Happy Reading*****Melihat kerusuhan yang dibuat oleh keempat orang dewasa itu, pihak pengelola restoran mendekati meja yang dipesan oleh Bramantio. Mereka sedikit memberi peringatan agar tak membuat gaduh restoran sehingga pengunjung lain merasa terganggu. Andrian mencibir peringatan dari pihak restoran.Bramantio berjanji tidak akan membuat kegaduhan lagi. Dia mengangguk mengerti, lelaki itu juga meminta maaf atas segala kekacauan yang sempat terjadi. Sungguh, bukan keinginannya seperti ini. Malam ini dia berencana makan malam romantis berdua dengan sang gadis pujaan yang sudah memporak-porandakan hati dan pikirannya. Namun, oleh karena ulah Andrian, dia harus gagal mengungkapkan isi hati sekaligus melamar sang kekasih.Sementara itu, Andrian sudah memegang erat pergelangan tangan Tari. Tanpa menunggu jawaban dari sang sekretaris, dia membawanya keluar dari restoran meninggalkan sang manajer HRD. Andrian juga mengajak Lita pulang. Dia mencengkeram erat tangan kiri Tari agar mau men
Happy Reading*****Entah setan apa yang menempel pada tubuh Andrian saat ini. Lelaki itu suka sekali berteriak dan mengamuk. Satu hal lagi, dari mana dia tahu jika Tari akan menghubungi Bramantio. Sang sekretaris benar-benar pusing hari ini dengan kelakuan bosnya."Apa, sih, kamu Pa. Dari tadi marah aja. Bisa tidak kalau ngomong jangan membentak. Sakit telingaku mendengarnya," protes Lita. Malam ini, Andrian sungguh sangat menyebalkan. Sang istri muda mulai jengah dengan sikapnya.Namun, Andrian tidak mengindahkan perkataan sang istri. Dia menatap tajam pada Tari dari kaca di depannya. Amarah lelaki itu kembali muncul saat melihat sang sekretaris bermain ponsel. Jemari perempuan itu terlihat lincah mengetikkan sesuatu di layar.Perkataan yang terlontar dari Andrian memang cuma dugaan saja tadi. Dia, hanya menebak bahwa Tari sedang mencoba menghubungi Bramantio."Berikan ponselmu, Tar! Cepat!" perintah Andrian. "Untuk apa, Pak?" Jawaban Tari makin membuat wajah Andrian seram karena m
Happy Reading*****Kembali, tangan Andrian menggandeng tangan sang sekretaris. Tidak merasa risih sama sekali walau tatapan sang istri penuh amarah. Terbersit di hati Lita untuk mengadukan perihal sikap suaminya pada sang istri pertama.'Mungkin nanti, aku bakalan ngasih tahu si wanita bodoh itu bahwa suaminya berselingkuh.' Lita tertawa dalam hati. Membayangkan kemarahan Nina pada Tari saat nanti dia bercerita. Lita juga akan bersorak jika nanti dua perempuan itu ribut. Si ibu hamil itupun tersenyum bahagia.Sementara Kita tengah membayangkan pertengkaran antara Nina dan sang sektretaris. Tari tengah berusaha keras melepaskan genggaman Andrian. Sang gadis sama sekali tidak menyukai interaksi fisik yang dilakukan lelaki itu."Pak, tolonglah lepaskan tangan saya. Di tempat umum seperti ini tidak baik melakukan hal begini," kata Tari penuh permohonan."Kanapa tidak baik?" tanya Andrian, "lihat itu, mereka saja saling berpegangan tangan. Kenapa aku nggak boleh?" Si bos menunjuk seorang
Happy Reading*****Lita melengos dan meninggalkan suaminya. Berjalan ke arah kasir dengan kemarahan penuh. Sementara Andrian, lelaki itu dengan santai mendekati Tari. Duduk di sebelah gadis itu."Capek nggak nungguin? Sabar, ya, Tar. Lita emang lama kalau belanja, tapi sekarang dia sedang antri di kasir," kata Andrian lembut. Tari menggeser posisi duduknya hingga menghadap si bos. Lalu, dia berkata, "Kenapa Bapak mempersulit hidup saya? Bapak tidak melihat mata Bu Lita penuh kebencian saat memandang saya?"Andrian menggerakkan kepala dan menatap ke arah sang istri yang sedang mengantri. "Lita nggak seperti itu. Jangan terlalu perasa, Tar. Kedua istriku nggak akan pernah saling membenci.""Bapak yakin?" Tari menatap tak percaya. Begitu tinggi percaya diri Andrian bahwa kedua istrinya tidak akan saling membenci karena cemburu, sedangkan dia pernah melihat tangisan Nina di rooftop kantor. "Sangat yakin, Nina bahkan dengan senang hati merestui setiap pernikahanku dengan perempuan-perem
Happy Reading*****"Beri satu alasan kenapa aku harus menjauhimu?" ucap Andrian serius sebelum menjalankan mobil meninggalkan rumah istri keduanya. Dia bukan lelaki tak punya hati hingga membiarkan sang sekretaris menangis seperti itu. "Kalau kamu nggak bisa memberi alasan itu, maka jangan berharap aku akan menjauhimu."Andrian menyalakan kunci mobil. Dia juga sudah memasukkan gigi mesin, bersiap menjalankan kendaraan itu untuk mengantarkan sang sekretaris. Setelah mobil berjalan, dia mulai mendengarkan jawaban Tari dengan serius."Bukan cuma satu, Pak. Saya akan mengatakan banyak alasan supaya Bapak menjauhi saya saat ini dan dari banyaknya alasan itu, status Bapak dengan dua istri yang paling penting. Karena alasan itulah, maka jauhi saya." Tari menyeka air mata yang semakin menganak sungai."Kenapa dengan status dua istri. Bukankah agama kita tidak melarangnya?" Andrian melirik Tari. Lelaki itu ingin tahu apa jawaban dari sang sekretaris. Kendaraan melaju cukup lambat. Andrian sen
Happy Reading *****"Apaan, sih, Pak. Teriak-teriak tidak jelas. Sudah malam ini, sebaiknya kendalikan kemarahan Anda. Saya tidak mau seisi kosan mencibir karena teriakan Bapak."Setelah memarkir mobil dengan baik di halaman kos-kosan Tari. Andrian segera turun dan membukakan pintu untuk perempuan itu. Padahal Tari sudah bersiap turun."Turunlah! Besok aku akan membelikan HP baru untukmu. Suka tidak suka, kamu harus menerimanya sebagai pengganti dan ucapan maaf atas semua kesalahanku malam ini." Andrian mengulurkan tangannya, mengajak Tari.Tari menepis tangan si bos, dia turun sendiri tanpa memegang tangan Andrian. Sedikit menunjukkan kemarahan, dia berkata, "Tidak perlu, Pak! Saya mampu untuk membeli benda itu sendiri. Sebaiknya, Bapak pulang sekarang. Ini sudah malam, saya mau langsung istirahat. Selamat malam." Tangan Andrian sekali lagi terjulur untuk menuntun si gadis, tetapi Tari lagi-lagi menangkis tangan lelaki itu. Dia benar-benar jengkel dengan tabiat Andrian yang tukang
Happy Reading*****Andrian duduk di sebelah Tari sambil membaui minyak kayu putih ke hidung perempuan itu. Sesekali, dia memijat telapak kaki si gadis supaya cepat tersadar. Sungguh, lelaki itu sangat khawatir. Berkali-kali, di melihat ponselnya. Barangkali si dokter sudah sampai, tetapi nihil. Sang dokter belum memberinya kabar lagi.Lebih setengah jam sudah terlewat, Tari belum juga menggerakkan anggota tubuhnya. Andrian menghentikan membaui minyak kayu putih pada hidung Tari. Dia mengambil ponsel dan menekan kontak sang dokter. Sudahkah dia menuju alamat yang dikirimkan tadi.Begitu panggilan terangkat, sang dokter berkata. "Saya sudah ada di gerbang lokasi yang Bapak share tadi, tetapi ragu untuk masuk. Alamat yang saya temui adalah sebuah kos-kosan. Apa betul alamat yang Bapak kirimkan?""Betul, Dok. Memang alamat yang saya kirim tadi adalah kos-kosan. Masuk saja, Dok! Saya ada di kamar paling ujung dekat dengan parkiran. Saya tunggu di depan kamar supaya dokter nggak bingung ny
Happy Reading *****Merasa diterima oleh sang sekretaris, Andrian bisa leluasa menyentuh Tari. Dia akan merengkuh dalam dekapannya untuk masuk kamar mandi. "Tidak perlu sampai memeluk, Pak. Cukup dituntun saja," pinta Tari. Terus terang, dia sangat risih jika Andrian sampai memapahnya seperti tadi."Aku cuma pengen membantu untuk menebus semua kesalahanku, Tar. Nggak ada niat apa pun." Wajah Andrian dibuat semelas mungkin agar Tari kembali bersimpati padanya seperti tadi."Tidak harus mencuri kesempatan dalam kesempitan juga Pak." Tari menatap Andrian serius sebelum masuk kamar mandi. "Saya akan membiarkan Bapak menebus semua kesalahan, tapi berjanjilah. Setelah ini Bapak akan pergi jauh dari kehidupan saya.""Ya, nggak bisalah, Tar. Mana mungkin aku pergi jauh. Kamu lupa apa posisimu di kantor. Kita ini bos dan atasan. Ingat itu." Mulut Andrian maju satu sentimeter. Sebenarnya, tidak pantas lelaki setengah matang macam dirinya manja seperti itu."Ish. Bukan itu yang saya maksud. Ba