"Rex Benedict Acacio. Ah, jadi kau juga pergi menemuinya saat bertemu denganku di cafe beberapa hari lalu? Aozora Xeena Gilhive adalah tunangan dari Raiden Agera Calisto. Bukan Rex Benedict Acacio atau siapa pun itu!"
"A-agera,"
"Apakah kau sangat menyukai Rex?"
Xeena bangun dan mendekati Raiden. "A-agera ini tak seperti yang kau lihat. Aku bisa jelaskan,"
Raiden bangun dan menatap Xeena yang lebih rendah dari tubuhnya. "Benarkah? Apa yang akan kau jelaskan?"
"A-aku,"
Raiden terus melangkah hingga membuat Xeena mundur. Menghimpit tubuh Xeena yang terus mundur hingga tubuh Xeena membentur dinding. "Aku?" ulang Raiden mengikuti kata-kata Xeena.
Xeena semakin takut melihat raut dingin yang Raiden tunjukkan. Tubuh Raiden yang begitu dekat dengan tubuhnya membuat jantung Xeena berdetak kencang. "A-agera, aku hanya berteman dengan Rex. Aku, aku-"
Raiden menundukkan wajahnya dan menatap wajah Xeena dekat. "Jangan bermain-main denganku, Xeena! Aku membayarmu untuk perjanjian kontrak yang telah kau tandatangani! Ikuti semua aturannya atau aku akan menghancurkan keluargamu!"
Xeena menatap manik mata Raiden yang begitu dekat dengan wajahnya. Kata-kata dingin yang baru saja Raiden ucapkan cukup membuat Xeena takut. "A-aku tidak pernah bermain-main denganmu, Agera. Aku bisa jelaskan semuanya."
Raiden menyentuh bahu Xeena dan meremas pelan. Membuat Xeena berjengkit kaget dan semakin takut pada Raiden. "Aku tak peduli dan tak butuh penjelasanmu, Xeena! Kau terus saja berulah dan merugikanku!"
Xeena menahan napasnya saat remasan tangan Raiden terasa kuat di bahunya. "A-"
"Kemasi barangmu dan pindah ke mansionku sekarang!" Raiden melepaskan tangannya dan berbalik meninggalkan Xeena. Kembali duduk dalam diam seolah tak pernah terjadi sesuatu antara dirinya dan Xeena.
Xeena masih berdiri membeku. Menatap Raiden yang duduk diam dengan sorotan mata tajam. Perubahan sikap Raiden semakin membuat Xeena takut. "Tapi, Agera kita belum-"
"Aku tak menerima bantahan dan alasan apapun, Xeena. Kemasi barangmu sekarang karena mulai malam ini kau akan tinggal bersamaku!"
"Agera, tidak. Aku tak bisa tinggal bersamamu, aku haru-"
"Kenapa?" Raiden menatap Xeena tajam. "Apa karena kau tak ingin Rex salah paham? Atau karena kau takut Rex tak bisa bertemu denganmu?"
Xeena kembali membeku saat melihat tatapan tajam Raiden. "Bu-bukan Agera. Tapi aku tak ingin-"
"Kemasi barangmu!" potong Raiden tegas.
Xeena menggeleng. "Tidak Agera, aku tak akan tinggal bersamamu. Jika kau ingin aku pindah dari sini, aku bisa tinggal dirumah Violette. Ya, rumah Violette."
Raiden diam mendengarkan alasan Xeena. Sekelebat bayangan Nathan, kembaran Violette muncul diingatan Raiden. Tidak, itu sama saja bohong Xeena. Aku menjauhkanmu dari Rex lalu aku mendekatkanmu dengan Nathan. Tak ada persahabatan yang tulus tanpa rasa cinta diantara pria dan wanita. Jika aku menyetujui, itu berarti aku semakin sulit mengendalikan dirimu, Xeena.
"Tidak. Kau hanya akan tinggal bersamaku!" bantah Raiden dingin.
"Agera,"
"Tidak Xeena, tidak!"
"Tapi kita belum menikah, Agera."
Raiden kembali menatap dingin Xeena. "Jika itu alasanmu, kita menikah besok. Sekarang kemasi barangmu!"
Xeena terkejut mendengar jawaban Raiden. Tak ada jalan keluar dari amarah Raiden. Raiden tak terbantahkan dengan semua sikap dinginnya yang membuat Xeena terpaku. Xeena merutuki perkataannya yang menyebabkan semua menjadi kian rumit. Bahkan Xeena tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada hidupnya selanjutnya.
"Lupakan. Aku akan menyuruh orangku untuk mengemas barang-barangmu. Kita pergi sekarang," Raiden bangun dan langsung menarik tangan Xeena.
Xeena berjalan dengan paksa karena tangannya terus ditarik Raiden. Berkali-kali Xeena memohon, namun Raiden tetap diam dan menarik tangannya.
"Agera, kumohon. Tidak, aku tak bisa tinggal bersamamu. Agera...,"
Xeena terus memberontak hingga genggaman tangan Raiden lepas dari tangannya. Kesempatan ini Xeena gunakan untuk berlari secepat mungkin dan menjauh dari Raiden. Namun baru beberapa langkah, tangan kekar Raiden kembali berhasil meraih tangan Xeena. Detik berikutnya Raiden dengan cepat mengangkat tubuh Xeena. Membuat Xeena menjerit pelan dan memberontak pelan.
"Diam, orang-orang mendengar kita," ucap Raiden dingin.
Xeena tetap memberontak tanpa bersuara. Namun Raiden dengan acuh tetap mengangkat tubuh Xeena dan menekan tubuh Xeena untuk tetap berada dekat dengan tubuhnya. Raiden melangkah cepat memasuki lift lalu menuju mobilnya. Memasukkan tubuh Xeena didalam mobil dan langsung menatap tajam Xeena.
"Jangan mencoba melarikan diri dariku atau pun pergi dari pandanganku, Xeena. Bersikap manislah saat aku masih sabar menghadapimu,"
Xeena diam saat tatapan Raiden terasa seperti ancaman. Hingga Raiden duduk disampingnya dan mengaitkan sabuk pengaman untuknya. Mobil berjalan pelan meninggalkan halaman Paragues apartemen. Kebisuan masih mendominasi hingga mobil Raiden berhenti disebuah mansion mewah yang pernah Xeena datangi sebelumnya.
Raiden turun dan membukakan pintu mobil untuk Xeena. Mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan Xeena. Namun Xeena hanya diam dan menatap tangan Raiden. Hingga akhirnya Raiden meraih tangan Xeena dan mengajak Xeena memasuki mansionnya. Langkah Xeena terasa berat saat Raiden menarik Xeena ke lantai atas. Kesebuah ruangan besar yang baru Xeena tahu adalah kamar Raiden.
"A-agera," Xeena memanggil Raiden pelan. Berharap Raiden berhenti melangkah dan menatapnya.
"Masuklah," ucap Raiden sambil berbalik menatap Xeena.
Xeena diam dan masih berdiri di pintu kamar. Melihat Raiden yang begitu santai memasuki kamar dan membuka jas kerjanya. Xeena menutup mata dengan tangannya, membalikkan badan dan memegang dadanya perlahan. Bayangan tubuh seksi Raiden kembali terlintas di benak Xeena. Membuat kedua pipi Xeena memerah dengan degup jantung yang kembali berdetak diatas rata-rata.
Raiden yang tak melihat Xeena masuk menoleh, menaikkan satu alisnya melihat Xeena yang membalikkan badan. Raiden menarik salah satu kaos tanpa memakainya dan berjalan mendekati Xeena. Mengetuk bahu Xeena lembut dan berkata pelan.
"Kenapa?"
"A-aku," Xeena berbalik cepat hingga tubuhnya membentur tubuh Raiden pelan. Pandangan Xeena langsung bertemu dengan mata Raiden.
"A-aku," ucap Xeena lagi sambil menundukan kepalanya. Namun rona merah itu kembali hadir saat mata Xeena kembali melihat tubuh seksi Raiden yang belum mengenakan pakaian.
Raiden yang melihat itu semua tersenyum tipis dan langsung menarik tangan Xeena memasuki kamar. Menutup pintu kamar dan menatap tubuh Xeena yang masih mengenakan pakaian pesta dari Violette.
"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Raiden lembut di telinga Xeena.
"Tidur," jawab Xeena cepat tanpa memikirkan jawabannya. "Ya ... tidur. Ti-tidur," ulang Xeena semakin grogi saat melihat tatapan Raiden yang mencoba mengerti.
"Baiklah, tidurlah di kamarku. Aku bisa tidur di kamar lain," ucap Raiden sambil melangkah meninggalkan Xeena.
Xeena memandang punggung Raiden yang telah menghilang dibalik pintu. Entah kenapa ada rasa kecewa dihati Xeena melihat Raiden yang kembali bersikap dingin padanya.
"Hah, dia begitu sulit dipahami." Xeena merebahkan tubuhnya ditempat tidur yang tak jauh darinya.
"Empuk, dan ... harum. Agera, ini wangi tubuh Agera,"Xeena tersenyum sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Mulai terlelap dengan perasaan senang dan nyaman. Tak lama kemudian Raiden masuk dan menutup pintu kamar. Melihat Xeena yang telah terlelap dengan tenang. Perlahan Raiden membuka selimut yang menutupi tubuh Xeena dan menggeleng pelan.
"Dia tak menukar pakaiannya? Pelayannn...!" teriak Raiden sedikit keras untuk memanggil para maid yang bekerja dirumahnya.
Ketukan pintu terdengar dan beberapa wanita paruh baya masuk. Menunduk diam karena takut dengan Raiden.
"Tukarkan baju calon istriku. Dan ingat, aku tak ingin dia terbangun karena pekerjaan kalian. Aku ingin dia tidur senyaman mungkin,"
"Mengerti, Tuan Muda."
***
Pagi ini Raiden telah siap dengan pakaian kerjanya. Melihat jam di pergelangan tangannya sambil membaca koran yang telah tergeletak di meja makan. Raiden mendesah saat Xeena tak kunjung turun dari kamar. Dengan langkah malas Raiden naik kelantai atas dan langsung menuju kamarnya. Mengetuk pintu beberapa kali dan menunggu Xeena membukakan pintu.
Hening. Xeena tak juga membuka pintu hingga akhirnya Raiden membuka pintu kamarnya pelan. Masuk dan berdiri menatap tubuh Xeena yang masih tergulung selimut dengan nyaman. Raiden menarik kursi di kamarnya dan menatap datar tubuh Xeena.
"Baiklah, aku akan menungumu sepuluh menit,"
Raiden keluar dari kamar dengan remote control ditangannya. Mendorong sebuah dinding hingga dinding itu berputar dan terbukalah sebuah ruangan. Ruangan perlengkapan untuk Xeena dan dirinya. Raiden berjalan dan menyusuri deretan baju yang telah ia siapkan untuk Xeena. Memilih salah satu setelan kerja lengkap dengan semua hal yang Xeena butuhkan untuk bekerja.
Raiden memerintahkan salah satu pelayannya untuk membawa semua yang Xeena butuhkan kedalam kamar. Tak lama Raiden ikut menyusul dan kembali menatap datar dengan pemandangan kamar yang masih sama. Raiden duduk dengan kesal hingga membuat pelayan yang membawa semua perlengkapan Xeena menjadi serba salah.
"Sudah lima belas menit," ucap Raiden pelan.
Pelayan tersebut maju dan menunduk. "Akan saya bangunkan, Tuan."
Raiden diam dan hanya menyilangkan kedua tangannya di dada. Melihat pelayannya membangunkan Xeena meski beberapa kali mendapat penolakan dari Xeena. Hingga Xeena kaget dan langsung duduk saat pelayan tersebut menyebut nama Raiden yang telah lama menunggunya.
Xeena duduk dan menatap Raiden yang juga tengah menatap datar dirinya. Dengan pelan dan senyum yang dibuat semanis mungkin, Xeena berdiri dengan rambut yang masih berantakan. Menyapa Raiden pelan meski Xeena belum membersihkan wajahnya. Membuat pelayan yang membangunkan Xeena tersenyum geli dan meninggalkan kamar.
"Se-selamat pagi, Agera."
Raiden berdecak kesal. "Dua puluh lima menit aku menunggumu. Kau terlihat sangat menikmati tidurmu meski semalam aku memaksamu untuk tinggal di mansionku. Baiklah, bersihkan dirimu dan pakai ini," Raiden menunjuk semua perlengkapan Xeena yang berada diatas meja.
Xeena berjalan mendekat dan memeriksa semua perlengkapan yang berada diatas meja. "Agera, ini pakaian kerja."
"Ya, lalu kenapa? Pakai dan aku tunggu dibawah."
"Ta-tapi aku tak bekerja, A-ge-ra," Xeena terbata saat melihat tatapan Raiden telah berubah.
"Mulai hari ini kau akan bekerja menjadi sekretarisku."
"Aku? Sekretarismu?" tanya Xeena tak percaya.
Raiden mengangguk. "Bergegaslah, kita akan telat jika kau hanya diam mematung,"
Xeena menggeleng. "Tidak, aku tak bisa menjadi sekretarismu," Xeena membayangkan wajah Raiden yang selalu membuatnya kesal dengan semua perintah mutlak yang tak bisa Xeena tolak.
Raiden menaikkan satu alisnya. "Aku tak menanyakan pendapat atau jawabanmu, Xeena. Aku ingin kau menjadi sekretarisku!"
Xeena masih tetap menggeleng. "Tidak, Agera. Aku tetap akan menolak. Kau bisa mencari sekretaris la-"
"Aku ingin dirimu, Xeena! Hanya satu bulan saja,"
"Ta-"
"Dua puluh lima juta dolar," potong Raiden dengan menyebutkan angka nominal yang tak sedikit untuk Xeena.
Xeena terbelalak. "Du-dua puluh lima juta dolar satu bulan?"
Raiden menatap datar. "Masih kurang?"
Xeena menggeleng dan tersenyum. "Tentu saja tidak. Baiklah aku akan turun dengan cepat." Xeena mendorong tubuh Raiden agar keluar kamar.
"Tunggu saja dibawah, karena aku akan siap dalam waktu singkat," tambah Xeena saat menutup pintu kamar dengan senyum manis saat Raiden menatapnya heran.
Lima belas menit kemudian Xeena turun dengan tergesa-gesa, menarik tangan Raiden keluar mansion menuju mobil Raiden yang terparkir. Xeena diam dan melihat deretan mobil yang ada di depan matanya. Semua berjejer rapi dengan mewah.
"Ini...,"
"Kita pakai mobil ini," Raiden menarik tangan Xeena menuju salah satu mobilnya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Menuju sebuah perusahaan terbesar yang ada di London. Xeena hanya diam saat melihat tulisan "Calisto Group" yang terpampang besar dengan rapi. Raiden turun dengan cepat tanpa menunggu Xeena. Membuat Xeena sedikit belari untuk menyamakan langkahnya dengan Raiden.
Tatapan takut dan heran terlihat jelas di wajah para karyawan Calisto. Takut karena kedatangan Raiden yang tiba-tiba dan heran karena Raiden datang bersama seorang wanita. Xeena yang memperhatikan itu kini juga menatap heran. Hingga saat Xeena berdiri di samping Raiden yang tiba-tiba berhenti karena tatapan para karyawan.
"Apa yang kalian lihat? Ini bukan waktu untuk bersantai! Aku membayar kalian untuk bekerja!"
Hening! Semua karyawan kembali duduk dan bekerja. Xeena kembali mengikuti langkah Raiden yang memasuki sebuah lift. Menuju lantai 40 dengan keheningan yang mendominasi. Lift terbuka dan dengan cepat Raiden melangkah. Memasuki sebuah ruangan besar dan langsung duduk untuk bekerja.
Xeena kembali bingung karena baru pertama kali bekerja di Calisto. Duduk dimeja kerjanya yang tak jauh dari meja Raiden.
"A-agera," panggil Xeena pelan.
"Hmm," jawab Raiden tanpa menoleh.
"Mmm, aku bingung apa yang harus aku lakukan? Ini pertama kali aku be-""Cukup temani aku disini."
"..."
Xeena bengong dengan jawaban Raiden. Sungguh diluar perkiraan Xeena. Xeena sempat berpikir Raiden akan memberinya setumpuk file yang cukup membuat sakit kepala. Namun nyatanya sekarang, Xeena hanya duduk diam dan melihat Raiden bekerja. Lebih tepatnya, Xeena hanya menemani Raiden bekerja.
Telepon dimeja Xeena berdering membuat Xeena berjengkit kaget karena takut menganggu konsentrasi Raiden. Xeena mengangkat telepon tersebut dan memandang Raiden dengan semua yang telah ia dengar dari suara diujung sana. Xeena menutup telepon tersebut dan langsung berjalan mendekati Raiden.
"Age ... ah, maksudku Pak Agera. Ada klien datang dan tengah menunggu kita terkait kerjasama perusahaan yang akan kita laksanakan."
Raiden diam dan mendengarkan perkataan Xeena. "Kerjasama?"
Xeena mengangguk. "Sekretaris perusahaan yang lama baru saja memberitahukan semuanya. Dan semua file sudah ada dimeja Bapak,"
"Mereka tak pernah melaporkan itu padaku," Raiden mengambil tumpukan map yang tergeletak di mejanya.
Xeena diam karena tak tahu harus menjawab apa.
"Kita pergi sekarang," ucap Raiden sambil menyerahkan dokumen yang terkait pada Xeena.
Xeena menerima dokumen dari tangan Raiden dan mengikuti langkah Raiden sambil membaca dokumen ditangannya. Xeena berpikir harus tahu isi dokumen tersebut untuk mempermudah pekerjaannya. Hingga tak terasa mereka telah berada diruangan rapat. Xeena berdiri tak jauh dari Raiden dan menyiapkan beberapa keperluan rapat.
Hingga sebuah ketukan pintu membuat Xeena dan Raiden menoleh.
Seorang pria masuk diikuti oleh satu wanita asing dan satu karyawan Calisto."Rex," panggil Xeena pelan.
Pria itu menoleh dan menunjuk Xeena. "Xeena...,"
Xeena dan Rex sama-sama melangkah mendekat. Rex merentangkan tangannya untuk memeluk Xeena sebagai salam pertemuan. Namun baru beberapa langkah mereka mendekat, Raiden dengan cepat pula berdiri diantara mereka. Membuat Rex menurunkan tangannya dan menatap horor. Membuat Xeena berhenti melangkah dan menatap heran dengan sikap Raiden.
"Ini kantorku, bukan tempat melepas kerinduan," ucap Raiden dingin.
"Age-"
"Nona Xeena, aku tahu kau begitu bahagia bertemu tunanganmu. Tapi hari ini kau sedang bekerja untukku. Kau sekretarisku dan berada di kantorku," Raiden menekankan kata tunangan dengan jelas.
Xeena menatap kesal dan kembali pada posisi semula. Sedangkan Rex masih berdiri dan menatap tak suka pada Raiden.
"Silahkan duduk, Mr. Rex," ucap Raiden sambil menunjuk sebuah kursi.
Rex duduk dengan mata yang masih menatap Xeena. Tersenyum lembut dan dibalas dengan senyum manis oleh Xeena. Raiden memperhatikan tatapan Rex dan Xeena bergantian. Mendesah kasar dengan meletakkan map yang sudah Xeena siapkan dengan kasar di depan Rex.
"Mohon baca surat kerjasama kita," ucap Raiden kesal.
Rex mengambil map didepannya. Membaca perlahan dan diam berpikir berulang-ulang. "Mr. Raiden, bukankah ini keterlaluan?"
Raiden tersenyum sinis pada Rex. "Kenapa? Ada masalah?"
Rex membaca ulang map ditangannya. "Bukankah ini terlalu menguntungkan perusahaanmu? Keuntunganmu melebihi dari 20% Mr. Raiden,"
Raiden tertawa kecil. "Benar. Perusahaanku tak akan bekerjasama dengan perusahaan yang tak bisa memberikan keuntungan besar."
Xeena yang belum mengerti hanya menatap takut dengan suasana dingin yang tercipta. Raiden dan Rex saling menatap tajam seakan-akan siap saling membunuh satu sama lain.
"Turunkan keuntungan yang kau minta, kami akan memberimu 15% ditambah perkembangan anak sahammu yang lain." Rex mencoba melunakkan kesombongan Raiden.
Raiden menggeleng. "Maaf Mr. Rex. Sahamku telah tinggi di pasaran dan aku tak berminat menambah cabang atau pun menamamkan saham di perusahaan keluarga Acacio."
Rex diam dan berdiri. Mendorong map didepannya hingga bergeser kedepan Raiden. "Kami membatalkan kerjasama dengan perusahaan Calisto," Rex keluar diikuti wanita asing yang datang besamanya.
Raiden tersenyum puas akan semua. "Bagus sekali. Aku juga tak berniat bekerjasama dengan perusahaanmu. Atau aku akan sakit kepala melihatmu menggoda calon istriku. Itu benar-benar membuatku pusing jika sampai terjadi."
Xeena memandang aneh pada Raiden yang tengah duduk dan tersenyum. Kehilangan kontrak atau batalnya kerjasama harusnya membuat Raiden kesal. Tapi yang dilihat Xeena justru sebaliknya. Astaga, dia ini kenapa? Apakah dia masih waras? Dia baru saja membatalkan kontrak yang akan terjadi. Itu berarti dia kehilangan milyaran dolar untuk keuntungan perusahaannya. Aku benar-benar tak mengerti pikirannya. "Xeena," Raiden menoleh dan memanggil Xeena pelan."Ya, Pak.""Berhenti memanggilku Pak. Kita pergi sekarang,""Kemana?" tanya Xeena dengan wajah polos.
Xeena masih duduk di Cameroon cafe dengan tangan menghitung kekayaan Raiden. Sedangkan Violette telah lebih dulu pergi karena ada sesuatu yang hendak ia urus. "I-itu berarti, jumlah pemasukannya perbulan sudah tak terhitung? Dia, kaya sekali ya...," gumam Xeena pelan. Tanpa memperhatikan pandangan orang-orang di sekitarnya, Xeena masih menikmati pesanannya yang belum ia habiskan. Saat seorang pria tiba-tiba saja duduk di depannya, Xeena terkejut dan langsung tersedak makanan yang baru saja ia makan. "A-agera," "Hmm," tanpa memperhatikan Xeena, Raiden ikut memesan secan
Acara pesta pernikahan itu telah usai. Xeena membuka gaunnya dikamar Raiden dengan pikiran berkecamuk. Sedangkan Raiden berada dikamar sebelah tengah menikmati sebuah wine di tangannya."Erian Statesfied, orang kepercayaan Gilhive. Bukankah ini sangat aneh? Gilhive, hanyalah sebuah perusahaan kecil yang tak memiliki banyak kelebihan. Tapi semua tentang keluarga Gilhive seakan tertutup rapi meski aku mencari tahu tentang mereka secara mendetail."Raiden kembali mengingat orang-orang Gilhive yang mengikuti kepergian Erian pasca pesta tadi pagi. Bagaimana mungkin keamanan Raiden dapat dilewati begitu saja oleh keluarga Gilhive? Bagaimana mungkin orang-orang Gilhive dapat masuk ke p
Xeena menatap handphonenya karena baru saja selesai mengirim alamat pada Rex. Setelah menukar pakaian dan mengikat rambut panjangnya, Xeena turun dari atas menuju lantai pertama dengan cepat. Langkah Xeena kembali terhenti saat Raiden lagi-lagi menarik satu tangan Xeena."Aku tak mengijinkanmu bertemu dengannya," ucap Raiden dingin."Apa masalahmu? Ini bukan urusanmu!" Xeena menarik tangannya namun Raiden masih menggengam erat, membuat Xeena menahan sakit di pergelangam tangannya."Lepas, Agera! Ini sakit," pinta Xeena dengan nada memohon.Raiden menggeleng. "Akan kulepaskan j
Rex mengantarkan Xeena sampai di depan Mansion Raiden. Melihat wajah Xeena yang masih tertidur pulas, membuat senyum di wajah Rex kian mengembang."Harusnya aku yang melihat wajah cantik dan senyummu setiap hari, Na." Rex mengelus wajah Xeena sesaat.Suatu pergerakan kecil karena elusan tangannya membuat Rex menahan napas meski hanya sesaat. Namun saat mata Xeena tetap terpejam, Rex bernapas lega."Na, kita sudah sampai. Hei, kau bisa mendengarku?"Hening, Xeena tetap terlelap dengan pulasnya. Rex tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Keluar dari mobil dan berputar meng
"Benar, aku hanya perlu mengunjungi paman Alex untuk mengunjungimu, Xeena. Mungkin aku akan kembali ke Itali untuk beberapa saat, tapi aku akan tetap menemuimu di Paris, Xeena. Jadi bisakah kau menungguku?"Rex tersenyum penuh arti lalu mengeluarkan sebuah kalung dari sakunya. Sebuah kalung yang bertuliskan nama Xeena dengan taburan batu manik yang indah. Rex tersenyum saat mengingat pertama kali ia bertemu dengan Xeena. Lalu pada kalung Xeena yang jatuh dan ia simpan hingga kini."Aku sangat bersyukur saat aku bertemu denganmu saat itu. Kau gadis yang tak peduli pada siapapun meski baru kutahu bahwa kau adalah calon istriku dulu." Rex tersenyum manis laku memegang dadanya."Aozora Xeena Gilhive adalah calon istri dari Rex Benedict Acacio. Tapi kenapa sekarang namamu berganti menjadi N
Raiden turun dari kamar Xeena dan melangkahkan kaki menuju meja makan. Michael Gilhive dan Fiona Eilie sudah menunggunya dengan tersenyum. Raiden menundukkan badannya sedikit dan ikut duduk bersama mereka. Karena tak terbiasa dengan semuanya, Raiden terlihat kaku karena tak mengenal keluarga Xeena dengan baik.Tak lama Xeena ikut turun dari kamarnya. Lalu duduk di samping Raiden. Tatapan lembut dari Fiona membuat Xeena diam membeku. Bagaimana tidak? Xeena tahu pernikahan Ayahnya sudah lumayan lama. Tapi nyatanya, foto pernikahan Ayahnya dan istri barunya sama sekali tak terpampang di ruang utama atau pun keluarga. Ya, hanya foto pernihakan Ayah dan ibunya lah yang tetap terpasang rapi."Kami tak akan merubah hal-hal yang kau sukai dengan yang kau be
Alysia tertawa dengan jawaban Raiden yang ambigu. "Raiden, tak ada persahabatan yang tulus tanpa cinta antara pria dan wanita. Lebih baik kau cepat menyadarinya sebelum semua terlambat, Mr. Calisto!"Raiden menatap tak suka dengan perkataan Alysia. "Tidak. Aku tak mencintainya, Alysia! Aku-"Alysia tertawa. "Aku tak mengatakan kau mencintai Xeena, Raiden. Lagi pula, dia adalah istrimu. Bukankah sudah seharusnya kau mencintainya?"Raiden tetap bersikukuh pada pendapatnya. "Tidak Alysia. Tak ada cinta lagi dalam hidupku. Aku tak mungkin mencintai gadis seperti dia. Gadis lurus tanpa body dan keras kepala bagai batu!" lanjut Raiden dalam hati."Benarkah? Benarkah, kau tak mencintainya?" tanya Alysia menggoda.
Bukankah cinta itu benar-benar nyata keindahannya? Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu menyebut namanya meski matanya tak pernah tertuju pada kita. Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu bersikap tegar dan berdiri dengan senyum dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Meski itu luka, meski itu air mata dan meski itu derita yang ia tawarkan.Aku, Aozora Xeena Gilhive, aku akhiri kisahku dengan goresan tinta emas yang ia suguhkan. Segala kemewahan dan sangkar emas yang ia tawarkan padaku hingga mematahkan sayapku untuk terbang. Dia, tetap seakan tak tersentuh dan tetap utuh layaknya salju yang tak akan mencair meski di musim panas.Aku tak ingin seperti ini. Sendiri dan sepi. Hingga aku memutuskan untuk meraihnya dalam sangkar emas yang ia ciptakan. Aku akan m
Satu tahun kemudian semua kehidupan seakan berubah. Banyak hal yang terjadi hingga kebahagiaan begitu terpancar di wajah mereka. Rex tersenyum penuh sayang saat mata itu kecil yang bening itu menatapnya tanpa berkedip."Panggil aku Daddy." Rex menatap bayi laki-laki yang tengah menatapnya.Xeena menggeleng dan mengusap rambut anak kecil tersebut. "Kau membuatnya takut, Rex."Rex tersenyum. "Kau dengar kan jagoan? Panggil aku Daddy karena aku adalah Daddymu.""Omong kosong apa yang kau katakan pada Putraku, Rex!" potong Raiden tiba-tiba saat Raiden baru saja pulang dan mendengar semua kata-kata Rex.Rex menoleh. "Kenapa? Bukankah itu benar? Dia sangat mirip denganku." Rex menggendong
Raiden melangkah pelan lalu kemudian mempercepat langkahnya. Xeena yang melihat itu berlari mempersempit jarak di antara mereka. Saat Raiden merentangkan kedua tangannya, Xeena masuk dalam pelukan Raiden. Mereka saling memeluk erat tanpa memperhatikan sekitarnya.Tak ada kata yang terucap. Keduanya saling diam hingga mereka kembali duduk di sebuah cafe dan saling berhadapan. Raiden tersenyum tipis dan menatap mata Xeena lekat."Kenapa kau menyusulku?" tanya Raiden memecah kebisuan."Itu,"Xeena diam dan tak melanjutkan kata-katanya. Apa yang harus ia katakan? Bukankah aneh jika ia langsung mengatakan bahwa dirinya mencintai Riaden.
Raiden menatap tiket pesawat di tangannya lalu membalikkan badannya. Duduk di bangku antrian dan menatap kosong di depan."Semua telah berakhir, Raiden. Semua telah berakhir. Kau dapatkan apa yang kau tuai," batin Raiden.***Sedangkan di dalam pesta. Xeena menoleh kebelakang saat sosok Raiden berjalan gontai meninggalkan pestanya. Xeena terpaku pada kotak cincin yang berada di lantai tak jauh darinya. Xeena melangkah dan memungut kotak itu. Membukanya dan menatap lama."Agera," ucap Xeena lirih."Kau menyesali keputusanmu?" tanya Rex jelas.Xeena menoleh dan mencoba menyembunyikan kotak cincin d
Xeena menutup pintu kamarnya dan memegang dadanya. Detak jantungnya bahkan belum berdetak normal semenjak ia bertemu Raiden. Sangat tak disangka, Raiden menautkan tangannya erat. Hal itu membuat hati Xeena terenyuh. Xeena menatap tangannya, pada sebuah cincin pernikahan yang masih terpasang di jarinya."Kau datang lebih cepat dari yang aku pikirkan. Dan kita bertemu lebih cepat dari yang aku duga."Xeena Bejalan menuju meja riasnya dan melepaskan cincin di jarinya. "Tidak. Semua telah berakhir. Aku telah berusaha selama ini. Dan aku harus kuat di depan matamu. Bahwa kau memang sudah tak berarti di hidupku!"Xeena diam sesaat, menetralkan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Ini sudah sangat lama, usaha yang Xeena lakukan untuk melupakan Raiden terlihat sia-sia hari ini. Nyatanya
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu. Raiden terpuruk dalam rasa kehilangan. Hatinya merasa kosong sejak ia tak dapat menemukan Xeena. Raiden bahkan membayar beberapa orang mencari keberadaan Xeena di London namun tak ada yang dapat menemukan Xeena. Xeena menghilang dan tak ada satupun yang bisa menghubunginya.Berkali-kali Raiden mendatangi Violette dan Nathan namun nyatanya mereka berdua bungkam. Ketakutan Raiden semakin menjadi saat Rex ikut menghilang bersamaan dengan hilangnya Xeena. Ancaman yang Rex berikan selalu terngiang di telinga Raiden. Hal itu membuat Raiden tak dapat hidup dengan tenang.Seperti malam ini, Raiden terjaga dari tidurnya dan duduk termangu dengan segelas wine di tangannya. Ingatannya kembali pada masa saat tangannya menggenggam tangan Xeena."Na, aku
Raiden tertunduk lesu dan berpikir. Menimbang semua pilihan dan dampak untuk hidupnya. Sekilas wajah Xeena terbanyang, senyum itu, tawa itu, akankah dia akan merindukannya?""Tidak, kontrak itu masih berjalan. Keluarga Xeena tak akan mampu membayar denda yang aku minta." ucap Raiden dalam hati."Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Raiden lirih.Michael tertawa. "Kenapa kau lakukan itu pada Anakku?"Raiden mendongak mendapati pertanyaan yang sama. "Aku tak tahu apa maksudmu,""Jangan berpura-pura lagi. Kau tak pernah menikah dengan anakku! Semua hanya kontrak!"Deg! Mata Raiden terbelalak sesaat. Pandangannya luruh dengan tawa ke
Satu minggu setelah pertengkaran itu, Raiden terlihat sangat sibuk. Xeena pun terlihat sama. Pagi ini, Raiden menatap menu sarapan paginya yang dibuatkan oleh Xeena. Raiden duduk di meja makan dan menatap Xeena yang terlihat menikmati makanannya tanpa sepatah kata pun."Aku minta maaf," ucap Raiden dingin memecah kebisuan.Xeena mendongak, menatap Raiden sesaat lalu kembali pada makanannya..Merasa tak ada tanggapan, Raiden menatap Xeena lama. "Kau tak dengar?""..." Xeena tetap diam."Jangan mendiamkan aku Xeena! Kau seperti orang bisu yang tak bisa bicara! Kau bahkan sudah mengabaikanku selama satu minggu!"Xeena meletakkan sendok
Raiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kata-kata rex terngiang jelas di telinganya."Tidak!Dia hanya milikku." batin Raiden keras. Raiden mendesah kasar dan berpikir lagi secara logis. "Bukankah ini yang aku mau? Aku tak inginkan Xeena berada di sisiku. Tapi aku juga tak ingin Xeena menjadi milik siapa pun. Aku tak ingin ada satu orangpun memiliki dirinya."Raiden terus saja berpikir tanpa memperhatikan semua hal yang Rebecca bicarakan. Hatinya terasa nyeri saat membayangkan xeena tersenyum dalam pelukan Rex. "Haruskah aku melepaskanmu? Bukankah ini yang aku inginkan. Aku sangat yakin bahwa ini yang aku inginkan. Aku tak ingin ada cinta di hatimu, aku tak ingin kau memiliki perasaan itu. Karena kita hanya sebatas kontrak. Ya, kita hanya sebatas kontrak. Dan hal yang kulakukan