Untuk apa ya??? Ada yang tau???
“Oh, itu. Fasilitas kantor, Sayang. Mas memang tidak menceritakan ini kepada kamu. Sebenarnya kamu bisa jalan-jalan ke kantor kalau ingin mengetahui apapun itu. Bagaimana? Pasti semua karyawan juga ingin tahu dan berkenalan dengan istri seorang Rafka bukan?!” Rafka berlagak sok tampan. Ia sengaja memamerkan diri sendiri kepada istrinya. Di dalam hati, Rania justru kebingungan. Karena kini ia malah bekerja di perusahaan lain. “Mungkin lain kali saja, Mas.” “Apakah kamu sudah lapar? Kita jalan-jalan yuk ke taman kota. Mas kangen kita berdua-duaan sambil mengobrol tentang masa depan. Pasti dia juga sangat senang.” Tangan Rafka mengelus perut istrinya dengan lembut. Sebenarnya ia sudah tidak sabar menjadi seorang papa. “Rania ingin kalau perginya naik motor, boleh? Permintaan calon debay,” bisik Rania di dekat telinga Rafka. “Tentu saja boleh, Sayang.” Lelaki itu segera menggenggam tangan istrinya. “Kamu duduk di sini dulu, ya? Mas cari kunci motornya dulu. Rasa-rasanya Mas lupa mele
Beberapa menit berlalu, Rizky telah kembali. Ia membawakan beberapa botol sekaligus. “Ini, Pak Rafka.” “Terima kasih Bu Eka. Botolnya saya bawa dulu, ya? Nanti pasti saya kembalikan.” Rafka menyerahkan selembar uang berwarna merah. “Wah, nggak ada kembaliannya Pak Rafka.” “Buat Rizky saja. Saya pamit dulu, Bu Eka. Kasihan istri saya sudah menunggu lama.” “Hati-hati, Pak Rafka.” Bu Eka senyum-senyum sendiri melihat kepergian Rafka. Suami Rania tersebut semakin mempercepat langkah kakinya. Ia langsung berjalan menuju motornya yang tengah menanti si pemilik. Melihat Rafka datang, Rania langsung berjalan menghampiri suaminya. Wanita itu terlihat sangat bahagia. “Sudah dapat, Mas?” tanya Rania antusias. “Sudah Sayangku, Cintaku, Kasihku, Belahan jiwaku.” Rafka berucap dengan sangat yakin. Tentu ia tidak ingin membuat sang istri kecewa. Rania mendekatkan wajahnya dan langsung mencium pipi kanan suaminya. “Makasih ya, Mas. Makin sayang dan cinta sama Mas Rafka.” Ra
“Itu, Mas. Rania maunya Mas Rafka elus-elus itu kepalanya Pak penjual cilok,” ungkap Rania polos. Rafka benar-benar terkejut mendengar penuturan dari Rania. Mana mungkin ia harus melakukan hal yang menurutnya memalukan. “Rania ... aku mohon. Minta hal yang lain saja, ya?” Rafka menyatukan kedua telapak tangannya. Memohon kepada istrinya agar mengubah permintaannya. “Ya sudah kalau Mas Rafka tidak mau.” Rania merajuk. Ia mengalihkan pandangannya sambil bersedekap dada dan berjalan menjauh dari suaminya. Rafka segera menyusul sang istri. Tidak mau jika Rania marah lagi. “Sayang ... itu kepala. Bukan semangka.” “Terus?!” jawab Rania sewot. “Kamu serius?” Rafka memastikan bahwa Rania hanya bercanda saja. Tanpa rasa berdosa Rania mengangguk sambil tersenyum dengah wajah yang penuh keimutan. Seolah dia senang Rafka melakukan hal yang sangat menyenangkan baginya. Rafka menarik nafas kuat-kuat. Lalu ia hembuskan dengan perlahan. “Baiklah. Mas akan melakukan apapun untukmu. Dan demi c
Keesokan harinya Rafka begitu bersemangat saat akan berangkat ke kantor. Rupanya semalam ia lupa memberitahukan tentang Nina kepada istrinya. Saking fokusnya berkelana dengan Rania menuju indahnya dunia yang mereka ciptakan sendiri. Rafka meminta sang istri membetulkan letak dasinya yang kurang rapi. “Mas Rafka masih ke rumah Nina lagi kah?” tanya Rania ingin tahu. Di dalam hatinya sedikit ragu apakah ia bisa pergi bekerja lagi atau tidak. Rafka pun refleks menepuk pelan keningnya. “Hari ini dan seterusnya Mas tidak akan menemui Nina lagi. Jadi kamu tidak perlu cemburu lagi, Sayang. Mas pasti akan pulang awal jika pekerjaan kantor telah selesai,” ungkap Rafka antusias. “Kok bisa, Mas? Mas Rafka serius?” tanya Rania lagi. “Dua rius malah. Maaf, kemarin mas lupa cerita. Jadi sebenarnya Nina telah membohongi semua orang. Dia hanya berpura-pura lupa ingatan agar bisa dekat denganku. Mas benar-benar kecewa dengan sikapnya.” Rania tampak terkejut mendengar penjelasan dari Rafka. Ia ti
“Mas Rafka?” ucap Rania lirih. Wanita itu merasa sangat bersalah. Tidak menyangka jika klien yang dimaksud Alvin adalah suaminya sendiri. Rafka terdiam terpaku di tempatnya. Rasanya seperti ada sesuatu yang menikah tubuhnya. Bibir itu terasa berat untuk memberikan sebuah pertanyaan dan protes kepada Rania. Seketika hal itu membuat Rania melirik ke arah Alvin. Ia benar-benar ingin marah kepada atasannya tersebut. Namunn apa yang terjadi? Lelaki itu terlihat sangat tenang di tempat duduknya. Seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Dan setelahnya ia berucap dengan santai. “Perkenalkan Pak Rafka. Dia adalah sekretaris saya untuk beberapa bulan ke depan. Bisa juga beberapa tahun atau mungkin selamanya.” Alvin sangat percaya diri mengatakan kalimat itu. Membuat Rafka naik pitam. “Silahkan duduk Rania,” perintah Alvin kemudian. “Terima kasih, Pak.” Rania terpaksa harus bersikap profesional di dekat atasannya. Namun di saat Rania sudah duduk, Rafka justru berdiri dari tempatnya. Lelak
“Ulurkan tanganmu atau mau aku gendong?” ucap lelaki itu di samping Rania. Bukannya Rania mengulurkan tangannya, ia malah menangis kencang. Membuang lelaki didekatnya itu kebingungan. Takut jika orang-orang di sana salah paham. “Rania apa yang kamu lakukan? Nanti semua orang bisa-bisa semua orang ke sini dan memukuliku. Rania tak menghiraukan ucapan lelaki itu. Ia tetap menangis hingga banyak bapak-bapak yang menghampirinya. “Apa-apaan ini, apa yang Bapak lakukan? Pasti Bapak mau melecehkan Mbak-MBak ini ya?” tudah para bapak-bapak itu penuh rasa percaya diri. “Ti–tidak, Bapak-Bapak. Saya bisa jelaskan semuanya. Dia adalah istri saya. Dan saya suaminya,” ungkap Rafka gelagapan. “Capek-capek datang ke sini buat belain, Ibu. Masak cuma diprank? Yang bener aja! Rugi dong!” ujar bapak itu kecewa. “Huuuuu....!!!!” Semua orang pun ikut bersorak. “Maaf, Bapak-Bapak. Istri saya sedang ngambek. Lagi hamil banyak nyidamnya.” Rafka menyatukan kedua telapak tangannya untuk meminta maaf kep
Keesokan harinya Rania bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Kali ini ia akan mandi setelah Rafka siap dengan pakaian kerjanya. Wanita itu terkejut saat tadi pagi melihat ponselnya dalam keadaan mati. Dan setelah berhasil menghidupkan handphone-nya kembali, banyak sekali pesan dari Alvin yang mengatakan bahwa dirinya sangat marah. “Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Rafka yang menyadari Rania hendak mengenakan pakaian kerja. “Alvin merah besar. Mas. Karena setelah makan siang kemarin aku tidak menghubunginya lagi,” ungkap Rania jujur. Jemari Rafka memainkan rambut istrinya. “Kamu tidak perlu khawatir. Semuanya sudah aku selesaikan tadi malam di rumah Alvin. Maaf, Mas ke sana nggak bilang-bilang. Karena kamu terlihat sangat lelah dan terlalu lelap tidurmu.” “Maaf ya, Mas.” “Kenapa harus minta maaf? Mulai hari ini kamu tidak perlu bekerja lagi. Mas akan mencarikan pekerjaan yang cocok untuk bidadariku.” “Tetapi Rania tidak mau bekerja di kantor Mas Rafka. Rania tidak mau merebut tempat
Rafka sedikit menundukkan kepalanya. Lelaki tampan itu mengenakan seragam cleaning service. Membuat semua orang di sana tampak tidak percaya. Tak terkecuali dengan Fariz dan Nadia. “Apa yang dikatakan Pak Alvin benar. Sekarang Beliau yang akan menggantikan posisi saya sebagai seorang CEO dan pemilik perusahaan ini selamanya.” “Pak Rafka apa yang terjadi?” tanya seorang karyawan yang bertahun-tahun setia mengabdi di perusahaan itu. Ia sudah merasa nyaman karena Rafka adalah pemimpin yang terbaik selama ini. Rafka hanya diam di tempatnya. Tak mampu lagi untuk menjelaskan semuanya. “Kalian tidak perlu menanyakan hal itu. Sekarang dia hanya seorang pekerja rendahan di perusahaan ini. Saya tidak yakin jika dia bisa melakukan tugasnya dengan baik.” Alvin berbicara sambil tertawa mengejek. Ia sangat puas bisa mempermalukan Rafka di depan semua orang. Rafka merasa sangat sakit hati. Ternyata Alvin sangatlah kejam. Lelaki itu mencengkeram kuat tangannya sendiri. “Kamu tidak perlu cemas, R