Pukul enam sore Wisnu tiba di rumah Lirna, wanita berhidung mancung itu menyambut kedatangan sang suami. Dengan tersenyum Lirna mengajak suaminya masuk ke dalam, setibanya di ruang tengah, Wisnu memilih untuk menjatuhkan bobotnya di sofa.
"Ini bajunya." Wisnu menyerahkan paper bag yang ia bawa. Dengan semangat Lirna menerima paper bag tersebut."Aku buka ya, Mas." Lirna tersenyum, lalu membuka dan mengambil isi paper bag tersebut.Mata Lirna terbelalak setelah melihat isi paper bag yang Wisnu kasih untuknya. Sebuah daster lusuh yang sudah berlubang, sudah tak layak pakai lagi. Lirna tidak habis pikir, bisa-bisanya Wisnu memberinya baju compang-camping seperti itu. Biasanya sang suami selalu membeli baju bermerek."Mas apa-apaan ini, kenapa baju lusuh seperti ini yang kamu berikan." Lirna melempar daster tersebut tepat di pangkuan Wisnu. Detik itu juga Wisnu mengambil daster yang Lirna lempar."Apa?! Kok jadi seperti ini sih. Tadi waktu aku beli gamis yang kamu minta." Wisnu bangkit seraya memperhatikan daster lusuh tersebut."Mana aku tahu, jangan-jangan Astri sudah menukarnya. Dia iri gara-gara kamu beliin baju mahal untukku," ungkap Lirna. Ia juga menuduh jika itu semua perbuatan Lirna.Wisnu terdiam sejenak. "Enggak mungkin, Astri tidak mungkin .... ""Apanya yang nggak mungkin sih, Mas. Nggak mungkin kan, ini bajunya berubah sendiri, pasti ada tangan yang sudah menukarnya." Lirna memotong ucapan suaminya."Apa benar Astri yang menukarnya, tapi kapan dan untuk apa," batin Wisnu."Mas bawa uang kan, kita beli lagi aja. Aku nggak mau pakai baju lusuh nanti," pinta Lirna."Sebentar." Wisnu mengambil dompetnya untuk mengecek apakah uangnya cukup atau tidak."Loh, kok ATM-nya nggak ada," gumamnya. Wisnu membolak-balik dompetnya mencari benda pipih dan tipis itu."Kenapa, Mas?" tanya Lirna."ATM-nya nggak ada," jawab Wisnu."Apa?! Kok bisa sih. Fix ini pasti ulah Astri, Mas." Lirna terus menuduh jika semua itu adalah ulah Astri.Wisnu mengusap wajahnya dengan kasar, benar-benar membingungkan. Mungkinkah jika semua itu ulah Astri, tetapi jika iya, apa untungnya. Setelah itu ia mengecek M-banking miliknya, sontak matanya membulat setelah ada riwayat transfer ke rekening milik Astri. Wisnu mengernyitkan keningnya, sejak kapan Astri buka rekening."Sejak kapan Astri buka rekening," batin Wisnu. Karena setahunya Astri tidak pernah membuka rekening. Lantaran setiap kebutuhan Wisnu yang selalu memenuhi, dan untuk barang belanjaan yang dibeli akhir-akhir ini. Menggunakan ATM milik Wisnu."Kenapa, Mas?" tanya Lirna."Enggak apa-apa." Wisnu menggelengkan kepalanya. Tetapi otaknya masih bekerja keras, memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.***Hari telah berganti, semalam Wisnu pulang pukul sebelas malam, awalnya Lirna melarang lelakinya itu untuk pulang. Namun Wisnu memaksa, pria itu tidak ingin Astri menaruh curiga terhadapnya, lantaran saat ini posisinya sudah tidak aman lagi. Terlebih saat Astri menunjukkan foto dirinya beserta Lirna saat pernikahan Vika.Pukul enam pagi Astri sedang mengambil baju kotor miliknya dan juga sang suami, sementara itu Wisnu sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Awalnya Wisnu ingin menanyakan tentang gamis yang ditukar itu, tetapi hal tersebut justru akan membuat Astri merasa curiga. Alhasil Wisnu memilih untuk diam."Ini ATM kamu, Mas. Semalam aku yang ambil, maaf nggak bilang." Astri menyerahkan ATM tersebut pada suaminya."Untuk apa kamu mengambil ATM ini, terus uang aku yang .... ""Semalam aku pesan kue untuk acara ulang tahun pernikahan kita, aku juga beli baju untuk kita." Astri memotong ucapan suaminya, detik itu juga Wisnu terdiam."Ulang tahun pernikahan, Astri benar tiga tahun sudah usia pernikahan kita. Dan selama ini aku tidak pernah memberinya apa-apa," batin Wisnu."Ya sudah, lain kali kamu bilang," ujar Wisnu. Entah kenapa hatinya terasa sakit saat tahu, jika Astri telah memesan kue dan membeli baju untuk di hari ulang tahun pernikahan mereka."Iya, Maaf." Astri mengangguk."Ya sudah aku ke kantor sekarang," pamitnya."Nggak sarapan dulu, Mas. Oya, nanti malam bisa pulang lebih awal kan, biar kita bisa .... ""Iya nanti aku usahakan soalnya hari ini aku benar-benar sibuk. Ya sudah aku pergi sekarang." Wisnu memotong ucapan istrinya, setelah itu pria berjas hitam itu beranjak meninggalkan Astri yang masih terdiam."Sepertinya memang kamu sudah tidak menginginkan pernikahan ini, Mas. Ok, setelah aku membongkar rahasia pernikahan keduamu itu. Aku akan mengurus perceraian kita, sudah tidak ada yang perlu dipertahankan lagi," batin Astri. Setelah itu ia memutuskan untuk membawa pakaian kotor ke bawah, tetapi tiba-tiba perutnya terasa mual.Astri berlari masuk ke dalam kamar mandi, wanita berjilbab itu memuntahkan isi perutnya, tetapi hanya cairan bening yang keluar. Astri membasuh mulutnya dengan air, sudah ada tiga hari Astri seperti itu. Perut mual saat pagi hari, serta kepala sedikit pusing. Astri teringat jika dirinya sudah telat datang bulan."Ya Allah, apa mungkin aku hamil." Astri meraba perutnya yang datar itu."Lebih baik aku cek." Astri beranjak dari kamar mandi, untuk mengambil alat tes kehamilan. Setelah itu ia bergegas untuk mengeceknya, apapun hasilnya nanti, Astri akan menerimanya."Ya Allah, apapun hasilnya. Aku akan menerimanya dengan senang hati." Astri mulai melihat hasil dari benda pipih dan kecil itu. Satu menit, dua menit, tiga menit. Dua garis merah muncul, Astri sampai menjatuhkan benda kecil itu."Aku hamil, nggak mungkin. Ini pasti salah, tapi .... " Astri mengambil alat tersebut dan kembali memeriksanya, dan hasilnya positif.Astri sangat bersyukur lantaran doa-doanya telah terkabul. Namun, ada rasa sedih lantaran rumah tangga yang selama ini ia bina harus kandas. Astri menghembuskan napasnya, keputusannya untuk bercerai dari Wisnu sudah mantap. Dan mungkin ia akan merahasiakan kehamilannya itu, sampai mereka resmi bercerai."Lebih baik sekarang aku ke rumah sakit, biar lebih jelas aku hamil atau tidak." Astri segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit.Tidak butuh waktu lama, kini Astri sudah sampai di rumah sakit, dengan diantar oleh mang Dadang. Setelah mobil terparkir Astri bergegas untuk turun, tiba-tiba matanya teralih pada sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari mobilnya. Dan Astri sangat mengenal mobil itu, lantaran kendaraan besi itu milik Wisnu suaminya."Ini kan mobil milik, mas Wisnu. Untuk apa, mas Wisnu ke rumah sakit, apa mungkin sakit. Tapi tidak mungkin." Dengan hati bertanya-tanya, Astri masuk ke dalam.Usai mendaftar, Astri memilih untuk menunggu di ruang tunggu, tetapi tiba-tiba ia melihat sosok yang sangat ia kenal. Astri mengernyitkan keningnya, saat melihat Wisnu---suaminya berada di poli kandungan."Itu kan, mas Wisnu. Kenapa dia ada di ... lalu perempuan muda itu siapa." Hati Astri terus bertanya-tanya, terlebih saat melihat suaminya itu.Ingin rasanya Astri menghampiri suaminya dan menanyakan sedang apa, lalu siapa wanita muda yang bersamanya. Namun, Astri urungkan, di benaknya terdapat ide, dengan segera ia mengambil ponsel lalu memotret dua manusia itu. Astri teringat tentang surat kehamilan yang ia temukan di tas suaminya. Itu artinya wanita yang bersama Wisnu itu tengah hamil. "Apa hubungan mereka, mungkinkah mas Wisnu sudah menghamilinya, atau mereka punya hubungan khusus," batin Astri. Ia harus segera mencari tahu siapa wanita muda itu. "Aku nggak nyangka, ternyata kamu tak lebih dari seorang playboy. Tidak cukup dengan satu pasangan, sudah seperti piala bergil*r," gumamnya. Setelah itu Astri nanti akan mencari tahu siapa wanita tersebut. Cukup lama Astri berada di rumah sakit, setelah melakukan pemeriksaan, akhirnya ia yakin dan percaya jika Allah telah memberikannya kepercayaan untuk menjadi seorang ibu. Astri akan merahasiakan hal tersebut, ia tidak akan memberitahukan Wisnu tentang kehamilannya itu. Setel
"Dari mana Lirna mendapat foto itu," batin Wisnu. "Itu bisa aku jelaskan, sekarang ikut aku pulang." Wisnu menarik tangan istrinya, tetapi niatnya terhenti saat Romi ikut menarik tangan Lirna. "Mau dibawa kemana." Romi mencekal pergelangan tangan kiri Lirna. "Itu bukan urusanmu." Wisnu menarik paksa tangan Lirna, lalu membawanya masuk ke dalam mobilnya. Romi memilih untuk diam, percuma juga ikut campur, masalah akan menjadi panjang. Sementara itu, Lirna berusaha untuk memberontak, tetapi tenaga Wisnu jauh lebih kuat. Setelah masuk ke dalam, Wisnu langsung melaju meninggalkan tempat itu. Dalam perjalanan, Lirna memilih untuk diam, kesal dan marah menjadi satu. Lirna tidak menyangka kalau dirinya akan kepergok dalam hotel. Saat ini Lirna harus memikirkan untuk mencari alasan, agar Wisnu percaya dengan ucapannya. Sementara itu, Wisnu masih tidak percaya, tentang foto dirinya bersama dengan Vina, wanita simpanannya. Setelah cukup lama dalam perjalanan kini mereka tiba di rumah. Wisn
Cukup lama Lirna serta Vina bertengkar dan menjadi tontonan banyak orang. Malu itu yang Wisnu rasakan, setelah berhasil melerai mereka, Wisnu langsung membawa Lirna pulang. Jujur, Vina merasa sakit hati saat pria yang dicintainya, lebih memilih wanita lain. Bagi Vina, Lirna adalah wanita lain, tapi dia adalah istri Wisnu. "Lepas, Mas. Turunkan aku di sini!" teriak Lirna. Saat ini mereka dalam perjalanan pulang. Wisnu sama sekali tidak peduli dengan permintaan Lirna yang meminta untuk turun. Pria berkemeja navy itu terus melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Wisnu tidak suka bertengkar saat dalam perjalanan, itu sebabnya ia memilih untuk diam. Setelah cukup lama dalam perjalanan, kini mereka tiba di rumah. Setelah mobil terparkir, Wisnu langsung membawa Lirna masuk ke dalam rumah. Lirna terus memberontak dan melampiaskan amarahnya, hal tersebut membuat Wisnu sedikit kewalahan. "Lepas, Mas." Lirna mengibaskan tangan suaminya dengan kasar."Sekarang jelaskan, siapa peremp
Kini Astri sudah tiba di rumah, tidak lama kemudian terdengar suara deru mobil. Sudah dapat dipastikan jika itu adalah Wisnu, dan benar saja, pria berjas hitam itu berjalan cepat menghampiri istrinya yang hendak naik ke lantai atas. Dengan cepat Wisnu mencekal pergelangan tangan Astri. "Astri aku bisa jelasin ini semua, tolong kamu jangan salah paham," ujar Wisnu. Astri menatap wajah Wisnu. "Ini bukan salah paham, tapi ini fakta. Aku bukan anak kecil yang bisa kamu bodohi terus menerus, Mas. Mungkin dulu aku diam, tapi sekarang tidak."Wisnu menggelengkan kepalanya. "Astri aku melakukan ini karena .... ""Karena terpaksa, sudah basi alasan seperti itu. Kamu tidak perlu khawatir, setelah ini kamu bebas mau menjalin hubungan dengan siapa saja, mau menikah dengan siapa saja, aku tidak akan melarangnya." Setelah mengatakan itu Astri berlalu dari hadapan Wisnu yang masih terdiam. Setibanya di kamar, Astri menghempaskan tubuhnya di ranjang. Pilihannya sudah mantap, yaitu bercerai, sudah
Wisnu masih diam dengan seribu bahasa, terlalu syok saat tahu kebenarannya. Ia tidak menyangka jika istrinya diam-diam telah mengambil alih yang seharusnya menjadi miliknya. Wisnu tak ada hak secuil pun atas harta yang Astri miliki, karena semua itu adalah milik Astri, bukan Wisnu. "Kamu licik," desisnya. Astri mengernyitkan keningnya. "Apa aku tidak salah dengar, yang licik aku atau kamu, Mas.""Sudahlah, lagi pula wanita hamil tidak dianjurkan untuk mendonorkan darah. Jadi kamu percuma saja datang ke sini, Mas. Lebih baik kamu cari ke tempat lain," ungkap Astri. Detik itu juga Wisnu terdiam, apa yang istrinya itu katakan benar adanya, jika wanita hamil dilarang untuk melakukan donor darah. Wisnu menjatuhkan bobotnya di sofa, pria itu tampak mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku sudah mencarinya ke tempat lain. Tapi sampai sekarang belum ada yang cocok."Astri menghela napas. "Semoga cepat nemu ya, Mas. Kamu sudah makan atau belum? Kalau belum makan dulu.""Aku belum lapar, aku mau
Di rumah sakit dokter langsung menangani Astri, sayangnya bayi yang di dalam kandungan tidak bisa diselamatkan. Nadia ikut merasa sedih mendengar kabar itu, sebisa mungkin Nadia menguatkan adik iparnya itu. "Astri kamu yang sabar ya, semua ini pasti ada hikmahnya." Nadia memeluk tubuh Astri, tak lupa tangan kanannya mengusap punggung adik iparnya itu. "Sekarang sekarang pikirkan saja kesehatan kamu, setelah ini kakak akan membawamu ke luar negeri untuk melakukan operasi. Kakak serta mas Ferdy ingin wajahmu seperti semula," ungkap Nadia. "Tapi, Kak. Aku takut," sahut Astri, ia merasa takut jika operasinya gagal. Bukan bertambah cantik, justru malah semakin rusak. "Kamu tidak perlu takut, dokternya sudah berpengalaman, dan tidak bisa diragukan lagi. Dokternya itu teman mas Ferdy." Nadia terus membujuk serta memenangkan hati dan perasaan adik iparnya. "Sekarang kamu istirahat saja ya, biar badan kamu cepat pulih. Biar kita cepat terbang ke luar negeri." Nadia melepas pelukannya, dan
Wisnu berjalan menghampiri istrinya yang kini sedang bersama seorang pria. Dua kali sudah ia memergoki Lirna berada di hotel dan tentunya bersama seseorang pria. Kecurigaan Wisnu ternyata benar, jika istrinya itu bekerja sebagai wanita panggil*n. Awalnya Wisnu tidak percaya, kalau ia tidak membaca sendiri isi chat Lirna dengan beberapa pria. "Ternyata dugaanku selama ini benar, kalau kamu adalah wanita murahan yang dengan mudah mengobral kehormatan," ungkap Wisnu. Lirna terdiam sejenak. "Aku seperti juga karena kamu, aku pikir kamu itu laki-laki kaya yang banyak harta, tapi kenyataannya kamu laki-laki kere yang numpang hidup enak sama istri. Aku tidak mau hidup susah denganmu karena kekayaanmu itu sudah diambil oleh istrimu itu.""Aku juga tidak sudi punya istri yang kotor seperti kamu. Menyesal aku menikah denganmu, mulai detik ini juga, aku Wisnu Ardiansyah menjatuhkan talak untukmu Lirna Larasati. Sekarang kamu bukan lagi istriku lagi." Setelah mengatakan itu Wisnu beranjak pergi
Dengan terpaksa Wisnu keluar dari rumahnya itu, niat hati ingin ia jual agar bisa menikahi Vina, tapi belum sempat dijual rumah sudah disita. Terpaksa kini Wisnu tinggal di rumah ibunya, dari pada harus berurusan dengan polisi. "Vik, di kantor tempat suami kamu kerja ada lowongan nggak?" tanya Wisnu. "Nggak tahu, Kak. Nanti aku coba tanyakan, siapa tahu ada," jawab Vika. "Iya, bantu tuh kakak kamu. Oya mama minta uang ada nggak?" tanya Ratna. "Untuk apa, Ma. Bukannya kemarin baru Vika kasih," jawab Vika. "Udah mama pakai untuk shoping. Mama butuh untuk arisan, mama udah nggak ada uang," jelas Ratna. Vika nampak menghembuskan napasnya. "Mama jangan boros-boros dong, mas Aris gajiannya masih lama.""Jabatan suami kamu kan tinggi, pastinya gajinya gede," ujar Ratna. "Iya, Ma. Tapi kan untuk kebutuhan aku juga, memangnya berapa sih," sahut Vika. "Cuma dua juta saja," balas Ratna. "Nanti aku transfer, Ma. Jadi sekarang, Kakak sudah bercerai sama kak Lirna dan juga kak Astri?" tany
Tidak terasa bulan demi bulan terus berjalan, dan tahun pun telah berganti. Selama ini rumah tangga Astri dan Steven semakin hari semakin romantis dan juga harmonis. Masalah memang selalu ada, akan tetapi keduanya selalu menghadapinya dengan otak dan kepala yang dingin. Dan sekarang usia Naira menginjak lima tahun, Naira tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ibunya. Kecantikan serta lemah lembutnya menurun dari ibunya, tapi di balik itu, Naira memiliki sifat yang menurun dari ayahnya, yaitu manja, dan gampang ngambek. Tatapan matanya pun sama seperti mata Steven, tapi wajah, hidung serta bibir sama seperti Astri. Hari adalah hari senin, dan seperti biasanya Astri akan memulai kesibukannya usai shalat subuh. "Sayang jam tangan aku di mana!" teriak Steven dari dalam kamar. Pria itu tengah mencari jam tangannya yang selalu ia pakai. "Iya sebentar." Astri ikut berteriak. Saat ini Astri tengah sibuk menyiapkan bekal untuk Naira. Setelah selesai, Astri bergegas naik ke lantai atas di
Hari demi hari telah berganti, minggu demi minggu telah berlalu, bahkan bulan pun terus berjalan. Tidak terasa kini usia kandungan Astri sudah sembilan bulan, mereka tinggal menanti kelahiran malaikat kecil yang telah dinanti-nanti. Yang akan menjadi pelengkap kebahagiaan mereka. Kini Steven sudah standby di rumah, karena mereka tidak tahu kapan Astri akan melahirkan, entah itu siang, pagi ataupun malam. Meski sudah ada perkiraan dari dokter, tetap saja mereka tidak tahu, bisa lebih cepat atau mungkin sebaliknya. Pagi ini Astri tengah duduk di depan televisi, tak lupa di pangkuannya terdapat satu toples cemilan. Wanita berjilbab itu tengah asyik menonton televisi sembari memakan cemilan. Selang berapa menit Steven datang, pria itu menjatuhkan bobotnya di sebelah sang istri. "Sayang lihat tuh, tangan sama kaki, paha, muka udah bulat macam bola saja, tapi ngemil nggak mau berhenti." Steven menggelengkan kepalanya seraya tersenyum. "Biarin, soalnya enak, Mas," sahut Astri. Tiba-tiba
Seminggu telah berlalu, sejak kejadian di mana Vina datang untuk menuntut balas, sejak saat itu Steven semakin memperketat penjagaan di rumahnya. Ia tidak ingin sampai kejadian buruk menimpa istrinya itu, terlebih saat ini Astri tengah mengandung. "Mas keluar yuk, aku bosen di rumah terus. Hari ini kamu libur kan, Mas?" tanya Astri. Pagi ini mereka tengah duduk santai di ruang tengah. "Memangnya mau pergi ke mana, hem." Steven balik bertanya. "Nyari baju hamil, Mas. Baju yang ada di lemari udah nggak muat," sahut Astri. "Ya udah mandi dulu sana," titah Steven. "Ish aku kan udah mandi," sahut Astri. "Iya mandi kemarin, udah buruan sana," kata Steven. "Mandiin ya," sahut Astri. Seketika ia bangkit dan beranjak dari ruang tengah sebelum suaminya itu benar-benar menyetujui ucapannya itu. Setibanya di kamar, Astri bergegas masuk ke dalam kamar mandi, untuk membersihkan diri. Dua puluh menit kemudian, Astri keluar dengan memakai handuk kimono. Wanita hamil itu berjalan menuju lemari
Semua rahasia yang Irvan sembunyikan kini telah terbongkar, awalnya Irvan ingin tetap merahasiakan siapa dirinya sebenarnya. Namun ibunya terus mendesak, alhasil saudara kembar Wisnu mau mengaku juga. Ratna sempat syok mendengar hal itu, tetapi ia berusaha untuk menerima kenyataan itu. "Andai saja Wisnu masih ada di sini, mungkin kebahagiaan mama akan lebih lengkap. Tapi Wisnu sudah lebih dulu meninggalkan kita." Ratna mulai terisak, dengan cepat Irvan memenangkannya. Ia tidak ingin ibunya kembar depresi karena kepergian putranya yang selama ini bersamanya. "Sudah, Ma. Wisnu sekarang sudah tenang, walaupun Wisnu tidak bersama kita. Irvan yakin, Wisnu akan bahagia, jika melihat kita juga bahagia." Irvan mendekap erat tubuh ibunya, hal tersebut yang puluhan tahun Irvan rindukan. "Irvan, tolong jaga tinggalkan mama lagi, sudah cukup mama kehilangan Wisnu," pinta Ratna. "Mama tidak perlu khawatir, mulai sekarang Irvan yang akan menjaga, Mama." Irvan semakin mempererat dekapannya itu.
Satu bulan sudah sejak kejadian Astri diculik, sejak saat ini Steven lebih ketat lagi untuk menjaga istrinya itu. Terlebih Astri saat ini tengah mengandung, bahkan Steven rela mengeluarkan uang banyak untuk membayar bodyguard demi melindungi sang istri. Setelah kejadian itu juga, Ferdy membebaskan adiknya itu dari urusan kantor. Ferdy tidak ingin kejadian buruk itu kembali menimpa sang adik. Astri memang sangat beruntung memiliki kakak seperti Ferdy, dan ia juga beruntung memiliki suami seperti Steven. "Mas sarapannya sudah siap," ucap Astri seraya berjalan menghampiri suaminya yang sedang bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. "Iya sebentar lagi aku turun," sahut Steven. Setelah itu Astri memutuskan untuk turun terlebih dahulu. Selang beberapa menit, Steven turun, pria berkulit putih itu melangkahkan kakinya menghampiri sang istri yang telah menunggunya di meja makan. Melihat suaminya datang, Astri langsung menarik kursi untuk duduk suaminya itu. "Mau sarapan pakai apa, Mas?"
Astri mengerjapkan matanya, perlahan ia membuka matanya, setelah kelopak matanya terbuka sempurna. Astri terkejut saat melihat ke sekelilingnya yang terlihat menyeramkan. "Ya Allah aku ada di mana," gumamnya. Mata Astri terus menyapu setiap sudut ruangan tersebut. Gelap dan juga pengap. "Mas tolong aku," batin Astri. Berharap semoga ada yang segera menolongnya. Tiba-tiba saja pintu terbuka, seorang wanita berjalan masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum, lalu berjalan mendekat. "Siapa kamu, tolong lepaskan aku," ujar Astri yang memohon agar wanita itu mau melepaskan dirinya. Wanita itu menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap, sebelum kamu mendapatkan balasan yang setimpal dariku. Gara-gara kamu ayah dari anakku tiada."Astri diam mendengar hal itu. "Maksud kamu apa, aku tidak mengerti.""Apa kamu lupa dengan mantan suamimu yang tiada karena ulahmu itu," ujar wanita tersebut. Detik itu juga Astri diam. Mantan suami itu artinya mas Wisnu. "Maksud kamu, Mas Wisnu," sahut Astri."Dia a
Astri memundurkan langkahnya saat pria itu bangkit, rasa takut serta khawatir berubah menjadi satu. Pria itu yang tak lain adalah Irvan, kini berjalan semakin mendekat. "Si-siapa kamu." Ucapan Astri terbata-bata. "Kamu pasti sudah tahu siapa aku bukan." Irvan menatap mata indah Astri. Astri menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin, tidak mungkin orang yang sudah meninggal terus hidup lagi. Kamu pasti hanya orang iseng iya kan.""Hahaha, apa aku terlihat seperti orang iseng? Lihat wajahku baik-baik," ujar Irvan. Mata hitamnya terus menatap wajah wanita yang ada di hadapannya itu. "Astri sangat cantik, pantas saja Wisnu sangat mencintainya," batin Irvan, jujur ia terpesona oleh kecantikan Astri. "Ya Allah, tolong selamatkan aku dari orang yang berniat jahat padaku," batin Astri. "Rasanya aku tidak tega kalau harus melukainya," batin Irvan. "Kamu tidak perlu khawatir, aku tidak akan melukaimu, aku juga tidak akan menyakiti kamu. Justru aku akan melindungimu," ungkap Irvan. Detik it
Pria itu tersenyum lalu melenggang masuk ke dalam, sementara itu. Astri masih diam mematung, rasanya ia tidak percaya dengan yang baru saja dilihatnya. Menyadari akan pria itu, mata Astri berkeliaran mencarinya. Namun sosok pria yang ia temui sudah pergi. "Ya Allah, ini tidak mungkin. Pasti aku hanya salah lihat. Tidak mungkin orang yang sudah meninggal terus hidup lagi. Enggak mungkin, dia pasti hanya mirip saha." Astri terus beristighfar, ia berusaha untuk berpikir positif. "Tapi wajah dan senyumnya sangat mirip dengan, Mas Wisnu. Tapi ini tidak mungkin, aku hanya salah lihat." Astri melangkah pergi meninggalkan tempat tersebut, rasanya ia ingin segera sampai ke rumah. "Jalan, Pak. Langsung pulang saja," titah Astri pada supir pribadinya. "Baik, Nyonya." Mang Ujang mengangguk. Setelahnya mobil melaju meninggalkan pelataran rumah sakit. Dalam perjalanan pulang, Astri tidak henti-hentinya memikirkan kejadian tadi saat di rumah sakit. Sangat sulit untuk dimengerti, dan rasanya tid
Astri berteriak begitu kencang membuat Steven yang berada di kamar mandi panik. Ia keluar dan melihat jika istrinya tengah berteriak dengan mata yang masih terpejam. Dengan rasa panik Steven naik ke atas ranjang dan mencoba membangunkan sang istri. Steven menepuk pelan pipi Astri, bahkan digoncangkan tubuh istrinya agar cepat bangun.Seketika Astri terbangun dan terduduk dengan napas yang memburu. Seketika ia menghambur ke pelukan suaminya dengan tangis yang pecah. Steven membalas pelukan istrinya dengan erat, ia merasa jika Astri dalam ketakutan, entah apa yang terjadi. Steven semakin mempererat pelukannya, ia terus berusaha memberi ketenangan pada sang istri.Setelah cukup lama, Steven melepas pelukannya dan menangkup wajah sang istri. "Ada apa, hem? Apa kamu mimpi buruk.""Bayi aku." Astri memegangi perutnya, dengan air mata yang terus mengalir. "Ada apa?" tanya Steven dengan raut wajah khawatir.Astri kembali menghambur ke pelukan suaminya. "Aku mimpi kalau ... aku takut, Mas. Ak