Jam 17.00. Felysia sudah sampai di pantai yang letaknya tidak begitu jauh dari SMP Pelita. Pantai itu adalah pantai yang sering ia kunjungi bersama Elvano. Kali ini, Elvano sedang pergi, jadi ia datang ke pantai ini seorang diri.
Berbalut hoodie dan celana panjang berwarna biru, ia menikmati matahari yang mulai terbenam. Ia tutup matanya, lalu menghirup nafas dalam-dalam.
Sepi. Itulah yang ia rasakan. Padahal, di pantai itu sedang banyak orang. Tetapi, entah kenapa, ia merasa sepi. Ia merasa, ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Dan, ia tidak tau apa itu.
Ia mulai membuka matanya perlahan. Sudah cukup sore, ia pun berpikir untuk segera pulang ke rumah. Ia berbalik arah, lalu berjalan menjauh dari pesisir pantai.
Pandangannya berhenti, saat melihat seorang wanita paruh baya bersama seorang gadis kecil yang berjualan kelapa muda.
Ia pun melangkahkan kakinya, menuju ke arah wanita paruh baya itu. Ia berencana membeli kelapa muda untuk oleh-oleh Reno
Jam 09.00. Seperti biasa, Felysia sedang menikmati jam istirahat di kantin sekolah. Kali ini, ia sendirian. Karena, Brian sedang ada urusan bersama teman-temannya.Felysia memakan nasi goreng yang tadi sempat ia pesan. Ia menguyah makanannya sambil memandang seorang perempuan cantik yang sedang menuju ke arah mejanya.Tanpa izin darinya. Perempuan itu langsung duduk saja di hadapannya. Felysia bersikap biasa saja. Karena, bagaimana pun juga, perempuan itu adalah pacar Elvano. Jadi, ia tidak akan mencari masalah dengan perempuan itu. Benar, perempuan itu adalah Laura."Gua nggak lihat Ans akhir-akhir ini. Lo tau di mana dia?" tanya Laura."Liburan," jawab Felysia."Liburan ke mana? Kenapa dia nggak bilang ke gua? Dan, kenapa lo tau?""Ke puncak. Mungkin lo nggak penting. Karena dia liburan sama adik gua, makanya gua tau."Seketika, Laura merasa terheran-heran. Baru pertama kali ini, pacarnya pergi tanpa memberitahunya terlebih dahulu.
Jam 19.00. Denis sedang berada di sebuah warung makan. Tetapi, tiba-tiba Denis mendapatkan kabar buruk dari Reno. Dengan segara, ia langsung menuju ke rumah pria paruh baya itu menggunakan salah satu mobilnya.Tanpa basa-basi, ia langsung mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia menerobos lampu merah begitu saja, tanpa khawatir akan resiko yang ada. Sekarang, yang ada di otaknya hanya, bagaimana caranya biar sampai di rumah Reno sebelum semuanya terlambat.Ia langsung menghentikan mobilnya. Saat sudah berada di depan rumah pria paruh baya itu. Ia mengendap-endap mendekati pagar rumah itu. Matanya membulat sempurna, saat melihat halaman rumah Reno sudah sangat berantakan.Ia memberanikan diri untuk masuk. Di setiap langkahnya, ia berharap, dirinya tidak datang terlambat. Kalau saja ia datang terlambat, ia tidak tau lagi apa yang harus ia perbuat selanjutnya.Langkahnya terhenti di depan pintu masuk rumah Reno. Perlahan, ia mengintip ke dalam. Baran
Jam 19.45. Ardiansyah sudah berada di depan kediaman keluarga Carlo. Laki-laki itu masih bersiap-siap untuk masuk ke dalam, lalu melawan semua orang yang ada di dalam.Sungguh, hari yang melelahkan. Baru saja ia kembali. Tetapi, ia sudah harus berhadapan dengan keluarga Carlo. Untung saja, ia bergerak cepat dan langsung menyerahkan Nindy ke Arta, Prata, dan Reza. Jadi, sekarang ia bisa langsung menyelamatkan Felysia.Ardiansyah menatap sebuah pisau yang sekarang sedang ia genggam. Sebenarnya, ia berniat untuk menggunakan pisau itu untuk melawan semua orang yang ada di dalam. Tetapi, ia tidak yakin dengan niatannya itu. Karena, bisa saja tindakannya itu menimbulkan masalah yang lebih besar.Jadi, ia membuang pisau itu ke dalam semak-semak yang letaknya tidak begitu jauh dari posisinya berdiri sekarang. Lalu, ia langsung lari masuk ke dalam rumah.Sontak, kedatangannya langsung menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di dalam rumah. Ardiansyah memperhatika
Ardiansyah menatap Carlo secara saksama. Kelihatannya, pria paruh baya itu sudah sangat kelelahan. Memang benar, pria itu sangat kuat dalam pertarungan. Tetapi, mau gimana pun juga, pria itu sudah tua. Jadi, saat bertarung, pria itu tidak bisa segesit seperti yang dulu saat pria itu masih muda."Jangan sombong dulu. Sebentar lagi, anak buah saya akan datang. Dan, mereka akan menghabisi kamu," ucap Carlo.Ardiansyah tersenyum kecil. Sepertinya, pertarungan ini adalah pertarungannya untuk terakhir kalinya. Ia sudah tidak bisa lagi memikirkan apa yang akan terjadi ke depannya. Jika benar, anak buah Carlo datang, sudah bisa dipastikan ia akan kalah.Carlo tersenyum tipis, saat ia mendengar sebuah langkah kaki yang semakin lama semakin terdengar jelas. Sungguh bahagia hatinya, saat mendengar suara langkah kaki itu semakin mendekat. Karena, ia yakin, kalau langkah kaki itu adalah langkah kaki anak buahnya.Tetapi, harapannya hancur. Saat melihat tiga orang prem
Jam 09.00. Bel istirahat sudah mulai bergema di gedung sekolah SMA Nusa Bangsa. Setiap siswa langsung keluar dari sekolah, setelah mendengar bel istirahat berbunyi. Menyebar ke segala arah untuk mengistirahatkan diri dari pembelajaran.Begitu juga dengan Felysia dan Brian. Istirahat kali ini, mereka habiskan untuk makan bersama di kantin. Felysia memesan sebuah nasi goreng dan es teh manis. Sedangkan, Brian memesan sebuah soto dan es jeruk."Aku mau tanya sesuatu, boleh?" tanya Felysia."Mau nanya apa?" tanya Brian sambil mengaduk sotonya."Apa kamu Langit?"Brian sedikit kebingungan dengan ucapan Felysia barusan. Langit? Tentu saja, ia bukan Langit. Dan, ia tidak memilik kenalan atau teman yang bernama Langit."Enggak. Emang kenapa?" tanya Brian."Udah, nggak usah bohong. Elvano sendiri yang bilang sama aku," jawab Felysia."Elvano? Siapa Elvano?"Brian pun semakin kebingungan. Langit? Elvano? Ia tidak mengenal ke
Jam 19.30. Seperti perintah Reno kemarin, sekarang Ardiansyah sudah berada di rumah Reno. Dan, tentu saja, sekarang laki-laki itu sedang makan bersama di rumah Reno.Tidak terlalu mewah. Tetapi, kebersamaannya lah yang membuat makan bersama itu lebih menyenangkan. Nindy yang terlihat bahagia, Felysia yang sekarang lebih sering berbicara. Kedua hal itu yang Reno inginkan selama ini. Dan, sekarang, kedua hal itu sudah ada di hadapannya.Tetapi, Reno sadar. Kalau kedua hal itu, bukan hasil dari jerih payahnya. Tetapi, karena usaha Ardiansyah. Seorang laki-laki yang dulu, ia persiapkan untuk menjadi pengawal pribadi Felysia.Sebentar lagi, Ardiansyah akan pergi meninggalkan keluarganya. Dan, Reno tidak yakin, kalau dirinya bisa mempertahankan kebahagiaan Nindy dan Felysia. Ia sangat yakin, semuanya akan berubah setelah kepergian laki-laki itu. Semuanya akan berubah seperti yang dulu. Nindy yang selalu terlihat bersedih dan Felysia yang sangat irit berbicara. Sung
Satu minggu belakangan ini, semua murid SMA Nusa Bangsa telah melaksanakan Ujian Kenaikan Kelas. Dan, sekarang adalah hari pengumuman nilai ujian itu.Jam 08.00. Setelah upacara selesai. Semua murid langsung berlari ke arah mading yang berada di taman sekolah. Mereka semua pergi ke sana, karena di mading itu terdapat hasil ujian dan peringkat mereka.Walau sedang berdesak-desakan, mereka terus maju begitu saja, tanpa menghiraukan orang lain yang ada di sekitar mereka.Sesampainya di depan mading. Mereka mencari nama mereka masing-masing dan melihat data nilai yang terdapat tepat di samping nama mereka.Setelah puas melihat nama, nilai dan peringkat mereka. Mereka pun pergi dari kawasan taman demi memberikan kesempatan bagi siswa lain untuk melihat nilai mereka.Di dalam kerumunan itu, Felysia masih berusaha untuk mencapai barisan terdepan. Tanpa lelah, ia terus-menerus berusaha dan akhirnya bisa mencapai baris terdepan.Ia menatap di s
Mata Elvano membulat sempurna, saat ia merasa ada seorang menarik lengannya. Dan, betapa terkejut dirinya, saat kepalanya bersandar pada dada bidang laki-laki. Ia mulai mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa orang yang sudah melakukan itu semua. Dan, ternyata orang itu adalah Denis."Kamu hebat ... saya bangga sama kamu," lirih Denis sambil mengelus kepala Elvano.Dan, saat itu juga, Elvano menyadarinya. Denis sudah mendengar semua pembicaranya dengan Laura. Dan, Denis memeluknya untuk menenangkan dirinya."Sakit ... saya tidak mengira sesakit ini," lirih Elvano sambil mencengkeram dada sebelah kanannya.Denis tidak kuasa lagi. Ia juga bisa merasakan kesedihan muridnya itu. Murid yang selama ini selalu terlihat dengan senyuman. Sekarang, terlihat begitu lemah di dalam pelukannya."Maaf, tidak ada yang bisa lakuin buat ngilangin rasa sakit kamu," ucap Denis dengan penuh rasa sedih.Andai saja, ada hal yang bisa merubah kenyataan. Pasti, D