“La, aku pulang dulu ya!" pamit Karen.
“Ya!” sahut Danilla dengan mengerucutkan bibirnya.
“Selamat bekerja! Thank’s juga buat tiket gratisnya,” ejek Karen dengan menunjukkan sebuah tiket BTS. Hingga membuat Danilla mendengus kesal.
“Sial banget nasib gue YA TUHAN!” gerutu Danilla sambil memperhatikan layar pada laptopnya. Ia merasa sebal dan nggak bisa mikir sama sekali.
“Danilla.”
“Iya, Pak?” sahut Danilla
“Kamu kerja di ruangan saya saja,” ujar Kiano yang mendadak muncul di hadapannya.
Danilla pun sadar kalau di ruangannya sudah kosong. Apalagi Celline sekertaris dari bosnya yang sudah pulang duluan. Kini hanya tinggal dia dengan bosnya. Hanya berdua saja.
“Sialan! Kenapa pakai ada acara lembur?!” gerutu Danilla dalam hatinya sambil melangkahkan kedua kaki ke dalam ruang kerja Kiano. Ia mengantupkan kedua bibirnya. Wajahnya terlihat sangat kusut sekali.
Danilla pun duduk di sofa, ia pun mulai bekerja dengan konsentrasi. Bahkan, ia harus menghilangkan pikirannya mengenai konser BTS di Senayan yang terpaksa tiketnya harus ia berikan secara gratis untuk sahabatnya daripada mubadzir.
“Danilla, apa kamu lapar?” tanya Kiano.
Danilla hanya mengelengkan kepala, karena ia sudah tidak bernafsu makan. Semua itu karena bosnya. Ia rasanya ingin berkata kasar dan mengumpat bosnya yang selalu saja dadakan. Padahal demi konser itu. Danilla rela menabung dan mengantri berjam-jam. Tapi, sayangnya dia harus gigit jari.
“Okay, kalau begitu saya pesan satu makanan saja lewat online.”
Danilla pun hanya acuh terhadap apa yang dibicarakan Kiano. Karena pikirannya hanya di konser BTS.
“Danilla, apa kamu baik-baik saja?”
Danilla tersenyum tipis. Padahal dalam hatinya ingin memberontak untuk menolak lembur hari ini.
Seorang office boy pun datang membawakan secangkir kopi susu untuk Danilla dan Kiano yang sedang lembur malam ini. Sekalian office boy itu harus pamit pulang.
“Sialan, kenapa aku harus lembur di saat tidak tepat?” gerutu Danilla dalam hati.
Kiano pun tetap duduk di meja kerjanya. Meskipun, ponselnya berdering sampai ratusan kali. Ia tetap saja fokus terhadap kerjaanya.
*
Di kediaman keluarga Rayn, semua sedang makan malam, kecuali Kiano yang masih di kantor sedang berkutak dengan beberapa pekerjaannya.
"Mana suamimu?" Rayn pun bertanya terhadap menantunya.
"Kiano sedang di kantor lembur."
"Bagaimana bisa dia berikan saya cucu, kalau dia lembur terus?" ujar Rayn.
"Sayang, mungkin Kiano sedang ada proyek khusus," sahut Joana dengan menuangkan air mineral ke dalam gelas suaminya.
"Mana bisa dia begini terus?" omel Rayn. "Dia punya istri di rumah, seharusnya dia itu lebih cepat pulang."
Vira pun hanya terdiam. Ia tidak tahu lagi menghadapi suaminya.
"Vir, bilang ke suamimu. Dia harus pulang sekarang, kalau enggak. Saya akan mencoretnya dari ahli waris keluarga Rayn."
"Baik, Pa,” sahut Vira.
Vira seorang perempuan cantik yang dulu tinggal di sebuah panti asuhan, ia pun terpaksa menerima perjodohannya dengan Kiano. Ia sudah terlanjur berjanji terhadap keluarga Kiano yang memberikan bantuan untuk bersekolah.
Berulang kali Vira menelpon Kiano, namun panggilannya selalu diabaikan. Ia pun hanya terdiam dalam bisunya malam.
"Apa aku hanya ada di atas kertas, Mas," satu tarikan napas Vira sambil menahan rasa sakitnya. Bahkan, pria itu tidak pernah tidur satu ranjang bersamanya.
Vira pun kembali ke meja makan, ia pun terdiam membeku.
"Bagaimana suami kamu bisa dihubungi?" Rayn pun bertanya kembali ke menantu kesayangannya.
Vira hanya mengelengkan kepalanya.
"Keterlaluan anak itu!" geram Rayn mengepalkan tangan kanannya di atas meja makan. Ia pun merasa kasihan dengan Vira yang selalu diabaikan Kiano.
"Pa, Vira baik-baik saja. Mungkin, Kiano sedang ada banyak pekerjaan di kantor," Vira pun tersenyum kaku, ia pun tidak ingin ada pertengkaran antara bapak dengan anak.
-
Kiano pun duduk menatap layar laptopnya, di ujung sana Danilla mulai terlelap dalam tidurnya. Ia tidak tega melihat perempuan itu tidur dengan posisi duduk di meja, lalu pria itu memindahkan ke sofa. Sedangkan, dia masih mengerjakan beberapa pekerjaan yang masih belum kelar.
Ponsel Kiano masih saja bergetar. Ia pun terpaksa mematikan ponselnya. Ia merasa terganggu dengan panggilan yang tertera nama istrinya.
"Kenapa wanita resek ini telepon melulu?" keluh Kiano dengan kesal, lalu ia kembali mengerjakan pekerjaan.
Mendadak Kiano merasa dilanda kantuk, tapi ia berusaha menahan kantuknya, karena semua harus selesai hari ini.
Kiano pun membuat kopi sendiri dari mesin espresso yang ada di dalam ruangannya. Aroma kopi membuat perempuan di sofa itu mengendus hingga bangunan.
"Itu pasti aroma espresso," Danilla mulai mengendus aroma espresso.
"Ini buat kamu," Kiano menyuguhkan secangkir espresso dengan one shoot. Aroma kopi jenis Robusta memang sudah bisa Danilla tebak.
"Robusta?" tebak Danilla yang sudah hafal dengan jenis kopi. Ia memang pecandu kopi sejati.
"Kamu suka kopi juga?" tanya Kiano sambil menyeruput secangkir kopi yang masih terlihat kepulan asapnya.
"Banget!" Danilla tidak menyangka, kalau pria berumur 38 tahun itu terlihat manis, ketika menebarkan senyuman. Dia seperti pria berumur dua puluh lima tahun.
Kiano menatap Danilla dengan lekat-lekat. Ia pun teringat akan sesuatu, tapi dia berusaha menepisnya.
"Sebaiknya, kita kerja lagi, Pak. Karena, ada yang masih direvisi. Apalagi proyek rumah sakit pemerintah. Ini harus segera rilis, agar kita bisa mulai pengerjaannya," terang Danilla.
Kiano hanya manggut-manggut saja. Ia menyetujui semua pernyataan yang Danilla ucapkan.
*
Vira nampak cemas sekali, ia selalu menunggu Kiano hingga larut malam.
"Ra."
"Mas Rei?"
"Tumben masih belum tidur?" tanya Reihan. "Pasti nunggu suami kamu?" tebaknya.
Vira hanya mengangguk. Ia pun menatap cahaya rembulan malam.
"Apa kamu betah punya suami seperti dia?"
Vira mengangguk. Ia mulai mencintai Kiano sejak lima tahun menikah.
"Apa kamu sudah pernah melakukannya?" selidik Reihan yang sangat penasaran selama ini Vira masih virgin atau sudah melakukan penyatuan dengan Kiano.
Vira mengelengkan kepalanya,"Aku nggak pernah mas Kiano sentuh sampai sekarang. Dan, kita tidurnya nggak pernah ngapa-ngapain."
Vira sangat polos, ia bahkan menundukkan pandangannya. Ia menikah tapi hanya sebatas di atas kertas saja.
"Apa kamu bahagia menjalani pernikahan dengan suamimu?" tanya Reihan.
"Mas, aku bahagia menikah dengan mas Kiano. Karena, aku yakin suatu saat hati mas Kiano hanya untukku," harapan Vira yang kemungkinan tipis terjadi. Karena Kiano selalu bersikap dingin kepada dia. Bahkan, sama sekali nggak pernah menyentuhnya.
Reihan pun menahan tawa,"Vira, bagaimana bisa kamu kasih keluarga Rayn cucu, kalau kamu saja nggak pernah disentuh? Emang kamu Siti Maryam yang bisa hamil karena kehendak Allah?"
Vira pun terdiam. Suasana mendadak menjadi hening. Ia berpikir sampai kapan pernikahan akan bertahan? pikirnya. Ia pun terus berdoa agar suaminya bisa membukakan celah di hatinya.
"Ra?" Reihan melambaikan telapak tangan di depan Vira yang dalam lamunan memikirkan perkataan barusan.
Vira pun tersentak, ketika Reihan memegang pundaknya.
"Kalau kamu ada masalah, kamu bisa cerita denganku," ujar Reihan.
Vira pun tersenyum,"Iya, mas Rei," balasnya.
"Di luar dingin, sebaiknya kamu masuk ke dalam. Angin malam tidak bagus buat kesehatan kamu," kata Reihan dengan tersenyum tipis.
*
Di dalam satu ruangan Danilla mulai memijat-mijat keningnya. Ia merasa sangat bingung sekali, karena ada selisih harga. Ia mulai melototin laptop dengan kedua matanya yang sudah hampir lelah.
"Astaga, ini kenapa mataku jadi ngeblur?" pikir Danilla yang masih matanya bergerak naik turun meneliti laporan budgeting untuk tender besok.
Danilla sudah hampir habis dua cangkir kopi, sedangkan Kiano sudah hampir habis lima cangkir kopi.
"Duh!" keluh Danilla sambil menahan rasa kantuknya, ia pun membelalak kedua kelopak matanya dengan tangan.
Dddrtt.
Ponsel Kiano bergetar terus, namun hanya ia abaikan begitu saja. Ia enggan mengangkat, tapi hanya meliriknya.
"Dia lagi," gumam Kiano melirik layar ponselnya tertera nama Vira.
Danilla mulai menguap-uap. Ia berusaha untuk tetap fokus. Sekejap ia tidak sadar tertidur pulas di sofa ruangan Kiano.
Kiano pun selesai mengerjakan proposalnya. Ia ingin memanggil Danilla, tapi bibirnya ia kantupkan kembali. Ia pun membuka jasnya, lalu ia pun memberikan untuk Danilla sebagai selimut. Ia juga membenarkan tidur Danilla di sofa.
"Dia sangat mirip dengan..." pikir Kiano, ketika menatap Danilla. Ia selalu melihat bayangan masa lalunya. Tapi, ia berusaha menepisnya. "Dia bukan dia!"
*
Keesokkan harinya. Danilla terbangun. Ia merasa punggung dan lehernya pegal sekali. Tapi, posisinya sudah berubah. Ia juga menemukan jas milik bosnya.
"Jadi, semalam dia..."
Aroma kopi di Pagi hari membuat Danilla makin semangat.
"Minumlah," Kiano memberikan secangkir kopi.
Danilla mulai menghirup aromanya," Ini pasti Arabicca?" tebaknya.
Kiano pun tersenyum.
"Jadi benar tebakanku, kalau ini Arabicca coffee?"
Kiano pun mengangguk. Ia menjadi terpesona dengan Danilla yang terlihat lebih penasaran.
"Apa kamu sudah menikah?"
Mendadak Danilla tersendak.
"Pelan-pelan," kata Kiano dengan nada datar tanpa mimik ekspresi sama sekali.
Danilla mulai berpikir,"Gila ini orang sikapnya dingin banget! Senyum aja pelit banget!"
"Kenapa kamu ngelihatin saya seperti itu?!" cetus Kiano.
"Siapa yang ngelihatin bapak?!" kilah Danilla memutar malas kedua bola matanya, ia tadi ketahuan telah memperhatikan Kiano yang sedang menyesap kopi.
Kiano memang pria yang memiliki fisik sempurna. Tinggi, putih, tampan, memiliki manik mata biru dan terlihat masih muda, meskipun usianya beda hampir 15 tahun dengan Danilla yang masih 23 tahun. Umurnya tidak mengurangi ketampanannya.
"Uang lembur kamu sudah saya transfer ke rekening kamu," Kiano menunjukkan bukti transfer.
Danilla merasa matanya langsung ijo. "Astaga jumlahnya," batinnya sambil menghitung nominal nolnya.
"Hari ini kamu libur saja, karena kamu sudah semalam lembur," ucap Kiano dengan nada datar.
"Seriusan, Pak?" tanya Danilla untuk memastikan, ia takut kena prank.
Kiano mengangguk mengiyakan.
Danilla langsung membereskan perlengkapannya. Ia akan menikmati jatah liburnya untuk sekedar cuci mata di mall.
"Emang rezeki anak sholeha!" seru Danilla dalam hati. Ia tidak menyangka bisa mendapatkan uang lembur dengan jumlah yang wow banget.
TOK! TOK! TOK!
“Biar saya saja yang membuka, Pak. Sekalian saya mau keluar,” ujar Danilla.
CKLEK!
Pintu pun terbuka, lalu sebuah tangan menampar ke Danilla hingga tersungkur ke lantai.
Danilla pun terkejut, karena pagi-pagi sudah mendapatkan sarapan berupa tamparan.
“KIANO!”
Kiano pun tersentak. Ia melihat Danilla terjatuh di lantai ruangannya.
“Oh, jadi anak papa sudah mulai menyimpan wanita murahan. Padahal di rumah wanita yang seharusnya menjadi istrinya harus menunggu dengan air mata,” sindir Rayn dengan nada mengejek.
“PAPA! Dia hanya karyawanku!” Kiano berusaha melakukan pembelaan.
“Hah? Karyawan macam apa, kalau dandananya seperti wanita murahan. Lihat wajah lusuh serta penampilan berantakan. Bisa saja kalian berdua melakukan perbuatan intim dengan alasan lembur,” ujar Rayn dengan menatap jijik keduanya, terutama ke Danilla.
Danilla pun menarik napas, ia tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka. Ia hanya ingin memberikan titik terang tentang apa yang terjadi tanpa menambah atau mengurangi.
“Maaf, Pak. Saya tidak bermaksud untuk ikut campur, tapi saya dengan Pak Kiano hanya sebatas rekan kerja. Dan, kami…. “
“Hey, kau sudah dibayar berapa oleh pria ini. Saya tahu wanita seperti kamu hanya mengincar harta saya!” gertak Rayn dengan menatap tajam Danilla.
Danilla merasa harga dirinya terinjak-injak. Ia pun sudah bicara jujur, tapi tetap saja pria tua itu mencurigai dia.
“Hai, bangunlah kau! Pria di depan kamu ini sudah beristri, kenapa kamu bersama pria seperti dia?!” Rayn meneriaki Danilla.
“PAPA!” bentak Kiano. “Apa yang dijelaskan Danilla itu benar! Kita tidak pernah melakukan apapun!”
Rayn tertawa mengejek.
“Jika ada dua orang di satu ruangan dengan penampilan seperti kalian. Berarti terjadi sesuatu,” tuduh Rayn menyudutkan keduanya.
“Bapak Rayn yang terhormat,” Danilla berusaha angkat bicara sambil menahan kepedihan atas tuduhan yang tidak dia lakukan. “Saya itu hanya bekerja, dan saya bukan pelakor atau wanita jalang!” terang Danilla, ia pun berusaha tidak menjatuhkan air matanya. “Saya bekerja di sini murni sebagai staff costing!”
“Oh, begitu,” Rayn terlihat tidak percaya dengan pernyataan yang diberikan Danilla maupun Kiano.
“Jika bapak tidak pernah percaya dengan ucapan saya. Bahkan menuduh saya berbuat tidak-tidak. Saya lebih memilih mundur dari perusahaan bapak. Karena saya bukan seperti wanita yang bapak pikirkan!” tegas Danilla dengan menatap tajam ke Rayn. “Percuma saya berkata jujur dan menjelaskan panjang lebar. Tapi, anda tidak pernah mendengarkan alasan saya maupun Pak Kiano.”
“Kamu sudah berani melawan saya!” Rayn menatap tajam seraya menunjukkan jari ke Danilla.
“Saya nggak pernah takut sama siapapun di dunia ini, Pak. Saya hanya takut sama Allah!” ucap Danilla dengan lantang.
“Kurang ajar!” teriak Rayn seraya mengangkat telapak tangannya yang siap melesat ke wajah Danilla, tapi Kiano menahan tangannya, lalu mengibaskan.
“PAPA! Danilla itu benar! Jadi orang jangan suka curiga tanpa bukti!”
“Mulai detik ini juga saya mengundurkan diri dari Rayn Konstruksi Grup!” putus Danilla. Ia tidak ingin harga dirinya terinjak-injak di mata pria paruh baya itu. Ia mulai keluar dari ruangan Kiano dengan wajah berselimut awan hitam. Ia tidak habis pikir kalau mendapatkan tuduhan yang tidak pernah dia lakukan selama ini. Ia mulai mengemasi seluruh barang-barangnya ke dalam kardus kecil kosong tanpa meninggalkan satu pun miliknya
*
Di dalam ruangan pria itu terus mencerca Kiano dengan seribu pertanyaan. Ia juga memaki-maki Kiano habis-habisan.
“Sebenarnya, apa mau papa dariku?” tanya Kiano.
“Papa hanya ingin kau segera memberi papa keturunan dari rahim Vira, istrimu.”
Kiano pun menarik napas berat, ia merasa tidak akan pernah mungkin melakukan hubungan badan dengan wanita yang tidak pernah dia cintai sama sekali. Ia hanya menikah sebatas kertas saja.
“Papa akan memberimu waktu enam bulan, kamu harus beri papa cucu, jika tidak papa akan mengambil semua yang kamu miliki dan menyumbangkan ke yayasan!”
“Baiklah Kiano akan menerima tantangan,” Kiano menerima tawaran dari papanya, meskipun ia akan melakukan semua ini hanya sebagai hak dan kewajiban.
Rayn pun meninggalkan Kiano.
“Kenapa semakin ke sini, wanita itu menyusahkanku?!”decak kesal Kiano dalam hatinya. Ia pun memporak-porandakan seluruh barang di atas meja kerjanya.
“Argghhh! Sial hidupku!” umpat Kiano berulang kali. Padahal ia hanya ingin memberikan benih terhadap perempuan yang sangat dia cintai. Tapi, perempuan itu malah menghilang darinya.
Kiano pun pulang dengan wajah penuh amarah, ia pun merasa tidak bergairah untuk bekerja. Moodnya sudah diacak-acak barusan oleh papanya.
“Sial!” Kiano membanting setir mobilnya. Ia merasa kalau hidupnya sangat pecundang, bahkan ia tidak mampu mempertahankan perempuan yang sangat dia cintai.
“Kenapa semua ini terjadi kepadaku, Tuhan?” Kiano berteriak dalam mobilnya, ia merasa kalau hidupnya penuh tekanan. Ia tidak bisa memutuskan hidupnya, karena semua sudah diatur oleh papanya sendiri. Lalu, ia mulai melajukan mobilnya dengan cepat, ia tidak peduli dengan keselamatannya.
-
Selamat membaca.. Tunggu eps selanjutnya.
Sejak dituduh memiliki hubungan gelap dengan bosnya.Danilla memilih untuk mengundurkan diri hari itu dan detik itu juga. Ia merasa kalau harga dirinya terinjak-injak oleh pemilik utama perusahaan Rayn Konstruksi Grup. “La, sampai kapan kamu bakalan kayak gini?” tanya Karen menatap sahabatnya yang sibuk dengan ponselnya. Danilla hanya terdiam, ia tidak peduli dengan ucapan sahabatnya. Karen pun tidak bisa lagi berkata-kata.Ia sudah hafal benar watak Danilla yang sangat keras kepala sekali. “La, kalau kamu nggak mau nyari kerja sekarang. Lebih baik kamu pulang kampung aja!” cetus Karen dengan kesal. 
Sejak semalam Danilla merasa asam lambungnya naik. Ia tidak bisa tidur sama sekali. Ia pun merasakan seperti hampir mati saja. Ia pun merasa sangat sesak hingga uluh hatinya. Makan atau minum sedikit pun rasanya tidak bisa. Semua makanan dan minuman itu keluar. Ia sangat mual sekali Wajah Danilla pun mendadak terlihat sangat pucat pasi sekali. Ia hanya mampu tidur lemas di atas ranjang kamarnya. Ia memang memiliki pola makan buruk sejak dia tidak bekerja. Ia bahkan kadang sehari makan sekali. Sejak kemarin malam Danilla susah tidur. Bahkan, ia merubah posisinya juga tetap saja terasa tidak enak sekali. Keringat dingin itu pun keluar dari ujung kepala hingga ke telapak kakinya. Dia juga mengalami demam sangat tinggi “La, kamu
Danilla merasa sangat lapar. Padahal dia itu selalu malas makan. Ia merasakan nafsu makannya sangat bertambah. “La, hati-hati kamu makin subur!” “Ah, bodoh amat!” “Kalau kamu gendut kayak raksasa gimana?” “Nggak mungkin, Ren,” tepis Danilla. “Aku nggak bakalan gendut.” “Lihat kamu itu kok aneh banget. Masa makan kayak orang kesurupan saja.” “Emang kamu nggak begah sama perutmu?” “Enggak
Sebuah rumah mewah milik keluarga Rayn. Bangunan klasik ala italia dengan batu marmer hingga ukiran. Terdiam hingga terpaku. Tangan kanan Danilla digenggam erat oleh Kiano dari turun dari mobil hingga kedua kakinya menapaki area halaman rumah. “Kenapa bapak ajak saya ke sini?” Danilla mengendus ada sesuatu yang janggal. Senyuman pria di hadapan terlihat sangat licik sekali. “Apa yang dia rencanakan? Apa Pak Kiano salah satu mafia yang memperjual belikan wanita?” pikirnya. Kiano hanya menyungingkan yang membuat Danilla merinding. Senyuman yang terlihat sangat dingin dan mencekam. “Sial! Apa aku akan dijebak sebagai wanita penghibur pria-pria hidung belang?” Danilla menaik
Sudah hampir dua hari Vira menunggu di depan pintu rumahnya. Suami yang dia idamkan belum juga datang. Hatinya terasa begitu sangat pedih. Ia hanya bisa berdoa semoga suatu saat nanti Tuhan akan melembutkan hati pria yang menjadi suaminya. Vira hanya mampu membatin, bahkan ia juga tidak pernah disentuh sama sekali oleh suaminya. Ia hanya dapat mengadu kepada Tuhan, agar memberikan keadilan atas ketulusan cintanya. Ia sudah bersabar tanpa batas waktu. Cintanya tidak bisa terbalaskan sama sekali. Sikap dingin suaminya selalu ia terima dan telan mentah - mentah. Dia tidak pernah mengeluh sama sekali. Ia terima, meskipun ada banyak luka-luka yang ia sembunyikan setiap waktu yang bergulir. “Ra, apa kamu yakin akan bertahan dengan pria seperti suamimu itu?” &
Di sebuah ranjang empuk. Danilla tidak sadarkan diri, setelah melihat sebuah garis biru pada alat tes kehamilannya. Ia merasa sangat terkejut. Padahal seingatnya dia belum pernah melakukan hal itu. Ia berjanji hanya melakukannya setelah menikah. “Apa aku hamil? Ini nggak mungkin. Pasti alat testpack nya sudah kadaluwarsa. Ini terjadi kesalahan,” Danilla berpikir keras, ketika itu sebelum dia benar-benar terlihat semu. Ia pun jatuh pingsan. Dokter Anita sudah memeriksa Danilla yang kondisinya baik-baik saja. “Pak Kiano tolong dijaga istrinya. Karena, kehamilan muda rawan untuk keguguran.” “Iya, Dok.”&nb
Danilla masih merasa terkejut, apalagi ia dinyatakan hamil. Ia juga dia ajak menikah dengan bosnya. Tapi, ia menolaknya. “Kita harus menikah besok!” “Mau nggak mau kamu harus menikah dengan saya! Karena, itu calon anak saya ada di rahim kamu.” Semua kata-kata yang diucapkan oleh Kiano menari-nari dalam ingatannya. Ia pun merasakan kalau mantan bosnya itu keterlaluan. Sepanjang perjalanan Danilla merasa diikuti oleh seseorang. Saat dia menengok, tapi tidak ada satu pun. Sepanjang jalan suasana malam terasa sangat dingin dan mencekam. Ia pun mendengar suara-suara yang mampu menaikan bulu kuduknya.&n
“Ke mana Danilla?Kenapa orang suruhan bos Kiano meminta dibawa semua seluruh perlengkapan milik Danilla?” Karen mulai berpikir dalam kepalanya hingga dia mondar-mandir tidak jelas di kamar kos an. Ia pun ingin mencari di mana Danilla dibawa oleh bosnya. “Apa aku akan menanyakan masalah Danilla ke Pak Kiano besok di kantor?” pikir Karen sekali lagi. Karena, bagaimana pun juga mereka adalah sahabat. Karen pun duduk di sebuah ranjangnya, lalu ia pun menyalakan televisi. “Sepi juga nggak ada yang diajak ribut,” batinnya. Channel sudah Karen ganti berulang kali. Ia merasa dalam sebuah kebosanan. Ia hanya bisa berdoa dan ber
Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p
Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m
Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk
Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya
Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej
Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du
Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta
PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me
Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia