Sebagian besar orang yang ada di gedung itu sudah pulang, karena akhir jam kerja sudah terlewat sejak tadi. Hingga hanya tersisa segelintir pekerja yang memutuskan untuk tinggal lebih lama untuk menyelesaikan tugas mereka, seperti yang dilakukan Anna saat ini.
Seusai ia selesai dengan beberapa tugas sekretarisnya, Anna merenggangkan tubuhnya yang kaku di depan layar monitor dan menguap lebar.
Sudah saatnya ia pulang. Akhirnya tugasnya selesai dan ia bisa tertidur dengan tenang.
Namun bayangan Elsie yang memasuki ruangan, membuatnya memutuskan untuk menunda keinginannya sejenak dan masuk ke dalam ruangan atasannya untuk melaporkan perkembangan tugas yang telah ia selesaikan.
Dengan senyum lebar yang disertai perasaan bangga, ia masuk mengetuk pintu dan menyapa direkturnya yang menghilang sejak makan siang. "Direktur ...,"
Ucapannya tertahan dan senyumnya langsung luntur seketika.
Nia melihat Direktur Elsie berdiri lemah dengan seb
Tidak ada angin, tidak ada hujan. Hari itu, pagi-pagi Elsie mengajaknya untuk ke taman bermain. Tidak hanya itu, Elsie bahkan juga mengirimkan pakaian santai yang harus dikenakannya saat ke taman hiburan nanti.Karena tidak memiliki alasan untuk menolaknya, Alvan mengikuti rencana wanita itu. Dengan pakaian yang sudah dikirimkan wanita itu padanya, ia datang ke taman bermain dan menunggu Elsie di depan loket.Usai menunggu kira-kira lima belas sampai dua puluh menit, Elsie mulai menunjukkan batang hidungnya.Dari kejauhan wanita itu melambaikan tangannya dan tanpa sadar, tangannya terangkat membalas lambaian wanita itu."Maafkan aku, aku sedikit terlambat karena aku mempunyai beberapa hal yang harus kulakukan.""Tidak apa-apa. Apakah urusanmu sudah selesai? JIka belum, aku masih bisa menunggu hingga kau menyelesaikannya." ujarnya pengertian, lantaran ia tahu seberapa sibuknya wanita itu dalam kesehariannya."Tidak, sudah ti
Siapa sangka, caranya melamar hari itu membuat Alvan sangat terkejut. Namun tetap saja, seharusnya dia tidak meninggalkannya seperti itu. Karena dia pergi begitu saja ketika ia masih bersujud di tempatnya, semua orang jadi mengira kalau ia sedang ditolak oleh seorang pria. Semua orang menatapnya iba dan balon yang disediakan untuk menjadi perayaan jawaban Alvin pun, jadi terbang ke langit tanpa sebuah makna."Ada apa dengan pria itu? Kenapa dia bertingkah berlebihan seperti itu? Sebelumnya, aku saja pernah melamarnya di meja kasir. Kenapa sekarang dia terkejut ketika aku melamarnya di taman bermain?!" seru Elsie dengan perasaan kesal lantaran kejadian memalukan di taman bermain itu."Sudah kubilang, itu terlalu berlebihan." komentar Anna yang duduk di depannya sambil menyodorkan segala jenis makanan kesukaannya yang dapat menyurutkan emosinya. "Seharusnya Direktur cukup berkata kalau Direktur ingin menikah segera. Dia pasti akan akan menerimanya dengan lebih baik."
Pagi-pagi, di saat ia seharusnya pergi bekerja, Elsie mengajak Anna untuk pergi ke mall dalam rangka membuat keju perangkap.Seperti yang mereka tahu, pemberian terkadang bisa sangat ampuh untuk memikat hati siapa saja, dan kini karena Alvan belum menunjukkan batang hidungnya. Elsie —bersama Anna— mengatur strategi dengan mengambil hati ibunya lebih dulu.Jadi ketika mereka memasuki mall, dalam sekejap mata Elsie dan Anna berubah menjadi mata profesional yang mencoba untuk mencarikan barang yang cocok bagi ibu dan adik Alvan, yang akan segera mereka temui dalam beberapa menit kedepan."Bukankah ini bagus?" gumam Elsie yang di sahut oleh Anna dengan nada ragu-ragu."Sepertinya begitu."Lalu Elsie membawa tas pilihannya itu ke depan cermin untuk melihat tas pilihannya dengan seksama. "Kalau aku, aku pasti akan menyukainya. Namun bagaimana dengan ibu mertua?""Bagaimana jika yang ini saja?" Anna menunjukkan sebuah tas lain, lalu men
Alvan menunggu di depan kampusnya selagi ia sesekali melihat jam tangannya. Entah mengapa menunggu Elsie yang tak kunjung tiba, membuatnya semakin gugup. Hingga tangannya menjadi dingin dan banyak berkeringat.Sampai, setelah ia mencoba untuk bersabar lebih lama lagi, Elsie akhirnya tiba juga. Dengan mobil hitam mewah yang dibawanya, dia membuat Alvan semakin tersiksa oleh perasaan cemas dan puncaknya saat wanita itu datang menghampirinya."Maafkan aku, jalanan sangat macet saat aku datang kemari." ucap Elsie pertama kali setelah melihat wajahnya.Namun Alvin tidak menjawab dan hanya menggeleng sebagai ganti suaranya, lalu mengajaknya untuk masuk ke dalam kampus.Tidak ada yang istimewa dalam perjalanan itu.Layaknya sepasang kekasih di dunia nyata yang sedang bertengkar, lucunya mereka berlaku sama. Keduanya terdiam seribu bahasa dan saling sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.Sesekali suara tawa dari luar yang mengisi kes
~Satu hari yang lalu.Setelah melarikan diri begitu saja, Alvan jadi merasa sangat buruk pada Elsie. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana malunya Elsie ketika melamarnya dengan sedemikian rupa, lalu ia menambah beban malunya dengan meninggalkannya begitu saja di depan banyak orang.Siang itu, sehabis menyelesaikan pekerjaannya dengan Profesor Nia, Alvan ingin meminta maaf secara langsung padanya dan membicarakan mengenai lamaran dan rencana pernikahan mereka.Alvan tahu, hari itu ketika ia memanggil Elsie dan berjabat tangan untuk memiliki hubungan kontrak dengannya, secara tidak langsung ia sudah setuju jika akan terjadi acara pernikahan yang mungkin akan direncanakan secara mendadak. Namun tetap saja, ia rasa ia harus membicarakannya. Perlu digaris bawahi, ia tidak ingin membatalkannya, melainkan Alvan ingin membicarakannya secara empat mata dengan calon pengantinnya.Namun entah apa yang terjadi, hari itu kampusnya memiliki masalah besar.
Elsie menyentuh bibirnya dengan tangan yang bergetar dan menatap Alvan dengan penuh dendam.Sementara dengan wajah lisut, Alvan menunjukkan penyesalannya dan membuang wajahnya ke arah lain."Baiklah. Aku senang dengan lamarannya, benar-benar tidak terduga terlebih dengan cincin bunganya. Namun apa maksud ci, ciu ..., ah!" Elsie masih tidak bisa menerima akhir dari lamaran tadi."Maafkan aku. Seseorang berkata padaku kalau dalam lamaran harus ada bunga dan ci ...""Hentikan." potong Elsie sebelum ia menyelesaikan kalimatnya. Lalu dengan memukul kepalanya, ia menghukum dirinya. "Aku tidak mengingat apapun. Lamaran tadi hanya berhenti sampai dia menyematkan cincin. Tidak ada yang terjadi."Alvan memegang tangan Elsie dan mencegah wanita itu untuk menyerang dirinya sendiri. "Jangan. Jangan pukul kepalamu. Baiklah, baiklah. Tidak ada yang terjadi."Hingga ketika tersadar, Elsie merasa dirinya dan Alvan berada dalam pose yang berbahaya
Tidak peduli berapa kali pun Bella mengganti saluran beritanya, ia terus melihat potret kakaknya di layar televisi.Semua itu berawal dari berita pertunangan kakak yang diumumkan secara resmi oleh perusahaan Kak Elsie. Entah karena kurangnya berita selebritas atau bagaimana, pengumuman yang seharusnya tak mengambil banyak perhatian publik itu, mendadak menjadi begitu hangat diperbincangkan lantaran latar belakang kakaknya yang tidak biasa.Menurut beberapa orang yang diundang sebagai tamu dalam acara TV tersebut, peristiwa seperti kakaknya itu sangat jarang terjadi. Biasanya orang kaya seperti Elsie akan menikah dengan orang kaya sepertinya untuk memperkokoh perusahaan. Lalu dengan sebuah penjelasan yang panjang dan lebar, mereka menghebohkan publik dan membuat hubungan keduanya menjadi sangat terkenal layaknya selebriti."Sampai kapan kau akan menontonnya?" ujar ibunya sambil membawa beberapa apel yang hendak dia kupas. "Kenapa kau terus menonton berita k
Elsie sudah berkali-kali mengatur acara perusahaan yang membutuhkan sangat banyak persiapan. Namun di antara sekian banyak acara yang harus ia persiapkan, pertunangan inilah yang memakan paling banyak waktu dan tenanga.Bahkan untuk pakaiannya saja, ia harus menyediakan waktu tersendiri untuk mendapatkan pakaian yang pas. Seperti hari ini.Sejak dari jauh-jauh hari, baik Elsie maupun Alvan, keduanya saling meluangkan hari bersama dan menyamakan tanggal kosong mereka untuk datang ke perancang busana. Alih-alih memesan pakaian dan memulai pembuatan pakaian pertunangan dari nol, Elsie dan Alvan memilih untuk memilihnya saja dari busana yang sudah ada agar mengurangi beban persiapan mereka yang masih banyak.Ketika sampai di sana dan bertemu dengan perancang busana kenalannya, mereka langsung dipisahkan antara ruangan laki-laki dan perempuan. Elsie memilih gaun yang ingin dikenakannya dan Alvan harus menentukan setelan yang ingin digunakannya.Di sanala
Nia, Elsie dan Alvan naik ke panggung untuk foto bersama kedua mempelai.Namun entah hanya perasaanya saja atau memang seperti itu adanya, Nia merasakan ada yang ganjal dengan hubungan Nia dan Alvan. Memang ia tahu kalau mereka berdua berpandangan dengan tidak ramah di ruang pengantin, tapi ia tidak menyangka kalau masalah itu akan bertahan hingga acara pernikahan hampir selesai.Kini acara yang tersisa adalah pelemparan bunga.Semua orang bersiap di posisi dan Nia pun sedikit menyingkir ke sisi panggung untuk memberi Elsie ruang untuk dapat menangkap bunga.Satu. Dua. Tiga.Bunga pun terlempar dengan sangat anggun, tapi semakin dilihat, ada yang aneh dengan arah pelemparan bunga. Hingga tiba-tiba bunga itu mendekatinya dan jatuh di tangannya.Sontak hal tidak terduga itu membuat semua orang gempar dan bingung.Merasa dia bukan seharusnya yang berhak menerima bunga itu, Nia menatap Elsie yang seharusnya m
Ketika matahari mulai bergerak turun dan perlahan berjalan meninggalkan langit yang terang. Elsie duduk seorang diri di salah satu bangku rumah makan yang dibawah naungan perusahaannya, sambil menatap semburat warna jingga yang memenuhi langit. Sudah beberapa hari ia menetapkan untuk lembur beberapa hari di kantornya dan kini ia akhirnya keluar dari persembunyian setelah ia mengurung diri di dalam tembok kantornya. Semua ini karena bunga itu. Sungguh bunga yang sial. Bersamaan dengan kemarahannya yang kembali bangkit dari dalam hatinya, seorang pria yang ia benci selama beberapa hari ini malah muncul di depan wajahnya. Tidak perlu ditanya, Elsie pasti merasa marah. Dia sangat kesal hingga ketika Alvan mengambil duduk di depannya, ia berpaling ke arah lain seperti anak kecil. Namun masalahnya, ia tidak bisa menerima kekalahannya. Terlebih itu lantaran sebuah bunga sial yang malah terbang ke tempat yang salah. "Kenapa tidak pulang se
Di tengah hiruk pikuk pernikahan yang meriah, Alvan dan Elsie duduk berdampingan dengan suasana kesenyapan yang mencekam layaknya yang terjadi pada pasangan yang sedang bertengkar.Hal ini dimulai lantaran Elsie melihat bagaimana Eizel sangat menyukai Anna dan tidak ragu-ragu dalam melangsungkan pernikahannya. Perasaan irinya itu pun ia sampaikan kepada Alvan, yang meskipun tampak tidak tergerak sedikitpun setelah mendengarkannya, tapi sejak mendengar Elsie menceritakannya, perlahan ia mulai mempertimbangkannya hal disebut dengan pernikahan.Namun Elsie yang tidak sabaran, merasa kode halusnya itu tidak akan mempan untu Alvan yang pada pandangannya tidak sensitif, sehingga Elsie dengan memberanikan diri mengatakan secara gamblang pada Alvan tentang keinginannya untuk menikah.Apakah itu salah? Tentu tidak. Terlebih Alvan tahu seberapa sulitnya bagi Elsie untuk memulai pembicaraan tentang pernikahan lebih dulu, dengan posisinya sebagai wanita. Itu adalah ke
Alih-alih menunggu Anna di pelaminan dan melihat dari kejauhan calon istrinya yang berjalan seorang diri menghampirinya, Eizel memilih untuk berjalan bersama istrinya menuju ke pelaminan.Dengan menggandeng wanita yang dicintainya, ia mengumbar senyum yang sangat lebar nan bahagia. Lalu dengan mata yang saling berkaitan dengan Anna, ia menunjukkan kepada semua orang kalau dirinya sangat beruntung memiliki wanita ini sebagai teman hidupnya.Hingga setiba mereka di pelaminan, mereka menjalani seluruh prosesi pernikahan dan dipenghujung acara, sang pembawa acara menyatakan bahwa mereka sudah resmi menjadi suami istri.Seketika ruang pernikahan itu menjadi amat riuh. Para tamu bertepuk tangan dan tak sedikit yang memberi sorakan atas status baru mereka.Di tengah kebahagiaan yang bertaburan seperti confetti, Eizel menatap langit-langit dengan tercengang.Hidup itu sebuah misteri...****************...~Du
Dengan gaun yang indah yang Nia kenakan di acara pernikahan, ia berjalan tergopoh-gopoh menuju ruang tunggu pengantin. Semua ini adalah salah dari dirinya yang bangun terlambat.Kemarin malam, usai mengatakan salam tidurnya, Nia lupa menyalakan alarm. Hingga, akibat dari perbuatannya, mereka pun jadi bangun terlambat. Hanya untung saja, pengantin wanita sudah bangun lebih dulu dan langsung pergi ke tempat di mana dia akan di rias.Namun di mana kawannya yang satu lagi, kalau tidak salah dia yang bertanggung jawwab dengan bunga buketnya. Lantaran dia menyekap bunga itu sejak pagi, yang katanya itu dia lakukan untuk dapat terhubung dengan bunga. Sehingga ketika pengantin wanita melemparkan bunganya nanti, dia dapat menangkapnya dan segera menikah.Baru dia pikirkan, suara temannya itu sudah terdengar dari kejauhan, meskipun di lobi itu sudah dipenuhi oleh tamu yang berbicara sendiri layaknya suara lebah."Nia."Dengan gaun merah men
~Lima bulan Kemudian."Untuk pernikahan besok. Bersulang.""Bersulang.""Bersulang."Tiga wanita itu pun saling menyatukan kaleng soda mereka, hingga berbunyi suara 'ting' dari permukaan kaleng mereka yang saling bersentuhan.Namun ketika mereka hendak meminumnya bersama, Elsie langsung mengurungkan niatnya dan meletakkan soda itu dengan tatapan sia-sia."Kenapa?" tanya Nia pada Elsie yang tampak kesal lantaran tidak dapat meminum sodanya.Selagi melihat tubuhnya, ia pun mengeluhkan lemaknya yang bertumbuh pesat. "Akhir-akhir ini berat badanku banyak naik. Jadi aku tidak bisa meminum ini dan membuat gaunku kekecilan."Mendengar alasan Elsie, membuat Anna dan Nia menghentikan aktivitas mereka. Hingga satu per satu mulai meletakkan kaleng sodanya."Benar juga." gumam Anna dengan menatap sedih minuman soda itu.Seusai kaleng soda, kini mata mereka tertuju pada makanan melimpah yang ditaruh di
"Kau sudah sampai kantor?" tanya Eizel pada Anna, setelah mereka berhasil masuk ke dalam kantor Direktur Eizel yang berdekatan dengan kantor direktur utama. "Kapan? Aku tidak melihat tasmu ketika datang ke kantor Elsie?""Sudah dari tadi." Anna tersenyum getir dan dia mengungkapkan fakta yang terjadi tadi pagi saat ia datang ke kantor. "Sebenarnya aku sudah sampai di kantor satu jam yang lalu."Mendengar kata satu jam, membuat Direktur Eizel mendelik tidak percaya. Namun memang begitulah faktanya, ia sama sekali tidak mengubah kebenaran yang ada. "Jika memang satu jam yang lalu, kenapa aku tidak melihatmu saat datang tadi? Bahkan aku tidak melihat tasmu di meja.""Itu, itu." Dengan terbata-bata Anna mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya tadi terjadi. "Saat aku datang, ternyata di dalam sudah ada Direktur Elsie dan Alvan di ruangan. Lalu karena tak ingin aku mengganggu mereka, Direktur Elsie menyuruhku untuk pergi berjalan-jalan selama beberapa menit. Jadi itul
Kenapa dari semua hal, peribahasa menggambarkan keterkejutan dengan 'sambaran petir'? Dulu Eizel sering mempertanyakannya. Namun pagi ini akhirnya ia pun tahu dengan sendirinya, betapa sangat mengejutkannya petir.Dari awal ke kantor, Eizel tidak mendapatkan firasat apapun. Hingga ketika ia hendak menyerahkan beberapa dokumen untuk di tinjau ulang oleh Elsie, ia merasa baru saja melihat adegan yang tidak pantas di ruangan wanita itu.Eizel melihat sepasang kekasih yang sedang menjalin asmara dengan berbicara manja satu sama lain. Ada kalanya Elsie mendadak mejaruk dan bersikap seolah akan mengakhiri hubungan, tapi dengan sikap yang sama kekanak-kanakannya, Alvan meredakan kekesalannya dan dua orang yang sedang kasmaran itu kembali mesra dengan berpelukan satu sama lain.Hingga karena ia berdiri mematung di depan pintu dalam jangka waktu yang cukup lama, pria dan wanita itu pun menyadari kehadirannya dan tersenyum lebar."Selamat pagi."
Sesuai janjinya, Alvan akan mendatangi Elsie untuk menyatakan perasaannya untuk terakhir kalinya. Namun lantaran selama beberapa hari ini Elsie tidak datang ke kantornya, Eizel —selaku orang yang membantunya—, dia memberikan alamat rumah Elsie padanya.Ternyata lokasi rumah Elsie tidak jauh dari kantor, dan begitu sampai di sana, Alvan tidak melihat tempat tinggal Elsie sebagai sebuah rumah, melainkan sebuah istana. Sangat besar dan megah. Namun apakah wanita itu tidak kesepian, tinggal di rumah sebesar itu untuk dirinya.Setelah membunyikan bel berkali-kali dan tidak mendapat tanggapan, serta menyadari tidak adanya satu mobil kesukaan wanita itu di halaman parkirannya. Alvan pun mengerti kalau wanita itu kini sedang tidak ada di rumah.Jadi dengan sabar dan jantung berdebar, Alvan menunggu wanita itu di depan rumahnya yang ternyata memakan waktu yang cukup lama.Hingga perlahan hari menjadi semakin malam, dan ketika jam menunjukkan bahwa hari