#Saudara Rasa Orang Lain (5)
Aku tak habis pikir, kenapa Bang Majid bisa-bisanya berkata seperti itu dengan Kak Virda. Padahal jelas-jelas aku sudah mengajak Bang Majid dan juga Virra untuk buka bersama. Tapi mereka yang selalu saja beralasan. Dan kenapa kini seolah-olah jadi aku yang disalahkan? Ya Allah, kenapa jadi begini?
🌹🌹🌹
Aku termenung memikirkan ucapan Kak Virda di W******p tadi. Aku juga belum membalas pesannya lagi.
Terkadang aku berfikir, kenapa di dunia ini, hanya harta dan kedudukan yang menjadi tolok ukur pada diri seseorang.
Kenapa sesama saudara bisa saling merendahkan dan menjatuhkan hanya karena rezeki mereka yang berbeda.
Tak pernahkah mereka berfikir sedikit saja perihal rezeki yang sebenarnya adalah mutlak hak Allah.
Karena memang hanya Allah lah yang berhak memberikan harta dan kedudukan yang mungkin saja pada orang yang tepat, yang bisa menjaga amanah yang telah dititipkannya. Dan aku berpikir, mungkin saja memang akan belum layak untuk dititipkan harta oleh Allah, dan Allah mengajariku untuk lebih memantaskan diri. Agar nanti saat aku diamanahi olehNYA, aku bisa mengelolanya dengan baik. Dan tak ada rasa sombong atau riya sedikitpun di dalam hati ini.
Tapi, memang kebanyakan orang yang sudah diamanahkan oleh Allah, jarang sekali yang menggunakan hartanya dengan benar. Mereka malah seolah lupa, bahwa di dalam harta mereka masih ada hak-hak orang lain yang harus ditunaikan. Salah satunya yaitu bersedekah dan juga berzakat.
🌹🌹🌹
"Dek, kamu kenapa ngelamun gitu?" Suara Bang Arham membuyarkan lamunanku yang sejak tadi. Mata Bang Arham dan juga Emak kompak memandangiku. Aku pun jadi salah tingkah. Hati ini juga sudah terasa semakin sesak.
"Gapapa kok, Bang. Ini, aku abis baca pesan dari Kak Virda." Kuserahkan ponselku pada Bang Arham, agar dia bisa membacanya secara langsung. Tanpa harus kuceritakan lagi di depan Emak. Karena tak enak saja rasanya. Kesini malah menambahkan beban Emak dengan ceritaku.
"Terus, kenapa nggak dibalas lagi pesannya?" Tanya Bang Arham, sambil menyerahkan ponselku kembali. Aku diam tak menjawab. Karena memang bingung mau membalas pesan Kak Virda dengan kata-kata apa.
"Kalau ada masalah itu, lebih baik diselesaikan dengan kepala dingin, Nak. Jangan berlarut-larut, tidak baik. Karena masalah kecil bisa menjadi masalah besar. Lalu bisa menimbulkan prasangka-prasangka buruk, yang berujung pada kekotoran hati." Seolah tahu isi hatiku, kini Emak ikut angkat bicara tanpa diminta terlebih dulu.
"Aku bingung, Mak." Dan kini buliran bening, sebagai perwakilan atas sesaknya dada ini, meluncur deras membasahi kedua pipi.
"Bingung kenapa, Nak? Coba kamu cerita? Siapa tahu Emak bisa kasih solusi untuk kalian berdua," jawab Emak sambil mengusap-usap punggungku. Rasanya nyaman sekali saat berada di dekat Emak. Seperti berada di dekat Ibuku sendiri.
Ibu … aku rindu. Aku rindu akan belaianmu, aku rindu bersenda gurau denganmu, aku rindu akan nasehat-nasehatmu, dan aku rindu dengan pelukan hangatmu.
Ibu … tak apa bagiku untuk bisa memelukmu lagi walau hanya di dalam mimpi sekalipun. Bertemu denganmu, menceritakan suka dukaku yang kini masih betah menyapa hidupku.
'Kata … mereka, diriku selalu dimanja.
Kata … mereka, diriku selalu ditimang.
Oh … Bunda, ada dan tiada dirimu kan selalu ada di dalam hatiku.'
Kini, aku malah semakin menangis sesenggukan di pelukan Emak, perasaan sesak kian menghimpit dada ini. Aku merasa bahwa di dunia ini aku hanya hidup sendiri. Tanpa kasih sayang tulus dari kedua orang tua. Kasih sayang yang tak pernah memandang apapun. Kasih sayang tanpa syarat. Dan kini mereka berdua sudah tenang di alam sana dan berbahagia selamanya.
"Yang sabar ya, Nak? Selalu berdoa sama Allah, agar hidup kalian selalu diberikan keberkahan dan kebaikan yang selalu menyertai hidup kalian. Dan selalu kuat untuk menghadapi ujian dalam hidup yang penuh dengan lika-likunya," ucap Emak lagi. Dan ucapan Emak sukses semakin membuat air mataku semakin deras mengalir.
🌹🌹🌹
Setelah hati ini terasa sedikit lega, karena telah menumpahkan sesak di dada melalui air mata. Walau diri ini sebenarnya belum cerita apapun pada Emak, karena sedari tadi hanya tangisan yang keluar dari mulutku.
Aku mengurai pelukan Emak, begitupun dengan Emak, yang setia memeluk menantunya bagaikan anak sendiri dan mau menjadi tempat bersandar bagi menantunya yang kadang merasa tak berdaya ini.
Aku selalu berdoa pada Allah di setiap sujud panjangku, agar suatu saat Allah mau merubah keadaan hidupku agar menjadi lebih baik lagi, tak menyusahkan saudara, dan bisa membahagiakan Emak yang memang sudah kuanggap sebagai pengganti orang tuaku.
Aku ingin sekali bisa membahagiakan Emak, serta bisa membantu orang-orang di sekitarku. Aku berharap bisa menjadi orang yang bermanfaat selama hidupku, bermanfaat bagi semua orang yang membutuhkan bantuan. Sebelum nafas ini berhenti dan kembali padaNYA selamanya.
"Kamu yang sabar ya, Nak. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Ya udah, Emak mau ke kamar dulu sebentar ya? Kalian ngobrol aja dulu," aku mengangguk meng-iyakan ucapan Emak. Lalu Emak beranjak dan segera menuju ke kamarnya.
Rencananya kami akan menginap disini, karena memang hari juga sudah malam. Dan aku baru tersadar, entah sejak kapan anak-anak sudah tertidur di atas kasur busa yang terletak di depan televisi.
Kemudian aku mengalihkan pandangan ke arah Bang Arham, ternyata dia juga sedang sibuk menghapus air matanya.
Apa sedari tadi Suamiku ini ikut menangis juga? Apa dia juga tau dengan perasaan hatiku saat ini?
🌹🌹🌹
"Bang, kamu kenapa? Kok ikut sedih sih?" Tanyaku, memecahkan keheningan malam ini.
"Besok sepulangnya dari sini, aku mau cari kerja, Dek. Biar hidup kita berubah keadaannya. Benar kata Kakak kamu, kalau aku harus mencari pekerjaan yang memiliki gaji, agar hidup kamu bisa terjamin." Tutur Bang Arham panjang lebar.
"Kan sekarang lagi bulan puasa, Bang. Kalau memang Abang mau mencari pekerjaan, saranku nanti saja sesudah lebaran. Karena mungkin jarang sekali perusahaan yang mau menerima saat mendekati lebaran seperti ini," jawabku memberikan saran. Bang Arham diam, nampak sedang berfikir.
Tak lama, ponselku bergetar lagi, kali ini tanda panggilan masuk. Dan setelah aku lihat ternyata panggilan masuk dari Kak Virda.
Ada apa sebenarnya Kak Virda menelpon malam-malam seperti ini? Apa karena pesannya yang belum kubalas?
"Hallo, Assalamualaikum Kak? Kenapa Kak?" Ucapku saat mengangkat telepon.
[Wa'alaikumsalam, Dek. Kamu belum tidur? Kok pesen Kakak nggak dibalas tadi?]
"Iya maaf, Kak. Belum kak. Oh iya terima kasih sarannya, Kak. Bang Arham akan mencari pekerjaan baru kok, nanti setelah lebaran," jawabku lagi.
[Yaudah, Alhamdulillah kalau gitu, Dek. Oh iya kakak cuma mau bilangin. Bisa nggak besok kamu ke rumahnya Majid, katanya si Faraz lagi sakit, mereka repot sekali karena lagi banyak orderan catering. Jadi Kakak minta kamu kesana ya? Untuk bantu jagain si Faraz dan juga Fariz. Kamu mau kan?] Aku berfikir sejenak, kenapa Bang Majid menyuruh Kak Virda untuk meneleponku dan meminta tolong untuk menemani Faraz yang sedang sakit.
Kenapa bukan Bang Majid sendiri yang menghubungiku? Seketika aku jadi dilema sendiri. Kalau aku menolak, takut Kak Virda malah berpikiran macam-macam. Tapi, kalau aku meng-iyakan, aku juga takut kalau kesana tanpa Bang Majid sendiri yang menyuruhnya.
[Hallo, La, Lila. Kamu masih disana kan? Kok diem aja?] Suara Kak Virda membuyarkan lamunanku.
"I-iya Kak. Maaf Kak, tadi aku tinggal sebentar teleponnya, karena Emak memanggil," jawabku beralasan.
[Oh, kamu di rumah Emaknya Arham? Saran Kakak jangan sering-sering kesana, duit kalian bakal dimintain terus sama Emaknya Arham dan gak akan pernah terkumpul kalau gitu. Apalagi pekerjaan Arham yang cuma tukang ojek, sangat jauh dari kata cukup. Ya udah, jangan lupa besok ke rumah majid ya? Jagain Faraz, biar Arimbi sm Majid bisa fokus ngurus cateringnya, Kakak tutup dulu ya teleponnya? Assalamualaikum,]
"Wa'alaikumsalam, Kak." Jawabku dan segera menutup telepon dari Kak Virda.
Sekarang aku bingung sendiri, kenapa Bang Majid atau Kak Arimbi meminta tolong padaku tapi tidak menelepon langsung? Kenapa juga Kak Virda seolah memaksaku untuk menjaga Faraz, dan seolah tak mempedulikan kedua anakku yaitu Amalia dan juga Raffa. Serta tak menanyakan sama sekali tentang daganganku.
Bukannya aku nggak mau untuk menjaga Faraz, tapi kalau aku tak berjualan, pemasukan pun otomatis menjadi berkurang. Karena hanya mengandalkan pemasukan dari Bang Arham saja.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (6)Bukannya aku nggak mau untuk menjaga Faraz, tapi kalau aku tak berjualan, pemasukan pun otomatis menjadi berkurang. Karena hanya mengandalkan pemasukan dari Bang Arham saja.Akhirnya kuputuskan untuk datang sebentar ke rumah Bang Majid besok pagi. Sepulangnya dari rumah Emak nanti.Aku juga sudah mengatakan pada Bang Arham perihal ini semua. Kata Suamiku itu, gapapa aku datang dulu saja untuk mengatakan langsung pada Bang Majid bahwa aku nggak bisa menemani Faraz karena harus berjualan.🌼🌼🌼Pagi pun kini telah menyapa, Emak sedang menyapu halaman rumah yang sudah dipenuhi oleh dedaunan yang jatuh dari ranting-ranting pohon.Aku pun bersiap-siap sambil menunggu Bang Arham selesai beberes. Aku juga sudah selesai membantu Emak untuk membereskan rumah walau ada Bik Neti, tapi kami semua tetap melakukan pekerjaan rumah.Setelah semuanya selesai, kami pun pamit pada Emak, da
#Saudara Rasa Orang Lain (7)"Arham! Lila! Sombong sekali kamu dengan kami sekarang. Saran Abang, kalau orang miskin jangan punya sifat sombong, takut besok-besok butuh bantuan Saudara." Ucap Bang Majid dengan lantangnya saat aku dan Bang Arham sedang berjalan keluar dari rumahnya.Kami pun langsung menoleh, sebenarnya aku tak ingin menghiraukan ucapan Abangku itu. Tapi karena kata-katanya yang cukup menyakitkan, membuat kami berdua reflek menoleh."Maaf, Bang. Bukannya kami sombong, tapi memang kami saat ini lagi nggak bisa, karena memang Lila sedang ada orderan kue, maafkan kami Bang, kalau sudah mengecewakan Abang dan juga Kakak." Tutur Bang Arham menjelaskan lagi, dan mungkin dia juga sedang mengendalikan hatinya agar tidak terbawa emosi.Pprraaaangg!!! Tiba-tiba terdengar suara seperti benda berbahan kaca yang jatuh dari arah taman rumahnya
#Saudara Rasa Orang Lain (8)"Tadi, kan Lia sama Raffa lagi main dekat depan, Bu. Terus tiba-tiba Tante Sisil datang. Dia bilang kalau orang miskin jangan main di halaman rumah Papi, nanti kotor. terus Lia tanya, memangnya kenapa kalau orang miskin ke rumah Papi? Eh, dia malah langsung dorong Lia, Bu. Sampai Lia jatuh dan akhirnya kena pot bunga Mami Arimbi, dan langsung menimpa tangan Lia." Tuturnya panjang lebar, menjelaskan semua pertanyaan di dalam hati."Astaghfirullah, benar begitu Nak ceritanya?" Aku terhenyak saat mendengar cerita dari mulut Lia langsung. Kenapa Sisil bisa setega itu dengan Lia, hanya karena kami miskin. Terlalu merendahkan sekali Sisil itu.Tak lama Bang Arham pun yang sudah selesai mandi datang dan berkumpul bersama kami di ruang tamu. Hari sudah siang dan Bang Arham akan segera berangkat untuk mencari nafkah."Udah, D
#Saudara Rasa Orang Lain (9)Terkadangidup memang selucu itu, saudara kandung sendiri yang seharusnya menjadi tempat sandaran, tapi malah menjauh seolah menjadi seperti orang lain. Dan sebaliknya, orang lain tapi seperti saudara sendiri.Niatku nanti akan meminta bantuan pada Bang Arham dan juga Iparku dari pihak Bang Arham, dan juga keponakannya. Biasanya mereka di bulan Ramadhan ini banyak waktu senggang, sekalian berbagi rezeki pada mereka juga. Agar semakin berkah.Aku bergegas untuk segera mencatat bahan-bahan kue untuk dibeli besok pagi. Karena belinya dalam jumlah yang banyak, maka harus dicatat, aku nanti setibanya di pasar aku tidak sampai lupa akan apa yang mau dibeli.🌼🌼🌼Kini hari sudah sore, matahari jugs perlahan telah kembali ke peraduannya.Anak-anak sudah terbangun sedar
#Saudara Rasa Orang Lain (10) Selesai menyantap makanan berbuka puasa, kami pun melanjutkan untuk sholat Maghrib berjamaah. Dan setelah itu membereskan semua bekas peralatan makan saat berbuka tadi. Setelah semuanya selesai, Bang Arham dan juga anak-anak telah bersiap untuk segera pergi ke Masjid untuk melaksanakan sholat tarawih, begitupun denganku. Tak lama terdengar suara Adzan Isya bergema di seluruh jagat raya ini. Memanggil para hamba-Nya untuk segera bersujud, menunaikan perintahnya yaitu melaksanakan sholat Isya sekaligus sholat tarawih. Dan kami berempat pun segera berangkat menuju ke masjid untuk segera melaksanakan sholat isya sekaligus tarawih. Di sepanjang jalan saat menuju ke masjid, banyak anak-anak sedang bermain. Orang-orang yang berlalu lalang untuk segera menuju ke Masjid juga. Ramadhan kali ini terasa syahdu dan juga semarak. Karena semuanya menyambut dengan riang gembira dan suka cita. 🌼🌼🌼 Kini kami semua sudah sampai di rumah, kami semua baru saja pulang
#Saudara Rasa Orang Lain (11)"Kemarin Sisil nginap di rumah aku, dia bantuin input penjualan di toko online aku. Nah, aku tidur duluan karena udah ngantuk banget. Sedangkan dia masih asyik sama laptopnya di ruang tamu sendirian. Sedangkan para karyawan juga udah pulang. Saat aku mendusin, aku malah ngeliat dia sama Yoga lagi berpelukan, Kak. Dan kakak tahu setelah itu mereka ngapain? Mereka ciuman lama sekali, mereka selingkuh, Kak! Huhuhu," jelasnya, dan kini dia semakin menangis sesenggukan.🌼🌼🌼"Astaghfirullah, benar begitu kejadiannya, Vir?" Sontak aku langsung terkejut, karena mendengar cerita dari Virra.Padahal kemarin waktu di pusat kuliner, aku melihat Sisil sedang bersama laki-laki lain dan itu bukan Y
#Saudara Rasa Orang Lain (12)Hari ini kami mau berkunjung ke rumah Kakak Iparnya Bang Arham, yaitu ke rumah Kak Alma. Karena kami akan meminta tolong padanya untuk membantu membuat kue dimulai besok pagi. Sedangkan malam nanti sepulangnya sholat tarawih, aku akan membereskan bahan-bahan kue yang akan digunakan besok pagi.🌼🌼🌼Kini kami berempat telah sampai di rumahnya Kak Alma, aku dan anak-anak bergegas untuk turun, sedangkan Bang Arham memarkirkan motornya.Tok!Tok!Tok!"Assalamualaikum, Kak." Ucapku sambil mengetuk pintu.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (13)"Nanti aja aku ceritain kalau Kakak udah disini, kalau Kakak mau ketemu aku, Kakak mampir jugalah ke rumah gubuk aku. Nggak nginep juga gapapa. Itupun kalau Kakak sudi untuk mampir." Jawabku dengan nada gusar, karena takut Kak Virda marah.Ah, tapi biarkan sajalah kalau Kak Virda sampai marah cuma karena ucapanku. Mulai saat ini aku harus tegas, walau kini hidupku masih dalam tahap merangkak, tapi tetap saja harga diri tak boleh diinjak-injak walau dengan saudara sekalipun.🌼🌼🌼[Iya udah, Insha Allah Kakak nanti bakal mampir kok ke rumah kamu. Tapi Kakak nggak nginep ya? Kan kalau nginep, bingung juga mau tidur dimana.] Ucap Kak Virda lagi, aku hanya menghembuskan nafas gusar m
#SAUDARA RASA ORANG LAINPart 39 (Ending)#Saudara Rasa Orang LainPart 39 (Ending)Hari ini peresmian toko kue ku, cabang ke-20. Alhamdulillah, aku tak henti-hentinya mengucap syukur pada sang maha pemilik segalanya. Dia-lah yang maha kaya dan maha pemilik seluruh jagat raya ini."Satu, dua, tiga. Bismillahirrahmanirrahim." Kami pun bersama-sama memotong pita yang terpampang di depan pintu masuk toko kue.Aku tak pernah menyangka akan berada di titik ini. Dimana derajat ku dinaikkan oleh Allah. Serta dititipkan amanah yang besar yang harus kami kelola dengan sebaik-baiknya.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (38)Ekstra PartPprraanngg!!! Terdengar suara pecahan barang dari dalam rumah Tante Melly. Sepertinya suasana di dalam semakin kacau. Maka kami putuskan untuk segera masuk ke dalam rumah Tante Melly tanpa mengucap salam terlebih dulu, karena memang kondisi pintu utama juga sudah terbuka dari tadi."Astaghfirullah! Tante, ada apa ini?" Tanya Bang Majid saat melihat berbagai pecahan kaca yang berserakan, kami semua sangat terkejut melihat semua keadaan ini.Tante Melly dan juga Om Hendry langsung menoleh ke arah kami. Disana juga ada Intan dan juga adiknya yaitu Vallen. Intan masih sibuk mengusap wajahnya yang telah kuyu dengan air mata. Begitu pula dengan Vallen. Sebenarnya
Part 37 (Ekstra Part)"Kamu nggak salaman sama Lila dan juga Arham?" Celetuk Bang Majid pada Intan."Eh, iya, aku lupa, hehehe. Maaf ya Kak Lila, abis aku bergaul sama orang atas terus, jadi suka nggak lihat yang dibawah." Dia pun berjalan menuju arahku sambil menyalami seperti orang yang jijik, begitu juga dengan Bang Arham. Namun, saat bersalaman dengan Bang Arham, suamiku itu langsung menangkupkan kedua tangannya di dada. Dan wajah Melly berubah menjadi pias."Intan, nggak boleh gitu ah! Walaupun Kak Lila berbeda kasta sama kita, tapi tetap saja harus kita hormati," kini Tante Melly turut angkat bicara, tapi dengan nada merendahkan pastinya."Berbeda kasta bagaimana Tante? Lila itu adik saya, dan kami tak a
#Saudara Rasa Orang Lain (Ekstra Part)Sudah satu tahun kami membuka usaha keluarga. Dan Alhamdulillah toko-toko kue yang dirintis dari kecil, kini perlahan menjadi besar. Aku bersyukur pada Allah, karena telah memberikan begitu banyak rejeki dan karunianya pada kami semua.Bang Majid kini memegang outlet kue di daerah Jakarta. Sedangkan aku kini tinggal sementara di Bandung, karena disini toko kue kami yang paling banyak cabangnya, jadi aku harus mengontrol di daerah sini, bersama dengan Mas Arham.Kak Virda juga menjadi reseller khusus daerah di kepulauan seribu. Dan Alhamdulillah respon masyarakat disana juga sangat baik. Dan kami semua semua Alhamdulillah sudah memiliki banyak pelanggan tetap.Sedangkan Vi
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (35)POV 3Kurang lebih satu minggu akhirnya Majid bisa sembuh total dari sakitnya. Untuk sementara dia menyewa rumah bersama Virra. Karena semua aset Virra juga sudah dijualnya untuk menutupi semua kerugian akibat manipulasi data yang telah Yoga lakukan.Perlahan-lahan Virra sudah ikhlas dengan apa yang menjadi ketetapan Allah. Dia juga berfikir mungkin ini teguran untuknya saat dia sedang berada diatas kemarin. Dia jadi merasa tinggi, merasa segala-galanya dan tak pernah memperdulikan saudaranya yang jelas-jelas kemarin butuh bantuannya.Kini mereka semua sudah saling bermaaf-maafan, mereka melalui hari Raya lebaran Idul Fitri dengan penuh suka cita dan juga penuh rasa haru.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (34)POV 3"Kamu kenapa, Dek?" Kak Virda mengelus-elus pundak Majid."Aku, aku banyak dosa sama Lila, Kak! Huhuhu," ucap Majid sambil terisak-isak pada Kak Virda.Kak Virda ikut menangis bersama Majid, Majid selalu terbayang-bayang dengan ucapan Ayah dan Ibunya tentang Lila."Nanti, kalau Lila udah datang kemari, kamu segera minta maaf ya sama dia, agar beban di hati kamu berkurang. Memang sudah seharusnya kita sebagai Kakak harus saling menyayangi adik-adiknya. Tanpa memandang status sosial saudara kita sendiri," Majid menghembuskan nafasnya gusar, dia juga hanya diam membisu dengan ucapan Kak Virda barusan.
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (33)POV 3Kini, mereka semua sudah sampai di kota bogor. Kota yang terkenal dengan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang cukup tinggi, dan banyak tempat wisata menarik juga disana.Sebelum menemui Ferdy. Kak Alma dan yang lainnya langsung menuju ke kantor polisi untuk melaporkan kejahatan yang telah Ferdy lakukan, dan memang dia juga sudah masuk dalam daftar pencarian orang alias buronan polisi.Setelah dari kantor polisi, akhirnya mereka semua menuju ke rumah target untuk segera menangkap Ferdy si lelaki b*jing*n itu.Sepanjang perjalanan menuju ke lokasi persembunyian Ferdy, Lila terus berdoa agar semuanya berjalan lancar
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (32)POV 3Kini keadaan Majid sedang mengalami kritis, dirinya kini di antara hidup dan mati.Lila menunggu Kak Virda yang sedang di dalam perjalanan untuk menuju ke rumah sakit, untuk bergantian menjaga Bang Majid. Karena Lila dan Arham akan pulang dulu ke rumahnya untuk melihat keadaan anak-anak yang memang dititipkan pada Kak Alma.Tak lama kemudian Kak Virda pun datang dengan raut wajah cemasnya."Assalamualaikum, Ya Allah Lila! Kenapa semua bisa terjadi seperti ini?huhuhu," Kak Virda pun langsung menghampiri Lila dan mereka pun saling berpelukan dalam isak tangis kesedihan. Tak pernah sedikitpun ada dendam di hati Lila un
#SAUDARA RASA ORANG LAIN (31)POV 3"Kembalilah, Anakku. Dan kembalikan hak Lila yang telah kau rampas, Ayah dan Ibu ingin sekali melihat kalian semua menjadi Saudara yang akur dan saling menyayangi." Majid menangis sejadi-jadinya saat mendengar ucapan dari Ayah dan Ibunya itu.🌼🌼🌼🌼Kini semua tim kepolisian dan juga Lila dan Arham telah sampai di lokasi tempat penyekapan Bang Majid.Tim kepolisian segera berpencar untuk mengepung para penjahat yang sedang berada di dalam. Sedangkan Lila dan Arham disuruh bersembunyi terlebih dahulu di balik pepohonan yang rindang yang berada tak jauh dari rumah tersebut, agar tak ketahuan oleh para penja