Happy Reading*****Pasangan itu berjalan sendiri-sendiri tak semesra tadi, ketika mereka baru menginjakkan kaki di tempat ini. Baru masuk area restoran, sapaan dan senyuman diberikan dari para pelayan resto. Sikap ramah dari para pelayan restoran dapat berubah suasana hati si lelaki."Pa, aku mau ke toilet dulu," kata Lita, "cari meja duluan aja nggak papa, kok."Andrian menoleh ke belakang, menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan pada istrinya. Namun, baru satu langkah sang istri menjauh, lelaki itu sudah memanggilnya. "Pakai ini sebelum banyak orang melihatmu dengan buas." Kembali, Andrian membuka jaket yang dikenakan dan menyerahkan pada Lita.Kali ini, Lita tak lagi protes. Malas jika harus kembali berdebat padahal dengan pakaian yang seperti dikenakannya sekarang, perempuan itu merasa dikagumi. Dia seperti seorang artis yang lewat di atas karpet merah. Namun, demi menjaga kemarahan Andrian, Lita terpaksa menuruti.Andrian berdiri di salah satu pojok yang tak jauh dari ka
Happy Reading*****Andrian berdiri dengan wajah memerah, tepat di depan Tio yang sedang tersenyum. Jelas niat sang manajer bukan mengejek, tetapi beramah-tamah dengan kehadiran si bos. Sedangkan Andrian malah menunjukkan raut wajah yang berbeda. Tak peduli jika reaksi kedua pasangan itu aneh saat mendengar pertanyaan dengan nada marah-marah tadi. Lebih gilanya lagi, buket mawar yang berada di genggaman Tari. Di lemparkan begitu saja oleh Andrian. "Kalian sedang apa di sini? Kenapa diam saja? Apa pertanyaanku kurang keras, hah?!" Sekali lagi, Andrian mengulang pertanyaannya.Sang penyanyi sudah pergi dan kembali ke panggung. Beberapa pengunjung mulai berbisik-bisik. Tari menarik napas panjang. Sungguh sangat memalukan perbuatan si bos yang membuatnya menjadi pusat perhatian. Dia mulai berpikir keras mengapa Andrian sampai marah seperti ini."Tanya dengan nada rendah, bisa, kan, Pak?" ujar Tari sangat lirih. Jangan sampai menimbulkan keributan dan membuat mereka menjadi gunjingan semu
Happy Reading*****Melihat kerusuhan yang dibuat oleh keempat orang dewasa itu, pihak pengelola restoran mendekati meja yang dipesan oleh Bramantio. Mereka sedikit memberi peringatan agar tak membuat gaduh restoran sehingga pengunjung lain merasa terganggu. Andrian mencibir peringatan dari pihak restoran.Bramantio berjanji tidak akan membuat kegaduhan lagi. Dia mengangguk mengerti, lelaki itu juga meminta maaf atas segala kekacauan yang sempat terjadi. Sungguh, bukan keinginannya seperti ini. Malam ini dia berencana makan malam romantis berdua dengan sang gadis pujaan yang sudah memporak-porandakan hati dan pikirannya. Namun, oleh karena ulah Andrian, dia harus gagal mengungkapkan isi hati sekaligus melamar sang kekasih.Sementara itu, Andrian sudah memegang erat pergelangan tangan Tari. Tanpa menunggu jawaban dari sang sekretaris, dia membawanya keluar dari restoran meninggalkan sang manajer HRD. Andrian juga mengajak Lita pulang. Dia mencengkeram erat tangan kiri Tari agar mau men
Happy Reading*****Entah setan apa yang menempel pada tubuh Andrian saat ini. Lelaki itu suka sekali berteriak dan mengamuk. Satu hal lagi, dari mana dia tahu jika Tari akan menghubungi Bramantio. Sang sekretaris benar-benar pusing hari ini dengan kelakuan bosnya."Apa, sih, kamu Pa. Dari tadi marah aja. Bisa tidak kalau ngomong jangan membentak. Sakit telingaku mendengarnya," protes Lita. Malam ini, Andrian sungguh sangat menyebalkan. Sang istri muda mulai jengah dengan sikapnya.Namun, Andrian tidak mengindahkan perkataan sang istri. Dia menatap tajam pada Tari dari kaca di depannya. Amarah lelaki itu kembali muncul saat melihat sang sekretaris bermain ponsel. Jemari perempuan itu terlihat lincah mengetikkan sesuatu di layar.Perkataan yang terlontar dari Andrian memang cuma dugaan saja tadi. Dia, hanya menebak bahwa Tari sedang mencoba menghubungi Bramantio."Berikan ponselmu, Tar! Cepat!" perintah Andrian. "Untuk apa, Pak?" Jawaban Tari makin membuat wajah Andrian seram karena m
Happy Reading*****Kembali, tangan Andrian menggandeng tangan sang sekretaris. Tidak merasa risih sama sekali walau tatapan sang istri penuh amarah. Terbersit di hati Lita untuk mengadukan perihal sikap suaminya pada sang istri pertama.'Mungkin nanti, aku bakalan ngasih tahu si wanita bodoh itu bahwa suaminya berselingkuh.' Lita tertawa dalam hati. Membayangkan kemarahan Nina pada Tari saat nanti dia bercerita. Lita juga akan bersorak jika nanti dua perempuan itu ribut. Si ibu hamil itupun tersenyum bahagia.Sementara Kita tengah membayangkan pertengkaran antara Nina dan sang sektretaris. Tari tengah berusaha keras melepaskan genggaman Andrian. Sang gadis sama sekali tidak menyukai interaksi fisik yang dilakukan lelaki itu."Pak, tolonglah lepaskan tangan saya. Di tempat umum seperti ini tidak baik melakukan hal begini," kata Tari penuh permohonan."Kanapa tidak baik?" tanya Andrian, "lihat itu, mereka saja saling berpegangan tangan. Kenapa aku nggak boleh?" Si bos menunjuk seorang
Happy Reading*****Lita melengos dan meninggalkan suaminya. Berjalan ke arah kasir dengan kemarahan penuh. Sementara Andrian, lelaki itu dengan santai mendekati Tari. Duduk di sebelah gadis itu."Capek nggak nungguin? Sabar, ya, Tar. Lita emang lama kalau belanja, tapi sekarang dia sedang antri di kasir," kata Andrian lembut. Tari menggeser posisi duduknya hingga menghadap si bos. Lalu, dia berkata, "Kenapa Bapak mempersulit hidup saya? Bapak tidak melihat mata Bu Lita penuh kebencian saat memandang saya?"Andrian menggerakkan kepala dan menatap ke arah sang istri yang sedang mengantri. "Lita nggak seperti itu. Jangan terlalu perasa, Tar. Kedua istriku nggak akan pernah saling membenci.""Bapak yakin?" Tari menatap tak percaya. Begitu tinggi percaya diri Andrian bahwa kedua istrinya tidak akan saling membenci karena cemburu, sedangkan dia pernah melihat tangisan Nina di rooftop kantor. "Sangat yakin, Nina bahkan dengan senang hati merestui setiap pernikahanku dengan perempuan-perem
Happy Reading*****"Beri satu alasan kenapa aku harus menjauhimu?" ucap Andrian serius sebelum menjalankan mobil meninggalkan rumah istri keduanya. Dia bukan lelaki tak punya hati hingga membiarkan sang sekretaris menangis seperti itu. "Kalau kamu nggak bisa memberi alasan itu, maka jangan berharap aku akan menjauhimu."Andrian menyalakan kunci mobil. Dia juga sudah memasukkan gigi mesin, bersiap menjalankan kendaraan itu untuk mengantarkan sang sekretaris. Setelah mobil berjalan, dia mulai mendengarkan jawaban Tari dengan serius."Bukan cuma satu, Pak. Saya akan mengatakan banyak alasan supaya Bapak menjauhi saya saat ini dan dari banyaknya alasan itu, status Bapak dengan dua istri yang paling penting. Karena alasan itulah, maka jauhi saya." Tari menyeka air mata yang semakin menganak sungai."Kenapa dengan status dua istri. Bukankah agama kita tidak melarangnya?" Andrian melirik Tari. Lelaki itu ingin tahu apa jawaban dari sang sekretaris. Kendaraan melaju cukup lambat. Andrian sen
Happy Reading *****"Apaan, sih, Pak. Teriak-teriak tidak jelas. Sudah malam ini, sebaiknya kendalikan kemarahan Anda. Saya tidak mau seisi kosan mencibir karena teriakan Bapak."Setelah memarkir mobil dengan baik di halaman kos-kosan Tari. Andrian segera turun dan membukakan pintu untuk perempuan itu. Padahal Tari sudah bersiap turun."Turunlah! Besok aku akan membelikan HP baru untukmu. Suka tidak suka, kamu harus menerimanya sebagai pengganti dan ucapan maaf atas semua kesalahanku malam ini." Andrian mengulurkan tangannya, mengajak Tari.Tari menepis tangan si bos, dia turun sendiri tanpa memegang tangan Andrian. Sedikit menunjukkan kemarahan, dia berkata, "Tidak perlu, Pak! Saya mampu untuk membeli benda itu sendiri. Sebaiknya, Bapak pulang sekarang. Ini sudah malam, saya mau langsung istirahat. Selamat malam." Tangan Andrian sekali lagi terjulur untuk menuntun si gadis, tetapi Tari lagi-lagi menangkis tangan lelaki itu. Dia benar-benar jengkel dengan tabiat Andrian yang tukang
Happy Reading*****Sebelum menjawab salam dari perempuan di hadapannya, Tari meneliti tampilan orang tersebut dari atas ke bawah. Rentang waktu setahun telah mengubah perempuan itu menjadi jauh lebih baik. Pakaian yang semuanya tertutup serta tutur kata lembut saat menyapa. Mencerminkan adanya perubahan dalam dirinya."Waalaikumsalam. Apa kabar, Bu?" sapa Tari berusaha menghormati perempuan itu."Jangan panggil aku ibu. Saya bukan suami atasan kamu lagi," ucap perempuan itu yang tak lain adalah Lita. Tari sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi pada Lita hingga merubahnya seperti sekarang. Walau jelas tahu bahwa perempuan itu sudah tidak bersama Andrian, tetapi Tari tetap berusaha menghormatinya. Terlepas dari segala ancaman dan teror yang pernah dilakukan, istri Andrian sudah memaafkan semua kesalahan itu.Baru akan menjawab perkataan Lita, dari arah belakang Andrian memanggil nama Tari. "Sayang, belanjanya sudah selesai belum." Lita dengan cepat menundukkan pandangan dari l
Happy Reading*****Ingin rasanya Tari menghilang saat ini juga. Bagaimana bisa dia sebrutal itu. Sungguh, si perempuan tidak menyadari aksinya sudah meninggalkan begitu banyak jejak pada suaminya.Andrian yang tahu jika istrinya terkejut dengan hasil perbuatannya sendiri, hanya bisa mengulas senyum. Hatinya berbunga-bunga, ternyata Tari juga bisa seganas tadi. Sebelum sang istri menjawab perkataan putranya, lelaki itu berbisik."Kamu hebat, Sayang. Mas ketagihan dengan yang tadi." Lalu, lelaki itu membuka selimutnya dan menjejakkan kaki ke lantai.Tari menghela napas panjang. Benar-benar jahil suaminya itu. Tidak tahukah Andrian jika dirinya malu setengah mati dengan kebrutalan itu. Melihat begitu banyak jejak di bagian tubuh sang suami yang lain, Tari menggelengkan kepala. Dia kemudian fokus pada Akmal sebelum si kecil bertanya macam-macam."Iya, Sayang. Nanti, Mama pasti obati bekas gigitan serangga di leher Ayah," jawab Tari pada akhirnya.Perempuan itu merutuki dirinya sendiri ya
Happy Reading*****Sesampainya di kamar, Tari membuka pintu dengan tergesa. Takut juga jika sang suami sampai salah paham dengan perkataannya tadi. "Mas, jangan salah paham, dong," ucapnya.Sekarang, Andrian sedang mengganti pakaiannya dengan kaos serta celana pendek. Dia melirik sang istri sebentar. "Gimana nggak salah paham. Kamu membandingkan lelaki lain di depan suamimu. Aku itu cemburuan, Sayang. Bukankah kamu sudah tahu sejak dulu?" Sang suami melanjutkan aktifitasnya melipat sarung dan menggantung baju koko, tiba-tiba saja suasana hati Andrian berubah jelek."Membandingkan gimana, Mas?" Sepertinya, Tari memang salah memilih kata. Padahal maksudnya tadi bukan membandingkan Andrian dengan Pamungkas. "Kalau nggak membandingkan terus apa? Bukankah kamu mengatakan kasus kami berbeda. Maksudmu pasti si Pamungkas pasti jauh lebih baik dari Mas, kan?" Andrian duduk di tepi ranjang dan memajukan bibir. Setelah menjadi suami Tari, lelaki itu makin manja saja. Tidak ingat sama umur.Sek
Happy Reading *****Andrian tidak pernah bosan dengan ibadah menyenangkan bersama sang istri. Sekali lagi, mereka melakukannya dan setelahnya tertidur hingga suara azan Zuhur membangunkan. Tari melenguh dan meregangkan tangan. Kemudian menatap lelaki di sebelahnya yang masih menutup mata."Mas, bangun. Sudah Zuhur," kata Tari pelan disertai guncangan pelan pada lengan Andrian."Hmm," jawab Andrian, tetapi matanya masih tertutup. "Boleh nggak kalau Mas salatnya di rumah saja?""Tidak boleh. Memangnya Mas Andri mau disebut salihah?" kata Tari cepat.Seketika Andrian membuka mata dan menatap sang istri. "Kok bisa salihah, Yang?"Memutar bola mata dan tersenyum, Tari berkata, "Ya, kan. Seorang perempuan itu lebih baik salat di rumah. Nah, jika seorang lelaki tidak salat di masjid tanpa uzur yang jelas, kan, namanya salihah." "Ih, jadi kamu ngatain Mas, ya?" Andrian gemas sendiri melihat wajah sang istri. Dia menggelitik pinggang perempuan itu sampai minta ampun setelahnya."Sudah ... su
Happy Reading*****Tari menengok pada suaminya. Indera Andrian sudah dipenuhi kabur gairah. Tak akan bisa lagi perempuan itu beralasan lain apalagi anak-anak tidak berada di kamar lagi. "Mas mau sarapan apa? Biar aku siapkan dulu," katanya berusaha lepas dari pelukan Andrian yang makin erat dan menggebu."Sarapan kamu boleh, Sayang?" Andrian semakin berani. Mulai menciumi leher dan juga pundak sang istri."Jangan dulu, masih ada anak-anak di rumah. Jika mereka tiba-tiba ketuk pintu kayak kemarin, malah tidak nyaman. Lebih baik, biarkan aku masak supaya cepat sarapan dan meminta bantuan Bapak sama Ibu untuk menjaga anak-anak," kata Tari mencoba bernegosiasi. Dia, hanya perlu sedikit waktu untuk melayani suaminya. Menata jantung yang terus saja bertalu."Anak-anak sudah dibawa ngungsi sama Mas Radit. Di rumah ini tinggal kita berdua, Sayang. Mas sudah nggak sabar menantikan hari ini, apalagi melihat wajah cantikmu. Mas semakin nggak kuat menahannya." Andrian mulai melancarkan rayuan ke
Happy Reading*****Siang berlalu dan berganti sore. Sudah tidak ada tamu lagi di rumah Radit. Namun, ketiga buah hati Andrian dan juga ponakannya Tari tidak mau beranjak dari kamar pengantin. Mereka memonopoli perempuan yang baru saja menjadi istri Andrian.Sekarang, keempat anak-anak itu malah tidur di ranjang dengan Tari di tengah. Andrian yang duduk di sofa depan tempat tidur menatap malas pada anak-anak tersebut."Kenapa selalu saja ada gangguan saat aku ingin berduaan dengan istriku. Radit sama Haura memangnya nggak nyariin anaknya? Enak sekali mereka berdua. Bukan mereka yang jadi pengantin, tapi malah mereka yang berduaan," gerutu Andrian.Matanya mengawasi anak-anak dengan sangat iri karena mereka bisa tidur dipeluk oleh Tari. Jengkel dengan keadaan di kamarnya, Andrian keluar tanpa pamit pada sang istri. Turun, di ruang keluarga, terlihat Radit dan juga Ibrahim tengah berbincang, entah membahas apa. Andrian pun berniat untuk bergabung daripada suntuk memikirkan malam pertama
Happy Reading*****Ingin rasanya Andrian menghilang saat ini juga. Kenapa obrolan yang harusnya cuma untuknya dan sang istri harus didengar oleh ibu mertua. Jadi, tidak bisa menjalankan misi. "Saya nggak modus, Bu. Tari memang terlihat capek. Kasihan kalau sampai siang harus berdiri sampai sore," alibi Andrian."Tidak mungkin sampai sore. Sebelum Zuhur saja sudah habis. Lebay banget kamu."Ibrahim menatap istri dan menantunya bergantian. "Kalian berdua ini, kok, tidak pernah akur," katanya, "kalau Nak Andri mau istirahat duluan saja sana, tapi jangan lama-lama."Lelaki yang baru saja menjadi suami Tari itu memutar bola mata malas. Mana ada istirahat sendiri. Lebih baik di sini menemani sang istri. Tujuan utama istirahat Andrian adalah untuk melepas kerinduan jika sendirian mana bisa. Seketika, wajah gadis yang sudah dihalalkannya tersenyum. Tari seperti mengerti kekecewaan sang suami. "Lagian, Mas itu kenapa tidak sabaran banget.""Rinduku itu sudah seperti puncak Himalaya, Sayang
Happy Reading*****Selesai salat berjemaah di masjid, Andrian bersiap-siap. Keluarga Ustaz Muhammad diminta menginap di rumahnya karena lelaki itu memang sudah tak memiliki keluarga di kota tersebut. Semua adiknya tinggal di pulau seberang bahkan si bungsu tinggal di negara sebelah sehingga mereka tidak bisa datang pada pernikahan ketiga Andrian.Anak-anak beserta istri sang Ustaz sedang dirias oleh MUA yang disewa terpisah oleh Andrian dari WO yang digunakan. Lelaki itu sudah siap dengan setelan jas serta kopiah. Dia duduk di ruang keluarga bersama Ustaz Muhammad menunggu yang lain untuk berangkat ke rumah Tari."Sudah siap Pak Andri?" tanya sang Ustaz."Insya Allah, sudah. Lahir batin sudah siap, Taz. Rasanya, pernikahan kali ini sangat menegangkan. Semalam hampir nggak tidur mikirin hari ini," jujur Andrian mengakui semua kegundahan hatinya.Sang ustaz tertawa. "Mungkin karena gadis yang Pak Andri nikahi sangat spesial. Makanya, mikirin terus.""Sepertinya begitu, Taz. Entahlah."
Happy Reading*****Kembali dengan wajah ditekuk-tekuk, suasana hati Andrian memburuk. Pertemuan dengan WO yang dia sewa untuk pesta pernikahannya pun kurang bersemangat seperti hari sebelumnya. Semua karena kejujurannya yang menceritakan kejadian kemarin pada sang pujaan."Atur semua dengan baik, Pak. Saya percaya pada WO yang Bapak pimpin. Lagian tamu yang saya undang juga tidak banyak," kata Andrian pada pemilik organizer."Baik, Pak. Kami sudah menyiapkan dengan baik dan persiapan sudah hampir 50%," ucap sang organizer."Bagus, kita langsung ketemu di tempat acara saja karena mulai besok saya nggak bisa datang ke tempat tersebut.""Jadi, saya harus koordinasi dengan siapa, Pak?""Mungkin saudara kandung calon istri saya. Nanti, saya kirim nomor beliau. Tolong berikan yang terbaik dan turuti permintaan calon istri saya.""Baik, Pak. Saya bisa bergerak dari sekarang jika seperti itu.""Silakan." Andrian meninggalkan restoran cepat saji tempat janjian mereka. Dia kembali ke kantor de