Amanda berjalan di belakang Marko. Meski sudah mengatakan kalau Amanda berhenti dari perusahaan dan pekerjaannya sebagai sekertaris CEO Sam. Tetap saja Marko bilang, Amanda harus ikut dengannya karena Sam ingin bertemu dengannya.
Amanda sempat bingung dan terkejut, karena Marko tidak membawanya ke kantor. Melainkan ke sebuah apartemen. Tapi karena Marko bilang, jam kerja memang sudah berakhir. Maka hal itu masuk akal bagi Amanda. Amanda pun kembali mengikuti Marko. Sampai mereka berhenti di lantai 29 di depan sebuah unit yang terlihat sangat besar dan mewah."Bos ada di dalam. Aku hanya akan mengantarmu sampai di sini!" kata Marko yang lantas berbalik dan pergi.Amanda menekan bel yang ada di samping pintu. Dan berdiri di depan kamera di atas bel itu. Tak lama, pintu itu terbuka secara otomatis.Amanda masuk ke dalamnya, dan pintu itu tertutup juga secara otomatis. Amanda sempat menghentikan langkahnya, dan menoleh ke arah belakang. Suasananya sepi sekali, seperti tak berpenghuni.Tapi Amanda tak punya banyak waktu, hanya dua jam lebih sedikit lagi, dia harus mendapat uang untuk operasi ibunya. Jika tidak, dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada keluarganya saat pilar utama keluarga itu akan tiada.Saat masuk semakin dalam, barulah Amanda melihat Samuel yang tengah berdiri di depan sebuah meja seperti mini bar dan sedang menuangkan minuman di gelas yang sudah berisi beberapa es batu berbentuk bulat."Selamat malam pak," sapa Amanda.Sebab seperti biasanya, dimanapun dia berada. Dia memang harus menyapa Samuel lebih dulu. Itu sudah menjadi kebiasaan dan aturan Sam.Samuel tidak menjawab sapaan dari Amanda, tapi dia langsung meraih sebuah dokumen dari meja mini bar itu dan melemparkannya di meja di depan Amanda."Tanda tangani dokumen itu, maka aku pastikan ayahmu tidak akan mendapatkan hukuman mati"Amanda terkejut bukan main. Dia tidak tahu kalau ternyata bosnya, maksudnya mantan bosnya itu tahu kalau ayahnya berada dalam masalah hukum. Terjerat sebuah kasus yang sangat serius bahkan ancaman hukuman yang kemungkinan akan di terima oleh Roy Gunawan adalah hukuman mati."Darimana pak Sam tahu...""Kamu meninggalkan ponselmu di meja kerjamu. Aku tahu dari sana. Aku juga tahu kalau ibumu harus di operasi beberapa jam lagi. Tanda tangani saja surat perjanjian itu, maka aku akan langsung transfer 1 milyar ke rekeningmu. Itu bisa membuatmu membayar operasi ibumu dan pengacara untuk ayahmu kan?" tanya Sam dengan wajah begitu datar.Pria itu bahkan berbicara pada Amanda tanpa melihat wajah Amanda. Sam hanya fokus pada minuman yang ada di tangannya.Amanda meraih dokumen itu dan membacanya. Semakin dia membacanya, semakin melebar pula matanya. Di sana tertulis kalau Amanda harus menikah dengan Samuel. Dan batas waktunya hanya Sam yang akan berhak memutuskannya. Artinya hanya Sam yang bisa mengakhiri pernikahan mereka itu dengan sanksi yang teramat besar kalau melanggar. Tapi Amanda sendiri tahu, Samuel sudah menikah. Istrinya pun Amanda kenal. Lantas bagaimana mungkin..."Pak Sam sudah menikah, mana mungkin...""Maka jadilah istri Simpananku!" Sela pria bertubuh kekar dengan tinggi 180 cm itu di depan Amanda dengan begitu arogan.Amanda menggenggam erat dokumen di depannya. Saat ini tidak ada yang mampu menyelamatkan ayahnya yang entah bagaimana di tuduh melenyapkan seseorang dan akan di hukum mati. Dia tidak punya uang untuk membayar pengacara. Semua harta dan yang ayahnya entah bagaimana bisa beralih pada pamannya sendiri. Dan ibunya, ibunya harus di operasi beberapa jam lagi. Amanda tidak tahu kenapa Sam membuat persyaratan seperti itu. Dia pikir bosnya itu sangat dingin, dan sangat setia pada istrinya karena memang sama sekali tidak pernah ramah pada wanita lain. Entah bagaimana malah meminta Amanda menjadi istrinya, istri simpanan lagi. Amanda benar-benar tidak bisa berpikir."Kamu bahkan belum lupa masalah penalti kan Amanda?" tanya Sam membuat Amanda bertambah tidak bisa berpikir sama sekali.Amanda terdiam, dia hanya bisa terus menggenggam erat pinggiran dokumen itu. Menjadi istri simpanan, dia tidak pernah membayangkan hal itu seumur hidupnya."Aku hitung sampai tiga, jika kamu tidak menandatanganinya. Aku anggap kamu menolak. Satu... dua...""Aku tanda tangan, aku akan tanda tangan!"Pada akhirnya Amanda tidak punya pilihan lain, dia tidak tahu alasannya. Tapi yang jelas dia harus menyelamatkan ayah dan ibunya.Amanda meraih pulpen yang ada tak jauh dari dokumen itu dan menandatanganinya."Jangan lupakan beberapa poin yang ada di sana. Kamu harus selalu mematuhi apapun yang aku katakan. Sekarang pergilah, datanglah besok lagi kemari, kita akan menikah di sini. Jangan khawatir, Marko sudah pergi ke rumah sakit dan mengurus semuanya. Aku yakin ibumu sudah berada di ruang operasi saat ini!" ucap Sam yang langsung berbalik dan duduk di kursi di depan meja mini barnya.Tanpa menoleh ke arah Amanda sekalipun. Membuat Amanda terdiam mematung di tempatnya.Amanda tertegun, dia tidak bisa mempercayai ini. Apa jika artinya dia tidak tanda tangan pun, sebenarnya Marko sudah mengurus operasi ibunya. Atau sebenarnya, Sam sangat yakin kalau Amanda akan tanda tangan.Butuh 2 menit bagi Amanda untuk bisa tersadar dari semua pemikirannya itu. Sampai dia berbalik dan akhirnya sampai di depan pintu.Amanda tidak melihat ada gagang pintu di daun pintu itu. Amanda memang belum pernah ke apartemen ini. Dan tidak tahu bagaimana cara membuka pintu ini. Karena dia memang baru pertama kali melihat pintu seperti ini. Amanda melihat ada panel kode di samping pintu. Tapi dia tidak tahu kodenya.Amanda menghela nafas panjang. Dia berbalik dan kembali ke ruang tengah tadi. Dia harus bertanya pada Samuel."Pak Sam, maaf. Aku tidak tahu kode pintunya, bisakah anda memberitahuku?" tanya Amanda dengan sopan seperti biasanya saat dia menjadi sekertaris Samuel.Samuel bahkan tidak menoleh ke belakang. Pria berusia 30 tahun itu seolah tidak mendengar apa yang Amanda katakan."Pak Sam...""Kemarilah, mendekat lah kemari!" perintah Samuel.Amanda kembali menghela nafasnya. Untung saja dia sudah dua tahun bekerja dengan pria galak dan arogan di depannya itu. Hingga dia sudah kebal dengan sikap dingin, cuek, acuh dan arogan dari Samuel.Amanda berdiri tepat di belakang Samuel dengan jarak kira-kira satu meter. Samuel lantas berbalik dengan mudah dengan kursi bar-nya itu."Lebih dekat!" seru Samuel lagi.Amanda maju satu langkah. Jarak itu sudah memungkas sekitar 30 cm jarak mereka. Tapi Samuel masih menggelengkan kepalanya dan mengangkat tangannya melambaikannya memberikan isyarat agar Amanda lebih dekat lagi padanya.Amanda kembali maju selangkah, itu artinya jarak mereka sudah kurang dari setengah meter.Tatapan Samuel terlihat kesal. Samuel menatap Amanda beberapa saat sebelum akhirnya tangannya meraih pinggang Amanda. Membuat wanita yang tidak siap dan tidak tahu apa yang akan di lakukan Samuel padanya itu terperanjat kaget."Pak Sam...""Semua di dunia ini harus adil kan Amanda? aku sudah membayar DP-ku. Sekarang giliranmu!" ucap Samuel yang membuat jantung Amanda rasanya mau copot.Amanda tidak pernah sedekat itu dengan pria manapun. Di bahkan tidak punya kekasih. Terakhir kali dia putus saat kuliah, dan setelah bekerja, dia tidak punya waktu. Seperti yang sudah di jelaskan di awal. Jam kerja Amanda tidak menentu. Dia selalu mengalami kegagalan dalam kencan karena tugas dadakan dari Samuel.Amanda menelan salivanya dengan sangat susah payah. Keringat dingin sudah terasa di punggungnya."Ba.. bagaimana caranya.. emppttt"Amanda baru akan bertanya pada Samuel bagaimana dia harus membayar uang muka untuk perjanjian mereka. Tapi pria tampan itu sudah lebih dulu meraup bibir merah mudanya dan menyesapnya atas bawah bergantian.'Siall, benar-benar manis seperti dugaanku. Aku sudah menahan untuk melakukan ini sangat lama. Amanda, kamu akan menjadi milikku' batin Samuel yang terus mengeksplor apapun yang ada di mulut wanita yang ternyata sudah mengganggu malam tenangnya selama ini.Tangan Samuel mengarah ke bagian belakang Amanda. Meremass benda padat tapi elastis yang memang punya ukuran di atas rata-rata itu. Mata Amanda terbuka lebar, dia tidak bisa menahan semua yang dia rasakan. Sampai Samuel seperti kehilangan kendali dan mulai menyesapp bagian leher Amanda."Aghh pak Sam jangan, orang akan melihatnya!. " Amanda berusaha menghentikan Samuel.Meski dengan kecewa, Samuel akhirnya melepaskan Amanda.'Siall, aku benar-benar kehilangan kendali!' batinnya kesal.***To be continued...Samuel melepaskan Amanda dengan perasaan yang cukup kecewa. Sejujurnya Samuel menginginkan lebih dari itu. Tapi dia tahu Amanda adalah orang yang memiliki prinsip, ada yang menyentuhnya saja, dia akan sangat marah dan segera menjauh dari orang itu. Pernah satu waktu ada sekarang karyawan yang mengganggunya, dia benar-benar tidak bertoleransi sedikitpun dan langsung menegur karyawan itu di depan semua orang. Hanya saja, yang Samuel tahu adalah, seseorang tidak akan perduli lagi pada prinsipnya jika menyangkut orang yang dia cintai. Amanda sangat mencintai keluarganya, dan sekarang keluarganya berada dalam kesulitan. "Pergilah, kodenya 9****6" kata Samuel yang kembali berbalik membelakangi Amanda dan meraih gelas minumannya dan meminumnya. Amanda merapikan pakaiannya, dan menurunkan roknya yang sempat terangkat karena ulah Samuel. "Baik pak, permisi." Amanda masih berusaha bersikap seperti biasa pada Samuel. Meski hatinya sedang sangat bergemuruh saat ini. Mana dia pernah menyangk
Setelah hampir empat jam menunggu di depan ruang operasi. Akhirnya lampu yang menyala di atas ruang operasi itu padam. Amanda dan Dimas, bahkan kedua asisten rumah tangga mereka segera menghampiri dokter yang keluar dari ruangan operasi tersebut dengan perasaan yang khawatir bercampur cemas. "Bagaimana ibu saya dok?" tanya Dimas yang wajahnya benar-benar terlihat lelah, sembab dan tidak segar sama sekali. Amanda juga sangat berharap dokter itu mengatakan sesuatu yang baik tentang ibunya. "Operasinya berhasil..."Amanda dan Dimas, pak Sarip juga bi Inem langsung terlihat menghela nafas lega. Amanda bahkan memejamkan matanya dan memegang dadanya karena merasa seperti salah satu beban berat di dadanya yang membuat dia tidak bisa bernafas dengan bebas itu terlepas. Meski tidak semuanya hilang, dia merasa beban itu berkurang. "Alhamdulillah" ucap syukur pak Sarip dan bi Inem. "Pasien sudah melewati masa kritis. Dan sekarang kondisinya sudah lebih baik. Akan tetapi harus tetap di temp
Amanda menatap ke arah Samuel yang mengatakan semua itu dengan begitu santai. Kenapa dia harus menikah dengan pria berdarah dingin seperti itu? Tapi kalau tidak menikah dengan Samuel, mungkin ibunya tidak akan selamat, dan sebenarnya bukan mungkin. Tapi pasti ibunya tidak akan selamat. Dan ayahnya, harus menanggung hukuman akibat kesalahan yang tidak pernah dia buat.Saat Amanda terdiam, tatapan mata Samuel yang sepertinya sudah tidak sabar menyentuh istri baru yang akan menjadi istri simpanannya, yang bahkan hanya dia, Amanda dan Marko saja yang mengetahui hal itu, begitu tajam dan terkesan seperti serigala kelaparan membuat Amanda merinding. "Aku tidak perlu mengulangnya kan Amanda?" ucapan Samuel mulai terdengar tidak sedatar tadi. Nadanya mulai meninggi. Amanda menundukkan kembali wajahnya. Dan melepaskan satu persatu kain yang menutupi tubuhnya sampai benar-benar polos. Rasanya sangat malu, Amanda bahkan ingin menangis. Setelah semua pakaiannya terlepas, Amanda meletakkan tan
Amanda masih berusaha membuka matanya, tubuhnya serasa remuk, dan bagian intinya lebih parah. Rasanya kebas dan sepertinya bengkak. Saat Amanda menyentuhnya, ternyata benar, sangat perih dan sedikit membengkak. Amanda rasanya tak kuasa untuk bangkit dari tempat tidur itu. Tapi saat dia melihat jam di dinding, itu sudah jam 1 siang. Dia juga tidak melihat kehadiran Samuel di kamar itu. Tapi di sampingnya, di samping persis dia tidur. Ada beberapa paper bag dan sebuah memo sepertinya. Dengan tulisan yang agak besar 'Sebelum jam 2, kamu harus sudah sampai di resto D'Sas di depan apartemen. Jika tidak, lihat apa yang akan aku lakukan padamu'Mata Amanda melebar. Pria bernama Samuel Watson itu manusia atau bukan sih? itu yang ada di pikiran Amanda. Mau turun dari tempat tidur saja susah, bagaimana bisa dalam satu jam, Amanda mandi, ganti pakaian dan berjalan menuju ke restoran di depan apartemen. Alih-alih mengikuti perintah Samuel. Amanda memilih berbaring kembali dengan menjatuhkan tu
Dengan langkah yang lumayan sulit, Amanda berusaha sampai di ruangannya untuk mengambil ponselnya sebelum jam 3. Karena di jam itu, dia sudah harus berada di ruangan meeting. Tapi begitu Amanda sampai di ruangannya, dia bahkan tidak menemukan ponselnya di manapun. Seingatnya, Samuel mengatakan padanya kalau ponselnya ada di ruangannya. Tidak bisa menemukan ponselnya, Amanda coba menghubungi ponselnya. Dan anehnya, ada yang menerima panggilan itu. "Halo, selamat siang," sapa Amanda. [Ponselmu ada padaku, ambil jika kamu menginginkan nya. Tapi sebelum itu, ambil semua laporan dari divisi produksi, jika sampai jam 3 belum sampai di ruang rapat. Jangan harap bisa mendapatkan kembali ponselmu] Tut Tut TutDan panggilan itu terputus. Amanda memejamkan matanya dan menghela nafasnya panjang. Pria itu bahkan memintanya berjalan ke divisi produksi, yang jaraknya lumayan jauh. Tapi Amanda membutuhkan ponselnya. Banyak file yang tersimpan di sana, banyak foto keluarganya, momen-momen yang
"Pengantin baru ya?" tanya dokter Miska pada Amanda. Amanda terdiam, memangnya apa yang harus dia katakan. Apa dia harus bilang iya, kalau dia adalah pengantin baru, tapi pernikahannya bahkan tidak boleh di ketahui oleh siapapun. Lantas bagaimana mungkin dia mengatakan semua itu. Amanda hanya diam, dan itu sudah membuat dokter Miska memahami segalanya. "Baiklah, tidak masalah. Aku pikir, itu privasi masing-masing di antara kalian. Hanya saja, kalau aku boleh memberi saran. Katakan pada pasanganmu, agar jangan terlalu brutall seperti itu! dan kamu nona, jangan biarkan di perlakukan seperti itu. Kalau sampai infeksi, atau peradangannya makin parah, kan kamu yang rugi." jelas dokter Miska. Amanda hanya bisa mengangguk paham. Dan mengucapkan terimakasih pada dokter itu. Amanda baru akan pergi setelah Marko masuk ke dalam ruangan dokter Miska bersama Kevin. "Rawat inap saja" kata Marko pada dokter Miska. "Aku sudah menawarkannya, tapi nona Amanda mengatakan tidak perlu" jawab dokter
Remuk redam rasanya tubuh Amanda, dia bahkan tak bisa merasakan apapun di bagian bawahnya. Dengan posisi terbaring, dia melihat ke arah Samuel yang sedang mengenakan pakaiannya kembali. Bahkan untuk menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, Amanda begitu susah payah. Ketika dia berhasil melakukan itu, dan menutupi tubuhnya. Tangannya kembali terkulai lemas di atas tempat tidur. Amanda memiringkan tubuhnya membelakangi Samuel dan pintu keluar. Setelah berpakaian rapi, Samuel menoleh sekilas ke arah Amanda. "Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu. Jangan pernah menerima tawaran dari pria manapun untuk mengantarmu. Atau kamu akan menerima akibat yang lebih dari ini. Nanti malam adalah ulang tahun ibu mertuaku. Carikan hadiah untuknya, dan cari juga pakaian untukku" Setelah mengatakan itu, Samuel pergi dari ruangan istirahatnya dan menutup pintu. Amanda hanya memejamkan matanya, rasanya dia sudah seperti budakk saja. Di bayar, dan harus menurut pada apapun yang di kat
"Ini pakaian anda pak, dan ini hadiah untuk ibu mertua anda," kata Amanda yang meletakkan pakaian yang terbungkus rapi dengan hangernya itu di sandaran sofa. Dan sebuah paper bag yang berisi set perhiasan untuk ibu mertua Samuel di atas meja kerja Samuel. "Saya permisi." Setelah mengatakan itu Amanda berjalan mundur lalu berbalik hendak keluar. "Sidik jari ayahmu di temukan di stik golf yang di gunakan untuk menghabisi nyawa Yossy Dibyo, kamu yakin bukan ayahmu yang melakukan pelenyapan itu?" tanya Samuel. Amanda menghentikan langkahnya, dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan dari Samuel. Amanda berbalik dan menghampiri Samuel. "Ayah tidak melenyapkan om Yossy, pak. Mereka teman, mereka sering bermain golf bersama," jelas Amanda. "Tapi di malam tewasnya Yossy Dibyo, rekaman CCtv menunjukkan ayahmu yang terakhir pergi ke rumahnya. Di saat keluarganya sedang berada di luar kota. Untuk apa ayahmu datang kesana?" tanya Samuel lagi. Amanda terdiam, dia tidak tahu semua
"Papa.""Revan sayang." Diana panik, anak kesayangannya demam sejak kemarin. Padahal Diana sudah membawa Revan ke rumah sakit. Tapi demamnya tak kunjung reda, bahkan Revan terus mengigau memanggil papa, papa dan papa terus. "Bawa ke rumah sakit saja, Diana!" kata Tajuddin, ayahnya Diana. "Iya Diana, bawa saja Revan ke rumah sakit. Ayo!" kata Santi, mamanya Diana. Diana menggendong Revan dan membawa anaknya itu ke rumah sakit. Padahal, Revan itu sakit karena sangat merindukan papanya, sangat rindu pada Dimas. Ikatan ayah dan anak itu sangat kuat, di tempatnya berada, Dimas juga sangat merindukan Revan sampai menangis dan tidak bisa tidur. Biasanya setiap sebelum berangkat kerja, dan setelah pulang kerja, Dimas selalu menyempatkan dirinya untuk bermain bersama Revan. Tentu saja beberapa hari tidak bertemu ayahnya, Revan merasa sangat rindu. Bahkan saat Dimas ke rumah orang tua Diana untuk bertemu dengan Revan. Santi bersikeras tidak memperbolehkan Dimas bertemu dengan anaknya. Sam
Di sebuah klub malam ternama, di mana hanya orang-orang yang memiliki kartu akses sebagai member saja yang bisa masuk ke dalam klub tersebut. Dan untuk bisa memiliki kartu itu juga tidak mudah. Setidaknya orang-orang yang ingin menjadi member klub malam itu harus memiliki pekerjaan dengan penghasilan di atas seratus juga. Karena klub malam itu adalah klub malam eksklusif yang semua peralatan yang berada di dalamnya adalah peralatan-peralatan premium. Bahkan furniture yang ada di dalamnya juga furniture yang sangat mahal dan desain-desain designer ternama. Belum lagi makanan dan minuman yang tersedia di sana. Setidaknya setiap member bisa menghabiskan belasan juta untuk segelas minuman saja. Para bartender juga bukan orang-orang biasa, mereka adalah bartender dengan keahlian dan skill yang luar biasa. "Anda sudah mabuk nyonya, sebaiknya jangan pesan minuman lagi? kata Anda tidak akan bisa menyetir saat pulang nanti" kata seorang bertanya tampan yang sejak tadi melayani minuman yang
"Suamiku bilang dia ke luar kota? kemana dia? kota mana?" Marko mendongak ketika dia mendengar sebuah suara yang familiar di samping meja kerjanya. Marko dengan cepat berdiri ketika Regina melihat ke arahnya dengan kesal. "Aku tidak perlu bertanya hal yang sama dua kali kan, Marko?"Regina mempertajam tatapannya pada Marko. "Bos pergi ke Bali, Nyonya" jawab Marko jujur. Marko memang tidak berbohong, tapi Bali itu luas. Hotel di sana sangat banyak, resort di sana juga tidak terhitung. Jadi, meskipun Marko memang mengatakan kalau bosnya pergi ke Bali dan itu memang benar, belum tentu juga Regina bisa menemukan bosnya itu dimana. Marko saja tidak tahu, karena memang dia hanya ditugaskan untuk memberikan tiket dari Jakarta ke Bali saja. Setelah sampai di bandara, bosnya mengatakan akan mengirim pesan pada Amanda dia harus kemana. "Jangan membuatku kesal Marko. Bali itu besar, aku harus mencarinya dimana?" wajah Regina sudah menunjukkan tanda-tanda akan mengamuk sepertinya. "Aku tida
Amanda sudah tiba di hotel, yang alamatnya sudah di kirimkan oleh Samuel padanya. Amanda masuk ke dalam hotel itu dan langsung menuju ke kamar hotel dimana Samuel saat ini berada. Amanda mengetuk pintu kamar hotel itu, tak lama kemudian Samuel membuka pintu kamar itu dan menyuruh Amanda masuk ke dalam. "Bagaimana perjalanan mu?" tanya samuel. Amanda tertegun sejenak, sejak kapan bosnya itu menjadi orang yang perduli padanya seperti itu. Biasanya mau itu perjalanan yang lebih jauh daripada perjalanan ke luar kota seperti ini. Bosnya itu tidak akan pernah bertanya bagaimana perjalanan yang telah di lalui Amanda. Biasanya bosnya itu malah cenderung akan marah kalau Amanda terlambat datang. Padahal, keterlambatannya bukan disengaja melainkan terkadang pesawat yang digunakan mengalami delay, atau taksi yang dia pakai di jalan mengalami kemacetan. Tapi, biasanya Samuel akan tetap marah dan menegur Amanda. Samuel memang di kenal sangat tegas, meskipun sekertarisnya wanita yang tentu saj
"Kakak...""Maafkan aku Amanda, aku hanya bisa menambah masalah saja. Kamu pasti tidak mengeluarkan uang sedikit untuk menjamin ku keluar. Sedangkan uang itu harusnya kamu gunakan untuk membayar pengacara ayah. Aku anak tertua, tapi sangat tidak berguna!" Dimas menyalahkan dirinya sendiri, dia merasa menjadi anak tertua yang tidak berguna. Dia bahkan memperburuk situasi yang ada. Membuat Amanda harus mengeluarkan uang lebih untuk membebaskannya. Amanda mengusap lengan kakaknya dengan lembut. Siapa yang bisa menyalahkan seorang ayah yang sangat merindukan anaknya. "Aku mengerti perasaan mu kak. Kamu sangat rindu pada Revan, aku juga. Tapi kakak tahu ibunya kak Diana itu seperti apa kan? kakak harus bangkit, kakak harus tunjukkan pada ibu mertua kakak, kalau kakak bisa kembali sukses dan kembali membuat kehidupan kak Diana dan Revan berkecukupan seperti dulu. Kakak pasti bisa." kata Amanda menyemangati kakaknya. Meski dalam hatinya sendiri, Amanda bahkan tidak yakin kalau mereka aka
Amanda bisa melihat semua orang sedang memperhatikan mereka, dirinya dan juga Mason. Amanda akan sangat tidak sopan, kalau sampai menolak Mason dan pergi dari tempat ini. Bukan hanya akan membuat malu Mason. Tapi pasti akan membuat dirinya di musuhi dan di anggap sombong juga tidak sopan oleh seluruh keluarga Carter. Sementara kalau melihat ke arah Samuel. Tatapan pria itu mungkin bisa menusuknya karena memang begitu tajam. Rahang pria itu tampak mengeras, jelas sekali tidak memperbolehkan Amanda berdansa dengan Mason. "Amanda, would you like to dance with me?" Tanya Mason begitu sopan. Amanda masih sangat bingung, yang akan membantunya adalah Samuel, bukan Mason, apa yang harus dia lakukan?Amanda menyatukan kedua telapak tangannya dan meminta maaf di depan Mason. "Maaf, aku tidak bisa berdansa denganmu. Aku tidak pantas. Maafkan aku!" kata Amanda yang langsung berbalik dan pergi begitu saja meninggalkan acara itu. Samuel tampak merenggangkan dasinya. Tadinya kalau Amanda meneri
"Sepertinya kamu salah paham kakak ipar...""Aku tidak bicara padamu Mason!" sela Samuel dengan tatapan yang sangat tajam pada Mason. Amanda mundur menjauh dari Mason. "Mana hadiah untuk ibu mertuaku?" Yahya Samuel pada Amanda. "Ini pak" kata Amanda memberikan paper bag yang dia bawa pada Samuel. Samuel meraih paper bag itu."Ambil minuman untukku!" perintah Samuel pada Amanda. "Baik pak!" jawab Amanda dengan cepat. Mason yang melihat perlakukan Samuel pada Amanda sangat tidak tega. Samuel memang sangat galak, kasar dan dingin. Pantas saja tidak ada sekertaris yang sanggup bertahan lebih dari satu tahun kecuali Amanda. "Permisi Mason...""Amanda, kamu tidak perlu mengambilkan minuman itu. Aku akan minta pelayan yang melakukannya." ujarnya pada Amanda. "Tidak perlu Mason, terimakasih atas niat baikmu. Tapi, pak Sam akan lebih marah padaku kalau pelayan yang membawakan minuman untuknya" kata Amanda yang pergi dari sana dengan cepat lalu menuju ke mini bar yang ada di tempat itu.
"Ini pakaian anda pak, dan ini hadiah untuk ibu mertua anda," kata Amanda yang meletakkan pakaian yang terbungkus rapi dengan hangernya itu di sandaran sofa. Dan sebuah paper bag yang berisi set perhiasan untuk ibu mertua Samuel di atas meja kerja Samuel. "Saya permisi." Setelah mengatakan itu Amanda berjalan mundur lalu berbalik hendak keluar. "Sidik jari ayahmu di temukan di stik golf yang di gunakan untuk menghabisi nyawa Yossy Dibyo, kamu yakin bukan ayahmu yang melakukan pelenyapan itu?" tanya Samuel. Amanda menghentikan langkahnya, dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar barusan dari Samuel. Amanda berbalik dan menghampiri Samuel. "Ayah tidak melenyapkan om Yossy, pak. Mereka teman, mereka sering bermain golf bersama," jelas Amanda. "Tapi di malam tewasnya Yossy Dibyo, rekaman CCtv menunjukkan ayahmu yang terakhir pergi ke rumahnya. Di saat keluarganya sedang berada di luar kota. Untuk apa ayahmu datang kesana?" tanya Samuel lagi. Amanda terdiam, dia tidak tahu semua
Remuk redam rasanya tubuh Amanda, dia bahkan tak bisa merasakan apapun di bagian bawahnya. Dengan posisi terbaring, dia melihat ke arah Samuel yang sedang mengenakan pakaiannya kembali. Bahkan untuk menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos, Amanda begitu susah payah. Ketika dia berhasil melakukan itu, dan menutupi tubuhnya. Tangannya kembali terkulai lemas di atas tempat tidur. Amanda memiringkan tubuhnya membelakangi Samuel dan pintu keluar. Setelah berpakaian rapi, Samuel menoleh sekilas ke arah Amanda. "Ini peringatan pertama dan terakhir untukmu. Jangan pernah menerima tawaran dari pria manapun untuk mengantarmu. Atau kamu akan menerima akibat yang lebih dari ini. Nanti malam adalah ulang tahun ibu mertuaku. Carikan hadiah untuknya, dan cari juga pakaian untukku" Setelah mengatakan itu, Samuel pergi dari ruangan istirahatnya dan menutup pintu. Amanda hanya memejamkan matanya, rasanya dia sudah seperti budakk saja. Di bayar, dan harus menurut pada apapun yang di kat