"Saudara Rasa Orang Lain"
[Assalamualaikum, Bang, kapan kita bukber?] Pesanku terkirim pada kakak laki-lakiku.
[Wa'alaikumsalam, nanti ya. Abang masih sibuk, bulan puasa banyak orderan.] Lagi-lagi dia beralasan sibuk dengan orderan dagangnya, memang Abangku punya usaha catering yang setiap bulan selalu ramai sekali orang yang mengorder, apalagi disaat bulan puasa seperti ini. Banyak sekali para pengusaha yang mengorder catering Abangku, untuk acara-acara buka bersama atau sekedar berbagi takjil berbuka puasa.
Kini aku pun mengirimkan pesan berikutnya pada adikku, yang juga seorang pengusaha baju anak-anak yang cukup ramai pembelinya juga, dia membuka usaha melalui offline dan online. Karena memang moment lebaran yang semakin dekat, jadilah dia pun sibuk banyak orderan.
[Assalamualaikum, Vir. Kamu masih sibuk ya? Kita bukber yuk?] Pesanku terkirim, namun belum dibaca dan masih berwarna abu-abu.
Tak lama kemudian, ponselku bergetar tanda pesan masuk.
[Wa'alaikumsalam, yah maaf, Kak. Aku nggak bisa. Lagi sibuk banget, banyak pesanan baju lebaran. Nanti aja ya, kalau aku udah senggang.] Aku hanya bisa menghembuskan nafas gusar, karena lagi-lagi harus kecewa dengan keadaan. Mereka selalu saja beralasan sibuk.
Aku Lila, anak ketiga dari empat bersaudara. Aku sudah menikah, aku juga sudah dikaruniai dua orang anak yaitu Amalia dan Raffa.
Pekerjaanku sehari-hari yaitu berjualan kue keliling bersama kedua anakku. Sedangkan Suamiku bekerja sebagai ojek online. Alhamdulillah hidup kami bahagia, dan semuanya terasa berkah.
Memang semenjak menikah, aku jadi merasa dikucilkan dari keluarga besarku. Karena katanya aku menikah bukan dari orang terpandang, seperti pasangan-pasangan mereka. Terutama dengan kakak dan adikku yang notabene mereka semua adalah para pengusaha yang sukses. Sangat berbanding terbalik denganku yang hanya seorang penjual kue keliling.
Entah mengapa, setiap ada pertemuan apapun aku tak pernah diajak oleh mereka, padahal mereka saudara sekandung seayah dan seibu. Tapi begitulah hidup, kadang hanya harta yang menjadi tolak ukur seseorang walau bergelar saudara sekalipun.
Ayah yang sudah lama pergi lebih dulu menghadap sang Pencipta, lalu tak lama disusul oleh Ibu. Jadilah kini kami semua berpencar, dan bergelut dengan kesibukan masing-masing yang tak pernah ada habisnya.
Kakak pertamaku yaitu Kak Virda, pengusaha travel ternama di kotanya. Dia tinggal di luar pulau jawa. Sedang Kakak yang kedua yaitu Bang Majid sebagai pengusaha catering yang terkenal, dan Adikku yang bontot bernama Virra, dia juga menjadi pengusaha baju anak-anak. Dan kami semua sudah menikah.
Banyak memang suara sumbang yang mengatakan, hanya akulah yang hidupnya tak seberuntung mereka bertiga. Tapi mungkin memang ini jalan hidup dari sang pencipta, maka akan kujalani saja semua dengan ikhlas dan apa adanya.
Tapi kadangkala aku yang hanya sebagai manusia biasa, ingin sekali rasanya merasakan kebersamaan, kehangatan, dan bersenda gurau dengan mereka yang bergelar saudara sekandung tanpa ada jarak yang memisahkan yaitu harta dan kedudukan.
Terkadang tumbuh rasa iri di hati ini, jika melihat orang lain dengan bahagianya, dengan mudahnya bisa berkumpul bersama keluarganya, mereka tertawa riang, bersenda gurau tanpa ada tembok pemisah.
Kakak-kakakku dan juga adikku memang selalu ramah saat kami saling berkirim pesan, tapi entah kenapa setiap kali aku mengajak mereka untuk berkumpul, selalu saja ada alasannya, termasuk berkumpul saat momen di bulan suci ramadhan.
"Kamu kenapa lagi, kok sedih gitu wajahnya?" Tiba-tiba suara Bang Arham membuyarkan lamunanku.
"Nggak, Bang. Aku cuma rindu aja sama keluargaku. Aku pengen … banget, bisa kumpul sama mereka," jawabku, dan tak terasa buliran bening ini akhirnya lolos tak tertahankan membasahi pipi.
"Sabar ya, Dek. Mungkin memang mereka lagi pada sibuk, jadi mungkin saja mereka juga nggak ada waktu untuk kumpul-kumpul," Bang Arham mengusap-usap punggungku, aku masih menangis sesenggukan.
Kadangkala aku merasa sepi, aku merasa sebatang kara di dunia ini. Semenjak kedua orangtuaku sudah tak ada lagi di dunia ini, mereka semua yang bergelar saudara sekandung juga seakan ikut pergi. Bagiku mereka itu seperti antara ada dan tiada. Karena walaupun kami tinggal tak terlalu jauh tapi waktu bertemu hanya bisa hitungan jari saja. Itupun kalau aku yang berkunjung kesana, karena mereka tak pernah sekalipun mengunjungi rumah kontrakanku yang sederhana ini, dan sangat berbanding jauh dengan rumah mereka yang bagus dan terlihat mewah.
"Jangan sedih lagi ya, Dek. Gimana kalau kita jalan-jalan saja hari ini? Terus nanti kita mampir ke rumah Emak, kita buka puasa di sana aja, gimana?" Bang Arham membujukku dan mengajak berbuka puasa di rumah Emak, iya Emak itu adalah Ibunya Bang Arham. Mertua yang sangat baik dan penyayang. Mertua seperti orang tua kandung bagiku, pengganti Ibu yang telah pergi. Tak pernah Emak menganggapku menantu sama sekali, Emak malah menganggapku seperti anaknya sendiri. Aku sangat bersyukur memiliki Emak. Wanita Sholehah dan baik hati yang telah melahirkan Bang Arham ke dunia.
Aku mengangguk, mengikuti ucapan Bang Arham, si suami penyayang dan pengertian.
🌹🌹🌹
Hari ini Bang Arham terpaksa libur mencari nafkah, karena dia tak ingin melihat istrinya yang bersedih, maka dari itu dia mau mengajak aku dan juga anak-anak untuk ngabuburit dan berbuka puasa di rumah Emak.
Amalia dan Raffa sedari tadi sudah ribut ingin mengunjungi Mall di tengah kota. Padahal aku pribadi sangat canggung untuk masuk ke dalam Mall sebesar itu, rasanya aku malu dan tak pantas untuk berkunjung kesana walau hanya sekedar berjalan-jalan saja. Karena kupikir sudah pasti disana akan ada orang-orang yang memakai baju bagus dan sepatu yang bagus serta mahal.
Dan akhirnya walau dengan berat hati, kami berdua menuruti kemauan anak-anakku. Demi untuk menyenangkan mereka.
Aku memilih baju gamis yang paling bagus menurutku, karena selama ini aku sudah jarang sekali untuk membeli baju, begitu juga dengan Bang Arham. Bagi kami yang terpenting itu kebutuhan anak-anak bisa selalu tercukupi dan kami bisa membayar biaya sewa kontrakan. Serta tak mempunyai hutang pada siapapun, karena prinsip kami lebih baik hidup pas-pasan tapi tak punya hutang, daripada hidup berlebihan tapi dikelilingi oleh hal yang berbau hutang.
🌹🌹🌹
Kini kami berempat sudah sampai di depan pintu masuk Mall tengah kota. Menurutku Mall ini sangat mewah sekali, ingin rasanya aku berbuka puasa disini bersama suami dan juga anak-anak, tapi kuurungkan niatku, karena sudah pasti makanan disini mahal-mahal. Bagiku sudah bisa menginjakkan kaki di dalam Mall sebesar ini saja sudah cukup, aku bersyukur.
"Wah … bagus banget ya, Bu, Mallnya? Aku seneng banget, makasih ya, Pak? Bu?" Ucap Amalia dengan mata berbinar dan raut wajah yang bahagia.
"Iya, cakep banget Mallnya. Aku juga betah kalau nginap disini," kini Raffa menimpali. Lalu kami semua akhirnya tertawa bersama.
Kami menyusuri lantai demi lantai, Amalia dan juga Raffa sangat senang sekali berada disini. Meski kami tak membeli apa-apa tapi mereka tetap bahagia.
Terkadang ada hal lucu juga saat Raffa melihat baju-baju bagus di dalam toko yang berbalut dinding kaca, di dalamnya terdapat baju-baju mahal yang dipajang menggunakan manekin atau patung berbentuk orang, untuk menambah kesan yang indah pada baju tersebut.
Raffa terus saja memperhatikan baju-baju tersebut, dengan mulut menganga dan mata yang melotot, dan tak jarang juga dia sambil geleng-geleng kepala. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh anak yang berusia lima tahun itu.
Tak lama kami pun sampai di lantai empat, di lantai ini banyak sekali restoran-restoran mewah yang memanjakan mata dan lidah. Untuk mendekatinya saja aku tak berani, karena lagi-lagi kupikir pasti harganya sangat mahal dan nantinya jika dipaksakan malah akan menyusahkan kami kedepannya.
Banyak restoran-restoran berjejer di depan mata kami, semuanya sudah hampir penuh oleh pengunjung Mall ini, karena memang tak lama lagi waktu berbuka akan segera tiba.
Mungkin kami akan membatalkan puasa disini dengan membeli sebotol air mineral, dan setelah itu baru kami ke rumah Emak untuk berbuka puasa disana.
"Dek, kayaknya kita buka puasa disini aja deh. Kalau ke rumah Emak lagi, gak akan cukup waktunya," ujar Bang Arham.
"Disini Bang? Memangnya uang kita cukup untuk makan di salah satu restoran itu?" Tanyaku balik karena bingung dengan ucapan Bang Arham.
"Cukup kok, udah gapapa kalau sekali-sekali mah," jawabnya, lalu aku pun mengiyakan saja mengikuti kata-kata Bang Arham, walaupun hati ini memang sedikit ragu.
🌹🌹🌹
Kini kami sudah duduk di restoran yang terkenal dengan ayam crispy nya. Suamiku sedang mengantri untuk memesan makanan.
Sedangkan aku mencari tempat duduk bersama dengan Amalia dan juga Raffa. Semua tempat duduk sudah hampir penuh semua, tapi untungnya ada salah satu tempat yang masih kosong untuk kami gunakan. Lalu kami pun duduk sambil menunggu pesanan datang.
Sayup-sayup kudengar dari arah belakangku seperti suara Bang Majid yaitu Kakak pertamaku, dan juga suara Virra. Mereka seperti sedang tertawa dengan riangnya.
Lalu kuberanikan diri untuk menoleh, dan memastikan si pemilik suara tersebut. Dan betapa terkejutnya diriku saat tahu kalau itu ternyata benar suara dari Bang Majid dan juga adikku Virra.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (2)Sayup-sayup kudengar dari arah belakangku seperti suara Bang Majid yaitu Kakak pertamaku, dan juga suara Virra. Mereka seperti sedang tertawa dengan riangnya.Lalu kuberanikan diri untuk menoleh, dan memastikan si pemilik suara tersebut. Dan betapa terkejutnya diriku saat tahu kalau itu ternyata benar suara dari Bang Majid dan juga adikku Virra.🌹🌹🌹Betapa teririsnya hati ini, saat melihat kedua saudara kandungku yang sedang bersenda gurau dengan cerianya. Mereka bersama keluarga masing-masing dan sepertinya sedang menunggu yang lainnya juga. Ingin rasanya aku untuk segera menemui mereka disitu. Tapi niat ini kuurungkan."Bu?
#Saudara Rasa Orang Lain (3)"Iya, makanya. Songong emang, eneg kakak ngeliat mereka tuh, makanya tadi kakak diem aja cuekin mereka. Biar mereka tau diri. Lagian nih ya, pasti mereka itu nyamperin Bang Majid cuma mau minta duit, dengan dalih untuk anak-anaknya. Dasar emang orang miskin, kalau mau punya duit ya usaha dong, jangan minta-minta terus ke saudara," kali ini Kak Arimbi menjawabnya dengan nada berapi-api. Dan sukses membakar hati ini yang mendengarnya secara langsung.🌹🌹🌹Karena telinga ini sudah tak tahan lagi, saat mendengar mereka membicarakanku. Langsung saja aku keluar dari dalam toilet tersebut."Li-Li-Lila? Ternyata kamu disini juga?" Kak Arimbi tiba-tiba tergagap saat melihatku, sudah seper
#Saudara Rasa Orang Lain (4)Ucapan-ucapan yang barusan keluar dari mulut Bang Arham, seperti oase di padang pasir, menyejukkan hati yang sedang gundah gulana.Aku bersyukur ya Allah, diberikan suami yang sangat baik dan juga berhati bersih, semoga kami selalu bersama hingga surgaMU ya Rabb.🌹🌹🌹Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, akhirnya aku dan Bang Arham sampai juga di rumah Emak.Anak-anak buru-buru turun dan langsung berlarian ke rumah Neneknya. Tapi ternyata di rumah Emak kosong, karena kemungkinan Emak sedang melaksanakan shalat tarawih di masjid.Bang Arham menc
#Saudara Rasa Orang Lain (5)Aku tak habis pikir, kenapa Bang Majid bisa-bisanya berkata seperti itu dengan Kak Virda. Padahal jelas-jelas aku sudah mengajak Bang Majid dan juga Virra untuk buka bersama. Tapi mereka yang selalu saja beralasan. Dan kenapa kini seolah-olah jadi aku yang disalahkan? Ya Allah, kenapa jadi begini?🌹🌹🌹Aku termenung memikirkan ucapan Kak Virda di WhatsApp tadi. Aku juga belum membalas pesannya lagi.Terkadang aku berfikir, kenapa di dunia ini, hanya harta dan kedudukan yang menjadi tolok ukur pada diri seseorang.Kenapa sesama saudara bisa saling merendahkan dan menjatuhkan hanya karena rezeki mereka yang berbeda.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (6)Bukannya aku nggak mau untuk menjaga Faraz, tapi kalau aku tak berjualan, pemasukan pun otomatis menjadi berkurang. Karena hanya mengandalkan pemasukan dari Bang Arham saja.Akhirnya kuputuskan untuk datang sebentar ke rumah Bang Majid besok pagi. Sepulangnya dari rumah Emak nanti.Aku juga sudah mengatakan pada Bang Arham perihal ini semua. Kata Suamiku itu, gapapa aku datang dulu saja untuk mengatakan langsung pada Bang Majid bahwa aku nggak bisa menemani Faraz karena harus berjualan.🌼🌼🌼Pagi pun kini telah menyapa, Emak sedang menyapu halaman rumah yang sudah dipenuhi oleh dedaunan yang jatuh dari ranting-ranting pohon.Aku pun bersiap-siap sambil menunggu Bang Arham selesai beberes. Aku juga sudah selesai membantu Emak untuk membereskan rumah walau ada Bik Neti, tapi kami semua tetap melakukan pekerjaan rumah.Setelah semuanya selesai, kami pun pamit pada Emak, da
#Saudara Rasa Orang Lain (7)"Arham! Lila! Sombong sekali kamu dengan kami sekarang. Saran Abang, kalau orang miskin jangan punya sifat sombong, takut besok-besok butuh bantuan Saudara." Ucap Bang Majid dengan lantangnya saat aku dan Bang Arham sedang berjalan keluar dari rumahnya.Kami pun langsung menoleh, sebenarnya aku tak ingin menghiraukan ucapan Abangku itu. Tapi karena kata-katanya yang cukup menyakitkan, membuat kami berdua reflek menoleh."Maaf, Bang. Bukannya kami sombong, tapi memang kami saat ini lagi nggak bisa, karena memang Lila sedang ada orderan kue, maafkan kami Bang, kalau sudah mengecewakan Abang dan juga Kakak." Tutur Bang Arham menjelaskan lagi, dan mungkin dia juga sedang mengendalikan hatinya agar tidak terbawa emosi.Pprraaaangg!!! Tiba-tiba terdengar suara seperti benda berbahan kaca yang jatuh dari arah taman rumahnya
#Saudara Rasa Orang Lain (8)"Tadi, kan Lia sama Raffa lagi main dekat depan, Bu. Terus tiba-tiba Tante Sisil datang. Dia bilang kalau orang miskin jangan main di halaman rumah Papi, nanti kotor. terus Lia tanya, memangnya kenapa kalau orang miskin ke rumah Papi? Eh, dia malah langsung dorong Lia, Bu. Sampai Lia jatuh dan akhirnya kena pot bunga Mami Arimbi, dan langsung menimpa tangan Lia." Tuturnya panjang lebar, menjelaskan semua pertanyaan di dalam hati."Astaghfirullah, benar begitu Nak ceritanya?" Aku terhenyak saat mendengar cerita dari mulut Lia langsung. Kenapa Sisil bisa setega itu dengan Lia, hanya karena kami miskin. Terlalu merendahkan sekali Sisil itu.Tak lama Bang Arham pun yang sudah selesai mandi datang dan berkumpul bersama kami di ruang tamu. Hari sudah siang dan Bang Arham akan segera berangkat untuk mencari nafkah."Udah, D
#Saudara Rasa Orang Lain (9)Terkadangidup memang selucu itu, saudara kandung sendiri yang seharusnya menjadi tempat sandaran, tapi malah menjauh seolah menjadi seperti orang lain. Dan sebaliknya, orang lain tapi seperti saudara sendiri.Niatku nanti akan meminta bantuan pada Bang Arham dan juga Iparku dari pihak Bang Arham, dan juga keponakannya. Biasanya mereka di bulan Ramadhan ini banyak waktu senggang, sekalian berbagi rezeki pada mereka juga. Agar semakin berkah.Aku bergegas untuk segera mencatat bahan-bahan kue untuk dibeli besok pagi. Karena belinya dalam jumlah yang banyak, maka harus dicatat, aku nanti setibanya di pasar aku tidak sampai lupa akan apa yang mau dibeli.🌼🌼🌼Kini hari sudah sore, matahari jugs perlahan telah kembali ke peraduannya.Anak-anak sudah terbangun sedar
#SAUDARA RASA ORANG LAINPart 39 (Ending)#Saudara Rasa Orang LainPart 39 (Ending)Hari ini peresmian toko kue ku, cabang ke-20. Alhamdulillah, aku tak henti-hentinya mengucap syukur pada sang maha pemilik segalanya. Dia-lah yang maha kaya dan maha pemilik seluruh jagat raya ini."Satu, dua, tiga. Bismillahirrahmanirrahim." Kami pun bersama-sama memotong pita yang terpampang di depan pintu masuk toko kue.Aku tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Dimana derajat ku dinaikkan oleh Allah. Serta dititipkan amanah yang besar yang harus kami kelola dengan sebaik-baiknya.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (38)Ekstra PartPprraanngg!!! Terdengar suara pecahan barang dari dalam rumah Tante Melly. Sepertinya suasana di dalam semakin kacau. Maka kami putuskan untuk segera masuk ke dalam rumah Tante Melly tanpa mengucap salam terlebih dulu, karena memang kondisi pintu utama juga sudah terbuka dari tadi."Astaghfirullah! Tante, ada apa ini?" Tanya Bang Majid saat melihat berbagai pecahan kaca yang berserakan, kami semua sangat terkejut melihat semua keadaan ini.Tante Melly dan juga Om Hendry langsung menoleh ke arah kami. Disana juga ada Intan dan juga adiknya yaitu Vallen. Intan masih sibuk mengusap wajahnya yang telah kuyu dengan air mata. Begitu pula dengan Vallen. Sebenarnya
Part 37 (Ekstra Part)"Kamu nggak salaman sama Lila dan juga Arham?" Celetuk Bang Majid pada Intan."Eh, iya, aku lupa, hehehe. Maaf ya Kak Lila, abis aku bergaul sama orang atas terus, jadi suka nggak lihat yang dibawah." Dia pun berjalan menuju arahku sambil menyalami seperti orang yang jijik, begitu juga dengan Bang Arham. Namun, saat bersalaman dengan Bang Arham, suamiku itu langsung menangkupkan kedua tangannya di dada. Dan wajah Melly berubah menjadi pias."Intan, nggak boleh gitu ah! Walaupun Kak Lila berbeda kasta sama kita, tapi tetap saja harus kita hormati," kini Tante Melly turut angkat bicara, tapi dengan nada merendahkan pastinya."Berbeda kasta bagaimana Tante? Lila itu adik saya, dan kami tak a
#Saudara Rasa Orang Lain (Ekstra Part)Sudah satu tahun kami membuka usaha keluarga. Dan Alhamdulillah toko-toko kue yang dirintis dari kecil, kini perlahan menjadi besar. Aku bersyukur pada Allah, karena telah memberikan begitu banyak rejeki dan karunianya pada kami semua.Bang Majid kini memegang outlet kue di daerah Jakarta. Sedangkan aku kini tinggal sementara di Bandung, karena disini toko kue kami yang paling banyak cabangnya, jadi aku harus mengontrol di daerah sini, bersama dengan Mas Arham.Kak Virda juga menjadi reseller khusus daerah di kepulauan seribu. Dan Alhamdulillah respon masyarakat disana juga sangat baik. Dan kami semua semua Alhamdulillah sudah memiliki banyak pelanggan tetap.Sedangkan Vi
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (35)POV 3Kurang lebih satu minggu akhirnya Majid bisa sembuh total dari sakitnya. Untuk sementara dia menyewa rumah bersama Virra. Karena semua aset Virra juga sudah dijualnya untuk menutupi semua kerugian akibat manipulasi data yang telah Yoga lakukan.Perlahan-lahan Virra sudah ikhlas dengan apa yang menjadi ketetapan Allah. Dia juga berfikir mungkin ini teguran untuknya saat dia sedang berada diatas kemarin. Dia jadi merasa tinggi, merasa segala-galanya dan tak pernah memperdulikan saudaranya yang jelas-jelas kemarin butuh bantuannya.Kini mereka semua sudah saling bermaaf-maafan, mereka melalui hari Raya lebaran Idul Fitri dengan penuh suka cita dan juga penuh rasa haru.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (34)POV 3"Kamu kenapa, Dek?" Kak Virda mengelus-elus pundak Majid."Aku, aku banyak dosa sama Lila, Kak! Huhuhu," ucap Majid sambil terisak-isak pada Kak Virda.Kak Virda ikut menangis bersama Majid, Majid selalu terbayang-bayang dengan ucapan Ayah dan Ibunya tentang Lila."Nanti, kalau Lila udah datang kemari, kamu segera minta maaf ya sama dia, agar beban di hati kamu berkurang. Memang sudah seharusnya kita sebagai Kakak harus saling menyayangi adik-adiknya. Tanpa memandang status sosial saudara kita sendiri," Majid menghembuskan nafasnya gusar, dia juga hanya diam membisu dengan ucapan Kak Virda barusan.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (33)POV 3Kini, mereka semua sudah sampai di kota bogor. Kota yang terkenal dengan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang cukup tinggi, dan banyak tempat wisata menarik juga disana.Sebelum menemui Ferdy. Kak Alma dan yang lainnya langsung menuju ke kantor polisi untuk melaporkan kejahatan yang telah Ferdy lakukan, dan memang dia juga sudah masuk dalam daftar pencarian orang alias buronan polisi.Setelah dari kantor polisi, akhirnya mereka semua menuju ke rumah target untuk segera menangkap Ferdy si lelaki b*jing*n itu.Sepanjang perjalanan menuju ke lokasi persembunyian Ferdy, Lila terus berdoa agar semuanya berjalan lancar
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (32)POV 3Kini keadaan Majid sedang mengalami kritis, dirinya kini di antara hidup dan mati.Lila menunggu Kak Virda yang sedang di dalam perjalanan untuk menuju ke rumah sakit, untuk bergantian menjaga Bang Majid. Karena Lila dan Arham akan pulang dulu ke rumahnya untuk melihat keadaan anak-anak yang memang dititipkan pada Kak Alma.Tak lama kemudian Kak Virda pun datang dengan raut wajah cemasnya."Assalamualaikum, Ya Allah Lila! Kenapa semua bisa terjadi seperti ini?huhuhu," Kak Virda pun langsung menghampiri Lila dan mereka pun saling berpelukan dalam isak tangis kesedihan. Tak pernah sedikitpun ada dendam di hati Lila un
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (31)POV 3"Kembalilah, Anakku. Dan kembalikan hak Lila yang telah kau rampas, Ayah dan Ibu ingin sekali melihat kalian semua menjadi Saudara yang akur dan saling menyayangi." Majid menangis sejadi-jadinya saat mendengar ucapan dari Ayah dan Ibunya itu.🌼🌼🌼🌼Kini semua tim kepolisian dan juga Lila dan Arham telah sampai di lokasi tempat penyekapan Bang Majid.Tim kepolisian segera berpencar untuk mengepung para penjahat yang sedang berada di dalam. Sedangkan Lila dan Arham disuruh bersembunyi terlebih dahulu di balik pepohonan yang rindang yang berada tak jauh dari rumah tersebut, agar tak ketahuan oleh para penja