"Hei, apa yang kau lihat?" tanya Raiden lembut di telinga Xeena.
Pipi Xeena bersemu merah saat tubuh Raiden semakin dekat. Mata Xeena tertuju pada tubuh Raiden yang begitu dekat dengan tubuhnya. Glek! Xeena menelan air liurnya menyaksikan oto-otot perut Raiden yang terbentuk indah. "Demi apa pun, kenapa pria mesum di depanku ini memiliki tubuh yang seksi? Oh, otot itu ... bolehkah aku menyentuhnya?"
Tanpa sadar tangan Xeena terulur mendekati perut Raiden. Raiden yang tengah memperhatikan itu menaikkan satu alisnya. Tersenyum tipis saat melihat rona merah di wajah Xeena. Grep! Raiden menangkap dan menggenggam tangan Xeena.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Raiden dingin.
Xeena tersadar dan menggelengkan kepalanya. Melihat tangannya yang telah berada didalam genggaman tangan Raiden. "A-aku, aku...,"
"Kau ingin menyentuhku? Menyentuh tubuhku? Dengan tubuh triplekmu?"
Xeena menarik tangannya dari genggaman Raiden. "Si-siapa yang ingin menyentuhmu? Ak-aku,"
"Aku???" Raiden mengulang kata-kata Xeena dan menatap tubuh Xeena yang sedikit rendah dari tubuhnya. "Dia mungil." ucap Raiden didalam hati.
"Ak-aku, ah ... sudahlah. Bagaimana denganmu? Kenapa kau masuk di ruangan gantiku? Kau-" jari telunjuk Xeena mengacung tepat di wajah Raiden.
Raiden memotong perkataan Xeena cepat. "Karena kau meminta tolong untuk mengancingkam bajumu. Dan hanya ada aku di ruangan ini,"
Xeena mendengus sebal. "Alasa-"
Raiden mendorong kepala Xeena pelan dengan jari telunjuknya. "Bersihkan otakmu dari tingkat kemesuman. Sudah kukatakan, aku tak tertarik dengan tubuh triplekmu,"
Raiden membalikkan badannya. Xeena mendengus kesal dan ikut membalikkan badannya. Mencoba melangkah namun tertahan saat gaun panjangnya tak dapat ditarik. Xeena membalikkan badannya dan mendapati kaki Raiden tengah menginjak gaunnya. Raiden yang merasa diperhatikan menoleh menatap Xeena.
Tanpa banyak kata, Xeena melangkah kedepan dan ikut menginjak gaunnya. Membuat tubuh Xeena oleng dan jatuh kedepan. Raiden yang tepat berada di depan tubuh Xeena mendekap tubuh Xeena dan ikut terdorong kebelakang. Brukkkkkkk! Xeena jatuh tepat diatas tubuh Raiden.
"Ah," Raiden memegang kepala bagian belakangnya yang sukses terantuk lantai.
Sedangkan Xeena masih terpaku saat wajahnya sukses menyentuh dada Raiden. Baju kemeja yang belum sempat Raiden kancingkan, terbuka lebar. Xeena mengangkat wajahnya dan lagi-lagi bersemu merah saat menyadari wajahnya telah mencium dada Raiden beberapa detik yang lalu. Mata Xeena turun kebawah dan melihat perut rata Raiden. Otot-otot yang terbentuk indah membuat Xeena terpaku cukup lama.
"Pemandangan yang biasa aku lihat hanya di dalam tv kini tersaji secara gratis di depan mataku. Ah, otot perutnya," Xeena ternganga dengan mulut terbuka.
Tes! Tanpa terasa air liur Xeena menetes. Raiden yang menyadari itu langsung menatap jijik pada Xeena.
"Kau, hapus air liurmu, wanita bayaran! Ya ampun, menjijikkan." Raiden mengusap rambutnya frustasi.
Xeena tergagap dan langsung menyeka air liurnya. Berusaha bangun dari atas tubuh Raiden dan merutuki sikap bodohnya. Astaga, apa yang kulakukan? Kenapa aku sampai terpesona? Dan itu tadi? Itu sangat memalukan. Tamat sudah hidupmu, Xeena. Kelakuan bodohmu membuat harga dirimu jatuh.
Xeena masih merutuki sikapnya di dalam hati. Raiden bangun dan mengancingkan kemejanya cepat. Menatap jijik pada Xeena dan menatap kesal. Menyadari suasana semakin tak enak, dengan pelan-pelan Xeena berusaha berjalan menjauh dalam senyap. Berharap Raiden tak menyadarinya dan membiarkannya kabur saat ini juga.
"Kau, berhenti disitu!" perintah Raiden yang terlihat dingin dan mutlak tak menerima bantahan terdengar tegas di telinga Xeena.
Xeena menelan air liurnya kasar. Menatap Raiden dengan malu. Tak berbicara atau pun menyangkal akan semua yang akan Raiden katakan.
"Tamat sudah hidupmu, Xeena. Selamat datang di neraka yang baru saja kau ciptakan." ucap Xeena di dalam hati.Setelah selesai mengancingkan kemejanya, Raiden menatap datar Xeena. "Kau telah menyentuhku!"
"Apa?" tanya Xeena tak mengerti.
"Kau menyentuhku! Kau melanggar kontrak yang kita sepakati. Kau merugikanku lagi," jelas Raiden dingin.
"Ka-kapan aku menyentuhmu?" sangkal Xeena gugup.
"Kau bahkan sampai meneteskan air liur saat melihat tubuhku. Ah, aku telah ternoda," ucap Raiden pelan.
"Hei, kau sangat berlebihan. Aku hanya-"
"1. Karena tersangka melakukan tindakan yang membuat korban merasa tidak nyaman, tersangka harus sedia setiap saat untuk menebus semua kesalahan yang di buat tersangka pada korban.
2. Tersangka harus bersedia menuruti semua perkataan korban dan tanpa bantahan.
3. Tersangka harus menikah dengan korban selama 1 tahun untuk meredakan gosip yang ada.
4. Selama pernikahan tidak saling mencampuri urusan pribadi dan tak ada sentuhan fisik agar proses perceraian dapat di lakukan.
5. Setelah 1 tahun tersangka bebas dan kontrak berakhir, dengan korban membayar sejumlah uang untuk tersangka dan bukan berupa warisan."
Bukannya menjawab sangkalan Xeena, Raiden memilih mengucapkan semua isi kontrak yang telah mereka sepakati. Raiden tersenyum puas melihat Xeena yang tak sanggup lagi membantah. Usai mengatakan itu semua Raiden menatap wajah Xeena.
"Sudah ingat? Kau menyentuhku dan membuatku tak nyaman. Itu merugikanku dan kau wajib menuruti semua permintaanku," ujar Raiden sambil tersenyum tipis.
Xeena menghela napas panjang dan menghembuskannya kasar. Isi kontrak sialan! Maki Xeena dalam hati. Untuk pertama kalinya Xeena mulai merasa menyesal telah bertemu dan mengenal Raiden. Memposting fotonya hingga berakhir menjadi pengikut Raiden yang patuh pada semua perintah Raiden.
"Ya, tuan Raiden." ucap Xeena pada akhirnya.
Raiden tersenyum senang. "Bagus. Lepaskan gaunmu karena kita akan pergi kesuatu tempat. Dan ah, aku telah menyiapkan semua pakaian yang kau butuhkan. Ada di balik ruangan ini,"
Raiden berjalan menghampiri sebuah dinding dengan segala pernak-pernik kaca yang terlihat indah. Xeena hanya mengikuti Raiden dari belakang dan ikut berdiri disamping Raiden. Terpana saat Raiden menyentuh dinding tersebut dan mendorongnya pelan. Dinding itu berputar dan terbuka sebuah ruangan dengan semua pakaian wanita yang telah tertata rapi. Bahkan semua lengkap dengan aksesoris kecil hingga tas, higheels dan sebagainya.
Raiden melangkah masuk diikuti oleh Xeena. Pintu dinding tersebut kembali tertutup. Raiden melangkah dan mengambil remote control untuk ruangan tersebut. Menghidupkan lampu-lampu yang awalnya padam agar semua lebih jelas terlihat.
"Wow," ucap Xeena kagum.
Raiden tersenyum tipis. "Semua telah aku siapkan dan itu semua milikmu."
"Milikku?" ucap Xeena sambil menatap Raiden tak percaya.
Raiden mengangguk. "Kita akan segera menikah dan aku tak ingin mendengar alasan apa pun tentang hal-hal kecil. Aku juga tak ingin kau mengenakan sesuatu yang membuat orang berpikir, aku tak mampu mengurus tunanganku. Pilih sesukamu dan aku tunggu lima belas menit di ruang utama. Ingat, hanya lima belas menit."
Raiden melangkah tanpa mendengar jawaban Xeena. Memencet tombol remote hingga pintu dinding tersebut terbuka. Raiden membalikkan badan dan tersenyum lembut pada Xeena. Sebelum akhirnya kakinya melangkah keluar dan pintu dinding kembali tertutup.
"Apa dia baru saja tersenyum padaku? Senyum itu, itu lebih terlihat seperti ancaman," ucap Xeena pelan.
Lima belas menit berlalu. Xeena mematutkan tubuhnya di kaca sekali lagi. Merapikan rambutnya dan menenteng sebuah dompet kecil yang ia pilih dari sekian banyak yang Raiden siapkan. Mengenakan higheels rendah dan sekali lagi tersenyum di depan kaca. Xeena melangkah keluar ruangan dengan senyum manis karena begitu senang mendapati kenyataan bahwa Raiden benar-benar memperhatikan kebutuhannya. Rasa penasaran akan kekayaan Raiden semakin jelas di otak Xeena saat melihat semua baju mahal dan semua perlengkapan yang juga merupakan barang bermerek dari kalangan kelas atas yang biasa Violette kenakan.
Kini semua tertata begitu rapi di depan matanya bahkan dengan percaya dirinya Raiden mengatakan bahwa itu semua miliknya. Milik Xeena. Xeena tak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berbanding terbalik secepat itu. Rasanya baru kemarin Xeena mengeluh akan biaya sewa apartemen kecilnya yang selalu menunggak, kini semua barang mahal telah melekat di tubuh Xeena.
Xeena melangkah meghampiri Raiden yang tengah sibuk dengan handphonenya. Xeena hanya menunggu dalam diam saat menyadari raut wajah kesal Raiden meski telepon baru saja Raiden tutup. Bahkan Raiden tak melepaskan pandangan matanya dari handphone di tangannya. Kerutan kening dan tautan kedua alis Raiden, membuat Xeena tahu bahwa Raiden tengah berpikir keras.
"Ada masalah?" tanya Xeena pelan.
Raiden menatap Xeena sesaat. Siapa dirimu sebenarnya?
"Apa aku terlalu lama? Apa aku melakukan kesalahan?" tanya Xeena takut karena Raiden hanya menatapnya.
Raiden menggeleng. "Kita pergi sekarang," Raiden melangkah melewati Xeena hingga membuat Xeena mengikuti Raiden dari belakang.
Xeena hanya diam saat mobil Raiden mulai berjalan meninggalkan mansion mewah yang baru saja Xeena pijaki. Selama perjalanan hanyalah hening yang tercipta. Tanpa Xeena sadari mobil Raiden telah berhenti tepat di depan pusat perbelanjaan paling mewah di London. Horrods, huruf itu begitu jelas tertata rapi. Raiden turun dan membukakan pintu mobil untuk Xeena. Mengulurkan tangannya dan hanya ditatap datar oleh Xeena.
Bukannya tak ingin menjabat tangan Raiden, Xeena hanya tak mengerti kenapa Raiden tiba-tiba bersikap hangat padanya. Pandangan Xeena masih terpaku pada uluran tangan Raiden, hingga pandangan orang yang melihat itu semua semakin penasaran. Menyadari tatapan para orang asing membuat Raiden gerah. Dengan lembut Raiden mengelus pipi Xeena dan meraih tangan Xeena dalam genggamannya. Menarik tangan Xeena hingga Xeena turun dari mobil Raiden.
Xeena masih bingung saat Raiden masih tersenyum lembut untuknya. Hingga bisikan lembut menyadarkan Xeena akan sesuatu bahwa semua hanyalah sandiwara.
"Kita ada di depan umum dan ingat, kau adalah tunanganku. Kita akan menikah dalam bulan ini, jadi bersikap manislah pada tunanganmu, Xeena."
Xeena hanya mengangguk dan tersenyum manis pada seluruh orang asing yang menatapnya. Balas menggengam tangan Raiden dan melangkah bersama Raiden. Memasuki Horrods dan sedikit bingung saat para pegawai Horrods menunduk hormat saat melihatnya dan Raiden.
Raiden terus membawa Xeena memasuki beberapa toko. Membuat Xeena menunggu saat Raiden memeriksa sesuatu yang terlihat cukup serius. Pandangan beberapa orang asing membuat Xeena bingung. Xeena menjadi objek utama pandangan para pegawai dan beberapa orang asing yang begitu hormat pada Xeena. Hingga langkah Xeena tak terasa berjalan menjauhi Raiden. Xeena begitu terpukau pada seluruh barang mewah yang terjejer rapi di setiap toko. Salah seorang pegawai menghampiri Xeena saat Xeena terpaku pada sebuah kalung yang terlihat indah.
"Ada yang bisa kami bantu, Nona Rai-"
"Xeena," ucap Xeena cepat.
"Maaf, karena Nona datang bersama Tuan Raiden,"
"Ya, aku datang bersamanya." Xeena tersenyum lembut pada pegawai tersebut.
"Kami mendengar bahwa bos kami telah bertunangan."
"Bos?" tanya Xeena tak mengerti.
Pegawai tersebut mengangguk. "Mr. Raiden, beliau adalah bos-"
Xeena tak lagi mendengarkan penjelasan pegawai tersebut saat matanya menangkap seseorang yang terlihat familiar. Aradea Violette Chasiel, sahabat Xeena tersebut tengah mencoba sebuah cincin bersama pria asing di sampingnya. Xeena melangkah menjauh dan tak lagi memperhatikan langkahnya. Menghindari Violette karena tak ingin tertangkap basah tengah datang bersama pria yang bahkan belum Xeena kenalkan pada sahabatnya itu.
Xeena terus melangkah menjauh hingga Violette tak lagi terlihat. Sesekali Xeena melangkah bingung karena besarnya Horrods dan telah terpisah jauh dari Raiden. Grep! Sebuah tangan menarik tangan Xeena cepat. Membuat Xeena terkejut dan menoleh ke samping. Sebuah senyum manis yang terlihat menyebalkan di mata Xeena. Sosok tampan tersebut tertawa kecil saat melihat raut datar Xeena.
"Baru kali ini ada wanita yang begitu datar saat melihatku," ucap pria tersebut.
"Pria gila-"
"Rex Benedict Acacio. Ya ampun, kau bahkan tak mengingat namaku," ucap Rex kecewa.
"Karena kau tak cukup penting untukku," jawab Xeena acuh.
Rex tersenyum. "Jika begitu, bagaimana jika kita ulangi perkenalan kita," Rex mengulurkan tangannya.
Xeena menjabat tangan Rex. Membuat Rex tersenyum puas.
"Rex Benedict Acacio, panggil saja Rex."
"Xeena," balas Xeena tanpa menyebutkan nama lengkapnya.
Rex tersenyum puas saat mengingat kalung yang ia temukan. Ukiran nama yang begitu cocok dengan nama Xeena membuat Rex yakin bahwa kalung tersebut adalah milik gadis yang tengah bersamanya.
"Kau terlihat risau," ucap Rex hati-hati.
"Ah, ya ... kurasa aku harus pergi,"
"Bolehkah tinggalkan nomer handphonemu? Maksudku, aku-"
"Berikan handphonemu," ucap Xeena cepat karena mulai merasa risau.
Rex tersenyum dan langsung menyodorkan handphonenya. Xeena menerima handphone Rex dan langsung mengetik nomornya.
"Ini nomorku."
"Bisakah kita minum teh bersama?" tanya Rex pelan.
"Lain kali. Kali ini aku harus pergi," ucap Xeena sambil memberikan handphone Rex.
"Aku akan menantikan itu," ucap Rex diantara senyum simpulnya.
Rex hanya memandangi punggung Xeena yang perlahan menjauh. Senyum itu terus tersungging di bibir Rex saat mengingat rencana minum teh yang selalu ia nanti.
"Xeena," ucap Rex pelan sambil mengeluarkan sebuah kalung berukir nama "Xeena" yang ia temukan saat pertama kali bertemu gadis tersebut.
"Aku benar-benar menantikan hari itu. Dimana aku akan bertemu lagi denganmu,"
Rex menggengam kalung tersebut dan kembali memasukkan kedalam sebuah kotak kecil. Menyelipkan di saku jasnya lalu menatap kembali ke arah Xeena pergi. Ada rasa kagum di hati Rex saat melihat sifat cuek Xeena yang menurutnya sangat menarik. Sifat yang tak begitu mengenalnya saat seluruh wanita rela mengantri untuk berada di sampingnya.
"Karena kau tak cukup penting untukku,"
Ucapan Xeena kembali terbayang di benak Rex. Rex tersenyum tipis mengingat itu semua dan ikut melangkah pergi.
"Tak penting bagi hidupnya. Jika seperti itu, maka aku akan membuat diriku begitu penting untuk hidupmu, Xeena." Rex tersenyum yakin mengatakan itu semua. Seyakin langkahnya untuk mendekati Xeena lebih jauh.
"Tak penting bagi hidupnya. Jika seperti itu, maka aku akan membuat diriku begitu penting untuk hidupmu, Xeena." Rex tersenyum yakin mengatakan itu semua. Seyakin langkahnya untuk mendekati Xeena lebih jauh.***Raiden menatap seluruh penjuru toko yang baru saja ia datangi. Berharap sosok Xeena berdiri disana dan tetap menunggunya. Namun semua hanyalah harapan kosong karena sampai detik ini, Raiden sama sekali tak melihat Xeena. Raiden berjalan menyusuri toko lain dan melihat teliti. Menajamkan pandangannya dan mengingat sosok Xeena yang telah datang bersamanya."Kemana dia pergi? Apa aku terlalu lama menyelesaikan urusanku?"
"Mari kita lihat, apa yang coba kau sembunyikan dariku, Xeena."Mobil Raiden melaju meninggalkan Paragues apartemen. Hari semakin malam namun Raiden masih duduk di ruangan kerjanya. Beberapa informasi yang baru saja masuk, membuatnya tersenyum tipis."Aozora Xeena Gilhive, mempunyai masa lalu yang buruk namun lucu,"Raiden kembali membaca informasi yang baru saja ia terima."Pffffff, hahaha ... ya ampun, aku tak tahan lagi,"Raiden memegang perutnya sambil menghapus air matanya. Tawa lepas yang baru saja Raiden lakukan tanpa
Raiden tersenyum mengingat kejadian siang ini. Percakapannya dengan keluarga Chasiel cukup membuatnya menemukan sedikit Informasi tentang Xeena. Raiden berjalan menatap ramainya kota London dari jendela ruang kerjanya. Segelas wine ditangannya menemani dinginnya malam namun hati Raiden sedikit menghangat saat kembali mengingat percakapan siang ini.*Flashback *"Apakah kalian hanya berdua?" tanya Raiden hati-hati.Violette menatap Raiden sambil menggeleng. "Sahabat wanitaku baru saja pergi," Raiden tersenyum tipis. "Ah, wanita yang kulihat sedan
"Rex Benedict Acacio. Ah, jadi kau juga pergi menemuinya saat bertemu denganku di cafe beberapa hari lalu? Aozora Xeena Gilhive adalah tunangan dari Raiden Agera Calisto. Bukan Rex Benedict Acacio atau siapa pun itu!""A-agera,""Apakah kau sangat menyukai Rex?"Xeena bangun dan mendekati Raiden. "A-agera ini tak seperti yang kau lihat. Aku bisa jelaskan,"Raiden bangun dan menatap Xeena yang lebih rendah dari tubuhnya. "Benarkah? Apa yang akan kau jelaskan?""A-aku,"Raiden
Xeena memandang aneh pada Raiden yang tengah duduk dan tersenyum. Kehilangan kontrak atau batalnya kerjasama harusnya membuat Raiden kesal. Tapi yang dilihat Xeena justru sebaliknya. Astaga, dia ini kenapa? Apakah dia masih waras? Dia baru saja membatalkan kontrak yang akan terjadi. Itu berarti dia kehilangan milyaran dolar untuk keuntungan perusahaannya. Aku benar-benar tak mengerti pikirannya. "Xeena," Raiden menoleh dan memanggil Xeena pelan."Ya, Pak.""Berhenti memanggilku Pak. Kita pergi sekarang,""Kemana?" tanya Xeena dengan wajah polos.
Xeena masih duduk di Cameroon cafe dengan tangan menghitung kekayaan Raiden. Sedangkan Violette telah lebih dulu pergi karena ada sesuatu yang hendak ia urus. "I-itu berarti, jumlah pemasukannya perbulan sudah tak terhitung? Dia, kaya sekali ya...," gumam Xeena pelan. Tanpa memperhatikan pandangan orang-orang di sekitarnya, Xeena masih menikmati pesanannya yang belum ia habiskan. Saat seorang pria tiba-tiba saja duduk di depannya, Xeena terkejut dan langsung tersedak makanan yang baru saja ia makan. "A-agera," "Hmm," tanpa memperhatikan Xeena, Raiden ikut memesan secan
Acara pesta pernikahan itu telah usai. Xeena membuka gaunnya dikamar Raiden dengan pikiran berkecamuk. Sedangkan Raiden berada dikamar sebelah tengah menikmati sebuah wine di tangannya."Erian Statesfied, orang kepercayaan Gilhive. Bukankah ini sangat aneh? Gilhive, hanyalah sebuah perusahaan kecil yang tak memiliki banyak kelebihan. Tapi semua tentang keluarga Gilhive seakan tertutup rapi meski aku mencari tahu tentang mereka secara mendetail."Raiden kembali mengingat orang-orang Gilhive yang mengikuti kepergian Erian pasca pesta tadi pagi. Bagaimana mungkin keamanan Raiden dapat dilewati begitu saja oleh keluarga Gilhive? Bagaimana mungkin orang-orang Gilhive dapat masuk ke p
Xeena menatap handphonenya karena baru saja selesai mengirim alamat pada Rex. Setelah menukar pakaian dan mengikat rambut panjangnya, Xeena turun dari atas menuju lantai pertama dengan cepat. Langkah Xeena kembali terhenti saat Raiden lagi-lagi menarik satu tangan Xeena."Aku tak mengijinkanmu bertemu dengannya," ucap Raiden dingin."Apa masalahmu? Ini bukan urusanmu!" Xeena menarik tangannya namun Raiden masih menggengam erat, membuat Xeena menahan sakit di pergelangam tangannya."Lepas, Agera! Ini sakit," pinta Xeena dengan nada memohon.Raiden menggeleng. "Akan kulepaskan j
Bukankah cinta itu benar-benar nyata keindahannya? Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu menyebut namanya meski matanya tak pernah tertuju pada kita. Saat kita mencintai seseorang, kita akan selalu bersikap tegar dan berdiri dengan senyum dan mengatakan bahwa aku baik-baik saja. Meski itu luka, meski itu air mata dan meski itu derita yang ia tawarkan.Aku, Aozora Xeena Gilhive, aku akhiri kisahku dengan goresan tinta emas yang ia suguhkan. Segala kemewahan dan sangkar emas yang ia tawarkan padaku hingga mematahkan sayapku untuk terbang. Dia, tetap seakan tak tersentuh dan tetap utuh layaknya salju yang tak akan mencair meski di musim panas.Aku tak ingin seperti ini. Sendiri dan sepi. Hingga aku memutuskan untuk meraihnya dalam sangkar emas yang ia ciptakan. Aku akan m
Satu tahun kemudian semua kehidupan seakan berubah. Banyak hal yang terjadi hingga kebahagiaan begitu terpancar di wajah mereka. Rex tersenyum penuh sayang saat mata itu kecil yang bening itu menatapnya tanpa berkedip."Panggil aku Daddy." Rex menatap bayi laki-laki yang tengah menatapnya.Xeena menggeleng dan mengusap rambut anak kecil tersebut. "Kau membuatnya takut, Rex."Rex tersenyum. "Kau dengar kan jagoan? Panggil aku Daddy karena aku adalah Daddymu.""Omong kosong apa yang kau katakan pada Putraku, Rex!" potong Raiden tiba-tiba saat Raiden baru saja pulang dan mendengar semua kata-kata Rex.Rex menoleh. "Kenapa? Bukankah itu benar? Dia sangat mirip denganku." Rex menggendong
Raiden melangkah pelan lalu kemudian mempercepat langkahnya. Xeena yang melihat itu berlari mempersempit jarak di antara mereka. Saat Raiden merentangkan kedua tangannya, Xeena masuk dalam pelukan Raiden. Mereka saling memeluk erat tanpa memperhatikan sekitarnya.Tak ada kata yang terucap. Keduanya saling diam hingga mereka kembali duduk di sebuah cafe dan saling berhadapan. Raiden tersenyum tipis dan menatap mata Xeena lekat."Kenapa kau menyusulku?" tanya Raiden memecah kebisuan."Itu,"Xeena diam dan tak melanjutkan kata-katanya. Apa yang harus ia katakan? Bukankah aneh jika ia langsung mengatakan bahwa dirinya mencintai Riaden.
Raiden menatap tiket pesawat di tangannya lalu membalikkan badannya. Duduk di bangku antrian dan menatap kosong di depan."Semua telah berakhir, Raiden. Semua telah berakhir. Kau dapatkan apa yang kau tuai," batin Raiden.***Sedangkan di dalam pesta. Xeena menoleh kebelakang saat sosok Raiden berjalan gontai meninggalkan pestanya. Xeena terpaku pada kotak cincin yang berada di lantai tak jauh darinya. Xeena melangkah dan memungut kotak itu. Membukanya dan menatap lama."Agera," ucap Xeena lirih."Kau menyesali keputusanmu?" tanya Rex jelas.Xeena menoleh dan mencoba menyembunyikan kotak cincin d
Xeena menutup pintu kamarnya dan memegang dadanya. Detak jantungnya bahkan belum berdetak normal semenjak ia bertemu Raiden. Sangat tak disangka, Raiden menautkan tangannya erat. Hal itu membuat hati Xeena terenyuh. Xeena menatap tangannya, pada sebuah cincin pernikahan yang masih terpasang di jarinya."Kau datang lebih cepat dari yang aku pikirkan. Dan kita bertemu lebih cepat dari yang aku duga."Xeena Bejalan menuju meja riasnya dan melepaskan cincin di jarinya. "Tidak. Semua telah berakhir. Aku telah berusaha selama ini. Dan aku harus kuat di depan matamu. Bahwa kau memang sudah tak berarti di hidupku!"Xeena diam sesaat, menetralkan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Ini sudah sangat lama, usaha yang Xeena lakukan untuk melupakan Raiden terlihat sia-sia hari ini. Nyatanya
Satu tahun berlalu sejak kejadian itu. Raiden terpuruk dalam rasa kehilangan. Hatinya merasa kosong sejak ia tak dapat menemukan Xeena. Raiden bahkan membayar beberapa orang mencari keberadaan Xeena di London namun tak ada yang dapat menemukan Xeena. Xeena menghilang dan tak ada satupun yang bisa menghubunginya.Berkali-kali Raiden mendatangi Violette dan Nathan namun nyatanya mereka berdua bungkam. Ketakutan Raiden semakin menjadi saat Rex ikut menghilang bersamaan dengan hilangnya Xeena. Ancaman yang Rex berikan selalu terngiang di telinga Raiden. Hal itu membuat Raiden tak dapat hidup dengan tenang.Seperti malam ini, Raiden terjaga dari tidurnya dan duduk termangu dengan segelas wine di tangannya. Ingatannya kembali pada masa saat tangannya menggenggam tangan Xeena."Na, aku
Raiden tertunduk lesu dan berpikir. Menimbang semua pilihan dan dampak untuk hidupnya. Sekilas wajah Xeena terbanyang, senyum itu, tawa itu, akankah dia akan merindukannya?""Tidak, kontrak itu masih berjalan. Keluarga Xeena tak akan mampu membayar denda yang aku minta." ucap Raiden dalam hati."Kenapa kau melakukan ini padaku?" tanya Raiden lirih.Michael tertawa. "Kenapa kau lakukan itu pada Anakku?"Raiden mendongak mendapati pertanyaan yang sama. "Aku tak tahu apa maksudmu,""Jangan berpura-pura lagi. Kau tak pernah menikah dengan anakku! Semua hanya kontrak!"Deg! Mata Raiden terbelalak sesaat. Pandangannya luruh dengan tawa ke
Satu minggu setelah pertengkaran itu, Raiden terlihat sangat sibuk. Xeena pun terlihat sama. Pagi ini, Raiden menatap menu sarapan paginya yang dibuatkan oleh Xeena. Raiden duduk di meja makan dan menatap Xeena yang terlihat menikmati makanannya tanpa sepatah kata pun."Aku minta maaf," ucap Raiden dingin memecah kebisuan.Xeena mendongak, menatap Raiden sesaat lalu kembali pada makanannya..Merasa tak ada tanggapan, Raiden menatap Xeena lama. "Kau tak dengar?""..." Xeena tetap diam."Jangan mendiamkan aku Xeena! Kau seperti orang bisu yang tak bisa bicara! Kau bahkan sudah mengabaikanku selama satu minggu!"Xeena meletakkan sendok
Raiden melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Kata-kata rex terngiang jelas di telinganya."Tidak!Dia hanya milikku." batin Raiden keras. Raiden mendesah kasar dan berpikir lagi secara logis. "Bukankah ini yang aku mau? Aku tak inginkan Xeena berada di sisiku. Tapi aku juga tak ingin Xeena menjadi milik siapa pun. Aku tak ingin ada satu orangpun memiliki dirinya."Raiden terus saja berpikir tanpa memperhatikan semua hal yang Rebecca bicarakan. Hatinya terasa nyeri saat membayangkan xeena tersenyum dalam pelukan Rex. "Haruskah aku melepaskanmu? Bukankah ini yang aku inginkan. Aku sangat yakin bahwa ini yang aku inginkan. Aku tak ingin ada cinta di hatimu, aku tak ingin kau memiliki perasaan itu. Karena kita hanya sebatas kontrak. Ya, kita hanya sebatas kontrak. Dan hal yang kulakukan