#SAUDARA RASA ORANG LAIN (2)
Sayup-sayup kudengar dari arah belakangku seperti suara Bang Majid yaitu Kakak pertamaku, dan juga suara Virra. Mereka seperti sedang tertawa dengan riangnya.
Lalu kuberanikan diri untuk menoleh, dan memastikan si pemilik suara tersebut. Dan betapa terkejutnya diriku saat tahu kalau itu ternyata benar suara dari Bang Majid dan juga adikku Virra.
🌹🌹🌹
Betapa teririsnya hati ini, saat melihat kedua saudara kandungku yang sedang bersenda gurau dengan cerianya. Mereka bersama keluarga masing-masing dan sepertinya sedang menunggu yang lainnya juga. Ingin rasanya aku untuk segera menemui mereka disitu. Tapi niat ini kuurungkan.
"Bu? Itu kayaknya Abang Fariz ya sama Papi juga ya," suara Amalia membuyarkan lamunanku. Ternyata Lia juga ngeh, kalau disini ada sepupunya yaitu Fariz, dan Papi itu panggilan Lia untuk Abangku, karena Abangku sendiri yang menyuruhnya waktu itu.
"Iya, Sayang. Udah nanti aja ya, kita samperin kalau udah selesai makan. Sekarang kita tungguin Bapak dulu, terus makan, baru kita temui Papi dan yang lainnya." Lia mengangguk paham, dan tak banyak membantah lagi, memang dia terpaksa harus berfikir dewasa di usianya yang masih tujuh tahun.
Amalia memang anak yang rajin, sering membantuku membereskan pekerjaan rumah yang tak pernah ada habisnya. Dia juga membantuku menjaga Raffa yang sedang aktif-aktifnya, saat aku pergi berkeliling untuk berjualan kue.
Tak lama Bang Arham pun datang dengan membawa nampan berisi makanan di tangannya. Anak-anak yang melihat tersenyum riang, karena memang kami semua jarang sekali untuk memakan makanan seperti ini. Bagiku sudah makan setiap hari dan bisa memberikan uang jajan untuk anak-anak saja itu sudah cukup. Dan keluarga yang selalu diberikan kesehatan oleh Allah. Serta keluarga yang bahagia dan suami yang penyayang, bagiku itu sudah menjadi rahmat Allah yang tak terkira.
Bang Arham menyusun makanan yang berada di nampan untuk ditaruh diatas meja. Wajah Bang Arham terlihat gusar. Apa mungkin dia juga sudah tahu kalau disini ada saudara-saudaraku.
"Waahh … asyik, ayam gorengnya kayaknya enak ya, Bu? Aku udah nggak sabar," ujar Lia yang kegirangan, matanya tak lepas pada ayam berbalut tepung tersebut, dan sesekali dia mengusap perutnya. Karena memang Lia sudah biasa puasa hingga Maghrib, sedangkan Raffa berpuasa setengah hari kemudian diteruskan lagi hingga Maghrib.
"Iya, aku juga udah laper banget nih, aku nggak sabar. Adzan Maghrib masih lama ya, Bu?" Kini Raffa pun ikut menimpali, Bang Arham yang posisi duduknya memang menghadap ke arah meja saudaraku, kemungkinan sudah tahu kalau disana ada mereka.
Maka dari itu, dia sedari tadi cuma diam saja sambil tersenyum kecut. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh suamiku ini.
"Sabar ya? Sebentar lagi juga Adzan kok, nanti makannya jangan buru-buru ya? Jangan lupa baca doa buka puasanya," jawabku sambil mengingatkan mereka untuk berdoa sebelum makan dan berbuka puasa.
"Ok, siap Bu!" Jawab mereka serentak.
Lalu tak lama Adzan Maghrib pun berkumandang, melalui pengeras suara di dalam Mall. Dan petugas Mall juga memberitahukan melalui pengeras suara tersebut bahwa waktu untuk berbuka sudah tiba. Kami pun mulai berdoa dan menyantap makanan yang sudah tersedia.
'Allhamdulillah, Ya Allah atas segala karunia dan juga Rizki-MU, maka aku kini berbuka dengan makanan yang nikmat ini, dan juga bisa menyenangkan anak-anakku, terima kasih ya Allah atas kemurahanMU.' Ucapku dalam hati, sambil memandangi kedua malaikat kecilku yang sedang makan dengan lahapnya.
"Bang, dari tadi kamu diem aja? Kenapa?" Karena rasa penasaran yang sudah memuncak, akhirnya kuputuskan bertanya pada Bang Arham. Aku takut kalau dia marah, karena mengajak kami semua untuk makan di restoran ini.
"Nggak papa kok, Dek. Disana ada saudara-saudara kamu ya? Apa kamu tahu, Dek?" Jawabannya sudah kuduga, karena pasti Bang Arham sudah melihatnya sedari tadi.
"Iya, aku tahu kok, Bang. Udah gapapa nggak usah dibahas, nanti kita kesana aja sebentar untuk menyapa mereka," Bang Arham tak menjawab, dia malah menunduk.
"Aku minta maaf ya, Dek? Aku belum bisa bahagiain kamu dan anak-anak. Aku belum bisa beliin kamu perhiasan dan barang-barang mewah," sontak saja hatiku menjadi gusar saat Bang Arham berkata seperti itu.
"Kok Abang ngomongnya gitu sih? Emang selama ini aku pernah nuntut sama Abang?" Aku bertanya balik pada lelaki yang memiliki wajah tegas itu, namun berhati lembut.
"Nggak sih, cuma Abang sebagai lelaki ngerasa nggak berguna. Karena udah ngajak kamu hidup susah kayak sekarang ini, apalagi pekerjaan Abang …." Belum selesai dia berbicara langsung ku jeda kalimatnya.
"Cuma ojol? Aku nggak malu kok, mau abang kerja apapun asal itu halal, aku nggak akan pernah malu. Aku bakal malu kalau banyak harta tapi dari hasil yang nggak halal dan berujung menjadi nggak berkah. Lalu aku merasa sia-sia karena seumur hidupku hanya bergelimang dengan dosa, dari hal sepele yaitu harta." Jawabku. Bang Arham tersenyum gusar, mengusap wajahnya dengan tangan kanannya.
"Makasih, Dek. Udah mau mendampingiku, menjadi bidadari untukku di dunia serta nanti di akhirat." Lalu dia memegang tangan ini dan aku pun membalasnya.
"Ehem, ehem … ada anak kecil nih, disini. Raffa, kamu tutup mata ya? Ada yang lagi pegangan tangan. Hihihi." Si sulungku meledek kami berdua. Dan kami berdua langsung salah tingkah, karena lupa kalau ada anak-anak yang sedang memperhatikan kami.
🌹🌹🌹
Setelah semuanya selesai makan, kami memang sepakat untuk menghampiri Bang Majid dan juga Virra, serta yang lainnya. Disana ada juga beberapa teman-teman Bang Majid yang ikut berbuka bareng sepertinya. Disana ada juga Sisil--adiknya Kak Arimbi.
Jujur saja, walaupun mereka adalah saudara sekandung, tapi tetap saja ada rasa sungkan di dalam hati. Mengingat harta yang menjadi tolak ukur untuk saat ini.
Tapi, Bang Arham meyakinkanku bahwa semuanya akan baik-baik saja, dan tidak sesuai dengan pikiran burukku.
Lalu kami pun melangkahkan kaki mendekati meja mereka, Kak Arimbi dari kejauhan sepertinya sudah melihatku dan juga anak-anak. Tapi dia melengos. Aku berdoa dalam hati.
"Bang Majid? Virra?" Mereka semua menengok dengan serempak, kecuali Kak Arimbi. Karena memang sedari tadi dia sudah lebih dulu melihatku.
"Lila? Kamu disini juga?" Bang Majid menjawab dengan nada yang terkejut, sedangkan Virra hanya tersenyum getir.
"Iya Bang. Tadi kami semua juga buka puasa disini, eh, kebetulan aku ngeliat Abang dan yang lainnya juga disini, makanya aku samperin kesini," jelasku pada mereka semua, yang kini menatap kami dengan tatapan yang entah.
"Ya sudah, Pak. Saya pamit dulu, silahkan diteruskan acara keluarganya." Salah seorang lelaki berperawakan agak tua berdiri lalu menyalami Bang Majid dan juga Virra. Mungkin Bapak tersebut ada partner bisnisnya Bang Majid. Lalu mereka mengobrol sebentar, dan setelah itu Bapak paruh baya itupun akhirnya pergi.
Virra terlihat sedang sibuk menerima telepon yang entah dari siapa, sedangkan Kak Arimbi sibuk menyuapi si bungsu Faraz, begitu juga dengan Bang Majid yang sedang sibuk dengan ponselnya.
Aku dan Bang Arham saling lirik, karena jangankan disuruh untuk bergabung bersama mereka, disuruh duduk pun tidak. Dan mereka semua juga tak ada satupun yang menegur anak-anakku. Mereka seolah sibuk sendiri.
Entahlah, aku kini merasa sedang berhadapan dengan orang yang tak dikenal, bukan seperti dengan saudara kandung sendiri.
"Ehm, Bang. Kami pamit pulang dulu ya?" Bang Arham yang tak tahan lagi dengan situasi seperti ini, akhirnya berpamitan pada Bang Majid.
"Eh iya-iya, maaf ya? Abang lagi sibuk ini ngurusin pesanan catering untuk perusahaan ternama, hati-hati ya?" Lalu kami pun bersalaman pada semua yang ada disitu. Virra sama sekali tak menegurku sejak dari pertama aku datang kemari. Entah apa yang ada di dalam pikiran adikku itu. Aku jadi bingung, salah apa aku sebenarnya?
Begitu juga dengan Kak Arimbi, yang entah beneran sibuk atau hanya berpura-pura sibuk saja, dia juga sama sekali tak menyapa anak-anakku, dan itu semua membuat hatiku berdenyut perih.
🌹🌹🌹
Setelah kami semua keluar dari restoran tadi, aku meminta izin pada Bang Arham untuk ke toilet sebentar.
Sesampainya di dalam kamar mandi, langsung kutumpahkan tangisku yang sejak tadi kutahan. Aku meratapi kejadian yang baru saja terjadi, entah karena memang aku yang baper dengan sikap mereka semua atau karena apa, makanya aku pun mendadak menjadi sedih sekali.
Seharusnya kalau mereka tak mau menyapaku dan juga Bang Arham, setidaknya mereka mau menyapa anak-anakku yang notabene adalah keponakannya sendiri. Tapi, ya sudahlah, mungkin memang ini jalannya.
Lalu saat aku mau membuka kunci pintu toilet, aku mendengar suara khas yang kukenal. Yaitu suara Kak Arimbi dan satunya aku tak tahu suara siapa. Sepertinya itu suara Sisil. Mereka sepertinya akan masuk ke dalam toilet ini juga. Lalu kuurungkan untuk keluar, dan menunggu mereka pergi dulu.
"Lagian nih ya, Kak. Kalau menurut aku si Lila itu sombong, udah tau nggak punya duit, hidup pas-pasan. Eh, pake acara makan-makan disini segala lagi, orang mah udah makan di pinggir jalan aja sih," ucap perempuan tadi yang bersama Kak Arimbi.
"Iya, makanya. Songong emang, eneg kakak ngeliat mereka tuh, makanya tadi kakak diem aja cuekin mereka. Biar mereka tau diri. Lagian nih ya, pasti mereka itu nyamperin Bang Majid cuma mau minta duit, dengan dalih untuk anak-anaknya. Dasar emang orang miskin, kalau mau punya duit ya usaha dong, jangan minta-minta terus ke saudara," kali ini Kak Arimbi menjawabnya dengan nada berapi-api. Dan sukses membakar hati ini yang mendengarnya secara langsung.
#Terima Kasih atas antusiasnya mak-emak semua, semoga selalu diberkahi oleh Allah.
Cerita ini cuma fiksi, tapi memang banyak terjadi di dunia nyata. Dan semoga kita dijauhkan dari saudara-saudara yang seperti ini. Dan semoga kita selalu dikelilingi oleh orang-orang yang baik yang membawa keberkahan untuk hidup kita. Aamiin.
#Saudara Rasa Orang Lain (3)"Iya, makanya. Songong emang, eneg kakak ngeliat mereka tuh, makanya tadi kakak diem aja cuekin mereka. Biar mereka tau diri. Lagian nih ya, pasti mereka itu nyamperin Bang Majid cuma mau minta duit, dengan dalih untuk anak-anaknya. Dasar emang orang miskin, kalau mau punya duit ya usaha dong, jangan minta-minta terus ke saudara," kali ini Kak Arimbi menjawabnya dengan nada berapi-api. Dan sukses membakar hati ini yang mendengarnya secara langsung.🌹🌹🌹Karena telinga ini sudah tak tahan lagi, saat mendengar mereka membicarakanku. Langsung saja aku keluar dari dalam toilet tersebut."Li-Li-Lila? Ternyata kamu disini juga?" Kak Arimbi tiba-tiba tergagap saat melihatku, sudah seper
#Saudara Rasa Orang Lain (4)Ucapan-ucapan yang barusan keluar dari mulut Bang Arham, seperti oase di padang pasir, menyejukkan hati yang sedang gundah gulana.Aku bersyukur ya Allah, diberikan suami yang sangat baik dan juga berhati bersih, semoga kami selalu bersama hingga surgaMU ya Rabb.🌹🌹🌹Setelah menempuh perjalanan kurang lebih setengah jam, akhirnya aku dan Bang Arham sampai juga di rumah Emak.Anak-anak buru-buru turun dan langsung berlarian ke rumah Neneknya. Tapi ternyata di rumah Emak kosong, karena kemungkinan Emak sedang melaksanakan shalat tarawih di masjid.Bang Arham menc
#Saudara Rasa Orang Lain (5)Aku tak habis pikir, kenapa Bang Majid bisa-bisanya berkata seperti itu dengan Kak Virda. Padahal jelas-jelas aku sudah mengajak Bang Majid dan juga Virra untuk buka bersama. Tapi mereka yang selalu saja beralasan. Dan kenapa kini seolah-olah jadi aku yang disalahkan? Ya Allah, kenapa jadi begini?🌹🌹🌹Aku termenung memikirkan ucapan Kak Virda di WhatsApp tadi. Aku juga belum membalas pesannya lagi.Terkadang aku berfikir, kenapa di dunia ini, hanya harta dan kedudukan yang menjadi tolok ukur pada diri seseorang.Kenapa sesama saudara bisa saling merendahkan dan menjatuhkan hanya karena rezeki mereka yang berbeda.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (6)Bukannya aku nggak mau untuk menjaga Faraz, tapi kalau aku tak berjualan, pemasukan pun otomatis menjadi berkurang. Karena hanya mengandalkan pemasukan dari Bang Arham saja.Akhirnya kuputuskan untuk datang sebentar ke rumah Bang Majid besok pagi. Sepulangnya dari rumah Emak nanti.Aku juga sudah mengatakan pada Bang Arham perihal ini semua. Kata Suamiku itu, gapapa aku datang dulu saja untuk mengatakan langsung pada Bang Majid bahwa aku nggak bisa menemani Faraz karena harus berjualan.🌼🌼🌼Pagi pun kini telah menyapa, Emak sedang menyapu halaman rumah yang sudah dipenuhi oleh dedaunan yang jatuh dari ranting-ranting pohon.Aku pun bersiap-siap sambil menunggu Bang Arham selesai beberes. Aku juga sudah selesai membantu Emak untuk membereskan rumah walau ada Bik Neti, tapi kami semua tetap melakukan pekerjaan rumah.Setelah semuanya selesai, kami pun pamit pada Emak, da
#Saudara Rasa Orang Lain (7)"Arham! Lila! Sombong sekali kamu dengan kami sekarang. Saran Abang, kalau orang miskin jangan punya sifat sombong, takut besok-besok butuh bantuan Saudara." Ucap Bang Majid dengan lantangnya saat aku dan Bang Arham sedang berjalan keluar dari rumahnya.Kami pun langsung menoleh, sebenarnya aku tak ingin menghiraukan ucapan Abangku itu. Tapi karena kata-katanya yang cukup menyakitkan, membuat kami berdua reflek menoleh."Maaf, Bang. Bukannya kami sombong, tapi memang kami saat ini lagi nggak bisa, karena memang Lila sedang ada orderan kue, maafkan kami Bang, kalau sudah mengecewakan Abang dan juga Kakak." Tutur Bang Arham menjelaskan lagi, dan mungkin dia juga sedang mengendalikan hatinya agar tidak terbawa emosi.Pprraaaangg!!! Tiba-tiba terdengar suara seperti benda berbahan kaca yang jatuh dari arah taman rumahnya
#Saudara Rasa Orang Lain (8)"Tadi, kan Lia sama Raffa lagi main dekat depan, Bu. Terus tiba-tiba Tante Sisil datang. Dia bilang kalau orang miskin jangan main di halaman rumah Papi, nanti kotor. terus Lia tanya, memangnya kenapa kalau orang miskin ke rumah Papi? Eh, dia malah langsung dorong Lia, Bu. Sampai Lia jatuh dan akhirnya kena pot bunga Mami Arimbi, dan langsung menimpa tangan Lia." Tuturnya panjang lebar, menjelaskan semua pertanyaan di dalam hati."Astaghfirullah, benar begitu Nak ceritanya?" Aku terhenyak saat mendengar cerita dari mulut Lia langsung. Kenapa Sisil bisa setega itu dengan Lia, hanya karena kami miskin. Terlalu merendahkan sekali Sisil itu.Tak lama Bang Arham pun yang sudah selesai mandi datang dan berkumpul bersama kami di ruang tamu. Hari sudah siang dan Bang Arham akan segera berangkat untuk mencari nafkah."Udah, D
#Saudara Rasa Orang Lain (9)Terkadangidup memang selucu itu, saudara kandung sendiri yang seharusnya menjadi tempat sandaran, tapi malah menjauh seolah menjadi seperti orang lain. Dan sebaliknya, orang lain tapi seperti saudara sendiri.Niatku nanti akan meminta bantuan pada Bang Arham dan juga Iparku dari pihak Bang Arham, dan juga keponakannya. Biasanya mereka di bulan Ramadhan ini banyak waktu senggang, sekalian berbagi rezeki pada mereka juga. Agar semakin berkah.Aku bergegas untuk segera mencatat bahan-bahan kue untuk dibeli besok pagi. Karena belinya dalam jumlah yang banyak, maka harus dicatat, aku nanti setibanya di pasar aku tidak sampai lupa akan apa yang mau dibeli.🌼🌼🌼Kini hari sudah sore, matahari jugs perlahan telah kembali ke peraduannya.Anak-anak sudah terbangun sedar
#Saudara Rasa Orang Lain (10) Selesai menyantap makanan berbuka puasa, kami pun melanjutkan untuk sholat Maghrib berjamaah. Dan setelah itu membereskan semua bekas peralatan makan saat berbuka tadi. Setelah semuanya selesai, Bang Arham dan juga anak-anak telah bersiap untuk segera pergi ke Masjid untuk melaksanakan sholat tarawih, begitupun denganku. Tak lama terdengar suara Adzan Isya bergema di seluruh jagat raya ini. Memanggil para hamba-Nya untuk segera bersujud, menunaikan perintahnya yaitu melaksanakan sholat Isya sekaligus sholat tarawih. Dan kami berempat pun segera berangkat menuju ke masjid untuk segera melaksanakan sholat isya sekaligus tarawih. Di sepanjang jalan saat menuju ke masjid, banyak anak-anak sedang bermain. Orang-orang yang berlalu lalang untuk segera menuju ke Masjid juga. Ramadhan kali ini terasa syahdu dan juga semarak. Karena semuanya menyambut dengan riang gembira dan suka cita. 🌼🌼🌼 Kini kami semua sudah sampai di rumah, kami semua baru saja pulang
#SAUDARA RASA ORANG LAINPart 39 (Ending)#Saudara Rasa Orang LainPart 39 (Ending)Hari ini peresmian toko kue ku, cabang ke-20. Alhamdulillah, aku tak henti-hentinya mengucap syukur pada sang maha pemilik segalanya. Dia-lah yang maha kaya dan maha pemilik seluruh jagat raya ini."Satu, dua, tiga. Bismillahirrahmanirrahim." Kami pun bersama-sama memotong pita yang terpampang di depan pintu masuk toko kue.Aku tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Dimana derajat ku dinaikkan oleh Allah. Serta dititipkan amanah yang besar yang harus kami kelola dengan sebaik-baiknya.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (38)Ekstra PartPprraanngg!!! Terdengar suara pecahan barang dari dalam rumah Tante Melly. Sepertinya suasana di dalam semakin kacau. Maka kami putuskan untuk segera masuk ke dalam rumah Tante Melly tanpa mengucap salam terlebih dulu, karena memang kondisi pintu utama juga sudah terbuka dari tadi."Astaghfirullah! Tante, ada apa ini?" Tanya Bang Majid saat melihat berbagai pecahan kaca yang berserakan, kami semua sangat terkejut melihat semua keadaan ini.Tante Melly dan juga Om Hendry langsung menoleh ke arah kami. Disana juga ada Intan dan juga adiknya yaitu Vallen. Intan masih sibuk mengusap wajahnya yang telah kuyu dengan air mata. Begitu pula dengan Vallen. Sebenarnya
Part 37 (Ekstra Part)"Kamu nggak salaman sama Lila dan juga Arham?" Celetuk Bang Majid pada Intan."Eh, iya, aku lupa, hehehe. Maaf ya Kak Lila, abis aku bergaul sama orang atas terus, jadi suka nggak lihat yang dibawah." Dia pun berjalan menuju arahku sambil menyalami seperti orang yang jijik, begitu juga dengan Bang Arham. Namun, saat bersalaman dengan Bang Arham, suamiku itu langsung menangkupkan kedua tangannya di dada. Dan wajah Melly berubah menjadi pias."Intan, nggak boleh gitu ah! Walaupun Kak Lila berbeda kasta sama kita, tapi tetap saja harus kita hormati," kini Tante Melly turut angkat bicara, tapi dengan nada merendahkan pastinya."Berbeda kasta bagaimana Tante? Lila itu adik saya, dan kami tak a
#Saudara Rasa Orang Lain (Ekstra Part)Sudah satu tahun kami membuka usaha keluarga. Dan Alhamdulillah toko-toko kue yang dirintis dari kecil, kini perlahan menjadi besar. Aku bersyukur pada Allah, karena telah memberikan begitu banyak rejeki dan karunianya pada kami semua.Bang Majid kini memegang outlet kue di daerah Jakarta. Sedangkan aku kini tinggal sementara di Bandung, karena disini toko kue kami yang paling banyak cabangnya, jadi aku harus mengontrol di daerah sini, bersama dengan Mas Arham.Kak Virda juga menjadi reseller khusus daerah di kepulauan seribu. Dan Alhamdulillah respon masyarakat disana juga sangat baik. Dan kami semua semua Alhamdulillah sudah memiliki banyak pelanggan tetap.Sedangkan Vi
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (35)POV 3Kurang lebih satu minggu akhirnya Majid bisa sembuh total dari sakitnya. Untuk sementara dia menyewa rumah bersama Virra. Karena semua aset Virra juga sudah dijualnya untuk menutupi semua kerugian akibat manipulasi data yang telah Yoga lakukan.Perlahan-lahan Virra sudah ikhlas dengan apa yang menjadi ketetapan Allah. Dia juga berfikir mungkin ini teguran untuknya saat dia sedang berada diatas kemarin. Dia jadi merasa tinggi, merasa segala-galanya dan tak pernah memperdulikan saudaranya yang jelas-jelas kemarin butuh bantuannya.Kini mereka semua sudah saling bermaaf-maafan, mereka melalui hari Raya lebaran Idul Fitri dengan penuh suka cita dan juga penuh rasa haru.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (34)POV 3"Kamu kenapa, Dek?" Kak Virda mengelus-elus pundak Majid."Aku, aku banyak dosa sama Lila, Kak! Huhuhu," ucap Majid sambil terisak-isak pada Kak Virda.Kak Virda ikut menangis bersama Majid, Majid selalu terbayang-bayang dengan ucapan Ayah dan Ibunya tentang Lila."Nanti, kalau Lila udah datang kemari, kamu segera minta maaf ya sama dia, agar beban di hati kamu berkurang. Memang sudah seharusnya kita sebagai Kakak harus saling menyayangi adik-adiknya. Tanpa memandang status sosial saudara kita sendiri," Majid menghembuskan nafasnya gusar, dia juga hanya diam membisu dengan ucapan Kak Virda barusan.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (33)POV 3Kini, mereka semua sudah sampai di kota bogor. Kota yang terkenal dengan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang cukup tinggi, dan banyak tempat wisata menarik juga disana.Sebelum menemui Ferdy. Kak Alma dan yang lainnya langsung menuju ke kantor polisi untuk melaporkan kejahatan yang telah Ferdy lakukan, dan memang dia juga sudah masuk dalam daftar pencarian orang alias buronan polisi.Setelah dari kantor polisi, akhirnya mereka semua menuju ke rumah target untuk segera menangkap Ferdy si lelaki b*jing*n itu.Sepanjang perjalanan menuju ke lokasi persembunyian Ferdy, Lila terus berdoa agar semuanya berjalan lancar
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (32)POV 3Kini keadaan Majid sedang mengalami kritis, dirinya kini di antara hidup dan mati.Lila menunggu Kak Virda yang sedang di dalam perjalanan untuk menuju ke rumah sakit, untuk bergantian menjaga Bang Majid. Karena Lila dan Arham akan pulang dulu ke rumahnya untuk melihat keadaan anak-anak yang memang dititipkan pada Kak Alma.Tak lama kemudian Kak Virda pun datang dengan raut wajah cemasnya."Assalamualaikum, Ya Allah Lila! Kenapa semua bisa terjadi seperti ini?huhuhu," Kak Virda pun langsung menghampiri Lila dan mereka pun saling berpelukan dalam isak tangis kesedihan. Tak pernah sedikitpun ada dendam di hati Lila un
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (31)POV 3"Kembalilah, Anakku. Dan kembalikan hak Lila yang telah kau rampas, Ayah dan Ibu ingin sekali melihat kalian semua menjadi Saudara yang akur dan saling menyayangi." Majid menangis sejadi-jadinya saat mendengar ucapan dari Ayah dan Ibunya itu.🌼🌼🌼🌼Kini semua tim kepolisian dan juga Lila dan Arham telah sampai di lokasi tempat penyekapan Bang Majid.Tim kepolisian segera berpencar untuk mengepung para penjahat yang sedang berada di dalam. Sedangkan Lila dan Arham disuruh bersembunyi terlebih dahulu di balik pepohonan yang rindang yang berada tak jauh dari rumah tersebut, agar tak ketahuan oleh para penja