Beranda / Rumah Tangga / Sekeping Hati yang Bertahan / Bab 71: Sebuah Rahasia yang Terpendam

Share

Bab 71: Sebuah Rahasia yang Terpendam

Penulis: Le Vant
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-16 12:30:01

Pagi di rumah keluarga Dimas berjalan dengan ritme yang biasa. Cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah-celah tirai jendela, menyinari ruang tamu yang telah diisi dengan aroma teh hangat dan roti panggang. Wulan, dengan senyum tipis di wajahnya, sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk semua orang. Ibu mertuanya, Bu Ratna, duduk di meja makan, menatap Wulan dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Roti panggangnya sudah matang, Bu," ujar Wulan sambil meletakkan piring berisi roti di meja.

"Terima kasih, Wulan," jawab Bu Ratna dengan nada datar. Meski kata-katanya terdengar sopan, Wulan dapat merasakan jarak yang tak kasat mata di antara mereka. Ketegangan ini hampir tak terlihat, namun cukup terasa bagi Wulan, yang sudah terbiasa mengamati perilaku keluarganya. 

Ana, yang baru saja turun dari lantai atas, duduk di meja dengan langkah ringan. “Pagi, semua,” sapanya dengan ceria. 

“Pagi, Ana. Mau kopi?” tanya Wulan deng

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 72: Mencari Ketenangan dalam Kesunyian

    Malam di rumah keluarga Dimas selalu sunyi. Setelah makan malam bersama, semua orang kembali ke rutinitas masing-masing. Bu Ratna dan Pak Wirya sering menghabiskan waktu dengan menonton televisi di ruang keluarga, sementara Ana dan suaminya, Arif, terkadang masih sibuk dengan pekerjaan atau berada di kamar mereka.Wulan duduk di sudut kamar, menatap layar ponselnya yang berkedip-kedip. Pesan dari stafnya di Solus Group sudah masuk, berisi rincian masalah yang perlu diselesaikan. Wulan tahu bahwa dia tidak bisa menunda keputusan ini terlalu lama, tetapi dia juga sadar bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk berkutat dengan urusan pekerjaan. Suara televisi dari ruang keluarga terdengar sayup-sayup melalui dinding, mengingatkan Wulan bahwa keluarganya hanya beberapa langkah jauhnya. Dia harus tetap waspada.Wulan menghela napas panjang, lalu menutup ponselnya dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. "Nanti saja," pikirnya. Dia tahu bahwa tekanan ini akan terus me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 73: Di Balik Senyum yang Tersembunyi

    Pagi itu, suasana di rumah keluarga Dimas terasa damai seperti biasa. Matahari mulai menembus jendela, menyinari ruang makan yang sudah tertata rapi dengan sarapan pagi. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat yang menenangkan.Wulan sudah bangun lebih awal dari yang lain, seperti biasanya. Dia menyiapkan sarapan dengan hati-hati, memastikan semuanya sempurna sebelum keluarga berkumpul. Meskipun dalam hati dia tahu bahwa perhatian ini mungkin tidak sepenuhnya dihargai, Wulan tetap menjalankan perannya sebagai istri dan menantu dengan sebaik-baiknya.Dimas turun dari lantai atas dengan senyuman di wajahnya. “Pagi, Sayang,” sapanya sambil mencium pipi Wulan.“Pagi, Mas,” jawab Wulan dengan senyum lembut, meskipun di dalam hatinya masih ada beban yang tak terlihat. Dia merasa senang melihat Dimas dalam suasana hati yang baik, meskipun dia tahu bahwa kebahagiaan ini bersifat sementara.Tidak lama kemud

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 74: Badai yang Mulai Terasa

    Pagi di rumah keluarga Dimas dimulai dengan cara yang sama seperti biasanya. Wulan bangun lebih awal dari yang lain, menyiapkan sarapan, dan memastikan segala sesuatunya berjalan lancar. Namun, di balik rutinitas yang tenang ini, Wulan mulai merasakan tekanan yang semakin meningkat dari sikap keluarga Dimas.Setelah sarapan, Dimas bersiap untuk pergi bekerja. Sebelum meninggalkan rumah, dia mendekati Wulan yang sedang membereskan meja makan. “Sayang, hari ini kamu ada rencana apa?” tanya Dimas dengan nada lembut.Wulan tersenyum, meskipun hatinya terasa sedikit berat. “Tidak ada yang khusus, Mas. Aku hanya akan di rumah, mungkin sedikit membersihkan dan menyiapkan makan malam.”Dimas mengangguk dan mencium kening Wulan. “Kalau begitu, jaga diri baik-baik ya. Aku akan pulang lebih awal hari ini.”“Pasti, Mas. Hati-hati di jalan,” balas Wulan dengan senyum yang tetap dipaksakan. Setelah Dimas pergi, senyumnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 75: Bayang-bayang Kecurigaan

    Hari-hari berikutnya tidak menjadi lebih mudah bagi Wulan. Setiap kali Dimas pergi bekerja, suasana rumah kembali berubah. Seolah-olah, kehangatan yang ia ciptakan setiap pagi dengan penuh cinta menguap begitu saja ketika pintu depan tertutup di belakang suaminya.Keluarga Dimas, terutama Bu Ratna, semakin sering menunjukkan sikap yang membuat Wulan merasa tidak nyaman. Meskipun mereka tidak pernah secara langsung menyudutkannya, ada tatapan, kata-kata halus, dan sikap dingin yang membuatnya merasa semakin terasing.Pagi itu, Wulan tengah merapikan bunga di vas ruang tamu ketika Bu Ratna masuk. Wulan melihat ibu mertuanya berjalan dengan langkah pelan, tetapi setiap langkahnya terasa membawa beban berat yang tidak terlihat."Wulan, ada yang ingin aku bicarakan denganmu," kata Bu Ratna tanpa basa-basi.Wulan meletakkan bunga yang sedang ia tata dan menoleh, "Ada apa, Bu?"Bu Ratna menghela napas panjang sebelum berbicara lagi. "Kamu sudah cuku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 76: Dinding yang Semakin Menipis

    Matahari baru saja menampakkan cahayanya di ufuk timur ketika Wulan terbangun dari tidur yang tidak terlalu nyenyak. Malam itu, meski sudah berusaha keras untuk memejamkan mata, pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai kekhawatiran. Ia melirik Dimas yang masih terlelap di sampingnya, merasa sedikit lega melihat suaminya tampak tenang dalam tidurnya. Wulan tahu bahwa Dimas adalah sumber kekuatannya, tetapi juga adalah kelemahan terbesarnya.Setelah mandi dan berpakaian, Wulan turun ke dapur untuk memulai aktivitasnya seperti biasa. Seperti hari-hari sebelumnya, Wulan menyiapkan sarapan dengan penuh kasih sayang. Ia tahu bahwa momen seperti ini adalah saat-saat yang berharga baginya, saat ia bisa merasakan ketenangan sebelum badai datang kembali.Sambil memasak, pikirannya melayang pada percakapan dengan Ana sehari sebelumnya. Wulan masih bisa merasakan ketegangan yang terselip di balik kata-kata adik iparnya itu. Ana, meskipun terlihat ramah dan ceria, mulai

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 77: Di Bawah Permukaan

    Pagi berikutnya dimulai dengan rutinitas yang sama. Wulan terbangun dengan perasaan sedikit lebih ringan setelah percakapan dengan Dimas tadi malam. Meski masalah di kantor suaminya belum selesai, Wulan merasa sedikit lega bahwa Dimas mau terbuka tentang apa yang mengganggunya. Namun, perasaan tenang itu tidak bertahan lama.Saat Wulan tengah menyiapkan sarapan, Bu Ratna tiba-tiba muncul di dapur. Wulan bisa merasakan kehadiran ibu mertuanya bahkan sebelum melihatnya. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara Bu Ratna berjalan, seolah-olah ada beban yang ia bawa yang tak kasat mata."Selamat pagi, Bu," sapa Wulan sambil berusaha tersenyum.Bu Ratna hanya mengangguk singkat tanpa membalas senyum Wulan. Matanya yang tajam memerhatikan setiap gerakan menantunya. Wulan merasakan udara di dapur menjadi dingin seketika, meski cuaca di luar masih hangat. Ia tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Bu Ratna, tetapi ibu mertuanya menahan diri.Ana masuk ke dapur beb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 78: Tanda-Tanda Halus

    Pagi di rumah keluarga Dimas dimulai dengan suasana yang tampak normal di luar, tetapi di bawah permukaan, ada arus yang tak terlihat sedang bergerak perlahan namun pasti. Wulan terbangun dengan perasaan yang campur aduk, namun ia tetap tersenyum saat melihat Dimas yang masih tertidur di sebelahnya. Ia tahu, hari ini akan menjadi hari yang panjang dan menantang.Dimas terbangun beberapa saat kemudian dan langsung mencium kening Wulan sebelum beranjak dari tempat tidur. "Selamat pagi, sayang," ujarnya sambil tersenyum.Wulan membalas dengan senyuman yang lembut. "Selamat pagi, Mas. Bagaimana tidurmu?""Nyenyak sekali. Aku merasa lebih baik pagi ini," jawab Dimas sambil meregangkan tubuhnya. "Terima kasih sudah mendengarkan aku semalam.""Mas tidak perlu berterima kasih," Wulan berkata lembut. "Aku istrimu, dan aku akan selalu ada untukmu."Dimas tersenyum dan memeluk Wulan erat sebelum akhirnya menuju kamar mandi. Saat ia pergi, Wulan menarik napas

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 79: Permainan yang Semakin Rumit

    Wulan terbangun pagi-pagi sekali, bahkan sebelum matahari benar-benar terbit. Ia merasakan kegelisahan yang menumpuk di dalam dirinya sejak percakapan dengan Bu Ratna kemarin. Ada ketegangan yang tak bisa ia abaikan, seperti benang tipis yang siap putus kapan saja.Ia bangkit dari tempat tidur dengan hati-hati agar tidak membangunkan Dimas yang masih terlelap. Setelah membenahi dirinya, Wulan berjalan keluar kamar dan menuju dapur untuk memulai rutinitasnya. Pagi ini, ia memutuskan untuk membuat sarapan spesial sebagai upaya untuk menjaga kedamaian di rumah, meski hanya sementara.Wulan tahu bahwa ia harus terus memainkan peran ini dengan sempurna, tidak boleh ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh Bu Ratna atau Ana. Setiap tindakan kecilnya diperhitungkan dengan cermat, seolah-olah ia sedang berjalan di atas lapisan es yang sangat tipis.Ketika aroma masakan mulai menyebar di seluruh rumah, satu per satu anggota keluarga mulai bangun. Dimas muncul pertama, wajah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20

Bab terbaru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 176: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Keesokan harinya, setelah merayakan keberhasilan mereka, Wulan terbangun dengan perasaan segar. Namun, saat menyiapkan sarapan, bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Ia teringat pada perlakuan dingin keluarga Dimas, yang tak kunjung hilang dari ingatannya. Bagaimana mereka selalu terlihat baik di depan Dimas, sementara di belakangnya, mereka memperlakukannya dengan sinis.Saat Dimas masuk ke dapur, Wulan berusaha menyembunyikan pikirannya. “Selamat pagi! Apa kamu siap untuk hari ini?” tanya Dimas dengan semangat.“Selamat pagi. Tentu saja, aku sudah menyiapkan rencana kerja untuk minggu ini,” jawab Wulan, berusaha menunjukkan antusiasme.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi pelatihan mereka. Wulan merasakan semangat di dalam dirinya. Namun, saat mereka melangkah keluar, matanya tertangkap oleh sosok familiar yang melintas di jalan. Itu adalah Ibu Dimas, berjalan dengan angkuh, seolah tak pernah melihat mere

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 175: Langkah Menuju Impian

    Hari-hari setelah presentasi itu menjadi lebih dinamis bagi Wulan dan Dimas. Mereka berdua semakin sering berdiskusi tentang rencana masa depan usaha pelatihan yang mereka jalankan. Wulan merasa optimis, namun di sisi lain, bayang-bayang keraguan dan ketidakpastian masih menghantui pikirannya.Suatu pagi, saat mereka duduk di meja makan, Dimas terlihat lebih bersemangat dari biasanya. “Aku mendapat kabar baik! Salah satu sponsor besar ingin bertemu dengan kita,” katanya dengan senyum lebar.Wulan menatap Dimas dengan rasa ingin tahu. “Sponsor besar? Siapa mereka?”“Perusahaan alat olahraga terkenal. Mereka tertarik untuk mendukung program kita,” Dimas menjelaskan, matanya berbinar. “Ini kesempatan bagus untuk mengembangkan usaha kita lebih jauh.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Meskipun senang dengan berita ini, ketakutan akan penolakan masih ada. “Tapi, apa mereka benar-benar tertarik pad

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 174: Menghadapi Kebenaran

    Hari-hari setelah acara presentasi itu membawa perubahan yang signifikan bagi Wulan. Keluarga Dimas, terutama ibunya, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan terhadap program pelatihan yang dijalankannya. Wulan merasa sedikit lega, tetapi di sudut hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan.Dimas mendukung penuh setiap langkah Wulan. Dia sering pulang lebih awal dari kerja untuk membantu Wulan mempersiapkan sesi pelatihan berikutnya. “Aku ingin memastikan bahwa semua orang di keluarga kita melihat betapa pentingnya ini,” kata Dimas dengan semangat.Suatu malam, setelah makan malam, Wulan dan Dimas duduk di sofa, membahas langkah selanjutnya. “Sayang, bagaimana kalau kita mengadakan sesi khusus untuk keluarga? Aku ingin mereka merasakan langsung dampak dari apa yang kita lakukan,” usul Wulan.Dimas mengangguk, “Itu ide yang bagus! Mungkin kita bisa mengundang mereka ke sesi pelatihan berikutnya dan menunjukkan bagaimana peserta be

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 173: Terjebak dalam Jaringan Harapan

    Keesokan harinya, Wulan merasa bersemangat. Dia sudah merencanakan sesi pelatihan baru yang berfokus pada keterampilan kewirausahaan. Dia ingin peserta merasakan langsung bagaimana memulai usaha mereka sendiri, bahkan dari hal-hal kecil. Saat dia memasuki ruang pelatihan, senyum lebar menghiasi wajahnya.“Selamat pagi, semuanya!” sapanya ceria, dan para peserta membalas dengan antusias. Mereka duduk melingkar, penuh harapan.“Saya ingin kita berbagi ide tentang produk apa yang bisa kita jual. Kalian semua memiliki keahlian masing-masing, dan saya percaya kita bisa menemukan peluang yang tepat!” Wulan melihat semangat di wajah-wajah mereka dan merasa energinya meningkat.Mira, yang sudah mulai menjual kue, mengangkat tangan. “Saya bisa membantu mengajarkan cara membuat kue yang enak dan mudah!” Wulan tersenyum bangga. “Itu ide yang luar biasa, Mira! Siapa lagi yang punya ide?”Satu per satu, peserta mulai ber

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 172: Ujian Pertama

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan program pelatihan yang Wulan jalankan semakin menarik perhatian. Para peserta tidak hanya datang untuk belajar, tetapi juga membawa harapan baru ke dalam hidup mereka. Wulan merasa semakin terhubung dengan mereka, berbagi tawa dan cerita, namun di balik kebahagiaan itu, keraguan dari keluarga Dimas tetap menghantuinya.Suatu pagi, Wulan menerima telepon dari Dimas. “Sayang, aku mau mengajakmu makan siang bersama keluargaku. Mereka ingin berbicara tentang program yang kau jalankan.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya, tetapi bayangan skeptisisme keluarga Dimas membuatnya cemas. “Baiklah, aku akan siap-siap,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.Saat tiba di rumah Dimas, Wulan disambut dengan senyuman hangat, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. Keluarga Dimas sudah berkumpul di meja makan. Dimas mengisyaratkan Wulan untuk dudu

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 171: Langkah Awal yang Menjanjikan

    Dengan semangat baru, Wulan mulai mengatur program pelatihan dengan lebih serius. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk merancang materi pelajaran dan mencari narasumber yang berpengalaman. Dalam benaknya, ia membayangkan para peserta akan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti pelatihan ini.Pagi itu, Wulan menerima telepon dari seorang pakar pelatihan keterampilan yang bersedia membantu. Ia segera menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan detail lebih lanjut. Setelah panggilan berakhir, Wulan merasa berenergi. Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.Ketika bertemu dengan peserta pertama program, suasana terasa hangat. Wulan melihat wajah-wajah penuh harapan. Mereka adalah ibu-ibu dari berbagai latar belakang, masing-masing membawa cerita dan impian. Dalam pertemuan itu, Wulan memperkenalkan diri dan menjelaskan visi program.“Saya percaya bahwa setiap dari kita memiliki potensi yang bisa dikembangkan,&rd

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 170: Pertemuan yang Menentukan

    Hari pertemuan dengan keluarga Dimas tiba. Wulan merasakan campur aduk antara cemas dan bersemangat. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, berharap penampilannya dapat menunjukkan keseriusannya. Dimas berdiri di sampingnya, wajahnya menunjukkan dukungan dan kekhawatiran yang sama.Mereka tiba di rumah keluarga Dimas yang megah, dikelilingi oleh taman yang indah. Suasana terasa menegangkan. Wulan menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dimas memegang tangannya erat, memberi dorongan.“Ini adalah kesempatan kita untuk menjelaskan semuanya,” kata Dimas, mengangkat dagu Wulan sedikit agar mereka bisa saling menatap. “Kau tidak sendirian.”Ketika mereka memasuki ruang tamu, Wulan merasakan tatapan tajam dari anggota keluarga Dimas. Ibu mertuanya, Bu Sari, duduk dengan sikap angkuh, sementara kakak Dimas, Rina, memperhatikan dengan skeptis. Wulan berusaha untuk tidak merasa terintimidasi. Ia tahu bahwa ini adalah waktunya un

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 169: Menyusun Rencana

    Hari-hari setelah pertemuan itu terasa penuh tantangan bagi Wulan. Ia kembali ke rutinitas harian sebagai ibu rumah tangga, tetapi pikirannya selalu terbayang pada pertemuan yang baru saja dilalui. Meskipun Dimas terus menunjukkan dukungannya, Wulan merasa beban yang berat di pundaknya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan dan membuktikan nilainya.Dalam hati, Wulan mulai menyusun rencana. Ia ingin membuktikan kepada keluarga Dimas bahwa ia bukan sekadar istri yang diabaikan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan dan semangat untuk berkontribusi, baik untuk keluarga maupun komunitas. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mencapai tujuan itu, ia harus memanfaatkan keahlian yang selama ini ia sembunyikan — sebagai pemilik Solus Group.Suatu malam, saat Dimas tertidur, Wulan duduk di meja kerjanya dengan laptop di depan. Cahaya lembut dari layar menerangi ruangan, memberikan suasana yang menenangkan. Ia membuka dokumen-dokumen peru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 168: Rencana yang Bersemi

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan suasana di rumah Wulan semakin hangat. Keterlibatan Dimas dalam proyek sosialnya tidak hanya meningkatkan hubungan mereka, tetapi juga memberikan dampak positif bagi komunitas. Wulan merasa bahagia melihat suaminya kembali ke sosok yang ia kenal — penuh semangat dan antusiasme.Satu sore, setelah menghabiskan waktu di kantor, Dimas kembali dengan berita yang menggetarkan hati. “Aku sudah menghubungi beberapa artis untuk acara amal kita,” ujarnya, wajahnya bersinar penuh semangat.“Benarkah? Siapa saja yang akan tampil?” tanya Wulan, matanya berbinar-binar.Dimas menyebutkan beberapa nama, termasuk penyanyi dan kelompok musik lokal yang terkenal. Wulan merasa bersemangat. “Ini luar biasa! Kita bisa mengundang lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran tentang proyek kita.”Mereka mulai merencanakan semua detail acara, dari pemilihan tempat hingga strategi promosi. Setiap detil

DMCA.com Protection Status