Beranda / Romansa / Second Woman / Bab 07 - Curiga

Share

Bab 07 - Curiga

Penulis: Riska Vianka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

         

Sebuah rumah mewah milik keluarga Rayn. Bangunan klasik ala italia dengan batu marmer hingga ukiran. Terdiam hingga terpaku. Tangan kanan Danilla digenggam erat oleh Kiano dari turun dari mobil hingga kedua kakinya menapaki area halaman rumah.

            “Kenapa bapak ajak saya ke sini?” Danilla mengendus ada sesuatu yang janggal. Senyuman pria di hadapan terlihat sangat licik sekali. “Apa yang dia rencanakan? Apa Pak Kiano salah satu mafia yang memperjual belikan wanita?” pikirnya.

            Kiano hanya menyungingkan yang membuat Danilla merinding. Senyuman yang terlihat sangat dingin dan mencekam.

            “Sial! Apa aku akan dijebak sebagai wanita penghibur pria-pria hidung belang?” Danilla menaikan satu alisnya, ia melihat ada yang tidak beres dengan mantan bosnya. Bisa saja dia akan menjadi budak untuk pemuas nafsunya seperti dari banyak-banyak novel romance yang pernah dibacanya.

            “Bapak nggak berniat melakukan sesuatu yang melanggar norma dan agamakan?” Danilla mengangkat satu alisnya.

            Kiano mengerutkan dahinya hingga membentuk dua garis,”Emang saya kelihatan seperti pria bajingan dan brengsek di mata kamu nona Danilla Anatasya?” senyuman tipis yang sangat mengerikan. Kedua manik matanya begiu tajam menatap Danilla.

            “Alasan bapak membawa saya ke sini untuk apa?” tanya Danilla. “Bukan untuk melayani bapak?”

            Kiano tertawa kecil mendengar tuduhan dari Danilla.

            “Saya bukan pria mesum seperti yang ada di kepala kamu.”

            Danilla masih belum bisa percaya. Karena bisa saja dia mengunakan beberapa rencana.

            “Kamu akan tahu jawabannya nanti,” ucap Kiano dengan ekspresi datar.

            “Gila ini orang. Kenapa aku jadi korbannya? Apa dia akan ngelakuin hal…” pikir Danilla mulai bercabang-cabang. Ia takut kalau kebanyakan pria model Kiano bakalan berbuat gila. “Semoga saja ini hanya firasat aku aja,” gumamnya dalam hati kecil.

            Langkah kedua kaki Danilla telah sampai di sebuah pintu utama rumah mewah. Ia merasa sedikit aneh. Ia melihat juga pintu megah bagaikan istana.

            “Bapak nggak macam-macamkan,” selidik Danilla penuh dengan curiga. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia mencium aroma kebusukan.

            Kiano hanya diam. Ia tetap bersikap sangat dingin sekali. Ia merasa jalan dengan seorang spesies manusia yang bercampur zombie.

            “Sial, kenapa aku harus terjebak dengan pria semacam Pak Kiano? Apa maksudnya dia mengaku sebagai tunanganku di hadapan mas Akbar lagi?” gumam Danilla dengan menundukkan kedua pandangannya di lantai depan pintu ruang utama Kiano.

            Pintu rumah pun terbuka. Beberapa pelayan sudah berbaris dengan rapi menyambut mereka. Kedua mata Danila terbelalak lebar.

            “Gila ternyata tajir banget pria ini, tapi sayangnya sikapnya bikin aku ilfiel. Sok perfect,” Danilla mengucap dalam batinnya. Kedua sorot matanya melihat seisi rumah yang begitu mewah. Bangunan serba klasik. Hingga banyak sekali ukiran-ukiran mewah disetiap sudutnya.

            Rumah itu memiliki luas hampir satu hektar. Bahkan, banyak sekali lampu-lampu yang seperti di film-film luar negeri. Lantai marmer yang terlihat sangat mewah. Hingga membuat Danilla bengong melihat isi rumah yang begitu estetika dari segi hiasan. Bahkan ia melihat banyak lukisan dari seorang maestro dunia.

            “Apa Pak Kiano tinggal di rumah sebesar ini sendiri? Terus ke mana istri Pak Kiano? Dan, ke mana pria tua yang sudah menghinaku sebagai wanita jalang?!” Danilla mengucap dalam hatinya. Ia tidak bisa melihat ke mana mereka. Ia hanya melihat puluhan karyawan di sana yang menyambut kedatangannya.

            “Tuan muda Kiano, anda ingin disiapkan makan malam apa?” tanya seorang wanita dengan memakai seragam putih bercelana hitam. Wanita itu terlihat sangat kaku saat tersenyum kepada Danilla.

            “Saya hanya ingin makan malam special, dan siapkan makanan yang bergizi untuk perempuan di samping saya,” jawab Kiano tanpa basa-basi, lalu dia mengandeng tangan kanan Danilla dengan erat.

            “Pak, kenapa bapak bawa saya ke sini? Bapak mau macam-macam sama saya?” bisik Danilla dengan rasa curiga. Ia bahkan memberontak agar Kiano melepaskan tangannya dari gengamannya.

            Kiano pun menatap Danilla, “Saya tidak akan mungkin segila itu. Pikiran anda terlalu kotor!” seringai Kiano, lalu melepaskan gandengan tangannya.

            “Sialan, mana mungkin aku mau melakukan hubungan intim itu sebelum menikah,” gumam Danilla sambil menghela napas berat.

            “Kamu tidak usah banyak bertanya. Karena saya akan menujukkan sesuatu ke kamu.”

            “Sesuatu? Emang sesuatu apaan, Pak?” tanya Danilla menatap kedua mata Kiano.

            “Itu tentang kamu,” jawab Kiano dengan nada datar.

            “Ish menyebalkan banget ini cowok! Udah dingin, arrogant, jutek tapi, ganteng dan tajir. Tapi, dia bukan tipe pria idaman yang selama ini aku cari! Karena aku akan tetap setia dengan satu cinta,” helaan napas singkatnya.

            Danilla merasa sangat bingung. Karena, sangat mustahil sekali, kalau seorang Kiano membawa perempuan sepertinya. Padahal dia bukan perempuan yang cantik atau idaman para pria. Tubuhnya aja tidak setinggi model. Bahkan, kulitnya tidak seputih perempuan Korea.

            Kiano kembali mengenggam erat tangan Danilla. Ia seakan tidak ingin perempuan itu jauh dari dirinya. Sedangkan, Danilla sangat merasa risih dengan sikap Kiano yang terlalu dekat dengan dirinya sekarang.

            “Aneh,” gumam Danilla menyaksikan sikap posesif seorang Kiano Rayn. Padahal pria itu aja hanya bisa berkomunikasi saat ada kerjaan. Tapi, mendadak pria itu mengaku-ngaku kalau sebagai calon suaminya.

            Danilla berusaha terbangun dalam mimpinya, ia pun mencubit pipinya sendiri. Lalu, berteriak.

            “Astaga, bukan mimpi!” teriak Danilla dalam hatinya. Padahal ia mengira semua itu hanya sebatas mimpi di siang bolong.

            “Kamu kenapa?” tanya Kiano.

            “Nggak kenapa-kenapa,” ketus Danilla dengan membuang muka. Ia seolah ingin segera kabur dari pria aneh itu. “Gimana caranya aku bisa kabur dari sini?” pikir Danilla sambil melangkah masuk bersama menuju ke kamar utama.

            “Kamu sekarang tinggal di sini. Jangan sampai kamu berpikir untuk kabur dari rumah ini!” ancam Kiano yang membuat Danilla mengurungkan niatnya untuk kabur. Ia melihat banyak cctv tiap ruangan, bahkan di sekitar halaman rumah. Di luar kamarnya juga ada seorang penjaga yang memiliki otot besar-besar seperti tukang jago pukul.

            Danilla pun masuk ke dalam kamar, lalu Kiano meninggalkannya sendirian di dalam kamar mewah yang seperti milik artis-artis Hollywood papan atas. Atau seperti kamar-kamar yang diilustrasikan dalam sebuah novel-novel bertema CEO.

            “Apa aku cuman halu bisa tinggal di rumah kediaman seorang CEO?” lirih Danilla yang duduk di tepi ranjang kamar.

            “Saya akan tunggu kamu buat makan malam di bawah,” ujar Kiano dengan nada datar.

            “Apa dia selalu bersikap seformal itu. Pria ini sungguh ngebosenin banget! Kayak nggak punya ekspresi. Sikapnya kayak orang kurang piknik aja!” batin Danilla. “Pria seperti ini menjadi idaman di kantor. Astaga! Nggak banget!” sambungnya seraya menggeleng-geleng kepala saja. Apalagi, sahabatnya yang tergila-gila dengan mantan bosnya.

            “Danilla Anatasya, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya yang lagi-lagi dengan nada datar. Bahkan, wajahnya juga sangat datar.

            “Ya,” jawab Danilla dengan malas.

            “Saya akan tunggu kamu makan malam. Suka atau tidak kamu harus makan. Saya tidak ingin kamu kenapa-kenapa,” ujar Kiano yang terlihat posesif terhadap Danilla. Padahal dia hanya seorang mantan karyawannya.

            “Untuk apa bapak peduli dengan keadaan saya. Emang bapak siapa?” tanya Danilla.

            Kiano hanya diam, lalu meninggal Danilla tanpa balasan sebuah kata.

            “Sial! Kenapa dia tidak menjawab pertanyaanku?” dengus Danilla, lalu merebahkan tubuhnya di atas sebuah ranjang king size yang sangat empuk sekali. “Sumpah nyaman banget kalau tidur di kasur orang kaya. Nggak seperti di kos an. Etss, tapi aku harus pergi dari sini secepatnya tanpa diketahui oleh Pak Kiano berserta orang di sekitarnya.

            Danilla pun berpikir keras mencari bagaimana caranya bisa keluar dari rumah milik Kiano yang terlihat begitu banyak mata yang mengawasi.

            “Apa aku akan terjebak di sini selamanya?” pikir Danilla yang mendadak perutnya mulai bergejolak. “Sial, kenapa ini perut?”

            Danilla pun harus bisa menahan lapar. Ia tidak ingin mengikuti makan malam di bawah bersama dengan pria yang membawanya secara paksa tanpa alasan.

            “Aku harus bagaimana?”

            *

            Di lantai bawah, semua hidangan mewah telah disiapkan oleh pelayan di bagian dapur. Kiano sudah turun dan duduk di bangku meja makan.

            “Panggil nona Danilla buat makan ke bawah!” perintah Kiano terhadap salah satu pelayannya.

            “Baik tuan,” sahut pelayan di ujung sana.

            Kiano pun menunggu Danilla yang tidak kunjung turun dari lantai dua. Ia pun terpaksa untuk naik ke lantai dua menjemputnya.

            “Tenang Kiano. kamu nggak boleh emosi. Ini demi kebaikan semua.”

            Danilla masih saja keras kepala menolak untuk makan malam. Ia bahkan memilih untuk tidur.

            “Bagaimana? Apa kamu berhasil?” tanya Kiano ke Pelayan wanita yang terlihat sangat gugup.

            Pelayan itu hanya mengelengkan kepalanya sekali.

            “Saya pecat kamu sekarang!”

            “Pak, saya…”

            “Pergi kamu dari hadapan saya!”

            Wanita muda itu pun berlinang air mata. Danilla merasa bersalah telah membuat pelayan itu dipecat. Lalu, dia pun keluar dari kamar.

            “Apa masalah sekecil itu, anda melakukan tindakan main pecat saja?” tatapan sinis Danilla.

            “Ini adalah keputusan saya!”

            “Sikap anda itu keterlaluan!”

            “Keterlaluan?” ulangnya.

            “Ya!” bentak Danilla.

            “Dia dipecat karena tidak bisa kerja,” ucapnya dengan nada sangat datar.

            Danilla pun menatapnya dengan kilah mata tajam. “Oh …. jadi ini sikap orang kaya yang tidak pernah bisa melihat! Bagaimana kalau bapak jadi pelayan itu yang mendadak dipecat karena masalah sepeleh? Bisa saja pelayan itu memiliki keluarga yang membutuhkan uang untuk menyambung hidup? Tapi, saya bisa tebak dengan sikap bapak yang nggak pernah bisa merasakan di mana sebuah titik itu!”

            “Kamu nggak usah ceramahi saya!”

            “Saya bilang sekali lagi, kalau saya muak dengan sikap bapak. Karena, bapak sama orang tua bapak sama-sama tidak punya hati!” kedua mata Danilla melotot. Ia menekan semua kata dalam kalimatnya.

            “Itu semua karena kamu!”

            “Kenapa bapak malah salahin saya? Yang mecat itu kan bapak?!” protes Danilla.

            “Kalau saja kamu mau menuruti perintah saya untuk segera makan malam, maka saya tidak akan melakukan itu.”

            “Terserah bapak! Itu hak bapak main pecat-pecat pelayan bapak! Saya di sini tidak ada hak,” Danilla pun menutup pintu kamarnya dengan keras hingga terdengar suara BRAK.

*

Riska Vianka

Selamat membaca.

| Sukai

Bab terkait

  • Second Woman   Bab 08 - Sebuah Kenyataan

    Sudah hampir dua hari Vira menunggu di depan pintu rumahnya. Suami yang dia idamkan belum juga datang. Hatinya terasa begitu sangat pedih. Ia hanya bisa berdoa semoga suatu saat nanti Tuhan akan melembutkan hati pria yang menjadi suaminya. Vira hanya mampu membatin, bahkan ia juga tidak pernah disentuh sama sekali oleh suaminya. Ia hanya dapat mengadu kepada Tuhan, agar memberikan keadilan atas ketulusan cintanya. Ia sudah bersabar tanpa batas waktu. Cintanya tidak bisa terbalaskan sama sekali. Sikap dingin suaminya selalu ia terima dan telan mentah - mentah. Dia tidak pernah mengeluh sama sekali. Ia terima, meskipun ada banyak luka-luka yang ia sembunyikan setiap waktu yang bergulir. “Ra, apa kamu yakin akan bertahan dengan pria seperti suamimu itu?” &

  • Second Woman   Bab 09 - Hamil?

    Di sebuah ranjang empuk. Danilla tidak sadarkan diri, setelah melihat sebuah garis biru pada alat tes kehamilannya. Ia merasa sangat terkejut. Padahal seingatnya dia belum pernah melakukan hal itu. Ia berjanji hanya melakukannya setelah menikah. “Apa aku hamil? Ini nggak mungkin. Pasti alat testpack nya sudah kadaluwarsa. Ini terjadi kesalahan,” Danilla berpikir keras, ketika itu sebelum dia benar-benar terlihat semu. Ia pun jatuh pingsan. Dokter Anita sudah memeriksa Danilla yang kondisinya baik-baik saja. “Pak Kiano tolong dijaga istrinya. Karena, kehamilan muda rawan untuk keguguran.” “Iya, Dok.”&nb

  • Second Woman   Bab 10 - Kabur

    Danilla masih merasa terkejut, apalagi ia dinyatakan hamil. Ia juga dia ajak menikah dengan bosnya. Tapi, ia menolaknya. “Kita harus menikah besok!” “Mau nggak mau kamu harus menikah dengan saya! Karena, itu calon anak saya ada di rahim kamu.” Semua kata-kata yang diucapkan oleh Kiano menari-nari dalam ingatannya. Ia pun merasakan kalau mantan bosnya itu keterlaluan. Sepanjang perjalanan Danilla merasa diikuti oleh seseorang. Saat dia menengok, tapi tidak ada satu pun. Sepanjang jalan suasana malam terasa sangat dingin dan mencekam. Ia pun mendengar suara-suara yang mampu menaikan bulu kuduknya.&n

  • Second Woman   Bab 11 - NIKAH ? TIDAK !

    “Ke mana Danilla?Kenapa orang suruhan bos Kiano meminta dibawa semua seluruh perlengkapan milik Danilla?” Karen mulai berpikir dalam kepalanya hingga dia mondar-mandir tidak jelas di kamar kos an. Ia pun ingin mencari di mana Danilla dibawa oleh bosnya. “Apa aku akan menanyakan masalah Danilla ke Pak Kiano besok di kantor?” pikir Karen sekali lagi. Karena, bagaimana pun juga mereka adalah sahabat. Karen pun duduk di sebuah ranjangnya, lalu ia pun menyalakan televisi. “Sepi juga nggak ada yang diajak ribut,” batinnya. Channel sudah Karen ganti berulang kali. Ia merasa dalam sebuah kebosanan. Ia hanya bisa berdoa dan ber

  • Second Woman   Bab 12 - Kontrak Perjanjian

    Di Rumah keluarga Rayn, terlihat wajah gelisah Vira. Ia merasa kalau akan terjadi sesuatu dalam rumah tangganya. Padahal impiannya hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Ia tidak peduli harus hidup bersama pria yang selalu menganggap dia tidak pernah ada. “Sampai kapanpun aku akan mencintaimu, Mas,” lirih Vira menatap sendu setiap sudut ruangan. Ia hanya mampu menatap sepiring nasi yang ada di atas meja. Sudah hampir seminggu kabar Kiano tidak ada sama sekali. “Menunggumu adalah hal yang biasa untukku, Mas. Meskipun, seminggu aku akan bertahan dan lakukan. Bagiku, kamu adalah suami yang ku rindukan.” Di meja makan Vira pun terlihat hatinya cukup gelisah. Ia tidak sadar kalau kedua mertuanya sedang memperhatikannya yang sedang melamun.

  • Second Woman   Bab 13 - Danila & Kiano : Terpaksa Menikah

    Pov Kiano. Sepulang dari kantor. Aku mampir dahulu ke rumah utama, agar tidak ada yang mencurigai tentang apa yang terjadi. Aku tidak ingin sepupuku yang kurang kerjaan bakalan memata-mataiku sesuai dengan perintah papa dan mama. Apalagi dengan Vira yang selalu sajaa mencari perhatian. Hal itu membuatku sungguh muak. Aku menikahinya bukan karena cinta, tapi itu semua atas kemauan papa dan mamaku. Bodohnya aku mengiyakan pernikahan tanpa cinta yang tidak akan mungkin berhasil. Lima tahun pernikahan hanya ada jarak antara aku dengan Vira. Dia berusaha membuatku jatuh cinta ke dalam pelukannya. Tapi, itu nggak akan mungkin berhasil. Bagiku dia hanyalah seekor kecoak. “Mas?” panggil dia yang memakai lingerie serba terawang yang bermaksud

  • Second Woman   Bab 14 - Ngidam : Seblak Bandung - Asinan Bogor

    Pernikahan itu berjalan dengan lancar. Terlihat beberapa tamu undangan menikmati makanan yang telah disediakan oleh Kiano. Memang hanya beberapa orang saja, tapi pernikahan itu berjalan lancar. Setelah semua tamu undangan sudah pulang semua. “Ingat saya nggak mau sekamar dengan bapak! No Sex!” Danilla memperingatkan dengan nada jutek. Ia pun melotot ke Kiano. “Meskipun, kamu adalah suami saya!” “Ya,” singkat Kiano dengan nada dingin. “Sial! Cuman ‘Ya’ doang! Apa lidahnya sudah tertelan? Atau dia emang manusia es! Eh lebih tepatnya zombie dalam jiwa manusia,” Danilla mengucap dalam hat

  • Second Woman   Bab 15 - Ban Kempes

    “La, apa kamu sudah selesai?” tanya Danilla.“Saya sudah siap Pak!” balas Danilla dengan anggukan.“Danilla, kamu sebaiknya jangan panggil saya, Pak. Emangnya saya bapak kamu?!” protes Kiano.Danilla pun nyengir,”Ya, enggak bisalah. Bapak itu lebih tua dari saya. Mana mungkin saya memanggil dengan sebutan selain, Pak?”“Panggil saya dengan sebutan mas saja. Lagian kita sudah menikah.”“Iya, tapi cuman sementara dan nggak akan menjadi selamanya,” ralat Danilla.“Baiklah, terserah kamu saja,” ujar Kiano dengan nada datar.“Pak, saya sudah lapar banget! Sepertinya anak bapak ini pengen cepet-cepet makan seblak di Bandung,” Danilla mengedip-kedipkan kedua matanya sambil mengusap-usap perutnya yang masih rata.“Okay, kita ke Bandung,” kata Kiano dengan ekspresi sangat datar sekali.

Bab terbaru

  • Second Woman   Bab 57 : Kahfi Hilang?

    Tubuh Vira mulai kejang-kejang. Seorang perawat pun langsung berlari meminta bantuan. Dokter pun datang langsung melakukan tindakan terhadap Vira.Detak jantung Vira berhenti seketika. Tekanan darahnya pun sudah menurun. Terlihat beberapa kali dokter melakukan tindakan untuk menstabilkan kondisi Vira."Pukul 05.00 sore. Tolong dicatat suster!” Ucap seorang dokter itu yang hanya bisa menghela nafas begitu berat. Bahkan dia berulang kali melakukan tindakan terhadap Vira.Perawat pun segera menutup dari kepala hingga ujung kaki menggunakan kain putih. Salah satu perawat pun keluar dari ruang ICU.“Bagaimana kondisi pasien?”Beberapa saat kemudian dokter pun datang. Wajahnya yang tampak begitu sangat kusam. Dokter itu mulai melepas kacamatanya sejenak. Dokter hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang begitu nanar.“Dok, apa yang terjadi dengan Vira?” Reihan menatap kedua sorot mata dokter yang menangani Vira.Dokter pun langsung memegang p

  • Second Woman   Bab 56 : Nenek Jahat!

    Pelukan hangat dari Kiano membuat Danilla semakin tenang. Dia merasakan kenyamanan dari sosok pria seperti Kiano.“Ya Allah. Kenapa hatiku terasa begitu sangat tenang ketika di dekatnya? Tapi aku tidak akan pernah mungkin untuk menyakiti wanita lain demi egoku kali ini. Ya Allah aku harus bagaimana? Apakah aku harus kembali pergi meninggalkan sosok pria seperti dia?” Danilla menggumam dalam hatinya."Aku tidak akan pernah bisa untuk melepaskan kamu kembali dalam kehidupanku. Bagiku kamu adalah bagian dari hidupku yang tidak akan pernah bisa mampu tergantikan oleh waktu.” Kiano menelan salivanya sendiri. Dia menggumam dalam hatinya sambil menepuk-nepuk punggung belakang Danilla. Dia juga sudah tidak mendengar isak tangis dari wanita itu.Danilla tertidur dalam pelukan kiano. Lalu Kiano membawa Danilla keranjang tempat tidur.Kiano langsung mengecup kening Danilla.“Selamat tidur bidadari hatiku. Aku akan terus mencintaimu setiap detik dan embusan nafasku. Bahkan aku tidak akan pernah m

  • Second Woman   Bab 55 : Bukan Level!

    Unit apartemen Kalibata pukul 05.00 sore, Kiano datang dengan wajah yang cukup lelah. Dia seharian mencari lowongan pekerjaan. Bahkan dia meminjam ke beberapa temannya sebagai modal membangun usaha.Kiano masuk ke dalam unit apartemennya. Lalu dia segera duduk di sofa ruang tamu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah. Kedua matanya yang terlihat begitu sangat redup. Dia mulai mengerutkan dahinya. Wajahnya yang terlihat begitu sangat masam.“Ternyata benar apa kata orang. Kalau lagi kere kayak gini, nggak ada temen pun yang mau minjemin duit sekalipun. Mereka bahkan pura-pura budek sekalipun!” Kesal Kiano dalam hati.Suara isak tangis yang terdengar samar-samar di telinga Kiano. Lalu dia segera untuk mencari sumber suara itu. Dia melangkahkan kedua kakinya ke ruang kamar. Dia melihat Danilla yang sedang menangis tersedu-sedu di balik pintu kamarnya.“Danilla?!”Kiano begitu sangat sigap sekali langsung memeluk Danilla begitu sangat erat. Lalu dia berusaha untuk menenangk

  • Second Woman   Bab 54 : Bukan Teman Ternyata

    Mobil melesat begitu sangat cepat sekali menyapu jalanan Kota Jakarta. Wanita paruh baya itu yang terlihat begitu sangat bengis. Wajahnya yang terlihat penuh dengan amarah dan dendam.“Aku tidak akan pernah membiarkan cucuku jatuh ke tangan wanita murahan itu! Walaupun dia terlahir dari wanita murahan itu, tapi aku tidak akan pernah rela jika cucuku harus dididik dengan wanita seperti dia!”Di samping wanita itu terlihat bocah laki-laki yang sedang tertidur pulas. Semuanya itu berkat efek dari obat bius yang diberikan oleh beberapa bodyguard-nya.“Kamu tidak akan pernah bisa masuk ke keluargaku! Sampai kapanpun! Kamu bukan level dari keluarga Rayn!”Suasana yang terlihat begitu sangat tegang sekali. Wajah simetris dan tegang terlihat di wajah wanita itu. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya. Kedua matanya mulai merah menyala.*Di unit apartemen, Danilla yang merasa sangat bersalah sekali. Dia tidak bisa mencegah kepergian dari putranya sendiri. Dia hanya bisa meratapi nasibnya

  • Second Woman   Bab 53 : Jangan Ambil Anakku!

    Danilla pun berjalan menuju ke ruang tamu. Lalu dia mulai menghampiri Kiano.“Mas, Aku mau ngobrol sama kamu.”“Soal?”“Mas, aku cuma mau ponselku kembali. Karena sudah dua hari ini aku tidak pulang ke apartemen Karen. Dia pasti khawatir dengan keadaanku. Aku janji nggak akan pergi lagi dari kamu.”Kedua mata Kiano membenci ke Danilla."Aku janji nggak bakalan pergi. Aku cuman ingin memberikan kabar kepada sahabatku. Mau bagaimanapun juga aku harus kasih tahu tentang keberadaanku. Aku mohon kali ini aja,” lanjut Danilla.Wajah datar Kiano. Lalu dia segera untuk menyodorkan ponsel milik Danilla. Dia mengambilnya dari laci dekat ruang tamu.“Makasih,” ucap Danilla.Danilla pun langsung pergi menuju ke kamarnya. Dia langsung segera menghubungi Karen.*Di unit apartemen, Karen yang merasa cemas dan sangat gelisah sekali. Dia bahkan belum mendapatkan balasan pesan dari Danilla.Drrrt...Ponsel Karen pun mulai berdering. Dia segera bergegas untuk mengambil ponselnya di atas mej

  • Second Woman   Bab 52 : Rindu Masa Lalu

    Vira tumbuhnya mulai kejang-kejang di rumah sakit. Dokter mulai melakukan pertolongan. Dibantu oleh tim medis lainnya.Di ruang tunggu terlihat Reihan yang cukup gelisah melihat kondisi Vira.“Kamu harus bertahan, Vir,” ucap Reihan.“Kamu harus bisa bertahan Vira. Karena aku yakin kamu bisa." Reihan mengucap kalimat itu sekali lagi. Dia berulang kali meyakinkan dirinya bahwa Vira akan baik-baik saja.Dokter di ruang ICU mulai melakukan tindakan terhadap Vira. Bahkan kedua mata Vira yang terlihat melotot ke atas. Tubuhnya yang masih kejang-kejang. Bahkan suhu tubuhnya demam tinggi. Detak jantungnya semakin melemah. Tekanan darahnya semakin menurun.Kegelisahan menyelimuti hati Reihan di luar. "Aku tidak akan pernah bisa diam saja begini. Dan aku akan membuat kalian membayarnya dengan tuntas!”*BRAK!Rayn terlihat begitu sangat marah sekali. Kedua matanya melotot ketika mengetahui nilai sahamnya merosot turun. Bahkan beberapa proyek-proyek dibatalkan oleh klien.“Dasar anak du

  • Second Woman   Bab 51 : Decline!

    Danilla hanya bisa menatap cahaya senja di sore hari. Dia masih teringat tentang kisah masa lalunya. Senyuman itu masih membekas Di hatinya. Namun seberkas cahaya itu menjadi luka. Terdengar suara pintu yang terbuka. Kemudian Danilla memalingkan pandangannya ke arah pintu. Dia melihat dua orang pria yang berbeda generasi. “Apa itu mama?” Senyuman bocah laki-laki itu terlihat begitu sangat jelas. Bagaikan bunga kuncup yang mekar. Bahkan Danilla fokus ke arah bocah laki-laki itu. “Apakah dia anakku?” Gumam Danilla. Kedua mata Kiano berkaca-kaca, ketika menatap bocah laki-laki itu. Dia hanya mengagukan kepalanya. Kemudian bocah laki-laki itu pun bergegas berlari menghampiri Danilla. “Mama aku merindukanmu!” Seru bocah laki-laki itu sambil memeluk kaki kanan Danilla. Danilla hanya dia mematung. Bibirnya seakan bergetar. Kedua matanya berkaca-kaca. Lalu dia pun menekuk kedua lututnya agar tingginya sejajar. Dia memeluk bocah laki-laki itu dengan perasaan kerinduan yang mendalam berta

  • Second Woman   Bab 50 : Dia Anakku, Ma!

    PLAK! Sebuah tamparan itu pun melesat begitu sangat kencang sekali hingga membuat pipi kanan Kiano merah dan panas. “Mama nggak nyangka kalau kamu bisa berbuat seperti ini kepada istrimu sendiri! Mama sudah peringatkan ke kamu, jauhi wanita jalang itu! Karena Mama nggak mau harga diri dari keluarga ini hancur gara-gara sikap kamu!” “Ma, tapi aku sangat mencintainya. Aku nggak bisa hidup tanpa dia. Karena dia juga Ibu dari anakku!” Joanna tersenyum kecut. “Mama nggak pernah peduli sama sekali, walaupun dia adalah ibu dari anakmu. Karena Mama tidak akan pernah sudi memiliki menantu wanita murahan seperti dia!” Joanna menekankan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. “Mama benar-benar sangat egois! Kenapa Mama ngebelain Vira terus dibandingkan dengan aku yang merupakan anak kandung mama?” Kiano tersenyum miris. "Kurang ajar kamu! Apa ini cara kamu berbicara dengan orang tua? Aku adalah ibumu yang mengandung selama 9 bulan dan melahirkanmu! Tapi kamu bersikap seolah-olah tidak me

  • Second Woman   Bab 49 : Berita Panas Lambe Gosip

    Perasaan gelisah yang telah dihadapi oleh Danilla selama berada di Unit apartemen Kiano. Mendadak perutnya terasa begitu sangat lapar. Seketika Danilla pun pergi ke dapur. Dia mencari beberapa bahan-bahan yang bisa diolah menjadi makanan. Dia membuka lemari es. Dia langsung mengambil daging yang disimpan di freezer dan beberapa bahan bumbu sebagai pelengkap lainnya. “Nasib!” Gumam Danilla. Danilla segera untuk memotong daging tipis-tipis. Dia membuat olahan serundeng daging. Dia ingat masakan buatan dari ibunya di kampung halaman. Kerinduan itu terasa begitu sangat dalam. “Kangen ibu,” kedua mata Danilla mulai berkaca-kaca, ketika dia mengiris tipis-tipis daging itu. Seketika air mata itu pun berlinang jatuh membasahi kedua pipinya. Setelah selesai membuat serundeng daging. Dia segera untuk menanak nasi di Magic Jar. Setelah semuanya matang, lalu Danilla menyajikannya di atas meja makan. Danilla langsung menikmati masakannya sendiri. Dia menghabiskan hampir dua piring karena dia

DMCA.com Protection Status