Dengan terpaksa Wisnu keluar dari rumahnya itu, niat hati ingin ia jual agar bisa menikahi Vina, tapi belum sempat dijual rumah sudah disita. Terpaksa kini Wisnu tinggal di rumah ibunya, dari pada harus berurusan dengan polisi. "Vik, di kantor tempat suami kamu kerja ada lowongan nggak?" tanya Wisnu. "Nggak tahu, Kak. Nanti aku coba tanyakan, siapa tahu ada," jawab Vika. "Iya, bantu tuh kakak kamu. Oya mama minta uang ada nggak?" tanya Ratna. "Untuk apa, Ma. Bukannya kemarin baru Vika kasih," jawab Vika. "Udah mama pakai untuk shoping. Mama butuh untuk arisan, mama udah nggak ada uang," jelas Ratna. Vika nampak menghembuskan napasnya. "Mama jangan boros-boros dong, mas Aris gajiannya masih lama.""Jabatan suami kamu kan tinggi, pastinya gajinya gede," ujar Ratna. "Iya, Ma. Tapi kan untuk kebutuhan aku juga, memangnya berapa sih," sahut Vika. "Cuma dua juta saja," balas Ratna. "Nanti aku transfer, Ma. Jadi sekarang, Kakak sudah bercerai sama kak Lirna dan juga kak Astri?" tany
Plak, satu tamparan mendarat sempurna di pipi orang itu yang tak lain adalah Wisnu. Entah apa alasan pria itu sehingga rela meninggalkan acaranya demi sang mantan istri. Sementara itu, Astri kesal lantaran mantan suaminya itu hendak melakukan hal tak senonoh padanya. "Ingat, Mas. Kita sudah bercerai, jadi tolong jaga batasan," tegasnya. Wisnu menggeleng. " Aku tidak pernah menginginkan perceraian ini. Aku akan berjuang untuk mendapatkan kamu kembali."Astri menyunggingkan senyumnya. "Jangan harap, aku cukup bahagia bisa lepas dari pria seperti kamu. Lebih baik sekarang kamu fokus saja pada calon istrimu itu."Wisnu hendak mencekal pergelangan tangan Astri, dengan cepat wanita itu menepisnya. "Berani kamu menyentuhku lagi. Aku akan berteriak biar mereka tahu kelakuan kamu yang sebenarnya."Setelah mengatakan itu, Astri bergegas pergi meninggalkan toilet, sementara itu Wisnu terlihat begitu kesal. Namun ia tidak akan menyerah begitu saja, Wisnu akan berusaha untuk bisa mendapat Astri
Wanita itu berjalan menghampiri Wisnu, sementara Wisnu semakin panik. Astri terus tersenyum saat melihat wanita itu terus mendekat, Ratna mendekati putranya, ia tidak tahu tentang wanita yang tiba-tiba datang. "Vina, mau apa dia ke sini," batin Wisnu. Rasanya panas dingin, ia khawatir jika Vina akan membuat masalah. "Selamat ya, Mas. Atas pernikahannya, semoga langgeng." Vina menjabat tangan Wisnu dan juga mempelai wanitanya. Wisnu diam tanpa sepatah kata yang keluar dari mulutnya, sementara Rosa hanya tersenyum seraya memperhatikan wanita yang usianya masih muda di hadapannya itu. Rosa merasa jika ada yang disembunyikan oleh Wisnu, pria yang baru saja menghalalkannya itu. "Dia siapa, Mas?" tanya Rosa dengan suara pelan. Sontak Wisnu terkejut mendengar pertanyaan yang Rosa lontarkan untuknya. "Dia .... ""Aku sepupunya, namaku Vina." Vina memotong ucapan Rosa. Sontak wanita itu menoleh ke arah Vina. "Kenapa Vina mengaku sebagai sepupu aku, apa rencana dia sebenarnya," batin Wisn
Wisnu masih bungkam, sementara Rosa terus menuntut agar suaminya itu mau berkata jujur. Wisnu menghembuskan napasnya, apa mungkin sekarang saatnya ia berkata jujur, tetapi ia takut jika Rosa akan marah padanya. "Ros." Wisnu meraih tangan istrinya uty, tetapi dengan kasar Rosa menepisnya."Jawab dulu pertanyaanku," ujar Rosa dengan tatapan mata yang tajam. Wisnu menghela napas. "Apa kamu akan percaya dan tidak akan marah dengan penjelasanku.""Lebih baik jujur, walaupun itu menyakitkan," sahut Rosa. "Baik, jika itu pilihan kamu. Aku akan mengatakan semuanya." Wisnu tidak ada pilihan lain lagi, selain berkata jujur. "Kami memang pernah menjalin hubungan yang cukup lama, dan Rafa adalah ... kami tidak sengaja melakukannya. Dan aku berniat untuk bertanggung jawab menikahinya, tapi Vina pergi entah ke mana. Dan setelah aku menikah dengan kamu, dia baru datang, itu sebabnya aku sempat syok saat melihatnya." Wisnu menghembuskan napasnya. "Untuk struk itu, memang aku yang memberikan uang
"Rosa kamu kenapa? Rosa bangun." Ratna menepuk-nepuk pipi menantunya itu. Seketika Rosa membuka mata dengan napas yang memburu."Rosa kamu baik-baik saja kan?" tanya Ratna dengan raut wajah khawatir. "Iya, Ma. Aku nggak apa-apa kok, cuma mimpi buruk aja," jawab Rosa. "Ya Allah ternyata aku hanya bermimpi, tapi kenapa seperti nyata," batin Rosa. "Makanya, ini tuh masih siang udah tidur," celetuknya. Seketika Rosa hanya diam. "Mama udah lama di sini?" tanya Rosa. "Lumayan, udah habis satu cangkir teh, eh kamu tidur nggak bangun-bangun," jawab Ratna. Yang seolah-olah tengah menyindirnya. "Maaf, Ma. Oya tumben, Mama ke sini ada apa." Rosa kembali bertanya. "Mama mau minta uang untuk beli perhiasan, temen-temen, mama pada mau beli perhiasan. Masa mama diem aja, malu dong sama mereka," jawab Ratna. Seketika Rosa menghela napas. "Perhiasan, Mama kan udah banyak, lagi pula untuk apa beli perhiasan .... ""Kamu tuh ya, bilang aja nggak mau ngasih. Tahu begini mending tadi mama langsung
"Hey, apa yang kalian lakukan di sini, kalau mau berbuat mesum jangan di sini," ujar seorang satpam yang mendobrak pintu toilet tersebut. "Enggak, Pak. Dia yang berusaha untuk .... ""Dia yang memaksaku, Pak. Aku sudah bilang untuk tidak melakukannya di sini, tapi dia terus memaksa." Wisnu memotong ucapan Astri. Ucapan dustanya itu, membuat Astri emosi. "Fitnah, kamu jangan sembarangan ngomong ya. Aku bukan perempuan murahan, aku masih punya harga diri," ujar Astri yang sudah tersulut emosi. "Sudah, sudah, sekarang kalian ikut saya." Pak satpam membawa Wisnu serta Astri menuju sebuah ruangan. Mereka akan dimintai keterangan oleh pemilik restoran tersebut. "Demi Allah, Pak. Dia yang mau berbuat kurang ajar terhadap saya." Astri terus membela diri. "Bohong, Pak. Saya tidak akan melakukan hal itu, tapi dia yang terus memaksa." Wisnu terus menyudutkan Astri. "Astaghfirullah, kenapa mas Wisnu jadi seperti ini," batin Astri. Selang beberapa menit Steven datang, Astri yang melihatnya
Satu jam kemudian, polisi sudah datang, serta wartawan berdatangan. Steven yang mendengar hal itu, langsung meluncur ke kantor Astri, begitu juga dengan Ferdy. Sementara itu jenazah Wisnu sudah dibawa ke rumah sakit, setelah kejadian itu, dengan terpaksa kantor ditutup untuk sementara waktu. "Sudah, Sayang. Ini bukan salah kamu kok." Steven terus menenangkan istrinya yang masih menangis."Aku takut, Mas." Astri semakin terisak, sementara Steven terus berusaha untuk menenangkan hati serta pikiran sang istri. "Dasar pembunuh." Ratna berlari menghampiri Astri dan hendak menamparnya. Dengan sigap Steven mencekal pergelangan tangan Ratna. "Tolong anda jaga sikap, semua ini terjadi atas kesalahan putra anda sendiri," ujar Steven. "Saya tidak percaya, wanita ini penyebabnya." Ratna menunjuk ke arah Astri, sorot matanya penuh dengan amarah. "Silahkan anda lihat rekaman CCTV yang ada di ruangan istri saya. Setelah itu anda baru tahu siapa yang salah," jelasnya. Seketika Ratna diam, tetapi
Astri berteriak begitu kencang membuat Steven yang berada di kamar mandi panik. Ia keluar dan melihat jika istrinya tengah berteriak dengan mata yang masih terpejam. Dengan rasa panik Steven naik ke atas ranjang dan mencoba membangunkan sang istri. Steven menepuk pelan pipi Astri, bahkan digoncangkan tubuh istrinya agar cepat bangun.Seketika Astri terbangun dan terduduk dengan napas yang memburu. Seketika ia menghambur ke pelukan suaminya dengan tangis yang pecah. Steven membalas pelukan istrinya dengan erat, ia merasa jika Astri dalam ketakutan, entah apa yang terjadi. Steven semakin mempererat pelukannya, ia terus berusaha memberi ketenangan pada sang istri.Setelah cukup lama, Steven melepas pelukannya dan menangkup wajah sang istri. "Ada apa, hem? Apa kamu mimpi buruk.""Bayi aku." Astri memegangi perutnya, dengan air mata yang terus mengalir. "Ada apa?" tanya Steven dengan raut wajah khawatir.Astri kembali menghambur ke pelukan suaminya. "Aku mimpi kalau ... aku takut, Mas. Ak