Happy Reading*****Kembali, Tari menatap bosnya. Andrian yang ditatap malah mengedikkan bahu."Ngasih ijin saja, Pak," kata Novriyanto yang mengerti bahasa tubuh keduanya."Saya terserah Tari saja, Pak. Lagian besok kami memang nggak ada kerjaan. Siangnya, sekitar jam 1 siang barulah kami pulang." Andrian melirik sekretarisnya. "Kalau mau jalan saja sama Pak Novri, Tar. Besok saya juga mau jalan-jalan sekalian nyari oleh-oleh untuk anak-anak.""Saya masih ada kerjaan, Pak. Mungkin besok, saya akan menyelesaikannya. Jadi, maaf Pak Novri. Saya tidak bisa menerima ajakan piknik dari njenengan." Tari mengatupkan kedua tangan."Tidak masalah, Mbak. Lain kali, kalau berkunjung ke kota ini lagi, harus terima ajakan piknik. Saya tidak mau mendengar penolakan," kata Novriyanto tegas, "sudah milih menu makan siangnya."Selesai menghabiskan santap siang mereka, investor itu meraih tasnya dan mengeluarkan sebuah buku kecil.Novriyanto segera menuliskan angka pada buku cek tersebut seperti yang s
Happy Reading******Tak ingin membuat celah untuk sahabatnya mem-bully, Andrian membuka laptop dan mulai bekerja. Dia juga membaca semua berkas yang diserahkan Yadi, memeriksanya satu per satu."Yad, tahun depan kita harus meluncurkan produk baru. Penjualan daging untuk isian burger semakin berkurang. Padahal makanan satu itu sedang naik daun. Banyak pedagang kaki lima yang menjual jajanan favorit anak-anak itu. Apa rasa produk kita kurang enak, ya?" tanya Andrian setelah meneliti laporan penjualan setiap produk miliknya."Daging ham turun penjualan bukan karena rasa yang tidak enak, tapi produk kita dinilai terlalu mahal oleh penjual kaki lima," jelas Yadi. Lalu, dia menyerahkan sebuah map pada sahabatnya. "Coba kamu lihat penjualan pesaing kita dengan produk sama. Milik mereka penjualannya meroket, sedangkan produk kita malah turun."Andrian mengamati dan membaca map yang disodorkan Yadi. Dia melihat grafik penurunan serta analisa yang dilakukan oleh sahabatnya terhadap produk pes
Happy Reading*****"Tar, aku mau menceritakan sesuatu? Maukah kamu mendengarnya?" tanya Andrian. Entah mengapa mendengar jawaban Tari tadi, lelaki itu ingin mendengar pendapatnya tentang seseorang.Tari menghentikan kegiatannya, dia menutup mushaf dan memandang ke arah Andrian. "Apa yang akan Bapak ceritakan? Silakan bercerita! Saya siap mendengarkan."Mendadak wajah Andrian berubah menjadi melankolis. Dia merubah duduknya yang semula di tengah ranjang menjadi ke pinggir. Tari juga bangkit dan berpindah posisi dari duduk di lantai menuju sofa. Masih membawa kitab suci di tangan kanan, gadis itu siap mendengarkan cerita Andrian.Sebelum berkata, Andrian memejamkan mata, menarik napas dan mengembuskannya. "Dulu ada seorang pemuda. Dia seorang yang bisa dikatakan taat pada perintah Tuhannya, tapi bukan seperti dirimu ini." Lelaki itu melihat pada Tari, ingin mengetahui bagaimana reaksinya.Bola mata Tari bergerak, bingung dengan perkataan Andrian. "Maksudnya, Pak? Saya masih belum menge
Happy Reading*****Andrian dan Tari sampai di Surabaya tepat pukul dua dini hari. Oleh karena lelah, lelaki itu tak mengantar sang sekretaris ke kosnya. Dia malah mengajak Tari ke rumah Nina. Kedatangan mereka berdua disambut hangat oleh sang pemilik rumah.Pertama kali pintu dibuka, Andrian mengucapkan salam pada sang istri. Hal yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan. Nina melongo mendengar salam suaminya, tetapi dengan cepat perempuan itu bisa menjawab."Papa berangkat jam berapa? Dini hari baru sampai," tanya Nina, meskipun suaminya membawa sang sekretaris ke rumah. Namun, tak ada sedikitpun rasa cemburu atau curiga di wajah perempuan tiga anak itu. Sementara Tari masih diserang gugup hingga dia bersembunyi di balik punggung bosnya.Raut bahagia tampak ketika menyambut kedatangan sang suami. Tari bahkan merasa tak enak, sudah menganggu istirahat perempuan itu."Berangkat sore, Bun. Tumben langsung buka pintu pas bel bunyi." Andrian mencium kening sang istri mesra di hadapan sekr
Happy Reading*****Tari dan Andrian sudah masuk ke mobil. Sebelum menjalankan kendaraannya, lelaki itu bertanya, "Kamu mau pulang ke kos dulu atau bagaimana?""Langsung ke kantor saja, Pak. Ribet jika balik dulu ke kos. Lagian jalannya juga muter, bisa telat saya absen.""Kamu itu, pasti nggak mau telat terus kena potong gaji," gumam Andrian. Dia menggelengkan kepala dan mulai menghidupkan mesin, melajukan mobilnya membelah jalanan.Kurang dari tiga puluh menit, mereka sudah berada di parkiran, Andrian turun terlebih dahulu. Lalu membukakan pintu untuk Tari. Beberapa pasang mata melihat adegan mereka. Bisik-bisik pun mulai terdengar. Si bos cuek saja, tetapi tidak dengan sang sekretaris."Harusnya, Bapak tidak melakukan hal ini pada saya. Gosip tentang kita masih belum reda. Pasti dengan kejadian ini akan bertambah lagi," kata Tari pelan memperingatkan bosnya agar tidak berbuat hal yang mengundang pembicaraan negatif tentang mereka."Biarkan saja, mereka mau mengatakan dan bergosip a
Happy Reading*****Tepat pukul lima sore setelah menyelesaikan meeting, Andrian terpaksa pulang bersama Lita. Walau harus ada drama, tetapi lelaki itu tetap memenuhi tugasnya sebagai seorang suami. Namun, setelah sang istri terlelap lelaki itu kembali ke rumah Nina. Hari-hari berikutnya pun demikian.Walau jatah menginap bersama istri kedua, tetapi setelah melaksanakan tugas dan memberi nafkah biologis. Andrian selalu pulang ke rumah Nina. Dia merasa lebih tenang berada di rumah istri pertamanya bersama dengan anak-anak.Jangan tanya bagaimana tanggapan sang istri kedua. Selalu marah tak jelas, ujung-ujungnya meminta tambahan uang belanja. Andrian tak keberatan dengan semua itu asal di bisa tenang. Sifat Lita dan Nina memang sangat jauh berbeda. Namun, begitu Andrian tak ambil pusing.Seperti saat ini, Andrian sengaja tetap berada di kamarnya hingga salat Magrib menjelang. Setelahnya, dia mulai membaca kitab suci. Hal yang kini selalu diusahakan walau cuma membaca satu ayat saja den
Happy Reading*****Semburat jingga menemani percakapan dua orang berlainan jenis di sebuah restoran rooftop yang terkenal. Letak restoran yang berada di atas sebuah hotel menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung. Dua orang berlainan jenis itu tak lain adalah Tari dan Bramantio. saat ini keduanya tengah makan malam di resto itu. Duduk berhadapan seperti ini, membuat jantung si gadis berlompatan. Tari berusaha menetralkan degup jantungnya ketika mata sang manajer HRD menatap intens nyaris tanpa berkedip. "Lihatnya jangan gitu, Pak. Jadi risih tahu," pinta Tari yang malu ditatap sedemikian rupa oleh Bramantio."Masak gitu aja malu, Tar." Si lelaki tersenyum. Ingin sekali menggenggam tangan wanita pujaannya saat ini. Namun, yakin keinginan itu pasti ditolak oleh Tari. Akhirnya, Bramantio, hanya bisa menatap dan mengagumi sang pujaan. "Tahu tidak kalau kamu itu cantik banget, Tar. Siapa pun yang menatapmu pasti tidak akan bosan, termasuk aku.""Gombal, ih, Pak."Bramantio me
Happy Reading****Sementara di tempat lain, Andrian baru saja memarkirkan kendaraan roda empatnya di halaman rumah sang istri kedua. Lelaki itu turun dengan suasana hati kacau. Andrian masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia cuma memanggil Lita dengan sedikit teriakan."Apa, sih, Pa. Ini rumah bukan hutan, teriak-teriak saja." Lita keluar dari ruang tengah menuju ruang tamu. Walau mulutnya mengatakan keberatan atas tindakan sang suami, tetapi tubuh perempuan itu merespon lain. Dia malah merentangkan tangan dan langsung memeluk lelakinya."Sudah siap? Ayo berangkat. Papa nggak mau kemalaman." Belum sempat masuk ke rumah sepenuhnya, Andrian sudah akan keluar lagi. Tubuhnya begitu tegang dengan pelukan sang istri.Lita mengurai pelukan dan mendongakkan kepala. Lalu, menatap manja. "Nggak pengen main dulu sebelum keluar? Satu ronde mungkin? Kita lakukan dengan cepat.""Papa lagi nggak mood buat main. Ayo berangkat." Andrian berbalik dan berjalan terlebih dahulu ke arah mobilnya.