Meskipun Maya telah memohon maaf dengan berlinang air mata, rasa kecewa dan amarahku masih membara. Kepercayaan yang telah kubangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap, dan aku tak bisa begitu saja melupakan pengkhianatannya.Aku menatapnya dengan dingin. Rasa kecewa dan amarah masih membara di dalam diriku. Kepercayaan yang telah kubangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap, dan aku tak bisa begitu saja melupakan pengkhianatannya.Maya mendekatku dengan air mata yang mengalir di pipinya. Wajahnya pucat pasi, dan tubuhnya bergetar karena ketakutan."Maafkan aku," isaknya dengan pilu. "Aku... aku khilaf,” ucapnya sekali lagi saat tahu aku mengajukan tuntukan ke pengadilan. Takut pula rupanya wanita yang penuh dengan tipu muslihat hanya ingin memperdaya wanita hamil seperti diriku.Aku menatapnya dengan dingin. Rasa kecewa dan amarah masih membara di dalam diriku. Kepercayaan yang telah kubangun dengan susah payah runtuh dalam sekejap, dan aku tak bisa begitu saja melupakan peng
Di tengah ruang sidang yang megah dan penuh dengan atmosfer tegang, Anton, pengacaraku yang setia, berdiri dengan penuh keyakinan. Tatapan matanya yang tajam tertuju pada Maya dan teman-temannya yang duduk di kursi terdakwa. Raut wajahnya serius, menunjukkan tekadnya untuk memperjuangkan hak-hakku.Anton melangkah maju dengan langkah yang tegas. Tubuhnya tegap, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi. Dia membuka dokumen-dokumen bukti yang telah dia kumpulkan dengan susah payah."Hakim yang terhormat," Anton memulai dengan suara yang tegas dan lantang. Tubuhnya tegap, menunjukkan kepercayaan diri yang tinggi. "Hari ini, saya berdiri di sini untuk mewakili klien saya, Riana, yang telah menjadi korban penipuan dan pengkhianatan oleh Maya dan teman-temannya."Maya dan teman-temannya terlihat gelisah. Mereka sesekali melirik Anton dengan tatapan penuh ketakutan. Wajah mereka pucat pasi, menunjukkan rasa panik dan ketakutan bersama dengan teman-temannya.Anton tak gentar. Dia terus saja b
Beberapa hari setelah persidangan, aku mulai melakukan penyelidikan kecil-kecilan. Aku ingin mengetahui identitas pemilik tatapan itu dan apa hubungannya dengan Maya. Aku yakin bahwa dia bukan orang sembarangan dan memiliki peran penting dalam rencana balas dendam Maya.Penyelidikanku membawaku kepada sebuah fakta yang mengejutkan. Pemilik tatapan itu adalah salah satu anak buah Weni, mertuaku yang masih bersembunyi. Weni adalah dalang di balik penipuan dan pengkhianatan yang dilakukan oleh Maya. Dia telah lama menyimpan dendam padaku dan ingin menghancurkanku.Aku tak bisa melupakan tatapan itu. Tatapan dingin dan menusuk yang seolah-olah ingin menerobos ke dalam jiwaku. Aku yakin bahwa tatapan itu bukan tatapan biasa, dan pemiliknya memiliki peran penting dalam rencana balas dendam Maya.Aku pun mulai melakukan penyelidikan kecil-kecilan. Aku mencari informasi tentang Maya dan orang-orang di sekitarnya. Aku ingin mengetahui siapa yang membantunya dalam penipuan dan pengkhianatan ter
5 tahun berlaluUang memang segalanya. Semenjak aku memiliki uang untuk mencari keberadaan Alvian, suamiku terasa begitu mudah dengan membayar orang-orang yang kompeten. Setelah beberapa bulan mengurus kasus di butik, akhirnya aku mendapatkan informasi lagi tentang keberadaan Alvian yang disembunyikan oleh Weni. Informasi yang aku dapatkan cukup mengejutkan. Ternyata Alvian disembunyikan di sebuah vila terpencil di pinggiran kota. Jantungku berdebar kencang. Akhirnya, setelah sekian lama aku akan bertemu kembali dengan suamiku. Tanpa membuang waktu, aku langsung menyewa detektif swasta untuk membantuku menemukan vila tersebut. Detektif swasta itu bekerja dengan sangat profesional dan dalam beberapa hari saja, dia berhasil menemukan lokasi vila tersebut.Aku pun segera bergegas menuju vila tersebut. Rasa gugup dan tak sabar bercampur aduk di dalam diriku. Aku tak sabar untuk bertemu kembali dengan Alvian dan menjelaskan semua kesalahpahaman yang terjadi.Sejak beberapa bulan terakhir
Hatiku berdebar kencang saat melihat Alvian, suamiku tercinta, melangkah kembali ke rumah setelah 5 tahun menghilang. Rasa haru dan bahagia membanjiri diriku, tak tertahan lagi. Alvian tampak kurus dan pucat, bekas trauma penculikan masih terlihat jelas di wajahnya. Namun, senyum Andini dan Aldo, anak-anak kami, bagaikan mentari pagi yang menerangi jiwanya. Saat Alvian melangkah masuk ke rumah, aku langsung memeluknya erat. Tubuhnya terasa kaku dan dingin, menandakan rasa takut dan trauma yang masih menghantui. Aku membelai lembut rambutnya dan mencium keningnya, mencoba memberikan rasa aman dan nyaman. Andini memeluk Alvian dengan erat, air matanya mengalir membasahi pipinya. Aldo, dengan tingkah polos dan lucunya, menari-nari di sekitar Alvian, berusaha menarik perhatian sang ayah. Aldo belum mengenal sosok Alvian. Aku menjelaskan jika selama dia menghilang aku hamil dan lahirlah Aldo. Alvian tersenyum meski terlihat masih kebingungan. Matanya menatap ke sekeliling ruangan dengan
Di tengah kebahagiaan bersama Alvian, aku tak henti-hentinya memikirkan masa depan keluarga kami. Ingin membangun kehidupan yang indah dan stabil bersama Alvian dan anak-anak, Andini dan Aldo. Namun, aku sadar bahwa kami tidak bisa hanya mengandalkan Alvian yang saat ini masih dalam pemulihan pasca kecelakaan dan amnesia. Aku ingin membantu Alvian untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi hak kita, termasuk perusahaan yang pernah ditangani sebelum amnesia.Aku mulai pencarian dengan mengunjungi beberapa kebun dan percetakan yang dulu dikelola Alvian. Dia bertemu dengan para karyawan lama yang masih mengenalnya dan Alvian. Mereka menceritakan banyak kisah tentang masa lalu Alvian dan Yeni, tentang bagaimana mereka berdua membangun perusahaan dari nol dengan kerja keras dan dedikasi. Riana terharu mendengar kisah-kisah tersebut, dan dia semakin yakin bahwa Alvian adalah pria yang luar biasa dan pantas mendapatkan yang terbaik.Melangkah masuk ke sebuah percetakan tua, "Permisi, apakah
Dengan nada serius aku bilang ke Alvian tentang mamanya, "Mas, aku ingin memberitahumu sesuatu tentang mamamu."Alvian melepaskan pelukannya dan menatap dengan penuh perhatian."Apa itu?""Aku mendengar cerita dari beberapa karyawan bahwa sejak Nyonya Yeni meninggal, mamamu telah mengambil alih semua perusahaanmu dan Yeni. Dia menjadi CEO dan mengelola semua bisnis dengan tangan besinya. Mereka bilang mamamu adalah wanita yang ambisius dan kejam. Dia selalu ingin menguasai segalanya dan tidak segan-segan untuk menyingkirkan siapapun yang menghalangi jalannya."Alvian mengerutkan keningnya."Itu tidak mungkin. Mamaku tidak seperti itu,” tolaknya."Aku tidak tahu pasti. Tapi aku ingin kau tahu semua yang aku dengar. Kita perlu berhati-hati."Alvian mengangguk.**Perlahan tapi pasti, ingatan Alvian mulai kembali. Dia mulai mengingat kebiasaan Andini Suatu malam, saat aku dan Alvian sedang duduk di ruang tamu, dia tiba-tiba menatapku dengan mata yang penuh tekad."Riana," ucapnya dengan
Di dalam ruangan rumah sakit yang sunyi, Alvian terbaring tak sadarkan diri, tubuhnya penuh luka memar akibat kecelakaan yang baru saja terjadi. Keluargaku, berkumpul di sekitar tempat tidurnya, hanya bisa menonton dengan hati yang berat, wajah mereka dipenuhi dengan kekhawatiran dan kecemasan. Alvian sudah pernah mengalami dua kali koma dalam hidupnya yang masih muda, dan rasa takut akan koma yang lain membayangi pikiran mereka.Mataku berkaca-kaca menahan air mata, menggenggam erat tangan suamiku. "Kita harus menemukan cara yang lebih baik," bisikku, suaranya bergetar karena emosi. "Kita tidak bisa terus seperti ini, berharap keajaiban."Andini dan Aldo adalah kekuatanku saat ini. Dengan kedia orang tuaku yang selalu hadir dengan memberikan suport atas musibah yang menimpa kami. Aku tidak tahu jika tidak ada mereka di sampingku dan terus mendukungku.Adik-adikku pun berkumpul ikut menjaga Alvian kakak iparnya. Kami selalu bergiliran jaga agar kejadian ini tidak terulang lagi. Pasti