Xeena memandang aneh pada Raiden yang tengah duduk dan tersenyum. Kehilangan kontrak atau batalnya kerjasama harusnya membuat Raiden kesal. Tapi yang dilihat Xeena justru sebaliknya. Astaga, dia ini kenapa? Apakah dia masih waras? Dia baru saja membatalkan kontrak yang akan terjadi. Itu berarti dia kehilangan milyaran dolar untuk keuntungan perusahaannya. Aku benar-benar tak mengerti pikirannya.
"Xeena," Raiden menoleh dan memanggil Xeena pelan.
"Ya, Pak."
"Berhenti memanggilku Pak. Kita pergi sekarang,"
"Kemana?" tanya Xeena dengan wajah polos.
Xeena masih duduk di Cameroon cafe dengan tangan menghitung kekayaan Raiden. Sedangkan Violette telah lebih dulu pergi karena ada sesuatu yang hendak ia urus. "I-itu berarti, jumlah pemasukannya perbulan sudah tak terhitung? Dia, kaya sekali ya...," gumam Xeena pelan. Tanpa memperhatikan pandangan orang-orang di sekitarnya, Xeena masih menikmati pesanannya yang belum ia habiskan. Saat seorang pria tiba-tiba saja duduk di depannya, Xeena terkejut dan langsung tersedak makanan yang baru saja ia makan. "A-agera," "Hmm," tanpa memperhatikan Xeena, Raiden ikut memesan secan
Acara pesta pernikahan itu telah usai. Xeena membuka gaunnya dikamar Raiden dengan pikiran berkecamuk. Sedangkan Raiden berada dikamar sebelah tengah menikmati sebuah wine di tangannya."Erian Statesfied, orang kepercayaan Gilhive. Bukankah ini sangat aneh? Gilhive, hanyalah sebuah perusahaan kecil yang tak memiliki banyak kelebihan. Tapi semua tentang keluarga Gilhive seakan tertutup rapi meski aku mencari tahu tentang mereka secara mendetail."Raiden kembali mengingat orang-orang Gilhive yang mengikuti kepergian Erian pasca pesta tadi pagi. Bagaimana mungkin keamanan Raiden dapat dilewati begitu saja oleh keluarga Gilhive? Bagaimana mungkin orang-orang Gilhive dapat masuk ke p
Xeena menatap handphonenya karena baru saja selesai mengirim alamat pada Rex. Setelah menukar pakaian dan mengikat rambut panjangnya, Xeena turun dari atas menuju lantai pertama dengan cepat. Langkah Xeena kembali terhenti saat Raiden lagi-lagi menarik satu tangan Xeena."Aku tak mengijinkanmu bertemu dengannya," ucap Raiden dingin."Apa masalahmu? Ini bukan urusanmu!" Xeena menarik tangannya namun Raiden masih menggengam erat, membuat Xeena menahan sakit di pergelangam tangannya."Lepas, Agera! Ini sakit," pinta Xeena dengan nada memohon.Raiden menggeleng. "Akan kulepaskan j
Rex mengantarkan Xeena sampai di depan Mansion Raiden. Melihat wajah Xeena yang masih tertidur pulas, membuat senyum di wajah Rex kian mengembang."Harusnya aku yang melihat wajah cantik dan senyummu setiap hari, Na." Rex mengelus wajah Xeena sesaat.Suatu pergerakan kecil karena elusan tangannya membuat Rex menahan napas meski hanya sesaat. Namun saat mata Xeena tetap terpejam, Rex bernapas lega."Na, kita sudah sampai. Hei, kau bisa mendengarku?"Hening, Xeena tetap terlelap dengan pulasnya. Rex tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Keluar dari mobil dan berputar meng
"Benar, aku hanya perlu mengunjungi paman Alex untuk mengunjungimu, Xeena. Mungkin aku akan kembali ke Itali untuk beberapa saat, tapi aku akan tetap menemuimu di Paris, Xeena. Jadi bisakah kau menungguku?"Rex tersenyum penuh arti lalu mengeluarkan sebuah kalung dari sakunya. Sebuah kalung yang bertuliskan nama Xeena dengan taburan batu manik yang indah. Rex tersenyum saat mengingat pertama kali ia bertemu dengan Xeena. Lalu pada kalung Xeena yang jatuh dan ia simpan hingga kini."Aku sangat bersyukur saat aku bertemu denganmu saat itu. Kau gadis yang tak peduli pada siapapun meski baru kutahu bahwa kau adalah calon istriku dulu." Rex tersenyum manis laku memegang dadanya."Aozora Xeena Gilhive adalah calon istri dari Rex Benedict Acacio. Tapi kenapa sekarang namamu berganti menjadi N
Raiden turun dari kamar Xeena dan melangkahkan kaki menuju meja makan. Michael Gilhive dan Fiona Eilie sudah menunggunya dengan tersenyum. Raiden menundukkan badannya sedikit dan ikut duduk bersama mereka. Karena tak terbiasa dengan semuanya, Raiden terlihat kaku karena tak mengenal keluarga Xeena dengan baik.Tak lama Xeena ikut turun dari kamarnya. Lalu duduk di samping Raiden. Tatapan lembut dari Fiona membuat Xeena diam membeku. Bagaimana tidak? Xeena tahu pernikahan Ayahnya sudah lumayan lama. Tapi nyatanya, foto pernikahan Ayahnya dan istri barunya sama sekali tak terpampang di ruang utama atau pun keluarga. Ya, hanya foto pernihakan Ayah dan ibunya lah yang tetap terpasang rapi."Kami tak akan merubah hal-hal yang kau sukai dengan yang kau be
Alysia tertawa dengan jawaban Raiden yang ambigu. "Raiden, tak ada persahabatan yang tulus tanpa cinta antara pria dan wanita. Lebih baik kau cepat menyadarinya sebelum semua terlambat, Mr. Calisto!"Raiden menatap tak suka dengan perkataan Alysia. "Tidak. Aku tak mencintainya, Alysia! Aku-"Alysia tertawa. "Aku tak mengatakan kau mencintai Xeena, Raiden. Lagi pula, dia adalah istrimu. Bukankah sudah seharusnya kau mencintainya?"Raiden tetap bersikukuh pada pendapatnya. "Tidak Alysia. Tak ada cinta lagi dalam hidupku. Aku tak mungkin mencintai gadis seperti dia. Gadis lurus tanpa body dan keras kepala bagai batu!" lanjut Raiden dalam hati."Benarkah? Benarkah, kau tak mencintainya?" tanya Alysia menggoda.
Xeena terdiam mendengar semua penjelasan Ayahnya. Pria di sampingnya, Raiden. Tiba-tiba Mengengam erat tangannya. Menyelipkan jari-jarinya pada ruang kosong tangannya. Xeena menoleh sesaat untuk memastikan bahwa Raiden juga tengah menatapnya. Namun ternyata Raiden memandang jauh keluar meski tangannya menggengam erat tangan Xeena.Lain lagi dengan Rex, pria ini tersenyum manis dan menatap teduh Xeena. Senyum yang terukir dari sebuah penyesalan atas pilihannya melanjutkan study saat itu. Siapa yang akan menyangka, kedatangannya ke London dan pertemuannya dengan Xeena pertama kali sudah membuat hatinya tertarik. Pertemuannya di dalam lift hotel mewah membawa Rex pada sebuah kenyataan yang tak pernah ia bayangkan. Seorang wanita yang begitu menarik di matanya ternyata adalah wanita yang akan menjadi calon istrinya dalam perjodohan berapa tahun yang lalu.
Bukankah cinta itu benar-benar nyata keindahannya? Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu menyebut namanya meski matanya tak pernah tertuju pada kita. Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu bersikap tegar dan berdiri dengan senyum dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Meski itu luka, meski itu air mata dan meski itu derita yang ia tawarkan.Aku, Aozora Xeena Gilhive, aku akhiri kisahku dengan goresan tinta emas yang ia suguhkan. Segala kemewahan dan sangkar emas yang ia tawarkan padaku hingga mematahkan sayapku untuk terbang. Dia, tetap seakan tak tersentuh dan tetap utuh layaknya salju yang tak akan mencair meski di musim panas.Aku tak ingin seperti ini. Sendiri dan sepi. Hingga aku memutuskan untuk meraihnya dalam sangkar emas yang ia ciptakan. Aku akan m
Satu tahun kemudian semua kehidupan seakan berubah. Banyak hal yang terjadi hingga kebahagiaan begitu terpancar di wajah mereka. Rex tersenyum penuh sayang saat mata itu kecil yang bening itu menatapnya tanpa berkedip."Panggil aku Daddy." Rex menatap bayi laki-laki yang tengah menatapnya.Xeena menggeleng dan mengusap rambut anak kecil tersebut. "Kau membuatnya takut, Rex."Rex tersenyum. "Kau dengar kan jagoan? Panggil aku Daddy karena aku adalah Daddymu.""Omong kosong apa yang kau katakan pada Putraku, Rex!" potong Raiden tiba-tiba saat Raiden baru saja pulang dan mendengar semua kata-kata Rex.Rex menoleh. "Kenapa? Bukankah itu benar? Dia sangat mirip denganku." Rex menggendong
Raiden melangkah pelan lalu kemudian mempercepat langkahnya. Xeena yang melihat itu berlari mempersempit jarak di antara mereka. Saat Raiden merentangkan kedua tangannya, Xeena masuk dalam pelukan Raiden. Mereka saling memeluk erat tanpa memperhatikan sekitarnya.Tak ada kata yang terucap. Keduanya saling diam hingga mereka kembali duduk di sebuah cafe dan saling berhadapan. Raiden tersenyum tipis dan menatap mata Xeena lekat."Kenapa kau menyusulku?" tanya Raiden memecah kebisuan."Itu,"Xeena diam dan tak melanjutkan kata-katanya. Apa yang harus ia katakan? Bukankah aneh jika ia langsung mengatakan bahwa dirinya mencintai Riaden.
Raiden menatap tiket pesawat di tangannya lalu membalikkan badannya. Duduk di bangku antrian dan menatap kosong di depan."Semua telah berakhir, Raiden. Semua telah berakhir. Kau dapatkan apa yang kau tuai," batin Raiden.***Sedangkan di dalam pesta. Xeena menoleh kebelakang saat sosok Raiden berjalan gontai meninggalkan pestanya. Xeena terpaku pada kotak cincin yang berada di lantai tak jauh darinya. Xeena melangkah dan memungut kotak itu. Membukanya dan menatap lama."Agera," ucap Xeena lirih."Kau menyesali keputusanmu?" tanya Rex jelas.Xeena menoleh dan mencoba menyembunyikan kotak cincin d
Xeena menutup pintu kamarnya dan memegang dadanya. Detak jantungnya bahkan belum berdetak normal semenjak ia bertemu Raiden. Sangat tak disangka, Raiden menautkan tangannya erat. Hal itu membuat hati Xeena terenyuh. Xeena menatap tangannya, pada sebuah cincin pernikahan yang masih terpasang di jarinya."Kau datang lebih cepat dari yang aku pikirkan. Dan kita bertemu lebih cepat dari yang aku duga."Xeena Bejalan menuju meja riasnya dan melepaskan cincin di jarinya. "Tidak. Semua telah berakhir. Aku telah berusaha selama ini. Dan aku harus kuat di depan matamu. Bahwa kau memang sudah tak berarti di hidupku!"Xeena diam sesaat, menetralkan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Ini sudah sangat lama, usaha yang Xeena lakukan untuk melupakan Raiden terlihat sia-sia hari ini. Nyatanya
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu. Raiden terpuruk dalam rasa kehilangan. Hatinya merasa kosong sejak ia tak dapat menemukan Xeena. Raiden bahkan membayar beberapa orang mencari keberadaan Xeena di London namun tak ada yang dapat menemukan Xeena. Xeena menghilang dan tak ada satupun yang bisa menghubunginya.Berkali-kali Raiden mendatangi Violette dan Nathan namun nyatanya mereka berdua bungkam. Ketakutan Raiden semakin menjadi saat Rex ikut menghilang bersamaan dengan hilangnya Xeena. Ancaman yang Rex berikan selalu terngiang di telinga Raiden. Hal itu membuat Raiden tak dapat hidup dengan tenang.Seperti malam ini, Raiden terjaga dari tidurnya dan duduk termangu dengan segelas wine di tangannya. Ingatannya kembali pada masa saat tangannya menggenggam tangan Xeena."Na, aku
Raiden tertunduk lesu dan berpikir. Menimbang semua pilihan dan dampak untuk hidupnya. Sekilas wajah Xeena terbanyang, senyum itu, tawa itu, akankah dia akan merindukannya?""Tidak, kontrak itu masih berjalan. Keluarga Xeena tak akan mampu membayar denda yang aku minta." ucap Raiden dalam hati."Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Raiden lirih.Michael tertawa. "Kenapa kau lakukan itu pada Anakku?"Raiden mendongak mendapati pertanyaan yang sama. "Aku tak tahu apa maksudmu,""Jangan berpura-pura lagi. Kau tak pernah menikah dengan anakku! Semua hanya kontrak!"Deg! Mata Raiden terbelalak sesaat. Pandangannya luruh dengan tawa ke
Satu minggu setelah pertengkaran itu, Raiden terlihat sangat sibuk. Xeena pun terlihat sama. Pagi ini, Raiden menatap menu sarapan paginya yang dibuatkan oleh Xeena. Raiden duduk di meja makan dan menatap Xeena yang terlihat menikmati makanannya tanpa sepatah kata pun."Aku minta maaf," ucap Raiden dingin memecah kebisuan.Xeena mendongak, menatap Raiden sesaat lalu kembali pada makanannya..Merasa tak ada tanggapan, Raiden menatap Xeena lama. "Kau tak dengar?""..." Xeena tetap diam."Jangan mendiamkan aku Xeena! Kau seperti orang bisu yang tak bisa bicara! Kau bahkan sudah mengabaikanku selama satu minggu!"Xeena meletakkan sendok
Raiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kata-kata rex terngiang jelas di telinganya."Tidak!Dia hanya milikku." batin Raiden keras. Raiden mendesah kasar dan berpikir lagi secara logis. "Bukankah ini yang aku mau? Aku tak inginkan Xeena berada di sisiku. Tapi aku juga tak ingin Xeena menjadi milik siapa pun. Aku tak ingin ada satu orangpun memiliki dirinya."Raiden terus saja berpikir tanpa memperhatikan semua hal yang Rebecca bicarakan. Hatinya terasa nyeri saat membayangkan xeena tersenyum dalam pelukan Rex. "Haruskah aku melepaskanmu? Bukankah ini yang aku inginkan. Aku sangat yakin bahwa ini yang aku inginkan. Aku tak ingin ada cinta di hatimu, aku tak ingin kau memiliki perasaan itu. Karena kita hanya sebatas kontrak. Ya, kita hanya sebatas kontrak. Dan hal yang kulakukan