"Al! Aku punya ide bagaimana kita mencari Anastazja!"
Kedatangan Cleon yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan Aldephie yang sedang fokus pada buku sampul hijau beludru. Sudah seharian penuh Aldephie mempelajari mantra-mantra yang dituliskan di dalam buku, tetapi hal itu terlalu sulit baginya. Kecuali satu mantra, yaitu mengembalikan jiwa yang sudah pergi. Aldephie melakukan uji coba pada seekor burung yang tanpa sengaja mati karena menabrak tiang skyship. Kabar gembiranya, dia berhasil mengembalikan jiwa burung tersebut sehingga sang burung kembali hidup dan bisa terbang bebas di langit. Betapa bangganya ia bisa melakukan hal tersebut. Ingin sekali ia memberitahu Cleon, tetapi ia kembali mempelajari buku tersebut. Bagaimanapun juga, segala sesuatu yang terjadi memiliki "bayaran", bukan? Dalam kasus ini, tidak tercanTerima kasih banyaak-banyaak untuk teman-teman yang sudah mendukung SoFG hingga sejauh ini ðŸ˜
Cesar menuruni tangga yang terbuat dari besi, menuju tempat peluncuran skyship berkecepatan tinggi yang terletak di bagian bawah kediaman mereka. Nantinya, skyship pot pribadi akan muncul di tengah halaman yang lapang. Satu-satunya tempat dengan teknologi canggih yang dimiliki Negeri Selatan. "T-tuan Cesar?" Jenderal pimpinan merasa bingung dengan kehadiran Cesar di sana. Pasalnya ia tahu bahwa Hakim tertinggi tidak berniat untuk menyertakan Cesar dalam misi penting kali ini. Cesar tersenyum miring, lalu menaiki salah satu undakan tempat di mana Hakim tertinggi memberikan wejangan sebelum mereka berangkat bertempur. "SEMUANYA, DENGARKAN AKU!" Suaranya menggema hingga ke seluruh ruangan, membuat semua pekerja berhenti sejenak dari pekerjaan mereka dan berkumpul di dekat podium.
"Selesai!" ucap Anastazja puas memandangi lukisannya. Sebuah lukisan yang menggambarkan tempat penuh kenangan bagi Anastazja. Bedanya, kini potret dirinya dan Helio termasuk di dalamnya. "Baiklah, sekarang sentuhan terakhir," tambahnya bahagia. Sayangnya yang ia temukan hanyalah kaleng cat yang kosong sehingga ia tidak bisa melanjutkan acara melukisnya segera. "Astaga. Aku kehabisan cat putih rupanya. Sepertinya Helio masih menyimpan persediaan di atas." Setelah mendesis kesal, Anastazja segera beranjak dari tempatnya, menepuk apron yang ia gunakan agar bajunya tidak terkena cipratan cat minyak karena pasti akan sangat menyebalkan ketika mencucinya nanti—atau bisa jadi tidak akan hilang sama sekali. Anastazja baru akan tiba sepenuhnya di atas setelah melewati tiga buah
"ARGH! Sial!" Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada semakin banyaknya pergerakan yang dilakukan oleh Hakim tertinggi, racun yang bersemayam dalam tambang yang mengikatnya semakin kuat menyebar. Pria tua itu tidak peduli lagi harus bagaimana. Seperti ia tidak peduli bila kewibawaan yang sepanjang napasnya berembus telah mulai ia bangun sedikit demi sedikit runtuh seketika. Sekarang, siapa yang tidak meringis dan bisa bertahan tidak mengeluarkan kata-kata kasar bila tubuhnya terasa sakit dan panas? Mungkin sebuah robot pun akan menjerit agar dirinya dilepaskan dari tali tambang seperti itu! Lelaki itu menyerah. Membiarkan kegagahannya hilang ditelan takdir. Untuk apa mempertahankan kegagahan bila esok ia harus kehilangan sisa kehidupannya begitu saja? Dengan pasrah,
"Sayang." Helio melangkah mendekati Anastazja yang sedang mencuci piring. Memeluk dan mencium bagian belakang leher kekasih hatinya adalah salah satu hal yang menjadi favoritnya sejak mereka resmi menjadi pasangan. Bukan hanya itu, Helio sangat suka dengan reaksi Anastazja yang merasa kegelian. Ia akan mengangkat bahu kirinya dan menempelkannya pada telinga di bagian yang sama. Kemudian, ia juga akan terkikik pelan. "Hentikan! Aku sedang mencuci piring," ujarnya melarang Helio untuk mendekat. Namun, alih-alih menjauh, Helio justru semakin mengeratkan pelukannya. Seraya bersenandung pelan, Helio menumpukan dagunya di bahu Anastazja. Sangat suka dengan kelakuan Helio, Anastazja menyerah dan mencoba menikmati kegiatannya yang menggelikan. "Hei, aku ingin bicara sesuatu p
Helio tersentak. Lamunannya buyar ketika Anastazja menyentuh pipinya. Isakan yang sebelumnya memenuhi wajahnya berkurang. Anastazja kini memandang Helio dengan rasa cemas. "Helio ... kau baik-baik saja?" "Tentu. Tentu saja. Aku baik." "Tapi kau memelukku dengan erat. Kau yakin?" "Ya, aku yakin. Aku hanya sedang menangisi takdir." "Menangisi takdir?" Anggukan Helio menjadi tanda tanya besar. Namun, Helio peka dengan hal itu. Tidak perlulah sang dewi memintanya untuk bercerita, Helio segera membeberkan apa yang pernah Sean katakan padanya. Kini, bukan hanya Helio, tetapi Anastazja juga ikut terharu dan terbawa suasana. Cinta yang k
Apa yang paling mengiris hati selain duka karena kenyataan yang terlalu pahit untuk ditelan? Tentu saja Anastazja akan menjawab paling lantang kenangan dan harapan kosong. Menggambarkan kesedihannya hingga jarum detik terus berputar sampai matahari kembali muncul dan menyinari dunia, gadis itu masih terduduk di sebelah dipan milik kekasih hatinya yang baru saja meninggalkannya semalam. Ia membungkukkan setengah badannya di atas tempat tidur dan separuh tengah ke bawah masih setia mencium lantai kayu yang tidak lagi hangat. Pondok ini memang indah, tetapi tanpa Helio, rasa sepi lebih banyak mencengkeram suasana hatinya. Membuat aura pondok menjadi kelam dan menyedihkan. Entah bagaimana wajahnya saat ini, ia tidak berani menatap cermin. Kacau. Satu kata yang ada dalam pikirannya. Matanya sembab, bahkan mungkin bengkak dan memerah. Seperti baru saja dicium oleh p
"Cesar ...." Tidak ada keceriaan dalam nada suara Cleon. Tenggorokannya tercekat. Dadanya berdentum-dentum tak karuan. Habis sudah! "Wah, wah, kau tidak ingin memberiku pelukan rindu? Aku bahkan sudah merindukanmu meski kau hanya meninggalkan kediaman selama tiga hari lamanya!" Tawa Cesar menggaung bengis baik di telinga Cleon ataupun Aldephie. Tidak ada doa dan pinta lain selain dijauhkannya Cesar dari mereka. Cleon memang sudah tahu Cesar mencarinya, tapi kenapa? Bukankah Aldephie sudah merapal mantranya? Bukankah seharusnya jejak mereka menghilang? Kedua bola mata Cleon melirik Aldephie yang sedang tegang di tempatnya. Kemudian, kembali menatap Cesar yang sedang tertawa seraya mengacungkan moncong senapannya tepat di d
Kedua kaki tangannya bergetar hebat. Dia bahkan bisa merasa bulu-bulu halusnya meremang, seolah alarm alaminya tahu bahwa bahaya di hadapannya tidak bisa ditolerir lagi. Di saat yang sama, tenaganya hilang entah ke mana. Lenyap tersapu riuh badai kepanikan diri. Bulir demi bulir keringat dingin mengucur tiada henti. Mati aku! Hanya itu kalimat yang terus berdentum di telinga dan otaknya. Selama lima detik, Anastazja mengusap dada, berharap jantungnya tenang agar napasnya tidak terlalu memburu. Ia tidak ingin terjebak pada lingkaran jawaban atas pertanyaan "bagaimana". Yang ia ketahui sekarang, dirinya sudah tertangkap basah dan tidak bisa lagi melarikan diri. Hatinya merintih, tidak pernah hal seperti ini terjadi kala Helio berada di sisinya. Namun, setelah lelaki yang dicintainya itu pergi, tiba-tiba mimpi buruk kembali datang.