ketika dia berhasil melakukan itu, dan menutupi tubuhnya. Tangannya kembali terkulai lemas di atas tempat tidur. Amanda memiringkan tubuhnya membelakangi Samuel dan pintu keluar. Setelah berpakaian rapi, Samuel menoleh sekilas ke arah Amanda. "Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu. Jangan pernah menerima tawaran dari pria manapun untuk mengantarmu. Atau kamu akan menerima akibat yang lebih dari ini. Nanti malam adalah ulang tahun ibu mertuaku. Carikan hadiah untuknya, dan cari juga pakaian untukku" Setelah mengatakan itu, Samuel pergi dari ruangan istirahatnya dan menutup pintu. Amanda hanya memejamkan matanya, rasanya dia sudah seperti budakk saja. Di bayar, dan harus menurut pada apapun yang di kat