Happy Reading*****Setelah panggilan sang istri terputus, Andrian segera membereskan meja dan melangkah keluar untuk pulang. Sebelum sampai di pintu lift, dia berbelok ke ruangan Tari terlebih dahulu. Belum sempat membuka pintu, sang sekretaris sudah keluar."Kita jodoh kayaknya. Baru mau ke ketok pintu, kamu sudah membukakannya." Senyum bahagia itu Andrian tampakkan.Padahal beberapa detik lalu, si bos marah-marah dan mengumpat dengan perbuatan Lita. Namun, ketika melihat Tari semua kemarahan itu lenyap."Suka banget menggoda saya, Pak. Jika sampai saya baper gimana? Kebetulan saja, saya mau pulang. Jadi, ya, buka pintu. Kan, mau keluar. Ternyata Bapak sudah berdiri di sini." Tari menundukkan pandangan. Jangan sampai rona merah di pipinya terlihat oleh si bos genit. Makin menjadi, Andrian menggodanya nanti.Si bos makin gemas dengan ekspresi gadis pujaannya. " Nggak papa baper. Aku makin seneng jika sampai terjadi seperti itu," ucapnya, "ikut aku, ya!""Ke mana, Pak?" Tari mulai sal
Happy Reading*****Andrian membuka tas dan mengeluarkan laptop. Dia telah menyimpan semua rekaman kamera yang ada di rumah Lita tadi. Sebelum menunjukkan hasil rekaman CCTV pada sang istri muda, dia menatap Tari dan berkata, "Tolong telpon Nina. Sudah sampai mana dia?"Tari, hanya menganggukkan kepala patuh. Ketika Andrian mengulurkan ponselnya, si gadis menerima dengan gemetaran. Pasalnya, tatapan membunuh dari si istri kedua sungguh membuatnya ngeri. Walau demikian, Tari berusaha mengenyahkan rasa itu. Dia segera melakukan panggilan pada Nina. Baru sekali berseling, panggilan tersebut sudah terangkat."Asalamualaikum, Yah. Sebentar lagi sampai. Masih kena macet di jalan. Sabar, ya!" kata Nina."Waalaikumsalam. Mbak, ini saya Tari. Sudah sampai mana sekarang? Bapak meminta saya menghubungi Mbak." Tari sedikit ketakutan mendengar pertengkaran Andrian dan Lita.Mungkin lelaki itu sudah menunjukkan rekaman perbuatan Lita dengan Anton sebelum berangkat tadi. Walau sang sekretaris belum
Happy Reading*****Di sebuah klinik, Andrian menurunkan perempuan itu. Dia berteriak dengan keras agar semua tim medis klinik tersebut segera memberikan penanganan. Darah yang menetes saat menggendong si perempuan tak dihiraukan. Andrian benar-benar takut jika perempuan itu meninggalkan dirinya."Bertahanlah, kumohon!" pinta Andrian dengan segenap harapan yang dimilikinya. "Kamu akan segera ditangani." Andrian melihat mata yang mulai tertutup, lirih dia mendengar perempuan itu mencoba mengucapkan syahadat. Si pria terus saja menggendong hingga hampir di depan loket klinik."Jangan ... jangan tinggalkan aku dengan cara seperti ini!" ucap Andrian beruraian air mata. "Dokter! Suster! Tolong, cepatlah tangani dia!" Si bos terus berteriak agar perempuan itu segera mendapat penanganan.Beberapa perawat dan dokter segera mendorong pasien ke ruang ICU setelah membawa ranjang dorong. Andrian, seorang perempuan lainnya dan juga si bungsu diminta untuk menunggu di luar. Mereka tidak diperkenan
Happy Reading*****Akmal menangis tersedu di pangkuan Tari. Sementara Andrian sibuk menghubungi kedua putrinya dan juga pembantu di rumah. Lelaki itu akan mengabarkan bahwa Nina telah berpulang."Assalamualaikum, Kak. Bisa Ayah minta tolong berikan HP-nya pada Bibi? Ayah mau ngomong penting," ucap Andrian ketika panggilannya sudah diangkat oleh si sulung. "Waalaikumsalam. Bisa, Yah. Bentar." Febi keluar dari kamar dan mencari keberadaan pembantunya yang ternyata sedang santai duduk berdua dengan sang suami yang bekerja sebagai penjaga merangkap tukang kebun di rumah Andrian. "Bi, Ayah mau bicara," katanya sambil menyerahkan ponsel di tangan kanan."Ada apa, Kak?" Febi mengedikkan kedua bahunya. "Coba bicara langsung saja.""Halo, Pak?" ucap si Bibi setelah memegang ponsel Febi. Suaminya yang tengah berada di samping diam mendengarkan, jarang-jarang majikan lelaki mereka telepon pada pria pegawai di rumah tersebut."Bi, tolong kabarkan pada Pak RT bahwa istri saya telah berpulang. M
Happy Reading*****Setiap kehilangan pasti meninggalkan banyak duka. Rasa itu akan timbul seiring kepergian seseorang dari kehidupan kita. Kebersamaan yang selalu dianggap biasa tak mampu membuat Andrian menyadari betapa berharganya Nina di sisinya selama ini. Kehadirannya sering kali terabaikan oleh lelaki itu. Kini saat raga sang istri telah terpisah dari jasadnya, dia baru menyadari arti kehilangan itu.Ambulans yang membawa jasad Nina telah meninggalkan rumah Andrian. Putri sulungnya berteriak histeris saat melihat bundanya tak lagi merespon apa yang dia katakan. Si tengah malah tak sadarkan diri ketika banyak orang mengangkat jenazah sang bunda. Sementara Andrian masih mengikuti jenazah sang istri, Tari mendekap si bungsu yang terguncang."Kak, kamu harus kuat! Kak Febi harus bisa menjaga adik-adiknya!" Tari merangkul putri tertua Andrian setelah menenangkan si bungsu."Tante, mengapa harus secepat ini Bunda pergi?" Febi masih tak percaya dengan yang terlihat."Allah terlalu say
Happy Reading*****Suara azan yang menandakan waktu isya terdengar. Tari menatap jam di dinding. Hampir satu jam berlalu sejak keberangkatan Andrian ke pemakaman. Si bungsu pun sudah tertidur lelap setelah meminum susunya sampai tandas. Hari yang panjang dan melelahkan bagi bocah kecil itu. Perlahan Tari mulai menutup mata menyusul si bungsu yang sudah terlebih dahulu pergi ke alam mimpi. Setelah selesai salat Isya, Tari mulai merasa lelah. Sungguh hati yang panjang dan menyedihkan saat ini.Andrian, kedua putrinya dan juga para pegawai sampai di rumah. Semua orang memang ikut mengantar jenazah Nina ke peristirahatan terakhirnya kecuali Tari. Suasana rumah sepi, masih terdapat karpet yang digelar untuk para pelayat yang datang. Tari memang tak berniat membereskan karena pasti masih terpakai untuk acara tahlil sampai tujuh hari ke depan sebagai acara rangkaian doa atas kematian Nina. "Kak, kamu lihat adikmu dan Tante Tari dulu. Ayah, mau menidurkan Mbak dulu. Kasihan, dia." Andrian
Happy Reading*****Kilat kemarahan terpancar lagi ketika Tari menyebut nama Lita. Si gadis merutuki bibirnya yang begitu saja memanggil nama itu."Maaf, Mas. Saya tidak bermaksud menyulut emosi." Tari menunduk dalam. Dia benar- benar tidak bermaksud untuk memancing kemarahan si bos. Semua terlontar begitu saja."Sekali ini, aku mohon. Jangan pernah menyebut nama perempuan itu. Aku terlalu sakit melihat semuanya, Tar. Pengkhianatan, kejahatan dan juga kebohongannya. Aku sangat membencinya sekarang." Andrian menyandarkan tubuhnya pada sofa yang biasa dipakai Akmal dan Nina berbincang ketika mereka berada di kamar tersebut.Lelaki yang selalu terlihat tegas itu kini mendadak tampak begitu rapuh. Begitu besar pengaruh kepergian Nina padanya, lalu masihkah Andrian akan mengelak bahwa dia tidak mencintai istri pertamanya. Sudut bening kedua kelopak indera Tari kembali menetes ketika mengingat Nina. Meskipun baru mengenalnya, Tari tahu jika Nina adalah orang yang baik. Memiliki hati yang b
Happy Reading*****"Sebentar saja, Tar!" ucap Andrian. Dia mengatupkan kedua tangan dan menatap sang sekretaris penuh permohonan.Tari menaikkan sedikit garis bibirnya. Tak mampu menjawab karena merasa semua ini salah. Namun, melihat kedua indera Andrian yang begitu penuh permohonan sekaligus kesedihan. Gadis itu membiarkan bosnya tetap berada pada posisi semula. Sang sekretaris beristighfar dalam hati dan memohon ampunan untuk kejadian malam ini.Mendapat persetujuan dari si gadis, Andrian tersenyum dan melanjutkan perkataannya yang sempat terjeda."Aku sama Nina itu bersahabat sejak SMP. Dia teman yang selalu mengerti melebihi diriku sendiri. Nggak pernah menyangka jika akhirnya menyimpan rasa cinta untukku. Padahal aku menganggapnya, hanya sebatas sahabat nggak lebih. Prinsip hidupku nggak akan pernah bisa jatuh cinta jika perempuan itu sudah menjadi teman, tapi Nina lain. Dia terus membersamai sampai aku pada keadaan paling terpuruk saat itu. Seperti yang aku ceritakan padamu. Ma