Aku dan Alvian melangkah ke ranjang diiringi dengan alunan musik romantis yang sengaja diputar oleh Alvian. Kamar yang telah didekorasi dengan indah dengan bunga-bunga segar dan lilin-lilin yang memancarkan cahaya remang-remang. Merasa jantung berdebar kencang tidak pernah menyangka bahwa malam pertama dengan Alvian akan seseru ini. Alvian selalu tahu cara untuk membuatku merasa spesial. Alvian mengantarkanku ke tempat tidur dan mencium keningnya dengan lembut. "Selamat malam, istriku," bisiknya di telinga. Aku tersenyum dan membalas ciuman Alvian. "Selamat malam, suamiku," bisiknya. Alvian membuka gaun pengantin dengan perlahan, menikmati setiap momen indah bersamaku. Merasa gugup dan malu, tetapi juga bahagia dan bersemangat. Alvian membaringkan tubuhku di tempat tidur dan mencium dengan penuh gairah. Aku pun membalas ciuman Alvian dengan penuh cinta berdua tenggelam dalam dunia sendiri, melupakan semua yang ada di sekitar. Malam ini, Aku dan Alvian menghabiskan waktu bersama den
Beberapa minggu setelah kami menikah, kebahagiaan mereka diuji dengan sebuah tragedi. Alvian mengalami kecelakaan di dekat rumah mamanya. Aku yang panik berusaha mencari suamiku, namun tak menemukan Alvian di lokasi kejadian. Kecelakaan itu meninggalkan banyak pertanyaan di benakku.Tak henti-hentinya aku mencari Alvian. Ia menanyai tetangga, memeriksa rumah sakit, dan bahkan melapor ke polisi. Namun, usaha tak membuahkan hasil. Alvian seolah-olah ditelan bumi. Aku berlari terhuyung-huyung di tengah jalan, air matanya berlinang tanpa henti. Rasa panik dan kebingungan menyelimuti hatinya. Ia baru saja mendapatkan kabar bahwa Alvian, suaminya, mengalami kecelakaan di dekat rumah mamanya."Mas Alvian ... Mas!" teriakku sambil terus berlari menuju lokasi kejadian.Sesampainya di sana, aku melihat kerumunan orang yang sudah memadati lokasi. Dengan menerobos kerumunan dengan sekuat tenaga, berharap menemukan Alvian di sana."Mas Alvian mana? Suami saya mana?" tanyaku dengan panik kepada seo
Selama beberapa minggu setelah kepergian Alvian, Aku hidup sendirian membesarkan anak mereka tanpa tunjangan ekonomi. Weni, mama Alvian, tiba-tiba menghilang setelah kecelakaan, membawa semua harta dan tabungan mereka. Aku terpaksa bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup dan anakku.Dulu, ketika Weni menjalani proses persidangan entah mengapa dia dibebaskan dengan syarat atas kasus penculikan anakku waktu itu. Hanya Aldi gadungan yang masuk penjara dan temannya yang ikut bersama Aldi waktu itu. Aku sendiri tidak paham dengan proses pengadilan semua aku serahkan kepada suamiku. Jadilah Weni bebas berkeliaran di umum dan sesekali muncul di kantor suamiku selama ini.Aku yang tidak paham dengan Perusahaan memilih diam dan percaya kepada suamiku. Apalagi Perusahaan itu nanti akan jatuh ke tangan Andini anak kami. Ternyata aku ditipu, entah siapa yang bodoh aku atau Alvain yang terlalu lembek dengan mama sendiri.Di tengah kesedihan dan kesulitannya, Aku tetap tak berhenti mencari buk
Aku mulai membersihkan dan merapikan ruang kerja di rumah menata alat-alat jahit dengan rapi dan memastikan semuanya dalam kondisi baik. Melangkah ke ruang kerja, yang selama ini terbengkalai setelah menikah dengan Alvian. Debu menyelimuti ruangan, dan alat-alat jahit yang dulu berkilau kini kusam dan berkarat.Sebuah rasa haru menyelimutiku saat melihat mesin jahit kesayangan, tempat dulu menuangkan kreativitas dan menghasilkan karya-karya indah. Perlahan, mulai membersihkan ruangan. Debu di lap, alat-alat jahit di poles, dan kenangan tentang Alvian mulai terlintas di benakku.Dia ingat bagaimana Alvian selalu meminta berhenti dalam dalam usaha yang aku geluti meski dia tahu aku mempunyai bakat di bidang ini. Menjadi model pertama untuk baju-bajuku sendiri, dan bagaimana selalu memberikan ide-ide kreatif untuk desain baru yang terlintas sesui dengan tren masa kini.Aku tersenyum getir. Alvian memang belum kembali aku akan tetap menunggunya sampai sisa umurku. Dengan tekad yang bulat,
Di balik gemerlap butik, tersembunyi sebuah perburuan cinta yang penuh misteri. Aku, sang pemilik butik, tak henti-hentinya mencari keberadaan Alvian, suamiku yang disembunyikan oleh Weni, sang ibu mertua yang penuh manipulasi.Suasana butik ramai dikunjungi pelanggan. Aku dengan senyum melayani mereka dengan penuh kesabaran. Namun, di balik senyuman ini, tersembunyi rasa cemas dan khawatir. Pikiran terus tertuju pada Alvian, suamiku yang tak kunjung kembali."Riana, kamu baik-baik saja?" tanya Sari, sahabatku yang datang ke butik."Aku baik-baik saja, Sari. Terima kasih sudah perhatian," jawabku, berusaha menyembunyikan kesedihan."Tapi, aku lihat kamu tampak murung. Ada apa?" tanya Sari dengan penuh perhatian.Aku menghela napas panjang. "Aku masih belum tahu keberadaan Mas Alvian. Aku khawatir dia dalam bahaya."Sari memelukku dengan erat. "Jangan khawatir, Riana. Aku yakin kamu akan segera menemukan suamimu. Aku akan selalu membantumu."Selama ini aku terus mencari informasi tenta
Godaan seorang pelanggan wanita yang datang ke butikku cukup membuat mentalku down. Dia terlihat senang melihatku yang sedang hamil tanpa ditemani suami dan bekerja seorang diri. Mina, pelanggan baru yang terlihat aneh setelah beberapa kali memesan baju ke butikku."Wah, Riana, kamu hamil besar?" tanya pelanggan wanita itu dengan nada mengejek. "Selamat ya!"Aku tersenyum dengan canggung. "Terima kasih," jawabku."Tapi, di mana suamimu?" tanya pelanggan wanita itu dengan tatapan yang penuh selidik. "Kenapa dia tidak menemanimu?" Merasa tidak nyaman dengan pertanyaan itu tapi aku tidak ingin menjelaskan tentang keberadaan Alvian kepada orang asing. Mengapa mereka mengusik ranah pribadiku? Barangkali inilah dampak dari orang yang sedang membuat branding di medsod. Usahaku lancar dengan meawarkan produk karyaku di sana. Aku harus bisa menjaga sikap agar mereka tidak masuk dan mengusik kehidupanku."Suamiku sedang sibuk kerja," jawabku dengan singkat.Namun, pelanggan wanita itu tidak pu
Rasa pedih dan marah menyelimuti hatiku saat mengetahui kenyataan pahit tentang Maya. Perempuan yang selama ini kuanggap sebagai pembeli ternyata memiliki niat terselubung. Dia bukan konsumen yang mengagumi karyaku, melainkan seorang pedagang yang ingin mengeruk keuntungan besar dari hasil jerih payahku.Dua bulan lalu aku bertemu dengan Maya sebagai pengagum karyaku. Maya datang kepadaku dengan senyum manis dan pujian setinggi langit untuk bajuku. Dia terkesan dengan desain dan kualitasnya, dan aku pun senang hati menjualnya kepadanya. Namun, di balik sikap ramahnya, dia ternyata menyimpan agenda lain.Sebuah bazaar seni yang ramai dikunjungi orang. Di sebuah stand kecil, aku memamerkan deretan baju hasil karyaku yang penuh warna dan desain unik.Maya dengan senyum manis, "Wow, baju-bajunya keren banget! Desainnya unik dan warnanya cantik-cantik.""Terima kasih! Saya senang Anda menyukainya.""Saya Maya, boleh saya coba beberapa baju?""Tentu saja, silakan!" jawabku dengan bangga men
Meskipun Maya telah memohon maaf dengan berlinang air mata, rasa kecewa dan amarahku masih membara. Kepercayaan yang telah kubangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap, dan aku tak bisa begitu saja melupakan pengkhianatannya.Aku menatapnya dengan dingin. Rasa kecewa dan amarah masih membara di dalam diriku. Kepercayaan yang telah kubangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap, dan aku tak bisa begitu saja melupakan pengkhianatannya.Maya mendekatku dengan air mata yang mengalir di pipinya. Wajahnya pucat pasi, dan tubuhnya bergetar karena ketakutan."Maafkan aku," isaknya dengan pilu. "Aku... aku khilaf,” ucapnya sekali lagi saat tahu aku mengajukan tuntukan ke pengadilan. Takut pula rupanya wanita yang penuh dengan tipu muslihat hanya ingin memperdaya wanita hamil seperti diriku.Aku menatapnya dengan dingin. Rasa kecewa dan amarah masih membara di dalam diriku. Kepercayaan yang telah kubangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap, dan aku tak bisa begitu saja melupakan peng
Kami saat ini sedang berkumpul untuk merayakan unversari pernikahanku dengan Alvian. Gedung mewah menjadi momen kebahagiaan kami yang sudah mengaruhi bahtera rumag tangga selama 15 tahun. Undangan para kolega dan sahabat kami berikan memperingati kebahgiaan kami saat ini. Aku dan Alvian berdiri menatap para tamu yang datang. Sari dengan keluarganya, Siti dengan calon tunagannya. Hari yang membuat kami bahagia setelah melewati semuanya dengan penuh ketegangan selama ini. Cahaya lampu kristal yang berkilauan menerangi ruangan ballroom yang megah. Alunan musik romantis mengalun merdu diiringi tarian para tamu undangan. Di tengah keramaian, aku dan Alvian berdiri bergandengan tangan, saling menatap dengan penuh cinta dan kebahagiaan. Malam ini adalah malam spesial, malam di mana kami merayakan 15 tahun pernikahan kami. Lima belas tahun telah berlalu sejak kami mengucapkan janji suci pernikahan hanya di depan para saksi dan keluarga. Perjalanan pernikahan kami tidak selalu mulus. Ada rin
Sebagai manusia, kita hanya punya rencana. Selebihnya adalah Tuhan yang punya kuasa. Aku dan Alvian tidak hentinya bersyukur dengan kondisi kami saat ini. denga cobaan yang sering datang silih berganti dengan keterbatasan kemampuan akhirnya kami berhasil melewati semua ini dengan baik. Perjodohan dari sebuah perjanjian yang menjadikan kami pelajaran hidup yang tidak bisa digantikan. Benih-benih cinta tumbuh seiring perjalanan cinta yang luar biasa. Kami tidak sangka jika akan dipertemukan dalam situasi sepertisaat ini di mana Alvian yang uasianya jauh di atasku menjadi suamiku dengan semua ketulusan dan kasih sayangnya. Di malam hari, saat bulan bersinar kami mengungkapkan rasa cinta dengan dari dalam diri dengan penuh kekaguman. Aku memandangi Alvian dengan penuh kasih sayang. Kubalut tubuh polos kami dalam selimut tebal dengan mengungkapkan kata-kata mesra. “Mas, tak pernah kubayangkan perjodohan yang awalnya terasa asing dan penuh keraguan ini, justru mengantarkan kita pada cinta
Lima tahun berlalu, persahabatanku dengan Sari dan Hendra tidak pernah putus meski mereka tidak lagi menjadi bagian milik kami. Sari membuka usaha baru dengan toko makanan sebagai pendamping butiknya yang masih kecil dengan Hendra. Ditambah kedua orang tuanya ikut membantu usahanya seperti ayah dan ibuku. Sari dan Hendra bagaikan dua pasang sepatu yang serasi. Sejak awal pernikahan mereka, mereka selalu saling mendukung dan bahu membahu dalam segala hal. Semangat kewirausahaan yang mereka miliki mendorong mereka untuk membangun usaha bersama. Awalnya, mereka memulai usaha kecil-kecilan di rumah. Sari, dengan bakat memasaknya yang luar biasa, mulai membuat kue dan camilan rumahan. Hendra, yang pandai dalam hal pemasaran dan penjualan, mempromosikan produk Sari melalui media sosial dan menjajaki pasar online. Usaha mereka yang kecil perlahan-lahan mulai berkembang. Kue dan camilan Sari mendapat banyak pujian dari pelanggan karena kelezatan dan kualitasnya. Hendra pun berhasil memperlu
Alvian, dengan tekad dan kegigihannya, berhasil mengembangkan perusahaan milik Yeni hingga mencapai puncak kejayaan. Perusahaan yang dulunya hanya sebuah usaha kecil di Medan, kini telah menjelma menjadi raksasa di bidangnya, dengan jangkauan yang mendunia. Alvian melangkah dengan penuh keyakinan dan tekad di lorong-lorong kantor pusat perusahaan Yeni. Dasi yang rapi dan kemeja putihnya tak lekang oleh keringat yang membasahi dahinya. Tatapan matanya tajam dan berbinar, memancarkan aura optimisme yang tak tergoyahkan. Langkahnya tegas dan penuh tujuan, seolah-olah dia tahu persis ke mana dia ingin pergi dan apa yang ingin dia capai. Di balik kesuksesan Alvian, tersembunyi sebuah perjuangan panjang dan penuh rintangan. Dia memulai karirnya di perusahaan Yeni sebagai karyawan biasa, dengan gaji yang pas-pasan dan jam kerja yang panjang. Namun, dia tidak pernah puas dengan keadaan yang ada. Dia selalu memiliki mimpi besar untuk membawa perusahaan Yeni ke puncak kejayaan. “Mas, melihat
Andini dan Aldo, dua buah hatiku, tumbuh dengan pesat, mekar menjadi tunas-tunas cerdas dan berprestasi. Kecerdasan mereka bagaikan mentari pagi, menerangi setiap langkah mereka. Di bangku sekolah, mereka selalu bersinar, menorehkan prestasi demi prestasi. Andini, si sulung, dengan kecerdasannya yang analitis, selalu unggul dalam bidang matematika dan sains. Ia bagaikan kompas yang selalu menunjukkan arah yang tepat, memecahkan setiap soal dengan kejelian dan logika yang luar biasa. Malam hari di ruang keluarga, setelah makan malam. Aku dan Alvian duduk di sofa, menikmati teh hangat sambil berbincang tentang anak-anak. "Mas, kamu lihat Andini dan Aldo hari ini? Mereka benar-benar luar biasa!" "Iya, aku juga perhatikan. Prestasi mereka di sekolah selalu membanggakan." "Andini, si sulung, makin jago aja nih di bidang matematika. Dia selalu mendapatkan nilai sempurna di setiap ujian." "Iya, dia memang cerdas dan tekun belajar. Aku yakin dia akan menjadi seorang yang sukses di masa de
Akhirnya Sari dan Hendra mendapatkan kebahagiaan dengan pernikahannya. Kami sekeluarga sangat senang dengan kondisi Sari yang telah diterima oleh kedua orang tuanya pasca penolakan. Mereka tetap bekerja di butik milikku. Hendra sedikir demi sedikit diajari oleh Alvian tentang cara membuka usaha baru agar tidak dipandang rendah oleh kedua mertuanya. Dia mengajarkan bagaimana bertanggung jawab kepada keluarga besar Sari yang tinggal bersamanya. Setahun berlalu, kami, aku dan Sari memiliki keluarga yang bahagia dengan pencapaian masing-masing. Aku tidak lagi memperkerjakan Sari di butik karena dia sudah memilih usaha barunya bersama suami meski hanya kecil-kecilan. Kedua orng tuanya sudah mulai menerima Hendra yang menyayangi Sari dan keluarganya tanpa pilih kasih. Sari juga sudah dikaruniai seorang anak dari pernikahannya. Hawa hangat pagi hari menyelimuti rumah kecil Sari dan Hendra. Suara tawa riang anak mereka, Dinda, terdengar dari ruang tamu. Sari sedang menyiapkan sarapan di dapu
Pernikahan Sari dan Hendra dilangsungkan dengan khidmat dan penuh kebahagiaan. Suasana dipenuhi dengan tawa, haru, dan doa dari keluarga dan teman-teman yang hadir. Sari yang terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun pengantin putih, tak henti-hentinya memancarkan aura kebahagiaan. Hendra pun tampak gagah dan berseri-seri di sisinya.Suara musik pernikahan mengalun merdu mengiringi langkah kaki Sari yang anggun menuju altar. Gaun putihnya yang berkilauan bagaikan gaun putri, memantulkan cahaya lampu yang menerangi ruangan. Hendra, sang mempelai pria, sudah menunggunya dengan penuh kerinduan di altar.Upacara pernikahan dipimpin oleh seorang penghulu yang terkenal bijaksana. Doa-doa dipanjatkan untuk kelancaran pernikahan mereka dan agar mereka selalu dilimpahi kebahagiaan."Sari, maukah kau menjadi istriku?" tanya Hendra dengan suara mantap."Ya, Hendra," jawab Sari dengan suara bergetar karena haru. "Aku bersedia menjadi istrimu."Suara tepuk tangan dan sorak-sorai menggema di ru
Melihat betapa rumitnya hubungan mereka, aku tak kuasa untuk melepaskan masalah ini. Sari sudah banyak membantuku selama aku dalam kesulitan. Demi sahabat aku dan Alvian akan berbicara dengan kedua orangtuanya Sari. Usia Sari sudah waktunya untuk berumah tangga. Selama ini ia selalu menghindar dari perkotaan karena tidak cocok dan tidak cinta dengan calon suaminya. Cinta tidak dapat dipaksakan, demikian juga dengan hati. Pengalaman mengajarkan aku untuk tidak memaksaku diri atas cinta. Kalau cinta seimbang dan sama-ada rasa tidak masalah. Tetapi jika cinta bertepuk sebelah tangan, jangan berharap akan bahagia untuk selamanya. "Sayang, kita harus bantu Sari. Aku ingin dia bersama dengan Hendra. Dia lelaki baik yang selama ini aku kenal. Alvian yang sering bersama anak-anak menoleh ke arahku. Aku belum cerita tentang Sari dan masalahnya. Andini dan Aldo yang bermain akhirnya masuk ke dalam kamar. Mereka tahu kedua orang tuanya sedang membicarakan masalah serius. Inilah kelebihan anak
Cahaya rembulan menembus jendela kamar Sari, menemaninya yang terduduk di atas ranjang. Air mata membasahi pipinya, membasahi surat yang baru saja dia baca. Surat itu berisi penolakan keras dari orang tuanya terhadap hubungannya dengan Hendra."Aku bingung harus bagaimana, Riana. Orang tuaku tidak merestui hubungan aku dengan Hendra. Hatiku terasa bagaikan teriris pisau. Aku tak habis pikir mengapa orang tuaku begitu menentang hubunganku dengan Hendra. Bagiku, Hendra adalah cinta sejati, pria yang selalu membuatku bahagia dan selalu ada untukku.”Aku mengusap punggung Sari yang baru bercerita setelah aku mendesaknya. Awalnya dia menolak tak ingin hubungannya yang belum mendapat restu diketahui oleh publik. Bagaimanapun Sari adalah orang terdekat yang membantuku selama ini. Dalam keadaan susah sekalipun dia tidak pernah pergi dari sisiku.Di tengah kesedihan yang tak berujung, Sari teringat padaku yang tadi memergoki mereka sedang berdua di dalam ruangan. Meski aku tidak ingin ikut cam