Home / Rumah Tangga / Sekeping Hati yang Bertahan / Bab 64: Awal Kecurigaan

Share

Bab 64: Awal Kecurigaan

Author: Le Vant
last update Last Updated: 2024-10-13 10:07:55

Pagi yang baru tiba di rumah keluarga Dimas. Matahari baru saja terbit, sinarnya menembus tirai kamar Wulan dan Dimas. Wulan bangun lebih awal seperti biasa, menyiapkan segala sesuatunya sebelum anggota keluarga yang lain terjaga. Hari ini, entah kenapa, perasaan Wulan jauh lebih berat dari biasanya. Semalam, perkataan ibu mertuanya terus menghantui pikirannya, membuat tidur Wulan tidak nyenyak.

Setelah menyiapkan sarapan dan memastikan semuanya dalam keadaan rapi, Wulan duduk sejenak di ruang makan, mencoba menenangkan dirinya. Namun, pikiran tentang ancaman ibu mertuanya tidak mau hilang dari benaknya. Ia tahu bahwa wanita itu tidak main-main. Selama ini, Wulan sudah berusaha keras untuk menjaga rahasianya, tapi sekarang ia mulai merasakan tekanan yang semakin besar.

Tak lama kemudian, Dimas turun dari kamar dengan senyum hangat seperti biasanya. “Pagi, Sayang,” sapa Dimas sambil mencium pipi Wulan.

“Pagi, Mas,” jawab Wulan dengan senyu

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 65: Gelombang Kecil yang Mulai Membesar

    Keesokan paginya, Wulan bangun dengan semangat yang berbeda. Meskipun kegelisahan masih membayang, ia sadar bahwa harus lebih berhati-hati dalam setiap langkahnya. Setelah melewati malam yang penuh dengan pikiran dan rencana, Wulan merasa sedikit lebih siap untuk menghadapi hari ini.Seperti biasa, Wulan memulai harinya dengan menyiapkan sarapan untuk keluarga. Namun, hari ini, ia berusaha menciptakan suasana yang lebih ceria. Ia menyiapkan hidangan favorit Dimas, berharap ini bisa sedikit mengalihkan perhatiannya dari kekhawatiran yang menyelimuti dirinya.Pagi itu, Wulan memperhatikan cara Dimas berbicara dan bertindak lebih dari biasanya. Ia mulai mencari tanda-tanda apakah suaminya mulai mencurigai sesuatu. Namun, Dimas tampak seperti biasa—hangat dan penuh perhatian. Tidak ada tanda-tanda bahwa ia menyadari ketegangan yang terjadi di antara Wulan dan anggota keluarganya.“Wulan, kamu terlihat sedikit lelah. Ada yang salah?” tanya Dimas saa

    Last Updated : 2024-10-13
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 66: Ketegangan yang Kian Menguat

    Pagi itu, Wulan merasa lebih segar meskipun tidurnya tak sepenuhnya nyenyak. Dia tahu bahwa kesehariannya kini tak lagi hanya tentang mengurus rumah dan melayani keluarga suami. Ada perang dingin yang tak terlihat di antara dirinya dan ibu mertua serta Ana. Namun, Wulan juga sadar bahwa dia harus tetap tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan atau kecemasan.Seperti biasa, Wulan menyiapkan sarapan. Kali ini, dia memilih menu yang lebih sederhana namun tetap menggugah selera. Dimas, yang sudah rapi dengan setelan kantornya, tampak senang melihat hidangan yang disajikan istrinya.“Kamu benar-benar tahu cara membuat hari dimulai dengan baik, Sayang,” puji Dimas sambil mencium pipi Wulan.Wulan tersenyum lembut, menikmati momen kebersamaan singkat ini. “Selama Mas Dimas suka, Wulan juga senang.”Setelah sarapan, Dimas segera berangkat ke kantor. Seperti biasa, sebelum pergi, dia sempat berbincang dengan ibunya. Wulan me

    Last Updated : 2024-10-14
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 67: Gelombang Kecemasan

    Pagi itu, langit tampak sedikit mendung, menambah nuansa suram di rumah besar keluarga Dimas. Wulan bangun lebih awal dari biasanya. Tidurnya malam itu terganggu oleh mimpi-mimpi yang membuatnya gelisah, seolah-olah pikirannya tak mau memberinya ketenangan. Dia menatap cermin dan melihat bayangan dirinya yang tampak lebih letih. Ada lingkaran hitam di bawah matanya, namun dia tahu bahwa dia harus tetap terlihat tegar, setidaknya di depan orang lain.Wulan melangkah keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Seperti biasanya, dia mempersiapkan sarapan untuk keluarga suaminya. Aroma kopi dan roti bakar segera memenuhi ruangan, memberikan kehangatan di pagi yang dingin itu. Namun, meski kesibukannya di dapur seakan menjadi pelarian dari pikiran-pikiran yang menghantuinya, Wulan tak bisa benar-benar mengusir rasa cemas yang terus bergelayut di hatinya.Ketika Dimas masuk ke dapur, Wulan segera menyapanya dengan senyuman yang ia paksakan. "Mas Dimas sudah siap sarapan? Ha

    Last Updated : 2024-10-14
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 68: Tanda-tanda yang Mulai Muncul

    Pagi berikutnya, suasana rumah masih terlihat seperti biasa. Wulan bangun lebih awal dan mulai menyiapkan sarapan seperti yang selalu ia lakukan. Dimas masih di kamar mandi, bersiap untuk berangkat kerja. Hati Wulan sedikit lebih tenang pagi itu, meskipun sisa-sisa kecemasan dari hari sebelumnya masih membekas. Dia tahu bahwa hari ini dia harus lebih berhati-hati.Ketika Wulan sedang sibuk di dapur, ibu mertuanya muncul dari arah ruang tamu. Wanita tua itu tampak segar, dengan riasan yang rapi seperti biasa. Ia duduk di meja makan dan memandang Wulan dengan ekspresi yang sulit ditebak.“Wulan,” panggil ibu mertuanya pelan, namun tegas.Wulan berhenti mengaduk adonan kue dan menoleh. “Iya, Bu? Ada yang Ibu butuhkan?”Wanita itu memandang Wulan sejenak, seolah-olah sedang mempertimbangkan sesuatu. “Kamu sudah lama menjadi bagian dari keluarga ini. Kami semua menghargai apa yang kamu lakukan untuk Dimas dan rumah ini. Tapi, ada

    Last Updated : 2024-10-15
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 69: Awal dari Sebuah Kecurigaan

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Wulan berusaha menjaga keseimbangan antara perannya sebagai istri yang setia dan tanggung jawab tersembunyi yang dia pikul sebagai pemilik Solus Group. Meskipun tampak tenang di luar, hatinya selalu waspada. Setiap interaksi dengan keluarga Dimas kini dia analisis dengan lebih cermat, mencari tanda-tanda yang mungkin menunjukkan perubahan sikap atau kecurigaan.Pagi itu, seperti biasa, Wulan bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan. Dimas masih terlelap, dan Wulan mengambil kesempatan itu untuk memeriksa pesan-pesan dari rekan bisnisnya. Dia telah mengatur agar semua komunikasi terkait Solus Group dilakukan melalui saluran yang sangat pribadi dan aman, sehingga tidak ada yang mencurigai keterlibatannya.Saat dia sedang sibuk di dapur, Ana muncul dengan wajah yang sedikit cemberut. Kakak iparnya itu memang dikenal sebagai orang yang sulit ditebak suasana hatinya, namun belakangan ini, Wulan merasakan ada sesuatu yang berbeda dari si

    Last Updated : 2024-10-15
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 70: Kesejukan di Balik Kebohongan

    Malam itu, Wulan duduk di tepi ranjangnya, memandangi pemandangan luar jendela yang sepi. Suara hujan yang turun perlahan mengetuk-ngetuk jendela, menciptakan irama yang menenangkan. Dimas sudah tertidur di sampingnya, napasnya teratur dan tenang. Wulan mendesah pelan, berusaha melepaskan segala kegelisahan yang menggumpal di dalam hatinya.Pikirannya kembali pada percakapan pagi tadi dengan Ana. Meskipun tidak ada kata-kata tajam yang dilontarkan, Wulan merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam sikap kakak iparnya itu. Seolah-olah Ana mencoba mencari sesuatu, menggali lebih dalam dari yang seharusnya.Wulan menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa dia harus tetap kuat, tidak boleh goyah meskipun kecurigaan mulai merayap di sekitarnya. Wulan berpikir tentang strategi yang akan dia gunakan ke depannya. Mungkin sudah saatnya untuk mulai sedikit menjaga jarak dari keluarga Dimas, tanpa menimbulkan kecurigaan. Bagaimanapun juga, dia harus meli

    Last Updated : 2024-10-16
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 71: Sebuah Rahasia yang Terpendam

    Pagi di rumah keluarga Dimas berjalan dengan ritme yang biasa. Cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah-celah tirai jendela, menyinari ruang tamu yang telah diisi dengan aroma teh hangat dan roti panggang. Wulan, dengan senyum tipis di wajahnya, sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk semua orang. Ibu mertuanya, Bu Ratna, duduk di meja makan, menatap Wulan dengan pandangan yang sulit diartikan."Roti panggangnya sudah matang, Bu," ujar Wulan sambil meletakkan piring berisi roti di meja."Terima kasih, Wulan," jawab Bu Ratna dengan nada datar. Meski kata-katanya terdengar sopan, Wulan dapat merasakan jarak yang tak kasat mata di antara mereka. Ketegangan ini hampir tak terlihat, namun cukup terasa bagi Wulan, yang sudah terbiasa mengamati perilaku keluarganya.Ana, yang baru saja turun dari lantai atas, duduk di meja dengan langkah ringan. “Pagi, semua,” sapanya dengan ceria.“Pagi, Ana. Mau kopi?” tanya Wulan deng

    Last Updated : 2024-10-16
  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 72: Mencari Ketenangan dalam Kesunyian

    Malam di rumah keluarga Dimas selalu sunyi. Setelah makan malam bersama, semua orang kembali ke rutinitas masing-masing. Bu Ratna dan Pak Wirya sering menghabiskan waktu dengan menonton televisi di ruang keluarga, sementara Ana dan suaminya, Arif, terkadang masih sibuk dengan pekerjaan atau berada di kamar mereka.Wulan duduk di sudut kamar, menatap layar ponselnya yang berkedip-kedip. Pesan dari stafnya di Solus Group sudah masuk, berisi rincian masalah yang perlu diselesaikan. Wulan tahu bahwa dia tidak bisa menunda keputusan ini terlalu lama, tetapi dia juga sadar bahwa ini bukanlah waktu yang tepat untuk berkutat dengan urusan pekerjaan. Suara televisi dari ruang keluarga terdengar sayup-sayup melalui dinding, mengingatkan Wulan bahwa keluarganya hanya beberapa langkah jauhnya. Dia harus tetap waspada.Wulan menghela napas panjang, lalu menutup ponselnya dan meletakkannya di meja samping tempat tidur. "Nanti saja," pikirnya. Dia tahu bahwa tekanan ini akan terus me

    Last Updated : 2024-10-17

Latest chapter

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 176: Bayang-Bayang Masa Lalu

    Keesokan harinya, setelah merayakan keberhasilan mereka, Wulan terbangun dengan perasaan segar. Namun, saat menyiapkan sarapan, bayang-bayang masa lalu kembali menghantuinya. Ia teringat pada perlakuan dingin keluarga Dimas, yang tak kunjung hilang dari ingatannya. Bagaimana mereka selalu terlihat baik di depan Dimas, sementara di belakangnya, mereka memperlakukannya dengan sinis.Saat Dimas masuk ke dapur, Wulan berusaha menyembunyikan pikirannya. “Selamat pagi! Apa kamu siap untuk hari ini?” tanya Dimas dengan semangat.“Selamat pagi. Tentu saja, aku sudah menyiapkan rencana kerja untuk minggu ini,” jawab Wulan, berusaha menunjukkan antusiasme.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk mengunjungi lokasi pelatihan mereka. Wulan merasakan semangat di dalam dirinya. Namun, saat mereka melangkah keluar, matanya tertangkap oleh sosok familiar yang melintas di jalan. Itu adalah Ibu Dimas, berjalan dengan angkuh, seolah tak pernah melihat mere

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 175: Langkah Menuju Impian

    Hari-hari setelah presentasi itu menjadi lebih dinamis bagi Wulan dan Dimas. Mereka berdua semakin sering berdiskusi tentang rencana masa depan usaha pelatihan yang mereka jalankan. Wulan merasa optimis, namun di sisi lain, bayang-bayang keraguan dan ketidakpastian masih menghantui pikirannya.Suatu pagi, saat mereka duduk di meja makan, Dimas terlihat lebih bersemangat dari biasanya. “Aku mendapat kabar baik! Salah satu sponsor besar ingin bertemu dengan kita,” katanya dengan senyum lebar.Wulan menatap Dimas dengan rasa ingin tahu. “Sponsor besar? Siapa mereka?”“Perusahaan alat olahraga terkenal. Mereka tertarik untuk mendukung program kita,” Dimas menjelaskan, matanya berbinar. “Ini kesempatan bagus untuk mengembangkan usaha kita lebih jauh.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Meskipun senang dengan berita ini, ketakutan akan penolakan masih ada. “Tapi, apa mereka benar-benar tertarik pad

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 174: Menghadapi Kebenaran

    Hari-hari setelah acara presentasi itu membawa perubahan yang signifikan bagi Wulan. Keluarga Dimas, terutama ibunya, mulai menunjukkan tanda-tanda ketertarikan terhadap program pelatihan yang dijalankannya. Wulan merasa sedikit lega, tetapi di sudut hatinya, dia tahu bahwa ini baru permulaan.Dimas mendukung penuh setiap langkah Wulan. Dia sering pulang lebih awal dari kerja untuk membantu Wulan mempersiapkan sesi pelatihan berikutnya. “Aku ingin memastikan bahwa semua orang di keluarga kita melihat betapa pentingnya ini,” kata Dimas dengan semangat.Suatu malam, setelah makan malam, Wulan dan Dimas duduk di sofa, membahas langkah selanjutnya. “Sayang, bagaimana kalau kita mengadakan sesi khusus untuk keluarga? Aku ingin mereka merasakan langsung dampak dari apa yang kita lakukan,” usul Wulan.Dimas mengangguk, “Itu ide yang bagus! Mungkin kita bisa mengundang mereka ke sesi pelatihan berikutnya dan menunjukkan bagaimana peserta be

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 173: Terjebak dalam Jaringan Harapan

    Keesokan harinya, Wulan merasa bersemangat. Dia sudah merencanakan sesi pelatihan baru yang berfokus pada keterampilan kewirausahaan. Dia ingin peserta merasakan langsung bagaimana memulai usaha mereka sendiri, bahkan dari hal-hal kecil. Saat dia memasuki ruang pelatihan, senyum lebar menghiasi wajahnya.“Selamat pagi, semuanya!” sapanya ceria, dan para peserta membalas dengan antusias. Mereka duduk melingkar, penuh harapan.“Saya ingin kita berbagi ide tentang produk apa yang bisa kita jual. Kalian semua memiliki keahlian masing-masing, dan saya percaya kita bisa menemukan peluang yang tepat!” Wulan melihat semangat di wajah-wajah mereka dan merasa energinya meningkat.Mira, yang sudah mulai menjual kue, mengangkat tangan. “Saya bisa membantu mengajarkan cara membuat kue yang enak dan mudah!” Wulan tersenyum bangga. “Itu ide yang luar biasa, Mira! Siapa lagi yang punya ide?”Satu per satu, peserta mulai ber

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 172: Ujian Pertama

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan program pelatihan yang Wulan jalankan semakin menarik perhatian. Para peserta tidak hanya datang untuk belajar, tetapi juga membawa harapan baru ke dalam hidup mereka. Wulan merasa semakin terhubung dengan mereka, berbagi tawa dan cerita, namun di balik kebahagiaan itu, keraguan dari keluarga Dimas tetap menghantuinya.Suatu pagi, Wulan menerima telepon dari Dimas. “Sayang, aku mau mengajakmu makan siang bersama keluargaku. Mereka ingin berbicara tentang program yang kau jalankan.”Wulan merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia tahu ini adalah kesempatan untuk menunjukkan hasil kerjanya, tetapi bayangan skeptisisme keluarga Dimas membuatnya cemas. “Baiklah, aku akan siap-siap,” jawabnya, berusaha terdengar tenang.Saat tiba di rumah Dimas, Wulan disambut dengan senyuman hangat, tetapi dia merasakan ketegangan di udara. Keluarga Dimas sudah berkumpul di meja makan. Dimas mengisyaratkan Wulan untuk dudu

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 171: Langkah Awal yang Menjanjikan

    Dengan semangat baru, Wulan mulai mengatur program pelatihan dengan lebih serius. Setiap hari, ia menghabiskan waktu untuk merancang materi pelajaran dan mencari narasumber yang berpengalaman. Dalam benaknya, ia membayangkan para peserta akan merasakan perubahan positif dalam hidup mereka setelah mengikuti pelatihan ini.Pagi itu, Wulan menerima telepon dari seorang pakar pelatihan keterampilan yang bersedia membantu. Ia segera menjadwalkan pertemuan untuk mendiskusikan detail lebih lanjut. Setelah panggilan berakhir, Wulan merasa berenergi. Ini adalah langkah yang tepat untuk mewujudkan cita-citanya.Ketika bertemu dengan peserta pertama program, suasana terasa hangat. Wulan melihat wajah-wajah penuh harapan. Mereka adalah ibu-ibu dari berbagai latar belakang, masing-masing membawa cerita dan impian. Dalam pertemuan itu, Wulan memperkenalkan diri dan menjelaskan visi program.“Saya percaya bahwa setiap dari kita memiliki potensi yang bisa dikembangkan,&rd

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 170: Pertemuan yang Menentukan

    Hari pertemuan dengan keluarga Dimas tiba. Wulan merasakan campur aduk antara cemas dan bersemangat. Ia mengenakan gaun sederhana namun elegan, berharap penampilannya dapat menunjukkan keseriusannya. Dimas berdiri di sampingnya, wajahnya menunjukkan dukungan dan kekhawatiran yang sama.Mereka tiba di rumah keluarga Dimas yang megah, dikelilingi oleh taman yang indah. Suasana terasa menegangkan. Wulan menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Dimas memegang tangannya erat, memberi dorongan.“Ini adalah kesempatan kita untuk menjelaskan semuanya,” kata Dimas, mengangkat dagu Wulan sedikit agar mereka bisa saling menatap. “Kau tidak sendirian.”Ketika mereka memasuki ruang tamu, Wulan merasakan tatapan tajam dari anggota keluarga Dimas. Ibu mertuanya, Bu Sari, duduk dengan sikap angkuh, sementara kakak Dimas, Rina, memperhatikan dengan skeptis. Wulan berusaha untuk tidak merasa terintimidasi. Ia tahu bahwa ini adalah waktunya un

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 169: Menyusun Rencana

    Hari-hari setelah pertemuan itu terasa penuh tantangan bagi Wulan. Ia kembali ke rutinitas harian sebagai ibu rumah tangga, tetapi pikirannya selalu terbayang pada pertemuan yang baru saja dilalui. Meskipun Dimas terus menunjukkan dukungannya, Wulan merasa beban yang berat di pundaknya. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan dan membuktikan nilainya.Dalam hati, Wulan mulai menyusun rencana. Ia ingin membuktikan kepada keluarga Dimas bahwa ia bukan sekadar istri yang diabaikan. Ia ingin menunjukkan bahwa ia memiliki kemampuan dan semangat untuk berkontribusi, baik untuk keluarga maupun komunitas. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mencapai tujuan itu, ia harus memanfaatkan keahlian yang selama ini ia sembunyikan — sebagai pemilik Solus Group.Suatu malam, saat Dimas tertidur, Wulan duduk di meja kerjanya dengan laptop di depan. Cahaya lembut dari layar menerangi ruangan, memberikan suasana yang menenangkan. Ia membuka dokumen-dokumen peru

  • Sekeping Hati yang Bertahan   Bab 168: Rencana yang Bersemi

    Hari-hari berlalu dengan cepat, dan suasana di rumah Wulan semakin hangat. Keterlibatan Dimas dalam proyek sosialnya tidak hanya meningkatkan hubungan mereka, tetapi juga memberikan dampak positif bagi komunitas. Wulan merasa bahagia melihat suaminya kembali ke sosok yang ia kenal — penuh semangat dan antusiasme.Satu sore, setelah menghabiskan waktu di kantor, Dimas kembali dengan berita yang menggetarkan hati. “Aku sudah menghubungi beberapa artis untuk acara amal kita,” ujarnya, wajahnya bersinar penuh semangat.“Benarkah? Siapa saja yang akan tampil?” tanya Wulan, matanya berbinar-binar.Dimas menyebutkan beberapa nama, termasuk penyanyi dan kelompok musik lokal yang terkenal. Wulan merasa bersemangat. “Ini luar biasa! Kita bisa mengundang lebih banyak orang dan meningkatkan kesadaran tentang proyek kita.”Mereka mulai merencanakan semua detail acara, dari pemilihan tempat hingga strategi promosi. Setiap detil

DMCA.com Protection Status