Jam 17.20. Felysia sudah sampai di rumah sakit Pelita Jaya. Ia berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Menelusuri koridor yang ada di dalam rumah sakit itu. Ia sudah tau tentang ruangan di mana Ardiansyah dirawat. Jadi, ia tidak perlu takut salah masuk kamar.
Ia hentikan langkahnya di depan sebuah pintu ruangan. Ia yakin, kalau di dalam ruangan itu, ada Ardiansyah yang sedang terbaring di atas kasur rumah sakit.
Perlahan, tangannya mulai menggapai gagang pintu. Dengan perasaan ragu, ia mulai membuka pintu itu. Ekspresi apa yang harus ia pasang? Bagaimana kalimat sapaan yang benar? Kalimat apa yang harus ia ucapkan pertama kali? Ia bingung dengan itu semua.
Tetapi, kebingungannya berakhir. Saat melihat sebuah sosok laki-laki sedang melihatnya sambil tersenyum lebar. Entah kenapa, ia selalu merasa nyaman saat melihat laki-laki itu tersenyum. Entah karena, sosok laki-laki itu adalah teman dekatnya. Atau malah karena, ia sudah mulai menyukai laki-laki itu.
Jam 10.00. Ardiansyah berjalan pelan menuju ke arah meja resepsionis. Hari ini, ia sudah diizinkan untuk pulang ke kos. Jadi, ia ingin melunasi biaya rumah sakit, lalu pergi dari rumah sakit ini secepatnya.Senyumannya mengambang, saat melihat ada Denis di dekat meja resepsionis. Ia menatap saksama sebuah surat yang sedang dipegang oleh Denis.Ia mempercepat langkahnya ke arah Denis yang sudah mulai sadar dengan hawa kehadirannya. Tangannya merampas surat yang tadi dipegang oleh Denis. Belum sempat ia membacanya, surat itu sudah direbut lagi oleh Denis."Surat apa itu?" tanya Ardiansyah."Nggak penting," jawab Denis sambil merobek surat itu hingga kecil-kecil."Saya anterin kamu pulang," lanjut Denis."Saya harus membayar biaya rumah sakit terlebih dahulu," ucap Ardiansyah."Reno sudah membayarnya."Ardiansyah menghembuskan nafas panjang. Ia tidak menyangka, kalau Reno akan membayar seluruh biaya perawatannya."Ber
Jam 15.00. Felysia baru saja sampai di depan rumahnya. Ia masih menggunakan seragam OSIS, masih mencangklong tasnya dan masih memakai sepatu.Langkahnya melangkah menuju dua orang pria yang sedang duduk di teras rumah. Ia memelankan langkahnya, saat melihat Reno menunjukkan raut wajah marah.Dan, pada akhirnya, langkahnya terhenti sempurna, saat sudah berada di hadapan kedua pria itu. Pada saat itu juga, perbincangan Reno dan Denis terhenti."Fel. Gimana? Ada masalah di sekolah?" tanya Reno lalu tersenyum."Nggak ada," jawab Felysia."Oh. Syukurlah."Pandangannya Felysia beralih menatap Denis yang sedari tadi sudah meliriknya. Tadi, saat di sekolah, ia mendengar berita kalau laki-laki itu sedang sakit. Tetapi, kenapa sekarang, laki-laki itu berada di rumahnya? Apa berita itu hanya sebuah kebohongan belaka? Atau memang, laki-laki itu sengaja berbohong."Untuk sementara, Denis akan nginap di rumah kita," ucap Reno."Kenapa?" tanya Felysi
Jam 17.00. Felysia sudah sampai di pantai yang letaknya tidak begitu jauh dari SMP Pelita. Pantai itu adalah pantai yang sering ia kunjungi bersama Elvano. Kali ini, Elvano sedang pergi, jadi ia datang ke pantai ini seorang diri.Berbalut hoodie dan celana panjang berwarna biru, ia menikmati matahari yang mulai terbenam. Ia tutup matanya, lalu menghirup nafas dalam-dalam.Sepi. Itulah yang ia rasakan. Padahal, di pantai itu sedang banyak orang. Tetapi, entah kenapa, ia merasa sepi. Ia merasa, ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Dan, ia tidak tau apa itu.Ia mulai membuka matanya perlahan. Sudah cukup sore, ia pun berpikir untuk segera pulang ke rumah. Ia berbalik arah, lalu berjalan menjauh dari pesisir pantai.Pandangannya berhenti, saat melihat seorang wanita paruh baya bersama seorang gadis kecil yang berjualan kelapa muda.Ia pun melangkahkan kakinya, menuju ke arah wanita paruh baya itu. Ia berencana membeli kelapa muda untuk oleh-oleh Reno
Jam 09.00. Seperti biasa, Felysia sedang menikmati jam istirahat di kantin sekolah. Kali ini, ia sendirian. Karena, Brian sedang ada urusan bersama teman-temannya.Felysia memakan nasi goreng yang tadi sempat ia pesan. Ia menguyah makanannya sambil memandang seorang perempuan cantik yang sedang menuju ke arah mejanya.Tanpa izin darinya. Perempuan itu langsung duduk saja di hadapannya. Felysia bersikap biasa saja. Karena, bagaimana pun juga, perempuan itu adalah pacar Elvano. Jadi, ia tidak akan mencari masalah dengan perempuan itu. Benar, perempuan itu adalah Laura."Gua nggak lihat Ans akhir-akhir ini. Lo tau di mana dia?" tanya Laura."Liburan," jawab Felysia."Liburan ke mana? Kenapa dia nggak bilang ke gua? Dan, kenapa lo tau?""Ke puncak. Mungkin lo nggak penting. Karena dia liburan sama adik gua, makanya gua tau."Seketika, Laura merasa terheran-heran. Baru pertama kali ini, pacarnya pergi tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Jam 19.00. Denis sedang berada di sebuah warung makan. Tetapi, tiba-tiba Denis mendapatkan kabar buruk dari Reno. Dengan segara, ia langsung menuju ke rumah pria paruh baya itu menggunakan salah satu mobilnya.Tanpa basa-basi, ia langsung mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia menerobos lampu merah begitu saja, tanpa khawatir akan resiko yang ada. Sekarang, yang ada di otaknya hanya, bagaimana caranya biar sampai di rumah Reno sebelum semuanya terlambat.Ia langsung menghentikan mobilnya. Saat sudah berada di depan rumah pria paruh baya itu. Ia mengendap-endap mendekati pagar rumah itu. Matanya membulat sempurna, saat melihat halaman rumah Reno sudah sangat berantakan.Ia memberanikan diri untuk masuk. Di setiap langkahnya, ia berharap, dirinya tidak datang terlambat. Kalau saja ia datang terlambat, ia tidak tau lagi apa yang harus ia perbuat selanjutnya.Langkahnya terhenti di depan pintu masuk rumah Reno. Perlahan, ia mengintip ke dalam. Baran
Jam 19.45. Ardiansyah sudah berada di depan kediaman keluarga Carlo. Laki-laki itu masih bersiap-siap untuk masuk ke dalam, lalu melawan semua orang yang ada di dalam.Sungguh, hari yang melelahkan. Baru saja ia kembali. Tetapi, ia sudah harus berhadapan dengan keluarga Carlo. Untung saja, ia bergerak cepat dan langsung menyerahkan Nindy ke Arta, Prata, dan Reza. Jadi, sekarang ia bisa langsung menyelamatkan Felysia.Ardiansyah menatap sebuah pisau yang sekarang sedang ia genggam. Sebenarnya, ia berniat untuk menggunakan pisau itu untuk melawan semua orang yang ada di dalam. Tetapi, ia tidak yakin dengan niatannya itu. Karena, bisa saja tindakannya itu menimbulkan masalah yang lebih besar.Jadi, ia membuang pisau itu ke dalam semak-semak yang letaknya tidak begitu jauh dari posisinya berdiri sekarang. Lalu, ia langsung lari masuk ke dalam rumah.Sontak, kedatangannya langsung menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di dalam rumah. Ardiansyah memperhatika
Ardiansyah menatap Carlo secara saksama. Kelihatannya, pria paruh baya itu sudah sangat kelelahan. Memang benar, pria itu sangat kuat dalam pertarungan. Tetapi, mau gimana pun juga, pria itu sudah tua. Jadi, saat bertarung, pria itu tidak bisa segesit seperti yang dulu saat pria itu masih muda."Jangan sombong dulu. Sebentar lagi, anak buah saya akan datang. Dan, mereka akan menghabisi kamu," ucap Carlo.Ardiansyah tersenyum kecil. Sepertinya, pertarungan ini adalah pertarungannya untuk terakhir kalinya. Ia sudah tidak bisa lagi memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Jika benar, anak buah Carlo datang, sudah bisa dipastikan ia akan kalah.Carlo tersenyum tipis, saat ia mendengar sebuah langkah kaki yang semakin lama semakin terdengar jelas. Sungguh bahagia hatinya, saat mendengar suara langkah kaki itu semakin mendekat. Karena, ia yakin, kalau langkah kaki itu adalah langkah kaki anak buahnya.Tetapi, harapannya hancur. Saat melihat tiga orang prem
Jam 09.00. Bel istirahat sudah mulai bergema di gedung sekolah SMA Nusa Bangsa. Setiap siswa langsung keluar dari sekolah, setelah mendengar bel istirahat berbunyi. Menyebar ke segala arah untuk mengistirahatkan diri dari pembelajaran.Begitu juga dengan Felysia dan Brian. Istirahat kali ini, mereka habiskan untuk makan bersama di kantin. Felysia memesan sebuah nasi goreng dan es teh manis. Sedangkan, Brian memesan sebuah soto dan es jeruk."Aku mau tanya sesuatu, boleh?" tanya Felysia."Mau nanya apa?" tanya Brian sambil mengaduk sotonya."Apa kamu Langit?"Brian sedikit kebingungan dengan ucapan Felysia barusan. Langit? Tentu saja, ia bukan Langit. Dan, ia tidak memilik kenalan atau teman yang bernama Langit."Enggak. Emang kenapa?" tanya Brian."Udah, nggak usah bohong. Elvano sendiri yang bilang sama aku," jawab Felysia."Elvano? Siapa Elvano?"Brian pun semakin kebingungan. Langit? Elvano? Ia tidak mengenal ke