Pukul satu dini hari Wisnu baru tiba di rumah, awalnya dia dilarang untuk pulang, tetapi jika itu terjadi nanti Sri akan curiga. Itu sebabnya Wisnu memaksa untuk pulang, sesampainya di rumah pria beralis tebal itu melangkahkan kakinya menuju ke kamar. Di kamar Wisnu segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara Sri sudah tertidur pulas.
Usai mandi dan berpakaian Wisnu berjalan menuju ranjang lalu menjatuhkan bobotnya di sana. Wisnu memandangi wajah istrinya yang sudah terlelap, tatapannya tertuju pada wajah Sri sebelah kiri yang rusak karena ulahnya. Wisnu selalu merasa bersalah saat melihat wajah istrinya itu yang rusak. "Maafkan aku, karena rasa cemburu aku merusak wajahmu." Wisnu mengusap wajah istrinya dengan lembut.Setelah itu Wisnu membenarkan selimut yang menutupi tubuh istrinya. Pria beralis tebal itu memutuskan untuk ikut berbaring di sebelah Sri, tetapi niatnya terhenti saat ponselnya tiba-tiba berdering. Wisnu segera meraih benda pipih miliknya itu, setelah ia cek tertera nama Lirna istri keduanya. Dengan segera Wisnu menggeser tombol berwarna hijau.[Halo ada apa? Udah malam kok belum tidur][Aku nggak bisa tidur kalau nggak ada kamu, Mas][Kan tadi udah ketemu dari pagi, kita juga sudah menghabiskan waktu bersama. Memangnya masih kurang, hem][Iya lah, besok kamu tidur di sini ya. Katanya pengen cepet punya anak][Iya, ya sudah usah malam. I love you][I love you too]"Oh, jadi kamu berencana untuk tidur dengan istri mudamu itu. Ok, kita lihat apa yang akan aku lakukan besok," batin Sri. Ternyata diam-diam Sri mendengar semua percakapan Wisnu dengan istri mudanya itu.Sementara itu setelah panggilan terputus, Wisnu meletakkan ponselnya kembali di atas nakas. Setelah itu ia ikut merebahkan tubuhnya di samping Sri, pria beralis itu tersenyum saat mengingat Lirna. Baginya saat ini Lirna adalah wanita yang sangat sempurna, berbeda dengan Sri.Awalnya Wisnu tidak ada niat untuk menikah dengan Lirna, mantan kekasihnya dulu sewaktu kuliah. Lima tahun terpisah, dan ternyata Tuhan kembali mempertemukan mereka kembali. Wisnu yang saat itu tengah memiliki masalah dengan Sri, memutuskan untuk menikah dengan mantan kekasihnya itu secara diam-diam.Ratna sangat setuju, karena memang dari awal perempuan setengah abad itu tidak menyukai Sri. Ratna terpaksa setuju, lantaran Sri berasal dari keluarga terpandang, dengan begitu dirinya bisa ikut menikmati harta kekayaan menantunya itu terlebih orang tua Sri telah tiada. Bahkan Ratna mengajarkan putranya untuk menguasai harta istrinya.Terlebih sejak kejadian di mana Wisnu merusak wajah Sri dengan air keras, lantaran rasa cemburu. Wisnu cemburu saat melihat Sri makan siang bersama seseorang pria, yang tak lain adalah kakak Sri yang sudah lama menetap di luar negeri. Wisnu memang tahu jika istrinya memiliki seorang kakak, tetapi pria itu belum pernah bertemu.***Hari telah berganti, seperti biasanya setiap pagi Sri selalu menyiapkan sarapan pagi. Walaupun tidak setiap pagi Wisnu mau memakan makanan yang ia sajikan, dengan berbagai alasan. Seperti pagi ini, Sri telah menyiapkan nasi goreng kesukaan Wisnu, ia berharap semoga suaminya itu bersedia untuk sarapan pagi bersama.Pukul setengah tujuh pagi Wisnu turun dengan pakaian yang sudah rapi, pria beralis tebal itu berjalan menuju meja makan di mana istrinya berada. Menyadari suaminya datang, Sri langsung menarik kursi untuk duduk Wisnu. Setelah suaminya duduk, Sri segera mengambil piring lalu diisi dengan nasi goreng."Sri, nanti sore aku mau ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Tolong kamu siapkan baju ya nanti," ujar Wisnu sembari menyantap sarapannya."Berapa lama, Mas?" tanya Sri. Ia tahu jika suaminya bukan pergi ke luar kota, melainkan pergi ke rumah istri mudanya."Satu minggu, kamu nggak apa-apa kan aku tinggal," sahut Wisnu."Ck, kaya nggak biasanya aja ditinggal. Tapi untuk yang kali ini, aku tidak akan tertipu lagi," ucap Sri dalam hati."Iya, Mas. Nggak apa-apa kok," ujar Sri.Mereka kembali melanjutkan sarapan,setelah selesai Wisnu segera berpamitan untuk pergi ke kantor. Sementara itu, Sri langsung membereskan meja makan, memang selama ini Sri tidak pernah menggunakan pembantu, lantaran Wisnu yang melarang."Alhamdulillah, pekerjaan rumah sudah selesai. Setelah ini aku bisa pergi ke kantor, om Hary." Sri segera bersiap untuk pergi ke kantor Hary, orang kepercayaan almarhum kedua orang tuanya.Setelah siap, Sri segera pergi ke kantor om Hary, dengan menggunakan taksi online. Sri merasa sedikit khawatir, karena sejak wajahnya rusak ia jarang pergi ke luar. Untuk kebutuhan bulanan dan pribadi Sri beli dengan cara online. Dalam perjalanan, ia memilih untuk melihat ke luar jendela.Tidak butuh waktu lama, kini Sri tiba di kantor om Hary. Bahkan kini Sri sudah duduk berhadapan dengan orang kepercayaan almarhum kedua orang tuanya. Om Hary sedikit terkejut, karena memang sudah lama Sri tidak pernah menemuinya. Terlebih saat melihat kondisi wajah Sri, om Hary tidak menyangka jika Wisnu tega melakukan itu."Astri, apa yang harus om lakukan? Apa om perlu melaporkan Wisnu ke kantor polisi?" tanya om Hary. Pria paruh baya itu sangat terkejut setelah mendengar cerita yang Sri alami selama ini."Tidak perlu, aku ingin, Om mengembalikan semuanya atas namaku. Astri Wulandari, mulai dari perusahaan, rumah, mobil dan yang lainnya. Sudah cukup selama ini, mas Wisnu membodohiku," ungkap Sri, atau Astri."Baik, om akan segera melakukannya. Om tidak menyangka kalau selama ini Wisnu sudah berbohong," sahut om Hary. Sementara Sri hanya mengangguk."Oya, Ferdy sudah tahu tentang masalah ini?" tanya om Hary."Sudah, Om. Kak Ferdy juga yang menyuruhku untuk secepatnya membalikkan semuanya atas namaku," sahut Sri. Sementara om Hary hanya mengangguk."Ya sudah, kalau begitu aku pulang dulu, Om." Sri bangkit dari duduknya, dan berpamitan untuk pulang."Iya, hati-hati di jalan. Hubungi, om kapan saja jika kamu butuh bantuan," ujar om Hary."Iya, Om. Assalamu'alaikum." Sri mencium punggung tangan om Hary."Wa'alaikumsalam." Hary menghela napas. Setelah itu ia akan mengurus semuanya.***Di kantor Wisnu nampak masih sibuk dengan beberapa berkas yang harus ia tanda tangani. Tiba-tiba saja, pintu ruangan diketuk, dengan segera Wisnu bersuara dan menyuruhnya untuk masuk. Pintu ruangan terbuka, seorang pria berjalan masuk, Wisnu menghentikan aktivitasnya sejenak."Maaf, Pak. Saya hanya ingin mengantarkan surat tagihan yang harus, Bapak lunasi saat ini juga." Pria itu menyodorkan surat tagihan yang harus Wisnu lunasi.Wisnu mengernyitkan keningnya, seraya mengambil surat tagihan tersebut. "Surat tagihan, tapi saya tidak pernah memesan barang atau .... ""Ibu Astri Wulandari yang telah memesannya istri, Bapak. Barang-barang sudah dikirim ke rumah, Bapak tinggal melunasinya saja." Pria itu memotong ucapan Wisnu."Apa?! Berapa totalnya?" tanya Wisnu."Total semuanya menjadi sembilan ratus juta empat ratus ribu rupiah." Pria itu menyodorkan nota pembelian barang yang telah Astri atau Sri pesan. Wisnu menerima nota itu dengan hati bertanya-tanya."Keterlaluan, barang apa saja yang Sri pesan. Kenapa totalnya sampai sebanyak ini," ucap Wisnu dalam hati. Ia benar-benar kesal dengan apa yang Sri lakukan.Kini Wisnu sudah tiba di rumah, pria berkemeja putih itu berjalan menghampiri istrinya yang tengah sibuk membuka barang belanjaan yang baru saja ia beli. Wisnu mengernyitkan keningnya, sejak kapan istrinya itu gemar membeli barang mewah, apa pagi sampai menghabiskan uang sampai ratusan juta. "Sri, apa-apaan ini. Maksud kamu apa beli barang-barang seperti ini?" tanya Wisnu. "Namaku Astri, bukan Sri. Tolong jangan merubah nama sembarangan seperti itu." Astri berucap tanpa menoleh ke arah suaminya. Wisnu menghela napas. "Ok, Astri untuk apa kamu membeli barang seperti ini. Sejak kapan kamu suka beli barang mewah.""Memangnya kenapa, Mas? Nggak boleh aku beli barang mewah seperti ini?" tanya Astri. "Kamu tahu, uang di ATM aku ludes gara-gara kamu. Lagi pula kamu tidak pantas memakai barang mewah seperti itu. Lihat wajahmu itu, lihat baik-baik, Astri." Dengan angkuhnya Wisnu menunjuk wajah Astri yang rusak, dan itu semua karena ulahnya. Astri bangkit dan menatap tajam suaminya. "Wajah
Dengan sangat terpaksa, Wisnu harus merogoh kocek lagi untuk membayar mobil yang Astri beli. Wisnu benar-benar heran dengan sikap istrinya yang sekarang, Astri benar-benar sudah berubah. Wanita berjilbab itu sudah tidak seperti dulu lagi, penurut dan selalu menerima apa adanya. "Senang bisa menguras uang suami?" tanya Wisnu, sementara Astri tengah sibuk dengan ponselnya. "Senang lah, istri kan memang wajib untuk dibahagiakan. Oya, Mas nanti temenin aku beli handphone baru ya, yang ini udah .... ""Aku nggak mau, aku ada urusan yang lebih penting dari pada nemenin kamu." Wisnu memotong ucapan istrinya. "Kalau begitu mana ATM-nya," pinta Astri. "Untuk apa?" tanya Wisnu. "Untuk beli handphone lah," jawab Astri.Wisnu menghembuskan napasnya, akan sangat percuma berdebat dengan seorang perempuan. Karena di mana-mana perempuan selalu benar, dan sekarang Astri sangat pintar menjawab setiap perkataan suaminya. Dengan terpaksa Wisnu memberikan ATM miliknya. "Kenapa cuma satu, bukanya ada
Wisnu benar-benar dibuat pusing oleh Astri, istrinya itu sudah berubah drastis. Mungkinkah ini karma untuk Wisnu, yang telah tega menghianati istrinya sendiri. Tidak sadarkah jika selama ini Wisnu dan keluarganya menumpang hidup enak kepada Astri. Namun, dengan mudahnya mereka berbuat semaunya, bahkan berencana untuk menyingkirkan Astri. Kali ini Wisnu kembali dibuat tak berkutik lagi oleh Astri, mau tidak mau Wisnu harus menuruti keinginan istrinya itu, yaitu menggunakan jasa pembantu. Sudah dapat dibayangkan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan Wisnu untuk membayar mereka. Terlebih Astri tidak segan-segan mengambil empat sekaligus. waktu berjalan begitu cepat, sore harinya pembantu yang Astri pesan sudah datang. Saat ini wanita berjilbab itu sedang memberitahu apa saja tugas mereka. Sementara itu, Wisnu memilih untuk duduk santai di sofa ruang tengah, dengan leptop di pangkuannya, ada banyak e-mail masuk yang harus Wisnu periksa. "Ok, apa kalian sudah paham?" tanya Astri. "
Setelah itu Ratna langsung menghubungi nomor putranya, cukup lama ia menunggu. Setelah hampir lima belas menit, akhirnya panggilan tersambung. Wisnu mengangkat telepon dari ibunya itu. [Halo, Wisnu tolong kamu transfer uang untuk bayar belanjaan yang mama beli][Aku sedang sibuk, Ma. Katanya, Mama belanja sama Astri][Astri pulang ninggalin mama sama Lirna. Belanjaan belum dibayar, mama nggak bawa uang, mobil juga ada di rumah kamu][Astaga, Mama. Ya sudah pakai uang Lirna dulu kan bisa. Nanti aku yang ganti][Masalahnya uang Lirna nggak cukup, udah buruan kamu transfer][Memangnya berapa, Ma][Cuma dua juta lima ratus ribu rupiah kok][Nanti aku transfer, Ma][Ya sudah, mama tunggu]Setelah itu Ratna mengakhiri panggilannya, selang beberapa menit, uang yang Wisnu transfer masuk. Dengan segera Ratna membayar barang belanjaannya, setelah itu mereka bergegas untuk pulang. Namun, sebelumnya Ratna harus mengambil mobilnya yang ada di rumah Wisnu. Sementara itu, di rumah Astri tengah dud
Pukul enam sore Wisnu tiba di rumah Lirna, wanita berhidung mancung itu menyambut kedatangan sang suami. Dengan tersenyum Lirna mengajak suaminya masuk ke dalam, setibanya di ruang tengah, Wisnu memilih untuk menjatuhkan bobotnya di sofa. "Ini bajunya." Wisnu menyerahkan paper bag yang ia bawa. Dengan semangat Lirna menerima paper bag tersebut. "Aku buka ya, Mas." Lirna tersenyum, lalu membuka dan mengambil isi paper bag tersebut. Mata Lirna terbelalak setelah melihat isi paper bag yang Wisnu kasih untuknya. Sebuah daster lusuh yang sudah berlubang, sudah tak layak pakai lagi. Lirna tidak habis pikir, bisa-bisanya Wisnu memberinya baju compang-camping seperti itu. Biasanya sang suami selalu membeli baju bermerek. "Mas apa-apaan ini, kenapa baju lusuh seperti ini yang kamu berikan." Lirna melempar daster tersebut tepat di pangkuan Wisnu. Detik itu juga Wisnu mengambil daster yang Lirna lempar. "Apa?! Kok jadi seperti ini sih. Tadi waktu aku beli gamis yang kamu minta." Wisnu bangk
Ingin rasanya Astri menghampiri suaminya dan menanyakan sedang apa, lalu siapa wanita muda yang bersamanya. Namun, Astri urungkan, di benaknya terdapat ide, dengan segera ia mengambil ponsel lalu memotret dua manusia itu. Astri teringat tentang surat kehamilan yang ia temukan di tas suaminya. Itu artinya wanita yang bersama Wisnu itu tengah hamil. "Apa hubungan mereka, mungkinkah mas Wisnu sudah menghamilinya, atau mereka punya hubungan khusus," batin Astri. Ia harus segera mencari tahu siapa wanita muda itu. "Aku nggak nyangka, ternyata kamu tak lebih dari seorang playboy. Tidak cukup dengan satu pasangan, sudah seperti piala bergil*r," gumamnya. Setelah itu Astri nanti akan mencari tahu siapa wanita tersebut. Cukup lama Astri berada di rumah sakit, setelah melakukan pemeriksaan, akhirnya ia yakin dan percaya jika Allah telah memberikannya kepercayaan untuk menjadi seorang ibu. Astri akan merahasiakan hal tersebut, ia tidak akan memberitahukan Wisnu tentang kehamilannya itu. Setel
"Dari mana Lirna mendapat foto itu," batin Wisnu. "Itu bisa aku jelaskan, sekarang ikut aku pulang." Wisnu menarik tangan istrinya, tetapi niatnya terhenti saat Romi ikut menarik tangan Lirna. "Mau dibawa kemana." Romi mencekal pergelangan tangan kiri Lirna. "Itu bukan urusanmu." Wisnu menarik paksa tangan Lirna, lalu membawanya masuk ke dalam mobilnya. Romi memilih untuk diam, percuma juga ikut campur, masalah akan menjadi panjang. Sementara itu, Lirna berusaha untuk memberontak, tetapi tenaga Wisnu jauh lebih kuat. Setelah masuk ke dalam, Wisnu langsung melaju meninggalkan tempat itu. Dalam perjalanan, Lirna memilih untuk diam, kesal dan marah menjadi satu. Lirna tidak menyangka kalau dirinya akan kepergok dalam hotel. Saat ini Lirna harus memikirkan untuk mencari alasan, agar Wisnu percaya dengan ucapannya. Sementara itu, Wisnu masih tidak percaya, tentang foto dirinya bersama dengan Vina, wanita simpanannya. Setelah cukup lama dalam perjalanan kini mereka tiba di rumah. Wisn
Cukup lama Lirna serta Vina bertengkar dan menjadi tontonan banyak orang. Malu itu yang Wisnu rasakan, setelah berhasil melerai mereka, Wisnu langsung membawa Lirna pulang. Jujur, Vina merasa sakit hati saat pria yang dicintainya, lebih memilih wanita lain. Bagi Vina, Lirna adalah wanita lain, tapi dia adalah istri Wisnu. "Lepas, Mas. Turunkan aku di sini!" teriak Lirna. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang. Wisnu sama sekali tidak peduli dengan permintaan Lirna yang meminta untuk turun. Pria berkemeja navy itu terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Wisnu tidak suka bertengkar saat dalam perjalanan, itu sebabnya ia memilih untuk diam. Setelah cukup lama dalam perjalanan, kini mereka tiba di rumah. Setelah mobil terparkir, Wisnu langsung membawa Lirna masuk ke dalam rumah. Lirna terus memberontak dan melampiaskan amarahnya, hal tersebut membuat Wisnu sedikit kewalahan. "Lepas, Mas." Lirna mengibaskan tangan suaminya dengan kasar."Sekarang jelaskan, siapa peremp
Tidak terasa bulan demi bulan terus berjalan, dan tahun pun telah berganti. Selama ini rumah tangga Astri dan Steven semakin hari semakin romantis dan juga harmonis. Masalah memang selalu ada, akan tetapi keduanya selalu menghadapinya dengan otak dan kepala yang dingin. Dan sekarang usia Naira menginjak lima tahun, Naira tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ibunya. Kecantikan serta lemah lembutnya menurun dari ibunya, tapi di balik itu, Naira memiliki sifat yang menurun dari ayahnya, yaitu manja, dan gampang ngambek. Tatapan matanya pun sama seperti mata Steven, tapi wajah, hidung serta bibir sama seperti Astri. Hari adalah hari senin, dan seperti biasanya Astri akan memulai kesibukannya usai shalat subuh. "Sayang jam tangan aku di mana!" teriak Steven dari dalam kamar. Pria itu tengah mencari jam tangannya yang selalu ia pakai. "Iya sebentar." Astri ikut berteriak. Saat ini Astri tengah sibuk menyiapkan bekal untuk Naira. Setelah selesai, Astri bergegas naik ke lantai atas di
Hari demi hari telah berganti, minggu demi minggu telah berlalu, bahkan bulan pun terus berjalan. Tidak terasa kini usia kandungan Astri sudah sembilan bulan, mereka tinggal menanti kelahiran malaikat kecil yang telah dinanti-nanti. Yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan mereka. Kini Steven sudah standby di rumah, karena mereka tidak tahu kapan Astri akan melahirkan, entah itu siang, pagi ataupun malam. Meski sudah ada perkiraan dari dokter, tetap saja mereka tidak tahu, bisa lebih cepat atau mungkin sebaliknya. Pagi ini Astri tengah duduk di depan televisi, tak lupa di pangkuannya terdapat satu toples cemilan. Wanita berjilbab itu tengah asyik menonton televisi sembari memakan cemilan. Selang berapa menit Steven datang, pria itu menjatuhkan bobotnya di sebelah sang istri. "Sayang lihat tuh, tangan sama kaki, paha, muka udah bulat macam bola saja, tapi ngemil nggak mau berhenti." Steven menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Biarin, soalnya enak, Mas," sahut Astri. Tiba-tiba
Seminggu telah berlalu, sejak kejadian di mana Vina datang untuk menuntut balas, sejak saat itu Steven semakin memperketat penjagaan di rumahnya. Ia tidak ingin sampai kejadian buruk menimpa istrinya itu, terlebih saat ini Astri tengah mengandung. "Mas keluar yuk, aku bosen di rumah terus. Hari ini kamu libur kan, Mas?" tanya Astri. Pagi ini mereka tengah duduk santai di ruang tengah. "Memangnya mau pergi ke mana, hem." Steven balik bertanya. "Nyari baju hamil, Mas. Baju yang ada di lemari udah nggak muat," sahut Astri. "Ya udah mandi dulu sana," titah Steven. "Ish aku kan udah mandi," sahut Astri. "Iya mandi kemarin, udah buruan sana," kata Steven. "Mandiin ya," sahut Astri. Seketika ia bangkit dan beranjak dari ruang tengah sebelum suaminya itu benar-benar menyetujui ucapannya itu. Setibanya di kamar, Astri bergegas masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri. Dua puluh menit kemudian, Astri keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita hamil itu berjalan menuju lemari
Semua rahasia yang Irvan sembunyikan kini telah terbongkar, awalnya Irvan ingin tetap merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Namun ibunya terus mendesak, alhasil saudara kembar Wisnu mau mengaku juga. Ratna sempat syok mendengar hal itu, tetapi ia berusaha untuk menerima kenyataan itu. "Andai saja Wisnu masih ada di sini, mungkin kebahagiaan mama akan lebih lengkap. Tapi Wisnu sudah lebih dulu meninggalkan kita." Ratna mulai terisak, dengan cepat Irvan memenangkannya. Ia tidak ingin ibunya kembar depresi karena kepergian putranya yang selama ini bersamanya. "Sudah, Ma. Wisnu sekarang sudah tenang, walaupun Wisnu tidak bersama kita. Irvan yakin, Wisnu akan bahagia, jika melihat kita juga bahagia." Irvan mendekap erat tubuh ibunya, hal tersebut yang puluhan tahun Irvan rindukan. "Irvan, tolong jaga tinggalkan mama lagi, sudah cukup mama kehilangan Wisnu," pinta Ratna. "Mama tidak perlu khawatir, mulai sekarang Irvan yang akan menjaga, Mama." Irvan semakin mempererat dekapannya itu.
Satu bulan sudah sejak kejadian Astri diculik, sejak saat ini Steven lebih ketat lagi untuk menjaga istrinya itu. Terlebih Astri saat ini tengah mengandung, bahkan Steven rela mengeluarkan uang banyak untuk membayar bodyguard demi melindungi sang istri. Setelah kejadian itu juga, Ferdy membebaskan adiknya itu dari urusan kantor. Ferdy tidak ingin kejadian buruk itu kembali menimpa sang adik. Astri memang sangat beruntung memiliki kakak seperti Ferdy, dan ia juga beruntung memiliki suami seperti Steven. "Mas sarapannya sudah siap," ucap Astri seraya berjalan menghampiri suaminya yang sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. "Iya sebentar lagi aku turun," sahut Steven. Setelah itu Astri memutuskan untuk turun terlebih dahulu. Selang beberapa menit, Steven turun, pria berkulit putih itu melangkahkan kakinya menghampiri sang istri yang telah menunggunya di meja makan. Melihat suaminya datang, Astri langsung menarik kursi untuk duduk suaminya itu. "Mau sarapan pakai apa, Mas?"
Astri mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka matanya, setelah kelopak matanya terbuka sempurna. Astri terkejut saat melihat ke sekelilingnya yang terlihat menyeramkan. "Ya Allah aku ada di mana," gumamnya. Mata Astri terus menyapu setiap sudut ruangan tersebut. Gelap dan juga pengap. "Mas tolong aku," batin Astri. Berharap semoga ada yang segera menolongnya. Tiba-tiba saja pintu terbuka, seorang wanita berjalan masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum, lalu berjalan mendekat. "Siapa kamu, tolong lepaskan aku," ujar Astri yang memohon agar wanita itu mau melepaskan dirinya. Wanita itu menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap, sebelum kamu mendapatkan balasan yang setimpal dariku. Gara-gara kamu ayah dari anakku tiada."Astri diam mendengar hal itu. "Maksud kamu apa, aku tidak mengerti.""Apa kamu lupa dengan mantan suamimu yang tiada karena ulahmu itu," ujar wanita tersebut. Detik itu juga Astri diam. Mantan suami itu artinya mas Wisnu. "Maksud kamu, Mas Wisnu," sahut Astri."Dia a
Astri memundurkan langkahnya saat pria itu bangkit, rasa takut serta khawatir berubah menjadi satu. Pria itu yang tak lain adalah Irvan, kini berjalan semakin mendekat. "Si-siapa kamu." Ucapan Astri terbata-bata. "Kamu pasti sudah tahu siapa aku bukan." Irvan menatap mata indah Astri. Astri menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, tidak mungkin orang yang sudah meninggal terus hidup lagi. Kamu pasti hanya orang iseng iya kan.""Hahaha, apa aku terlihat seperti orang iseng? Lihat wajahku baik-baik," ujar Irvan. Mata hitamnya terus menatap wajah wanita yang ada di hadapannya itu. "Astri sangat cantik, pantas saja Wisnu sangat mencintainya," batin Irvan, jujur ia terpesona oleh kecantikan Astri. "Ya Allah, tolong selamatkan aku dari orang yang berniat jahat padaku," batin Astri. "Rasanya aku tidak tega kalau harus melukainya," batin Irvan. "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan melukaimu, aku juga tidak akan menyakiti kamu. Justru aku akan melindungimu," ungkap Irvan. Detik it
Pria itu tersenyum lalu melenggang masuk ke dalam, sementara itu. Astri masih diam mematung, rasanya ia tidak percaya dengan yang baru saja dilihatnya. Menyadari akan pria itu, mata Astri berkeliaran mencarinya. Namun sosok pria yang ia temui sudah pergi. "Ya Allah, ini tidak mungkin. Pasti aku hanya salah lihat. Tidak mungkin orang yang sudah meninggal terus hidup lagi. Enggak mungkin, dia pasti hanya mirip saha." Astri terus beristighfar, ia berusaha untuk berpikir positif. "Tapi wajah dan senyumnya sangat mirip dengan, Mas Wisnu. Tapi ini tidak mungkin, aku hanya salah lihat." Astri melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut, rasanya ia ingin segera sampai ke rumah. "Jalan, Pak. Langsung pulang saja," titah Astri pada supir pribadinya. "Baik, Nyonya." Mang Ujang mengangguk. Setelahnya mobil melaju meninggalkan pelataran rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, Astri tidak henti-hentinya memikirkan kejadian tadi saat di rumah sakit. Sangat sulit untuk dimengerti, dan rasanya tid
Astri berteriak begitu kencang membuat Steven yang berada di kamar mandi panik. Ia keluar dan melihat jika istrinya tengah berteriak dengan mata yang masih terpejam. Dengan rasa panik Steven naik ke atas ranjang dan mencoba membangunkan sang istri. Steven menepuk pelan pipi Astri, bahkan digoncangkan tubuh istrinya agar cepat bangun.Seketika Astri terbangun dan terduduk dengan napas yang memburu. Seketika ia menghambur ke pelukan suaminya dengan tangis yang pecah. Steven membalas pelukan istrinya dengan erat, ia merasa jika Astri dalam ketakutan, entah apa yang terjadi. Steven semakin mempererat pelukannya, ia terus berusaha memberi ketenangan pada sang istri.Setelah cukup lama, Steven melepas pelukannya dan menangkup wajah sang istri. "Ada apa, hem? Apa kamu mimpi buruk.""Bayi aku." Astri memegangi perutnya, dengan air mata yang terus mengalir. "Ada apa?" tanya Steven dengan raut wajah khawatir.Astri kembali menghambur ke pelukan suaminya. "Aku mimpi kalau ... aku takut, Mas. Ak