Beberapa saat kemudian, ia kembali sambil membawa beberapa bungkus roti dan minuman dalam kantong plastik.
"Nih." Niko menaruh makanan itu di atas meja Annanda.
"Aku tidak minta," ujar Annanda datar.
"Ck, makan saja," balas Niko tidak sabar. Ia berkacak pinggang, mirip sekali seperti ibu-ibu yang siap mengomel.
"Kamu enggak sadar, ya, badanmu kurus begitu? Makan yang benar. Rasanya ditiup angin kencang sedikit saja kamu pasti langsung terbang."
Annanda merengut tersinggung. Pertama, ia tidak seringan itu sampai bisa terbang hanya karena ditiup angin. Kedua, meski lebih kurus dan sedikit lebih pendek dari Niko, Annanda cukup yakin ia bisa melumpuhkan Niko dengan satu gerakan saja.
Niko terkekeh dan menyentil kening Annanda yang berkerut-kerut kesal. "Sudah jangan berpikir berat begitu. Cepat makan. Jam istirahat akan segera berakhir."
Annanda malas membuang-buang waktu untuk berdebat dengan anak ini. Ia mengambil satu roti rasa
Niko mendorong pintu yang menuju atap gedung itu dengan sedikit paksaan. Pintu yang berkarat dan jarang digunakan berkeriut dengan suara memekakan telinga. Angin langsung berembus menampar wajah dan mengacak-acak rambutnya. Pemuda itu mengedarkan pandangan ke sekeliling atap. Tempat itu sunyi. Kemudian, matanya jatuh pada sosok yang tengah duduk menyandar ke agar pembatas atap. "Aku mencarimu kemana-mana," ujar Niko sambil mendekat. "Ternyata kamu sembunyi di sini." Annanda tidak menghiraukannya. Gadis itu tetap menunduk sembari mengelus punggung seekor kucing yang tengah terlelap dengan damai di pangkuannya. Niko mengundang dirinya sendiri untuk duduk di samping Annanda. "Kenapa sembunyi di sini?" tanya Niko. "Apa maumu?" Niko memutar bola matanya. "Kenapa kamu selalu sinis begitu? Aku tidak pernah berbuat salah padamu." Annanda mendengkus. "Aku hanya tidak menyukaimu." "Kenapa begitu?!" seru Niko tersinggung.
Annanda menghela napas dan menghentikan kegiatan menggambar di buku sketsa. Ia melirik Niko yang tengah memerhatikannya dengan senyum lebar. Kesal, Annanda membalik buku sketsanya dengan sedikit kasar hingga halaman itu robek di bagian bawah. "Tidak baik menggambar saat sedang tidakmood, tahu," komentar Niko sembari menumpukan sebelah pipinya di telapak tangan. Ia menatap gadis itu penasaran. "Kamu pikir aku tidakmoodkarena siapa?" "Karena siapa?" tanya Niko inosen. Annanda mengernyit, siap melontarkan balasan pedas. Namun, belum sempat ia mengatakan apa-apa, Niko seenaknya mengambil buku sketsa dan membuka-buka isinya. "Gambarmu jelek." Annanda ingin meninjunya. Ia merebut kembali buku itu sambil merengut, "Jangan dilihat kalau jelek." "Anyway, mau main ke rumahku, nggak? Aku punya dua kolam renag. Kamu bisa pilih mau yang mana. Ada yangoutdoordan
Niko membuka matanya yang terasa berat. Rasa sakit yang tumpul menggedor-gedor dari balik tengkoraknya. Ia kembali memejamkan mata dan mengerang. Apa yang terjadi? "Apa kamu sudah gila?!" Niko menggeram ketika suara setengah berteriak itu membuat sakit kepalanya semakin menjadi-jadi. Ia menoleh dan ingin memaki siapapun yang telah berani meneriakinya seperti itu. Namun, makiannya tertelan kembali ketika melihat orang yang tengah duduk di tepi ranjangnya. Annanda. Gadis itu tengah menatap Niko dengan alis bertaut kesal. Sudut matanya memerah dan bibirnya digigit kuat. Ia tengah mencengkeram selimut biru yang digunakan Niko erat. Niko mengerjapkan mata pelan dan menyadari bahwa tempatnya berbaring bukanlah ranjang yang biasa ia gunakan di rumah. Bau desinfektan yang menyengat dan lampu neon putih yang terlalu terang di atas kepala membuat Niko bisa menyimpulkan tempat itu. "Rumah sakit?" gumamnya. Bahkan Niko terkejut dengan betapa lemah
Sembari menggerutu, Niko mempersilakan dirinya sendiri untuk masuk ke dalam kamar gadis itu. Niko memerhatikan kamar yang yang terang benderang itu. Satu fakta aneh yang ia dapati dari Annanda adalah, gadis itu tidak bisa tidur dengan lampu dimatikan. Ia juga tidak mau tidur dengan ranjang yang ada kolongnya. Ketika Niko menanyainya, ia hanya mengangkat bahu acuh dan mengatakan bahwa ia takut setan akan memakannya atau menculiknya. Atau melakukan hal-hal tidak senonoh lainnya. Niko menertawainya waktu itu, dan Annanda dengan ikhlas menjitak kepalanya. "Anna?" Yang dipanggil tidak tampak batang hidungnya di manapun, namun, Niko mendapati buntalan selimut mencurigakan di sudut kasur. Ia menyibakkan selimut dan rambut sewarna tembaga pun terlihat menyembul dari sana. Mata Annanda masih terpejam. "Anna," ujar Niko pelan. Lalu ia sengaja mengguncang bahu gadis itu keras sembari berteriak, "Bangun, woi!!!" Annanda terkesiap kaget hingga hamp
Siapa yang ia sebut 'gadis liar'? Annanda? Niko menahan tawa. Setelah sedikit lebih mengenal Annanda, Niko tidak bisa menyangkal julukan itu. Meski ia tetap tidak sudi orang-orang seperti mereka merasa berhak mengata-ngatai Annanda."Benar kata Maya," ujar Amora. Ia mengedikkan dagu ke arah Annanda. "Kamu akan kena sial kalau bersamanya""Benar, benar," timpal Mila. "Kamu juga kena musibah gara-gara bersama dia, 'kan?"Niko menyentak tangannya sedikit kasar dari Maya hingga gadis itu terdorong ke belakang. "Aku benar-benar akan membenci kalian kalau kalian meneruskan omong kosong ini."Senyum yang biasa tersungging di bibir pemuda itu lenyap digantikan satu garis datar. Rahangnya terkatup rapat dan matanya dingin menusuk.
Sejak saat itu, Niko tidak lagi melihat ada yang berani mengerjai atau bahkan sekadar menyindir Annanda. Setiap kali gadis itu lewat de depan orang-orang yang dulu sering mengejeknya, mereka mengalihkan pandangan, pura-pura tidak melihat atau menunduk seakan mereka takut.Niko tidak tahu apa yang sudah dilakukan Annanda pada mereka, namun, ia merasa senang. Dulu, Annanda tidak akan melakukan apa-apa jika ia di-bully.Tidak peduli separah apa, ia akan diam saja menerima semua perlakuan mereka.Niko bahkan pernah melihat salah satu kakak kelas kurang ajar menjambak rambut pendek Annanda dan mengancam akan menggundulinya dengan gunting! Jika Niko tidak melihat mereka saat itu, Annanda pasti pulang dengan rambut yang telah dipotong tidak karuan.Sebagian besar teman-teman sekolah mereka hanya iri karena ia cantik, kaya, dan berasal dari kota besar. Niko tidak akan rela jika gadis yang ia anggap seorang sahabat diperlakukan seperti itu dengan alasan yan
Beberapa bulan kemudian, di sinilah mereka. Dengan Niko yang mengetuk pintu apartemen Annanda berkali-kali namun tidak ada jawaban.Niko dan Annanda memutuskan untuk pindah ke apartemen yang lebih dekat dengan sekolah mereka, sehingga mereka bisa berangkat dengan berjalan kaki. Beruntungnya, mereka bisa mendapat apartemen di gedung yang sama, meskipun berada di lantai yang berbeda. Apartemen Raven berada satu lantai di atas Annanda.Kesal karena tidak kunjung dibukakan pintu, Niko memutar kenop pintu apartemen sahabatnya, dan tercengang ketika pintu itu terbuka dengan mudah.Kenapa Annanda tidak mengunci pintu depannya?! Bagaimana kalau ada pencuri yang masuk?!Niko membuat catatan mental untuk mengingatkan Annanda mengunci pintu setiap malam untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sungguh! Gadis ini terlalu teledor!Ruang depan yang juga merupakan ruang tamu apartemen itu masih berantakan. Kardus-kardus yang belum dibuka masih berserakan dan
Annanda menghela napas lega ketika akhirnya bisa berdiri dan meregangkan tubuhnya yang kaku karena terlalu lama duduk.Siapa yang menyangka penyambutan siswa baru bisa memakan waktu sampai tengah hari? Meski tempat duduknya empuk dan disediakancoffee breakberkelas karena sekolah ini termasuk sekolah elit, tetap saja Annanda bosan setengah mati.Remaja yang baru menginjak usia enam belas tahun itu melangkah menuju pintu keluar. Ia berniat untuk langsung pulang dan melanjutkan tyidurnya yang tadi pagi diganggu Niko.Sayang sekali langkahnya segera saja dihadang sang sahabat. Niko menatapnya dengan mata berbinar-binar."Anna, ayo-""Nggak mau," potong Annanda segera. "Aku mau langsung pulang dan tidur.""Tapi, Anna, Kita bisa lihat-lihat sambil keliling sekolah dulu. Sekalian, mencari kelas kita di gedung sebelah mana," protes Niko."Jadi, besok enggak repot lagi kalau-kalau kita nyaris terlambat gara-gara seseorang