Happy Reading*****"Gantari?" ucap seseorang yang duduk di kursi paling ujung dari ruang meeting itu.Merasa namanya dipanggil, Tari mendongak. Menyipitkan mata sambil mengingat siapa lelaki yang menyebutkan nama belakangnya tadi. Namun, ingatannya tak juga terurai. Siapa lelaki itu."Apa Anda mengenalnya, Pak Riki?" tanya Yadi memutus semua pikiran orang yang ada di ruangan itu."Ya, saya mengenalnya. Sepertinya, Gantari lupa," jawab lelaki berkulit kuning langsat itu. "Silakan duduk, Pak."Andrian, Tari, Yadi serta asisten dari lelaki itu duduk di kursi yang sudah disediakan. Riki mengedipkan mata pada sang asisten dan dengan sigap perempuan itu berdiri dan keluar ruangan."Benar kamu nggak inget pernah kenal sama Pak Riki," tanya Andrian lirih, nyaris berbisik pada sekretarisnya."Bisa kita mulai presentasinya sekarang, Pak?" tanya Riki memutus obrolan antara Andrian dan Tari. Lelaki itu sangat tidak suka jika masalah pribadi dicampur dengan masalah kerjaan. Walau dalam hati sang
Happy Reading*****Tari melihat perubahan wajah dari atasannya. "Apa ada masalah, Pak."Sungguh, dia tidak berniat mencari perhatian. Hanya sebatas rasa khawatir sebagai bawahan pada atasannya saja. Andrian sudah begitu baik dengan memotongkan daging steak untuknya. Apalagi, di kota Purwokerto ini, mereka cuma berdua. Jauh dari keluarga yang akan selalu siap membantu ketika mengalami masalah."Nggak ada masalah serius. Cuma sedikit kaget saja. Nanti sampai hotel aku ceritakan." Andrian beralih menatap Riki. "Gimana dengan berkas kerja sama kita, Pak. Apa sudah bisa ditandatangani?"Riki menyadari perubahan suasana hati Andrian setelah menatap ponselnya tadi. Sepertinya memang ada sesuatu yang telah terjadi, begitu pikiran pengusaha muda itu. Riki lantas menatap asistennya."Berkasnya sudah siap semua, Pak. Tinggal tanda tangan saja kalau sudah sampai kantor." "Baiklah, mari kita selesaikan kerja sama ini karena ada pekerjaan lain yang sudah menunggu saya," kata Andrian.Di samping l
Happy Reading*****"Tar, apa yang terjadi dengan Bapak?" Nina mulai panik. Namun, si sekretaris belum juga menjawab pertanyaannya.Buru-buru Andrian mematikan sambungan video dengan istri mudanya. Lalu, berbalik menatap kepada sekretarisnya. "Apa, sih, Tar. Teriak-teriak nggak ada sopannya.""Bu Nina telpon. Dari tadi menghubungi ponsel Bapak, sibuk terus." Tari menyerahkan ponsel miliknya dan menjauhi lelaki itu. Sudah dua kali, dia melihat adegan sepasang suami istri itu yang tidak pada tempatnya. Oke, mereka memang sudah halal untuk urusan ranjang dan mesra-mesraan, tetapi tidak harus mengumbarnya seperti itu. Tari menghentakkan kakinya, berjalan menjauh dari si bos.Gemuruh di hatinya masih saja kuat, Tari mengambil minum untuk meredakan keterkejutannya. Setelah itu, dia duduk dan memijit pelipisnya. Kepalanya mulai berdenyut. Tidur yang kurang serta adegan yang dilihatnya tadi sungguh membuatnya pusing.Baru memejamkan mata, suara Andrian terdengar. "Nih, HP-mu. Lain kali, pang
Happy Reading*****Kembali, Tari menatap bosnya. Andrian yang ditatap malah mengedikkan bahu."Ngasih ijin saja, Pak," kata Novriyanto yang mengerti bahasa tubuh keduanya."Saya terserah Tari saja, Pak. Lagian besok kami memang nggak ada kerjaan. Siangnya, sekitar jam 1 siang barulah kami pulang." Andrian melirik sekretarisnya. "Kalau mau jalan saja sama Pak Novri, Tar. Besok saya juga mau jalan-jalan sekalian nyari oleh-oleh untuk anak-anak.""Saya masih ada kerjaan, Pak. Mungkin besok, saya akan menyelesaikannya. Jadi, maaf Pak Novri. Saya tidak bisa menerima ajakan piknik dari njenengan." Tari mengatupkan kedua tangan."Tidak masalah, Mbak. Lain kali, kalau berkunjung ke kota ini lagi, harus terima ajakan piknik. Saya tidak mau mendengar penolakan," kata Novriyanto tegas, "sudah milih menu makan siangnya."Selesai menghabiskan santap siang mereka, investor itu meraih tasnya dan mengeluarkan sebuah buku kecil.Novriyanto segera menuliskan angka pada buku cek tersebut seperti yang s
Happy Reading******Tak ingin membuat celah untuk sahabatnya mem-bully, Andrian membuka laptop dan mulai bekerja. Dia juga membaca semua berkas yang diserahkan Yadi, memeriksanya satu per satu."Yad, tahun depan kita harus meluncurkan produk baru. Penjualan daging untuk isian burger semakin berkurang. Padahal makanan satu itu sedang naik daun. Banyak pedagang kaki lima yang menjual jajanan favorit anak-anak itu. Apa rasa produk kita kurang enak, ya?" tanya Andrian setelah meneliti laporan penjualan setiap produk miliknya."Daging ham turun penjualan bukan karena rasa yang tidak enak, tapi produk kita dinilai terlalu mahal oleh penjual kaki lima," jelas Yadi. Lalu, dia menyerahkan sebuah map pada sahabatnya. "Coba kamu lihat penjualan pesaing kita dengan produk sama. Milik mereka penjualannya meroket, sedangkan produk kita malah turun."Andrian mengamati dan membaca map yang disodorkan Yadi. Dia melihat grafik penurunan serta analisa yang dilakukan oleh sahabatnya terhadap produk pes
Happy Reading*****"Tar, aku mau menceritakan sesuatu? Maukah kamu mendengarnya?" tanya Andrian. Entah mengapa mendengar jawaban Tari tadi, lelaki itu ingin mendengar pendapatnya tentang seseorang.Tari menghentikan kegiatannya, dia menutup mushaf dan memandang ke arah Andrian. "Apa yang akan Bapak ceritakan? Silakan bercerita! Saya siap mendengarkan."Mendadak wajah Andrian berubah menjadi melankolis. Dia merubah duduknya yang semula di tengah ranjang menjadi ke pinggir. Tari juga bangkit dan berpindah posisi dari duduk di lantai menuju sofa. Masih membawa kitab suci di tangan kanan, gadis itu siap mendengarkan cerita Andrian.Sebelum berkata, Andrian memejamkan mata, menarik napas dan mengembuskannya. "Dulu ada seorang pemuda. Dia seorang yang bisa dikatakan taat pada perintah Tuhannya, tapi bukan seperti dirimu ini." Lelaki itu melihat pada Tari, ingin mengetahui bagaimana reaksinya.Bola mata Tari bergerak, bingung dengan perkataan Andrian. "Maksudnya, Pak? Saya masih belum menge
Happy Reading*****Andrian dan Tari sampai di Surabaya tepat pukul dua dini hari. Oleh karena lelah, lelaki itu tak mengantar sang sekretaris ke kosnya. Dia malah mengajak Tari ke rumah Nina. Kedatangan mereka berdua disambut hangat oleh sang pemilik rumah.Pertama kali pintu dibuka, Andrian mengucapkan salam pada sang istri. Hal yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan. Nina melongo mendengar salam suaminya, tetapi dengan cepat perempuan itu bisa menjawab."Papa berangkat jam berapa? Dini hari baru sampai," tanya Nina, meskipun suaminya membawa sang sekretaris ke rumah. Namun, tak ada sedikitpun rasa cemburu atau curiga di wajah perempuan tiga anak itu. Sementara Tari masih diserang gugup hingga dia bersembunyi di balik punggung bosnya.Raut bahagia tampak ketika menyambut kedatangan sang suami. Tari bahkan merasa tak enak, sudah menganggu istirahat perempuan itu."Berangkat sore, Bun. Tumben langsung buka pintu pas bel bunyi." Andrian mencium kening sang istri mesra di hadapan sekr
Happy Reading*****Tari dan Andrian sudah masuk ke mobil. Sebelum menjalankan kendaraannya, lelaki itu bertanya, "Kamu mau pulang ke kos dulu atau bagaimana?""Langsung ke kantor saja, Pak. Ribet jika balik dulu ke kos. Lagian jalannya juga muter, bisa telat saya absen.""Kamu itu, pasti nggak mau telat terus kena potong gaji," gumam Andrian. Dia menggelengkan kepala dan mulai menghidupkan mesin, melajukan mobilnya membelah jalanan.Kurang dari tiga puluh menit, mereka sudah berada di parkiran, Andrian turun terlebih dahulu. Lalu membukakan pintu untuk Tari. Beberapa pasang mata melihat adegan mereka. Bisik-bisik pun mulai terdengar. Si bos cuek saja, tetapi tidak dengan sang sekretaris."Harusnya, Bapak tidak melakukan hal ini pada saya. Gosip tentang kita masih belum reda. Pasti dengan kejadian ini akan bertambah lagi," kata Tari pelan memperingatkan bosnya agar tidak berbuat hal yang mengundang pembicaraan negatif tentang mereka."Biarkan saja, mereka mau mengatakan dan bergosip a