"Vio, berhenti mengatakan itu. Kau sudah mengucapkannya berulang kali." Xeena memandang sahabatnya yang masih memoleskan sesuatu di wajahnya.
"Aozora Xeena Gilhive," Vio sedikit kesal dengan kukuhnya pendirian sahabatnya.
"Aradea Violette Chasiel," balas Xeena sambil terkikik geli.
"Baiklah, aku kalah. Jadi apa yang kau butuhkan?" tanya Vio pada akhirnya.
"Pinjami aku barang serba mewahmu. Dan buat tampilanku menjadi berkelas malam ini."
"Xeena, kau ...,"
"Aku hanya bekerja, Vio. Aku hanya perlu berpura-pura menjadi kekasihnya lalu mereka putus dan semua selesai."
Vio menggelengkan kepalanya. "Kau mengenal orang yang menyewamu?"
Xeena menggeleng. "Aku hanya melihat fotonya dari media sosial yang ia kirim. Dan kami akan bertemu malam ini di Cameroon cafe. Aku rasa dia orang berada karena menawarkan bayaran yang cukup mahal."
Vio terhenti dan menatap wajah sahabatnya. "Na, jangan bermain-main dengan hati seseorang."
Xeena mengangguk. "Akan kuingat, bos."
Vio tertawa kecil dan mencubit pipi Xeena gemas. "Cobalah pakaian yang sudah kusiapkan."
Xeena mengangguk dan mencoba semua pakaian yang Vio siapkan. Hingga akhirnya pilihannya jatuh pada gaun coklat yang mewah. Vio menambahkan beberapa aksesoris dan memberikan tas dengan warna yang serasi. Xeena menatap wajahnya di cermin dan membenarkan rambutnya. Tersenyum dan mencoba memberi semangat untuk diri sendiri.
"Hubungi aku jika ada apa-apa, Na. Aku akan langsung menjemputmu."
Xeena tersenyum dan mengangguk. Memeluk tubuh Vio sesaat. "Tentu. Dan terimakasih atas semuanya."
"Aku antarkan kau sampai di cafe tesebut." Vio melangkah mendahului Xeena dan turun menuju garasi mobilnya. Menunggu sahabatnya masuk dan mobil berjalan keluar.
Tak lama mobil Vio berhenti di sebuah cafe berkelas. Xeena turun dan melambaikan tangannya saat mobil Vio mulai berjalan meninggalkannya. Xeena melangkah dan menatap cafe mewah di depan matanya. Menghela napas berat dan menghembuskan perlahan.
"Aku akan melakukannya dengan baik. Ya, aku pasti bisa." Xeena berjalan dengan anggun memasuki cafe. Mencari sosok pria yang menyewa jasanya malam ini.
Dukkk! Tubuh Xeena menubruk seseorang. Xeena menoleh cepat dan matanya terpaku pada sosok di depan matanya. Pria tampan dengan garis wajah yang tegas. Sorot mata tajam juga dingin terlihat jelas. Untuk kesekian detik mereka saling berpandangan. Hingga semuanya buyar saat seseorang menarik tangan Xeena.
"Aozora Xeena Gilhive," ucap pria yang menarik tangan Xeena membuat kesadaran Xeena kembali normal.
Xeena menoleh dan di hadapkan dengan pria tampan lainnya. "Ya, saya."
Pria tersebut tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Jave Von Helsing. Aku yang menyewa jasamu malam ini,"
Xeena membalas uluran tangan pria di depannya. "Ah, ya. Saya tahu."
"Seperti yang kubayangkan. Kau begitu pantas menjadi kekasihku." Jave memandang Xeena dari atas hingga bawah.
Xeena tersenyum. "Saya berusaha melakukan yang terbaik-"
"Panggil aku Jave. Dan berhentilah bersikap formal. Kita akan memerankan peran penting." potong Jave cepat.
Xeena mengangguk. "Ya, aku akan berusaha senatural mungkin."
Detik berikutnya Jave menggiring Xeena pada sebuah meja yang berada di pojok cafe. Xeena menoleh kebelakang sesaat untuk mencari pria yang ia tabrak beberapa menit yang lalu. Namun sayangnya pria itu tak lagi berada disana. Xeena mengikuti Jave dari belakang dan duduk pada sebuah kursi yang telah Jave siapkan. Mendengarkan semua masalah Jave hingga Xeena tahu harus berbuat apa.
"Dia akan datang sebentar lagi," ucap Jave sambil melihat jam di pergelangan tangannya.Xeena menghela napas dan merapikan rambutnya. Membenarkan cara duduknya dan mencoba bersikap wajar. Jave yang melihat itu semua tersenyum. Menyentuh tangan Xeena dan membenarkan rambut Xeena.
"Kau cantik," ucap Jave pelan dan di hadiahi oleh tatapan membeku dari Xeena.
"Jave, apa yang-? Dan siapa wanita ini?"
Xeena dan Jave menoleh pada asal suara. Untuk sesaat Xeena tertegun pada kecantikan wanita yang baru saja berbicara. Namun akhirnya Xeena tahu apa yang harus ia lakukan.
"Jave, kau mengenalnya?" tanya Xeena lembut.
Jave menatap Xeena. "Ah, dia Angella. "
"Aku kekasihnya," potong Angella cepat. Angella mendekati Jave dan memeluk pinggang Jave.
Xeena tertawa. "Jangan bercanda. Aku adalah tunangan Jave. Dan kita akan segera menikah. Bukankah begitu, Jave?"
Jave yang awalnya hanya diam kini mulai mengerti alur yang Xeena pilih. Jave melepaskan tangannya dari tangan Angella dan mendekati Xeena.
"Ya, Sweetty. Aku lupa memberitahunya."
Angella hanya terpaku pada ucapan kekasihnya. Air matanya berdesakan untuk keluar. Angella menggelengkan kepala tak percaya. "Tidak. Kalian pasti bohong. Jave, aku mencintaimu. Sungguh-sungguh mencintaimu. Kau berjanji akan menikah denganku."
"Benarkah? Bukan karena hartanya? Aku telah banyak menemui wanita yang mengaku kekasih tunanganku. Dan mereka semua sama. Berapa banyak yang kau butuhkan?"
"Sweetty," ucap Jave pelan dan menyentuh tangan Xeena.
Angella tertegun. Topengnya terbuka. Awalnya Angella memang hanya ingin meraih kemewahan yang Jave berikan. Namun saat waktu berlalu, rasa cinta itu mulai tumbuh dan mekar di hatinya. Angella menitikkan air mata dan menatap Xeena dingin. "Tak perlu. Aku sama sekali tak membutuhkan uangmu."
Xeena tersenyum manis. "Bagus. Jadi bisakah kau menjauh dari tunanganku?"
Angella menghapus air matanya dan menampar pipi Jave. "Kita berakhir, Jave!" Angella berlari keluar cafe dengan menangis.
Suara tamparan yang keras membuat cafe hening seketika. Seluruh mata menatap Jave, Xeena dan Angella yang berlari keluar sambil menangis. Xeena terduduk lemas saat Jave juga telah kembali duduk di kursinya.
"Apakah sakit?" tanya Xeena sedikit khawatir.
"Ini jauh lebih baik dari yang aku pikirkan. Aku tak menyangka dia akan mengakhiri dengan cepat."
Xeena tertawa kecil. "Aku melihat kesungguhan cintanya. Apakah kau yakin tetap akan melepaskannya?"
Jave mengangguk. "Kau tak tahu betapa gilanya dia. Menempel padaku seperti lintah. Aku muak padanya."
Xeena hanya tersenyum tipis. Apa pun alasan Jave bukanlah urusan Xeena. Urusannya adalah memutuskan hubungan antara Jave dan Angella. Dan semua itu selesai dalam waktu singkat. Tak peduli Jave yang salah atau Angella yang benar, yang terpenting mereka telah berakhir. Jave mengeluarkan sebuah cek dan menuliskan angka yang menjadi kesepakatan. Lalu memberikan pada Xeena yang masih duduk mematung.
"Aku sangat berterimakasih padamu, Xeena. Dan aku ada janji dengan yang lain,"
Xeena menerima cek tersebut dan memasukkan kedalam tasnya. Menjabat tangan Jave dan mengangguk. "Senang bekerjasama denganmu, Jave. Dan terimakasih telah memakai jasaku."
Jave tersenyum dan melepaskan tangan Xeena. Berdiri lalu pergi meninggalkan cafe. Xeena duduk dan meminum air putih di mejanya. Menggelengkan kepala karena wajah marah Angella selalu terbayang dimatanya. Xeena mengambil buku menu dan membaca daftar menu. Namun matanya seakan ingin keluar saat mengetahui daftar harga yang tertera.
"Ya ampun, ini setara dengan biaya hidupku selama setahun jika aku memakannya." Xeena kembali meletakkan buku menu tersebut. Kembali meminum air putih di mejanya dan menatap sekitar.
Tanpa Xeena sadari. Di belakang kursinya, seorang pria yang Xeena tabrak telah mendengarkan semuanya. Dari awal rencana Xeena hingga Jave yang membayar Xeena. Pria tersebut melirik jam di pergelangam tangannya. Ia mulai lelah menunggu mitra kerjanya yang tak kunjung datang. Xeena berdiri dan membalikkan tubuhnya. Detik berikutnya lampu padam dan semua gelap. Xeena tersandung kursinya dan terhuyung mundur. Seseorang menangkap tubuhnya di tengah kegelapan dan meraih pinggang Xeena agar tak terjatuh. Bokong Xeena sukses mendarat dan duduk di pangkuan seseorang.
Xeena diam saat seisi cafe mulai berisik tak tenang. Xeena masih pada posisinya dan tetap diam saat hembusan napas terasa hangat di kulit lehernya. Beberapa menit berlalu dan lampu kembali menyala. Pihak cafe meminta maaf atas ketidaknyamanan yang tercipta. Xeena memalingkan wajahnya dan pandangannya kembali bertemu pada sorot mata tajam yang juga memandangnya. Hidung mancung, bibir tipis dan semua keindahan yang tersaji membuat Xeena lupa segalanya.
"Sudah puas menikmati wajahku, Nona?"
Ucapan dingin yang keluar dari bibir tipis pria di depannya membuat Xeena tersadar. Xeena memalingkan wajahnya dan merutuki sikap bodohnya. Hingga tanpa Xeena sadari, Xeena masih pada posisi duduk di pangkuan pria tersebut.
"Kakiku pegal,"ucap pria itu lagi.
Xeena menoleh dan menatap pria di depan wajahnya. "Apa hubungannya denganku?" jawab Xeena kesal.
Pria itu mendesah. "Karena kau tak juga bangun dari pangkuanku, Nona. Apakah kau akan terus menempel dan duduk di atas kedua kakiku?"
Xeena melihat sekitarnya dan menutup wajahnya sesaat. Lalu bangun dan menunduk hormat sesaat. "Maaf dan terimakasih atas pertolongannya, Tuan."
"Mr. Raiden. Maaf atas keterlambatan kami,"
Xeena menoleh saat suara berat lainnya menyapa. Dua sosok pria dengan pakaian rapi menyapa dan tersenyum pada pria di hadapannya. Pria di hadapannya bangun dan tersenyum tipis. Detik berikutnya Xeena merasa asing dan terabaikan. Bahkan ucapan terimakasih darinya sama sekali tak di anggap oleh pria di hadapannya. Xeena melangkah dan berjalan menjauh. Namun suara berat dan dingin itu kembali menyapa.
"Nona, anda melupakan sesuatu."
Xeena menoleh dan mencerna kata-kata yang terlontar. Pria tersebut berjalan mendekati Xeena dan menyerahkan tas yang Xeena lupakan. Xeena yang baru saja teringat dan menerima tas tersebut dengan cepat.
"Uangmu akan hilang jika kau meninggalkan tasmu, wanita bayaran."
Usai mengatakan itu semua, pria itu berbalik dan kembali duduk pada pisisinya. Xeena membeku mendengarkan kata terakhir yang pria tersebut lontarkan.
"Wanita bayaran," ulang Xeena pelan.
Rasa kesal hadir dihati Xeena meski kata-kata pria tersebut adalah benar. Tak ada yang salah, karena Xeena melakukan pekerjaan itu untuk mendapat uang. Namun entah kenapa hati Xeena begitu sakit saat mendengar kata-kata itu terlontar dari pria dingin yang ia tabrak satu jam yang lalu. Xeena berlalu dengan kesal dan meninggalkan cafe. Merutuki dan menyumpahi pria dingin sombong yang baru saja membuatnya kesal setengah mati.
***
Pagi ini Xeena bergegas keluar dari apartemennya. Berlari karena terlambat bangun dan berangkat kerja. Xeena mengambil sepedanya dan mulai mengayuh dengan cepat. Memarkirkan sepedanya dan langsung berlari memasuki kantor. Namun Xeena terhenti saat atasannya memanggilnya.
"Aozora Xeena Gilhive, kamu di pecat!"
Perkataan itu terus terngiang di telinga Xeena. Xeena berjalan gontai dengan semua kardus yang telah ia kemas dari ruang kerjanya. Menghampiri tong sampah dan meletakkan kardus itu dengan rapi. Xeena memandang gedung tinggi tempat ia bekerja. Kini gedung itu tak akan Xeena datangi karena mulai hari ini Xeena resmi bukan lagi anggota yang berhak memasuki gedung tersebut.
Xeena tersenyum tipis dan menghampiri sepedanya. Menuntun pelan dan menyusuri jalan kota London yang mulai padat. Terik matahari mulai terasa menyengat meski hari masih pagi. Xeena terus berjalan sambil menuntun sepedanya. Lalu berhenti dan menatap gedung megah tinggi dengan seluruh kemewahan. "Harrods" kata itu terukir dengan mewah, semewah gedung yang di sajikan. Sebuah pusat perbelanjaan terbesar di London dan Eropa yang menyajikan berbagai barang mewah dan berkelas.
"Jika aku mempunyai perusahaan dengan seluruh mall terbesar dan mewah layaknya Harrods, apa yang terjadi pada hidupku? Sekaya apa aku jadinya? Wah," Xeena tersenyum dan menggeleng dengan ucapan sintingnya.
"... memiliki perusahaan dengan seluruh mall mewah jajaran dunia? Yang benar saja, untuk membayar sewa apartemen kecil saja aku tak mampu. Aku pasti sudah gila jika memimpikan memiliki seluruh mall mewah di London," Xeena melanjutkan kata-katanya dan menepuk pelan keningnya.
Ya, hidup Xeena begitu rumit dan cukup mengenaskan. Bekerja menjual jasa untuk memutuskan hubungan sepasang kekasih. Juga bekerja sebagai pegawai rendah di sebuah perusahaan besar dan yang lebih tragis ia baru saja di pecat. Xeena resmi menjadi pengangguran di besarnya kota London yang membutuhkan biaya hidup cukup mahal.
"Wanita bayaran," ucap Xeena pelan.
Ingatan Xeena kembali melayang pada pria yang ia tabrak di Cameroon cafe semalam. Bahkan raut wajah dingin pria tersebut begitu lekat di mata Xeena. Sejenak Xeena merasa kesal. Pria tampan dingin tersebut memanggilnya "wanita bayaran."
"Damn it!" rutuk Xeena kesal sambil mengambil handphone dari dalam tas.
Sebuah mobil mewah baru saja berhenti tak jauh dari tempat Xeena berdiri. Seorang pria tinggi dengan pakaian kerjanya keluar dan membukakan pintu mobil belakang. Xeena memperhatikan mobil tersebut. Lalu pada pria yang membungkuk saat sebuah sepatu hitam itu turun dari mobil mewah tersebut. Detik berikutnya tubuh tinggi tegap dengan seluruh pakaian rapi juga keluar. Decak kagum dari beberapa wanita yang melihat terdengat pelan. Xeena hanya dapat melihat wajah pria tersebut dari samping. Namun Xeena cukup tahu bahwa pria itu sangat tampan.
Keisengan Xeena mulai timbul. Dengan cepat Xeena membuka aplikasi kameranya dan mengambil beberapa foto pria tampan tersebut. Lalu memasukkan handphonenya kembali kedalam tas. Jalanan kembali ramai seiring masuknya pria tampan tersebut kedalam Harrods. Xeena kembali melangkah dan menuntun sepedanya. Meninggalkannya gedung besar tersebut dan kembali ke apartemen kecilnya.
Waktu berlalu dengan cepat. Xeena terlihat penat dengan melingkari setumpuk lowongan kerja yang akan ia lamar. Rasa lelah dan bosan mulai merayap di pikiran Xeena hingga membuat Xeena membuka salah salah media sosial. Deretan pemberitahuan tentang semua kegiatan teman media sosial membuat Xeena iri. Mereka memamerkan hubungan percintaannya atau foto mesra bersama kekasihnya. Xeena mendesah kasar.
"Xeena apa yang akan kau tunjukkan? Kekasih tak punya, hidup miskin dan pengangguran. Kau benar-benar menyedihkan," ucap Xeena pelan.
Ingatan Xeena kembali pada sebuah foto yang tersimpan di galeri handphonenya. Xeena tersenyum dengan ide gila yang baru saja keluar dari otaknya. Xeena membuka salah satu aplikasi dan langsung mengedit fotonya bersama foto pria tampan yang ada di handphonenya. Beberapa menit berlalu, Xeena tersenyum puas dan tertawa keras.
"Baiklah, aku akan membuat mereka iri dengan kekasih hayalanku."
Xeena tersenyum penuh arti lalu membuka media sosialnya. Mengupload foto tersebut dengan kata-kata yang akan membuat seluruh orang terbelalak lebar. "Jangan terlalu lelah bekerja sayang, aku mencintaimu, Kekasihku.". Foto terunggah dengan cepat dan Xeena tertawa kecil akan semua ide gilanya.
"Selesai. Foto telah meluncur dan ayo kita lihat komentar mereka. Hahaha,"
Tanpa Xeena sadari, perbuatan dan ide gilanya akan membawa petaka dalam hidupnya. Xeena tertidur dengan pulas namun semua masalah sedang bekerja. London mulai heboh dan dalam waktu cepat akun media sosial Xeena telah diikuti ribuan Followers. Hal yang tak pernah Xeena impikan. Menjadi terkenal dalam waktu sekejap karena kesalahan kecil dari ide gilanya.
===================================Raiden menaikkan satu alisnya saat berita tentang dirinya menjadi pencarian pertama di seluruh situs internet. Terlebih kabar yang beredar tentang ia yang menyembunyikan hubungan percintaannya pada media. Raiden membaca beberapa komentar tentang fotonya bersama dengan seorang wanita asing yang terlihat cukup cantik. Komentar baik, buruk dan ada juga yang hanya menanggapi dengan emotion cukup membuat Raiden gerah."Dia cukup berani mencari masalah denganku. Apa dia cukup waras untuk memposting fotoku?" Raiden menatap lagi komputer yang berada di depan matanya."Jangan terlalu lelah bekerja sayang, aku mencintaimu, Kekasihku."Raiden tersenyum tipis pada kata-kata ya
"Viooooo, help me. Help me. Help me,"Belum selesai berbicara, Xeena sudah menutup telepon genggamnya dan terus berlari. Sayangnya orang-orang dengan pakaian serba hitam itu juga ikut berlari mengejar Xeena. Berkali-kali Xeena menyumpah karena rasa takutnya dan sesekali menoleh kebelakang. Semua berkas ditangannya berantakan hingga Xeena hanya menggenggam handphonenya saja. Semua lenyap karena ketakutan Xeena. Xeena terus berlari diantara keramaian. Berharap para orang aneh tersebut tak lagi mengikutinya.Dengan langkah pasti Xeena memasuki sebuah hotel mewah termahal yang ada di London. Langkahnya semakin cepat saat mengetahui orang-orang berbaju hitam tersebut masih mengejarnya. Xeena berlari dan langsung masuk kesebuah lift. Sialnya pintu lift tersebut tak kunjung tertutup meski Xeena memencet tombol berkali-kali. Para pria ber
Raiden menatap monitor di depannya dengan senyum tipis. Sebuah foto gadis kecil yang terlihat lucu membuatnya tersenyum tanpa sebab. Raiden terus menatap monitornya dan melihat semua foto yang baru saja orang kepercayaannya kirimkan."Aozora Xeena Gilhive," gumam Raiden pelan sambil menatap foto gadis kecil tersebut. "... gadis lucu yang penuh dengan kejutan."Sebuah ketukan pelan di pintu kantornya membuat Raiden terkejut. Dengan cepat Raiden mematikan monitornya dan bersikap seperti biasanya."Masuk," ucap Raiden.Seorang pria tengah baya masuk dan menghormat pada Raid
"Hei, apa yang kau lihat?" tanya Raiden lembut di telinga Xeena.Pipi Xeena bersemu merah saat tubuh Raiden semakin dekat. Mata Xeena tertuju pada tubuh Raiden yang begitu dekat dengan tubuhnya. Glek! Xeena menelan air liurnya menyaksikan oto-otot perut Raiden yang terbentuk indah. "Demi apa pun, kenapa pria mesum di depanku ini memiliki tubuh yang seksi? Oh, otot itu ... bolehkah aku menyentuhnya?"Tanpa sadar tangan Xeena terulur mendekati perut Raiden. Raiden yang tengah memperhatikan itu menaikkan satu alisnya. Tersenyum tipis saat melihat rona merah di wajah Xeena. Grep! Raiden menangkap dan menggenggam tangan Xeena.
"Tak penting bagi hidupnya. Jika seperti itu, maka aku akan membuat diriku begitu penting untuk hidupmu, Xeena." Rex tersenyum yakin mengatakan itu semua. Seyakin langkahnya untuk mendekati Xeena lebih jauh.***Raiden menatap seluruh penjuru toko yang baru saja ia datangi. Berharap sosok Xeena berdiri disana dan tetap menunggunya. Namun semua hanyalah harapan kosong karena sampai detik ini, Raiden sama sekali tak melihat Xeena. Raiden berjalan menyusuri toko lain dan melihat teliti. Menajamkan pandangannya dan mengingat sosok Xeena yang telah datang bersamanya."Kemana dia pergi? Apa aku terlalu lama menyelesaikan urusanku?"
"Mari kita lihat, apa yang coba kau sembunyikan dariku, Xeena."Mobil Raiden melaju meninggalkan Paragues apartemen. Hari semakin malam namun Raiden masih duduk di ruangan kerjanya. Beberapa informasi yang baru saja masuk, membuatnya tersenyum tipis."Aozora Xeena Gilhive, mempunyai masa lalu yang buruk namun lucu,"Raiden kembali membaca informasi yang baru saja ia terima."Pffffff, hahaha ... ya ampun, aku tak tahan lagi,"Raiden memegang perutnya sambil menghapus air matanya. Tawa lepas yang baru saja Raiden lakukan tanpa
Raiden tersenyum mengingat kejadian siang ini. Percakapannya dengan keluarga Chasiel cukup membuatnya menemukan sedikit Informasi tentang Xeena. Raiden berjalan menatap ramainya kota London dari jendela ruang kerjanya. Segelas wine ditangannya menemani dinginnya malam namun hati Raiden sedikit menghangat saat kembali mengingat percakapan siang ini.*Flashback *"Apakah kalian hanya berdua?" tanya Raiden hati-hati.Violette menatap Raiden sambil menggeleng. "Sahabat wanitaku baru saja pergi," Raiden tersenyum tipis. "Ah, wanita yang kulihat sedan
"Rex Benedict Acacio. Ah, jadi kau juga pergi menemuinya saat bertemu denganku di cafe beberapa hari lalu? Aozora Xeena Gilhive adalah tunangan dari Raiden Agera Calisto. Bukan Rex Benedict Acacio atau siapa pun itu!""A-agera,""Apakah kau sangat menyukai Rex?"Xeena bangun dan mendekati Raiden. "A-agera ini tak seperti yang kau lihat. Aku bisa jelaskan,"Raiden bangun dan menatap Xeena yang lebih rendah dari tubuhnya. "Benarkah? Apa yang akan kau jelaskan?""A-aku,"Raiden
Bukankah cinta itu benar-benar nyata keindahannya? Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu menyebut namanya meski matanya tak pernah tertuju pada kita. Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu bersikap tegar dan berdiri dengan senyum dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Meski itu luka, meski itu air mata dan meski itu derita yang ia tawarkan.Aku, Aozora Xeena Gilhive, aku akhiri kisahku dengan goresan tinta emas yang ia suguhkan. Segala kemewahan dan sangkar emas yang ia tawarkan padaku hingga mematahkan sayapku untuk terbang. Dia, tetap seakan tak tersentuh dan tetap utuh layaknya salju yang tak akan mencair meski di musim panas.Aku tak ingin seperti ini. Sendiri dan sepi. Hingga aku memutuskan untuk meraihnya dalam sangkar emas yang ia ciptakan. Aku akan m
Satu tahun kemudian semua kehidupan seakan berubah. Banyak hal yang terjadi hingga kebahagiaan begitu terpancar di wajah mereka. Rex tersenyum penuh sayang saat mata itu kecil yang bening itu menatapnya tanpa berkedip."Panggil aku Daddy." Rex menatap bayi laki-laki yang tengah menatapnya.Xeena menggeleng dan mengusap rambut anak kecil tersebut. "Kau membuatnya takut, Rex."Rex tersenyum. "Kau dengar kan jagoan? Panggil aku Daddy karena aku adalah Daddymu.""Omong kosong apa yang kau katakan pada Putraku, Rex!" potong Raiden tiba-tiba saat Raiden baru saja pulang dan mendengar semua kata-kata Rex.Rex menoleh. "Kenapa? Bukankah itu benar? Dia sangat mirip denganku." Rex menggendong
Raiden melangkah pelan lalu kemudian mempercepat langkahnya. Xeena yang melihat itu berlari mempersempit jarak di antara mereka. Saat Raiden merentangkan kedua tangannya, Xeena masuk dalam pelukan Raiden. Mereka saling memeluk erat tanpa memperhatikan sekitarnya.Tak ada kata yang terucap. Keduanya saling diam hingga mereka kembali duduk di sebuah cafe dan saling berhadapan. Raiden tersenyum tipis dan menatap mata Xeena lekat."Kenapa kau menyusulku?" tanya Raiden memecah kebisuan."Itu,"Xeena diam dan tak melanjutkan kata-katanya. Apa yang harus ia katakan? Bukankah aneh jika ia langsung mengatakan bahwa dirinya mencintai Riaden.
Raiden menatap tiket pesawat di tangannya lalu membalikkan badannya. Duduk di bangku antrian dan menatap kosong di depan."Semua telah berakhir, Raiden. Semua telah berakhir. Kau dapatkan apa yang kau tuai," batin Raiden.***Sedangkan di dalam pesta. Xeena menoleh kebelakang saat sosok Raiden berjalan gontai meninggalkan pestanya. Xeena terpaku pada kotak cincin yang berada di lantai tak jauh darinya. Xeena melangkah dan memungut kotak itu. Membukanya dan menatap lama."Agera," ucap Xeena lirih."Kau menyesali keputusanmu?" tanya Rex jelas.Xeena menoleh dan mencoba menyembunyikan kotak cincin d
Xeena menutup pintu kamarnya dan memegang dadanya. Detak jantungnya bahkan belum berdetak normal semenjak ia bertemu Raiden. Sangat tak disangka, Raiden menautkan tangannya erat. Hal itu membuat hati Xeena terenyuh. Xeena menatap tangannya, pada sebuah cincin pernikahan yang masih terpasang di jarinya."Kau datang lebih cepat dari yang aku pikirkan. Dan kita bertemu lebih cepat dari yang aku duga."Xeena Bejalan menuju meja riasnya dan melepaskan cincin di jarinya. "Tidak. Semua telah berakhir. Aku telah berusaha selama ini. Dan aku harus kuat di depan matamu. Bahwa kau memang sudah tak berarti di hidupku!"Xeena diam sesaat, menetralkan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Ini sudah sangat lama, usaha yang Xeena lakukan untuk melupakan Raiden terlihat sia-sia hari ini. Nyatanya
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu. Raiden terpuruk dalam rasa kehilangan. Hatinya merasa kosong sejak ia tak dapat menemukan Xeena. Raiden bahkan membayar beberapa orang mencari keberadaan Xeena di London namun tak ada yang dapat menemukan Xeena. Xeena menghilang dan tak ada satupun yang bisa menghubunginya.Berkali-kali Raiden mendatangi Violette dan Nathan namun nyatanya mereka berdua bungkam. Ketakutan Raiden semakin menjadi saat Rex ikut menghilang bersamaan dengan hilangnya Xeena. Ancaman yang Rex berikan selalu terngiang di telinga Raiden. Hal itu membuat Raiden tak dapat hidup dengan tenang.Seperti malam ini, Raiden terjaga dari tidurnya dan duduk termangu dengan segelas wine di tangannya. Ingatannya kembali pada masa saat tangannya menggenggam tangan Xeena."Na, aku
Raiden tertunduk lesu dan berpikir. Menimbang semua pilihan dan dampak untuk hidupnya. Sekilas wajah Xeena terbanyang, senyum itu, tawa itu, akankah dia akan merindukannya?""Tidak, kontrak itu masih berjalan. Keluarga Xeena tak akan mampu membayar denda yang aku minta." ucap Raiden dalam hati."Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Raiden lirih.Michael tertawa. "Kenapa kau lakukan itu pada Anakku?"Raiden mendongak mendapati pertanyaan yang sama. "Aku tak tahu apa maksudmu,""Jangan berpura-pura lagi. Kau tak pernah menikah dengan anakku! Semua hanya kontrak!"Deg! Mata Raiden terbelalak sesaat. Pandangannya luruh dengan tawa ke
Satu minggu setelah pertengkaran itu, Raiden terlihat sangat sibuk. Xeena pun terlihat sama. Pagi ini, Raiden menatap menu sarapan paginya yang dibuatkan oleh Xeena. Raiden duduk di meja makan dan menatap Xeena yang terlihat menikmati makanannya tanpa sepatah kata pun."Aku minta maaf," ucap Raiden dingin memecah kebisuan.Xeena mendongak, menatap Raiden sesaat lalu kembali pada makanannya..Merasa tak ada tanggapan, Raiden menatap Xeena lama. "Kau tak dengar?""..." Xeena tetap diam."Jangan mendiamkan aku Xeena! Kau seperti orang bisu yang tak bisa bicara! Kau bahkan sudah mengabaikanku selama satu minggu!"Xeena meletakkan sendok
Raiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kata-kata rex terngiang jelas di telinganya."Tidak!Dia hanya milikku." batin Raiden keras. Raiden mendesah kasar dan berpikir lagi secara logis. "Bukankah ini yang aku mau? Aku tak inginkan Xeena berada di sisiku. Tapi aku juga tak ingin Xeena menjadi milik siapa pun. Aku tak ingin ada satu orangpun memiliki dirinya."Raiden terus saja berpikir tanpa memperhatikan semua hal yang Rebecca bicarakan. Hatinya terasa nyeri saat membayangkan xeena tersenyum dalam pelukan Rex. "Haruskah aku melepaskanmu? Bukankah ini yang aku inginkan. Aku sangat yakin bahwa ini yang aku inginkan. Aku tak ingin ada cinta di hatimu, aku tak ingin kau memiliki perasaan itu. Karena kita hanya sebatas kontrak. Ya, kita hanya sebatas kontrak. Dan hal yang kulakukan