Wisnu masih diam dengan seribu bahasa, terlalu syok saat tahu kebenarannya. Ia tidak menyangka jika istrinya diam-diam telah mengambil alih yang seharusnya menjadi miliknya. Wisnu tak ada hak secuil pun atas harta yang Astri miliki, karena semua itu adalah milik Astri, bukan Wisnu. "Kamu licik," desisnya. Astri mengernyitkan keningnya. "Apa aku tidak salah dengar, yang licik aku atau kamu, Mas.""Sudahlah, lagi pula wanita hamil tidak dianjurkan untuk mendonorkan darah. Jadi kamu percuma saja datang ke sini, Mas. Lebih baik kamu cari ke tempat lain," ungkap Astri. Detik itu juga Wisnu terdiam, apa yang istrinya itu katakan benar adanya, jika wanita hamil dilarang untuk melakukan donor darah. Wisnu menjatuhkan bobotnya di sofa, pria itu tampak mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku sudah mencarinya ke tempat lain. Tapi sampai sekarang belum ada yang cocok."Astri menghela napas. "Semoga cepat nemu ya, Mas. Kamu sudah makan atau belum? Kalau belum makan dulu.""Aku belum lapar, aku mau
Di rumah sakit dokter langsung menangani Astri, sayangnya bayi yang di dalam kandungan tidak bisa diselamatkan. Nadia ikut merasa sedih mendengar kabar itu, sebisa mungkin Nadia menguatkan adik iparnya itu. "Astri kamu yang sabar ya, semua ini pasti ada hikmahnya." Nadia memeluk tubuh Astri, tak lupa tangan kanannya mengusap punggung adik iparnya itu. "Sekarang sekarang pikirkan saja kesehatan kamu, setelah ini kakak akan membawamu ke luar negeri untuk melakukan operasi. Kakak serta mas Ferdy ingin wajahmu seperti semula," ungkap Nadia. "Tapi, Kak. Aku takut," sahut Astri, ia merasa takut jika operasinya gagal. Bukan bertambah cantik, justru malah semakin rusak. "Kamu tidak perlu takut, dokternya sudah berpengalaman, dan tidak bisa diragukan lagi. Dokternya itu teman mas Ferdy." Nadia terus membujuk serta memenangkan hati dan perasaan adik iparnya. "Sekarang kamu istirahat saja ya, biar badan kamu cepat pulih. Biar kita cepat terbang ke luar negeri." Nadia melepas pelukannya, dan
Wisnu berjalan menghampiri istrinya yang kini sedang bersama seorang pria. Dua kali sudah ia memergoki Lirna berada di hotel dan tentunya bersama seseorang pria. Kecurigaan Wisnu ternyata benar, jika istrinya itu bekerja sebagai wanita panggil*n. Awalnya Wisnu tidak percaya, kalau ia tidak membaca sendiri isi chat Lirna dengan beberapa pria. "Ternyata dugaanku selama ini benar, kalau kamu adalah wanita murahan yang dengan mudah mengobral kehormatan," ungkap Wisnu. Lirna terdiam sejenak. "Aku seperti juga karena kamu, aku pikir kamu itu laki-laki kaya yang banyak harta, tapi kenyataannya kamu laki-laki kere yang numpang hidup enak sama istri. Aku tidak mau hidup susah denganmu karena kekayaanmu itu sudah diambil oleh istrimu itu.""Aku juga tidak sudi punya istri yang kotor seperti kamu. Menyesal aku menikah denganmu, mulai detik ini juga, aku Wisnu Ardiansyah menjatuhkan talak untukmu Lirna Larasati. Sekarang kamu bukan lagi istriku lagi." Setelah mengatakan itu Wisnu beranjak pergi
Dengan terpaksa Wisnu keluar dari rumahnya itu, niat hati ingin ia jual agar bisa menikahi Vina, tapi belum sempat dijual rumah sudah disita. Terpaksa kini Wisnu tinggal di rumah ibunya, dari pada harus berurusan dengan polisi. "Vik, di kantor tempat suami kamu kerja ada lowongan nggak?" tanya Wisnu. "Nggak tahu, Kak. Nanti aku coba tanyakan, siapa tahu ada," jawab Vika. "Iya, bantu tuh kakak kamu. Oya mama minta uang ada nggak?" tanya Ratna. "Untuk apa, Ma. Bukannya kemarin baru Vika kasih," jawab Vika. "Udah mama pakai untuk shoping. Mama butuh untuk arisan, mama udah nggak ada uang," jelas Ratna. Vika nampak menghembuskan napasnya. "Mama jangan boros-boros dong, mas Aris gajiannya masih lama.""Jabatan suami kamu kan tinggi, pastinya gajinya gede," ujar Ratna. "Iya, Ma. Tapi kan untuk kebutuhan aku juga, memangnya berapa sih," sahut Vika. "Cuma dua juta saja," balas Ratna. "Nanti aku transfer, Ma. Jadi sekarang, Kakak sudah bercerai sama kak Lirna dan juga kak Astri?" tany
Plak, satu tamparan mendarat sempurna di pipi orang itu yang tak lain adalah Wisnu. Entah apa alasan pria itu sehingga rela meninggalkan acaranya demi sang mantan istri. Sementara itu, Astri kesal lantaran mantan suaminya itu hendak melakukan hal tak senonoh padanya. "Ingat, Mas. Kita sudah bercerai, jadi tolong jaga batasan," tegasnya. Wisnu menggeleng. " Aku tidak pernah menginginkan perceraian ini. Aku akan berjuang untuk mendapatkan kamu kembali."Astri menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap, aku cukup bahagia bisa lepas dari pria seperti kamu. Lebih baik sekarang kamu fokus saja pada calon istrimu itu."Wisnu hendak mencekal pergelangan tangan Astri, dengan cepat wanita itu menepisnya. "Berani kamu menyentuhku lagi. Aku akan berteriak biar mereka tahu kelakuan kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Astri bergegas pergi meninggalkan toilet, sementara itu Wisnu terlihat begitu kesal. Namun ia tidak akan menyerah begitu saja, Wisnu akan berusaha untuk bisa mendapat Astri
Wanita itu berjalan menghampiri Wisnu, sementara Wisnu semakin panik. Astri terus tersenyum saat melihat wanita itu terus mendekat, Ratna mendekati putranya, ia tidak tahu tentang wanita yang tiba-tiba datang. "Vina, mau apa dia ke sini," batin Wisnu. Rasanya panas dingin, ia khawatir jika Vina akan membuat masalah. "Selamat ya, Mas. Atas pernikahannya, semoga langgeng." Vina menjabat tangan Wisnu dan juga mempelai wanitanya. Wisnu diam tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, sementara Rosa hanya tersenyum seraya memperhatikan wanita yang usianya masih muda di hadapannya itu. Rosa merasa jika ada yang disembunyikan oleh Wisnu, pria yang baru saja menghalalkannya itu. "Dia siapa, Mas?" tanya Rosa dengan suara pelan. Sontak Wisnu terkejut mendengar pertanyaan yang Rosa lontarkan untuknya. "Dia .... ""Aku sepupunya, namaku Vina." Vina memotong ucapan Rosa. Sontak wanita itu menoleh ke arah Vina. "Kenapa Vina mengaku sebagai sepupu aku, apa rencana dia sebenarnya," batin Wisn
Wisnu masih bungkam, sementara Rosa terus menuntut agar suaminya itu mau berkata jujur. Wisnu menghembuskan napasnya, apa mungkin sekarang saatnya ia berkata jujur, tetapi ia takut jika Rosa akan marah padanya. "Ros." Wisnu meraih tangan istrinya uty, tetapi dengan kasar Rosa menepisnya."Jawab dulu pertanyaanku," ujar Rosa dengan tatapan mata yang tajam. Wisnu menghela napas. "Apa kamu akan percaya dan tidak akan marah dengan penjelasanku.""Lebih baik jujur, walaupun itu menyakitkan," sahut Rosa. "Baik, jika itu pilihan kamu. Aku akan mengatakan semuanya." Wisnu tidak ada pilihan lain lagi, selain berkata jujur. "Kami memang pernah menjalin hubungan yang cukup lama, dan Rafa adalah ... kami tidak sengaja melakukannya. Dan aku berniat untuk bertanggung jawab menikahinya, tapi Vina pergi entah ke mana. Dan setelah aku menikah dengan kamu, dia baru datang, itu sebabnya aku sempat syok saat melihatnya." Wisnu menghembuskan napasnya. "Untuk struk itu, memang aku yang memberikan uang
"Rosa kamu kenapa? Rosa bangun." Ratna menepuk-nepuk pipi menantunya itu. Seketika Rosa membuka mata dengan napas yang memburu."Rosa kamu baik-baik saja kan?" tanya Ratna dengan raut wajah khawatir. "Iya, Ma. Aku nggak apa-apa kok, cuma mimpi buruk aja," jawab Rosa. "Ya Allah ternyata aku hanya bermimpi, tapi kenapa seperti nyata," batin Rosa. "Makanya, ini tuh masih siang udah tidur," celetuknya. Seketika Rosa hanya diam. "Mama udah lama di sini?" tanya Rosa. "Lumayan, udah habis satu cangkir teh, eh kamu tidur nggak bangun-bangun," jawab Ratna. Yang seolah-olah tengah menyindirnya. "Maaf, Ma. Oya tumben, Mama ke sini ada apa." Rosa kembali bertanya. "Mama mau minta uang untuk beli perhiasan, temen-temen, mama pada mau beli perhiasan. Masa mama diem aja, malu dong sama mereka," jawab Ratna. Seketika Rosa menghela napas. "Perhiasan, Mama kan udah banyak, lagi pula untuk apa beli perhiasan .... ""Kamu tuh ya, bilang aja nggak mau ngasih. Tahu begini mending tadi mama langsung