Memasuki sebuah ruangan besar yang gelap dan pencahayaan seadanya. Terdapat sebuah meja dengan dua kursi di sisi kanan dan satu kursi di sisi kiri, juga lampu yang menggantung di atasnya. Anastazja mengira pendingin ruangan disetel dengan suhu sekitar delapan belas sampai dua puluh derajat. Terlalu dingin baginya. Apalagi dengan kondisi tubuh yang terus menerus memproduksi keringat dingin.
Awalnya, ia ragu-ragu untuk masuk, tetapi salah satu polisi Alastor mendorong punggungnya dengan kasar hingga ia terjerembab mencium lantai yang dingin, lalu menutup pintu dengan cara membantingnya. Kesal mulai menggelayuti wajahnya. Andai dia tidak mengikuti rencana Hakim, dia tidak perlu lagi mendapat perlakuan kasar seperti ini! Namun, apa gunanya dia tetap di sana jika Hakim itu juga di sana? Ah, Hakim tertinggi sudah merusak esensi dari tempat kenangannya bersama Helio.Selamat menikmati babak ke-133, teman-teman. Semoga kalian sehat selalu di mana pun berada ❤
Tidak ada seorang pun dari mereka saling berbicara. Mereka bahkan tidak saling menatap satu sama lain. Waktu yang mereka yang telah hilang, kini memang kembali meski tidak seperti semula. Namun, pikiran mereka sudah tidak saling terpaut. Dengan helaan napas panjang, Cleon memandang laut luas sembari menbayangkan wajah Aldephie terakhir kali sebelum semuanya berakhir seperti ini. Aldephie yang baru bangun dan entah sudah diberitakan apa oleh Shi, berlari masih dengan mengenakan piama orang sakit menemui Cleon yang sedang diringkus karena terus menerus memberontak. Ia memasuki ruang interogasi nomor dua dan memeluk Cleon sambil menangis tersedu-sedu. Gadis itu bahkan memintakan maaf untuk adiknya. Sikap Aldephie yang seperti itu, memberitahu Cleon bahwa tidak ada lagi perlawanan yang bisa ia berikan pada Cesar. Kalah. Begitulah bagaimana akhirnya Cleon harus men
Shi yang memasuki ruangan, disambut oleh dongakan kepala Aldephie. Dengan wajah berhiaskan senyum puas, Shi berjalan mendekat. Tidak ada reaksi penolakan yang biasanya Aldephie keluarkan. Hanya sebuah tatapan kosong. Matanya seperti seekor ikan yang mati. "Kekasih yang kau cintai itu sudah tidak lagi di sini. Dia hanya menitipkan ini untukmu," ungkap Shi seraya mengeluarkan sepucuk surat dari saku dalam jas hitamnya. Aldephie tidak mengatakan apa pun. Hanya menerima uluran sepucuk surat dan mengambilnya dari tangan Shi. Kepergian Cleon untuk menemani Anastazja cukup memukul habis kekuatan batinnya. Bukankah seharusnya seseorang memberitahu mereka jika Anastazja sudah kembali? Kenapa justru memisahkan mereka semua dan mengirimnya ke tempat yang tidak dikenalinya? Aldephie paham, seharusnya ia merasa lebih tenang kar
"Lepaskan aku!" jerit Anastazja memberontak. Ia menggoyangkan tubuhnya keras ke samping, berharap tambang kasar yang mengikatnya kendur dan melepaskan jeratannya. Sayang, dengan sigap dua petugas polisi Alastor kembali mengencangkan ikatan tambang yang melingkari tubuh Anastazja. "Kalian tidak boleh memperlakukanku seperti ini!" Kembali ia mempertahankan dirinya. Namun, bukannya berubah lembut, para polisi justru menamparnya dengan keras. "DIAM!" balas salah satu dari mereka keras. Anastazja terdiam menunduk. Pasrah dengan keadaannya sekarang. Ia hanya berharap, Helio sudah sampai ke tempat asalnya dengan selamat. Dua petugas kepolisian menarik simpul yang mengikat tubuh dan tangannya sehingga Anastazja mengaduh kesakitan. "Jalan!" Perintahnya kasar. Petugas itu mendorong pundak kiri Anastazja, memberinya isyarat untuk jalan menuju sky ship
Anastazja menggebrak meja tempat menaruh sayur dengan kasar. "Kita tidak bisa diam saja! Ini sudah keterlaluan!" Amarahnya meluap hingga rasanya sesuatu dalam dirinya meledak tidak karuan. Pemandangan yang di badapannya kini bukanlah suatu pemandangan indah yang hangat seperti dalam lukisannya. Melihat barang dagangan Agacia, ibunya, tercecer ke segala tempat dengan kondisi rusak, isak tangis Agacia yang terdengar pilu juga kios kecilnya yang mengalami kerusakan di sana-sini membuat hatinya teriris-iris pedih. Niat hati, ia ingin memamerkan akan keberhasilannya pada keluarganya agar mereka semakin bersemangat dalam berdagang, apadaya, suasana lebih dulu rusak. "Ibu, tidak apa-apa, Bu. Aku akan menyelamatkan sayur dan buah yang masih bagus. Ibu tenang saja, ya," ucap Aldephie menenangkan ibunya. Aldephie menarik tangan Anastazja. Memintanya untuk membantu memungut sayur dan buah yang masih bisa diselamatkan. &nbs
Bel tanda masuk menjerit-jerit di seluruh halaman sekolah. Menjadi pengingat bagi siswa yang masih berada di luar kelas untuk segera masuk ke dalam kelas. Semua siswa bersemangat, karena esok adalah karyawisata bersama sekolah di akhir pekan. Namun, hal itu tidak berlaku bagi Anastazja. Ia melangkah murung. Rasa marah yang tersimpan dalam dirinya kembali terusik. Sudah bertahun-tahun lamanya sejak polisi Alastor menghancurkan kios milik ibunya. Saat itu, segala rencananya untuk membanggakan keluarganya hancur total. Ditambah, pertengkarannya dengan Aldephie yang terjadi setelahnya. Sejak saat itu, segalanya terasa bertambah runyam. Anastazja makin sulit untuk membuka dirinya pada orang lain, bahkan pada keluarganya sendiri. "Hei, Tuan Putri. Apa gerangan yang sedang menganggu pikiranmu?" Cleon mengejutkan Anastazja dengan tepukan pundaknya yang lembut. "Oh, Astaga. Rupanya itu kau? Pantas saja tid
"Terima kasih ..." Sebuah pernyataan dengan nada yang sinis, akan tetapi penuh rasa malu di dalamnya. Cleon tersenyum lembut. Telapak tangannya yang besar menepuk puncak tertinggi kepala Anastazja. "Aku akan selalu ada untukmu, Anastazja. Ingatlah itu baik-baik," bisiknya di telinga Anastazja. Tanpa bisa Anastazja hindari, rona merah muncul di kedua pipinya yang berkulit cerah. "K-kereta kudamu sudah menunggu. Pergilah!" Tidak seperti Anastazja yang selalu tersenyum mengantar kepulangan Cleon. Kali ini, gadis itu menunduk, menyembunyikan rona merah yang muncul di wajahnya. Melihat sang Dewi dalam kehidupannya malu-malu membuat Cleon merasa gemas. Cleon bermaksud menggodanya dengan menempelkan keningnya ke kening Anastazja. "Aku pamit, ya. Hati-hatilah selama perjalanan pulang," ucapnya tenang. Tidak peduli bagaimana pandangan orang-orang, ia hanya ingin memastikan pada mereka semua bahwa Anastazja
"Apa maksudmu? Kau gila, ya?" Pertanyaan tanpa aba-aba. Meski Aldephie memancarkan aura keanggunan, tetapi ia tidak sepenuhnya anggun. Begitulah pendapat Anastazja mengenai kakak satu-satunya itu. "Dalam buku ini, terdapat sebuah cerita mengenai asal mula black blood dan bagaimana nasib orang-orang yang memiliki darah black blood." jelas Anastazja panjang lebar. Berbeda dengan Anastazja yang penuh dengan impian, Aldephie memilih untuk tetap realistis dan melihat pada kenyataan. "Hentikan, Anastazja. Aku tahu, kau mengambil buku itu tanpa izin dari mana pun, bukan?" "A-aku hanya meminjamnya. Besok akan kukembalikan ke tempat semula. Apa untuk meminjam saja, aku tidak boleh?" Aldephie menghela napas panjang. Entah mengapa hingga saat ini, Anastazja masih belum juga sadar bahwa black blood berbeda dengan penduduk setempat lainnya. "Ayo, aku ak
Untuk sesaat, suasana tegang menyelimuti kedua kakak beradik itu. Aldephie menatap Anastazja dan buku bersampul hijau beludru secara bergantian. Detak jantungnya seolah ingin mengikat napas yang terus memburunya. Andai Aldephie memiliki penyakit jantung, ia yakin sekali napasnya akan terhenti beberapa saat mendengar ocehan tidak jelas Anastazja.“Haaah ... kau, apalagi buku yang kau baca kali ini, huh? Sebuah cerita fantasi yang mendebarkan? Seperti seorang putri yang jatuh cinta pada pengkhianat negara maksudmu?” Aldephie berkacak pinggang.Tangannya dengan cepat meraih buku yang diacungkan oleh Anastazja, lalu ia mengacungkannya kembali ke hadapan adiknya.“Secret of Five Gods? Kau tahu seberapa norak judulnya, kan? Lihat sampulnya yang ketinggalan zaman. Astaga, Anastazja! Ada apa dengan pikiranmu?”Anastazja kembali merebut buku itu dengan kasar dari tangan kakakn