Apa yang terjadi dengan Riko??????????
Rafka tidak sabar lagi dalam menunggu. โAku harus segera ke sana, Paman.โ Ia segera berlari menghampiri Riko dan para lelaki itu. โTunggu, Rafka!โ teriak Delvin namun tak dihiraukan lagi oleh Rafka. โBenar-benar keras kepala anak itu.โ Delvin segera menghubungi Bayu agar tidak melanjutkan rencananya. Tidak ada gunanya lagi jika membawa Riko ke kamar hotel itu. โBerhenti!โ cegah Rafka kepada lelaki yang menyeret Riko agar membawanya masuk ke kamar hotel. โSiapa dia?!โ Lelaki itu memberikan sebuah kode kepada anak buahnya yang lain. Riko merasa terkejut melihat Rafka menghadangnya. Ia segera mencari cara untuk kabur dari sana. โHei, mau ke mana kamu?โ Dengan cepat tangan Rafka menarik lengan Riko. Hingga lelaki itu tidak berhasil kabur. โTolong, maafkan aku, Rafka. Biarkan aku pergi dari sini.โ Rafka masih menahan Riko agar tidak pergi. โSiapa mereka? Kamu mau menjual Aluna kepada mereka? Setelah semua yang kamu lakukan kepada gadis itu. Hah?!โ Rafka mencengkeram kerah baju mili
โApaan sih, Mas.โ Kedua pipi Rania bersemu merah. Dan semakin merona saat mendapatkan sebuah senyuman nakal dari Rafka. Tak ingin semakin dibuat malu oleh sang suami, ia segera mendorong tubuh Rafka dan melangkah cepat meninggalkan lelaki tampan itu seorang diri. Rania merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan. Rupanya Rafka masih sempat meninggalkan jejak merah pada leher jenjangnya yang putih bersih. Wanita itu segera menemui Delvin dan Resti di ruang tamu. โApakah ucapanku ada yang salah?โ tanya Rafka pada diri sendiri. Ia menepuk keningnya dengan keras karena lupa belum mencium perut sang istri yang kini tengah mengandung darah dagingnya. โEm ... sebelum Paman Delvin mengomel, aku harus segera menemuinya.โ Rafka ikut merapikan pakaiannya sambil senyum-senyum. Rasanya ingin sekali setiap detik menggoda Rania hingga puas. Wanita terlihat lebih cantik setelah dinyatakan hamil oleh pak dokter. โApakah memang seperti itu aura ibu hamil? Atau karena aku yang terlalu merindukann
โMas, lagi ngapain?โ tanya Rania yang tiba-tiba berada di belakang Rafka. โEh, ini. Ada telepon, Sayang.โ Rafka segera mematikan teleponnya. Takut jika Rania salah paham. โKok kaget gitu, mukanya.โ Rafka terdiam. Ia sedang memikirkan alasan yang tepat. โYa sudah, nggak pa-pa. Ayo kita makan malam. Semuanya sudah siap itu. Tinggal nungguin Mas saja, belum ikut bergabung sejak tadi.โ โKamu benar, Sayang.โ Rafka segera meletakkan tangannya pada pinggang sang istri dan mengajaknya bergabung dengan yang lain. โApanya yang benar, Mas?โ โYa, itu tadi. Karena ada telepon dari sekretaris di kantor. Ada masalah sedikit.โ โMalam-malam Nadia telepon?โ tanya Rania penuh selidik. Sedikit was-was jika Rafka berbohong. Belum sempat Rafka menjawab, Rosita datang. Wanita paruh baya itu sudah tidak sabar ingin makan malam bersama mereka berdua. Anak dan menantunya. โKalian sibuk bahas apa, sih? Ayo, buruan. Nanti Delvin keburu ngomel-ngomel lagi.โ Rosita keceplosan. Ia melihat ke arah Rania.
โAda apa, Mas?โ tanya Rania yang mengetahui perubahan raut wajah suaminya. โIni kenapa ada di sini?โ jawab Rafka balik bertanya. โRania juga tidak tahu, Mas. Aku pikir Mas Rafka yang meletakkannya di situ. Atau mungkin milik Aluna?โ terka Rania kemudian. โBisa jadi.โ โMemangnya kenapa sih, Mas? Apa yang terjadi?โ Rania mengambil majalah itu dan membukanya sendiri. Ternyata ada nama Rafka terpampang jelas pada halaman pertama. Klien yang waktu itu ada janji temu dengan Rafka mengatakan sikap yang tidak baik tentang Rafka karena waktu itu Rafka tidak hadir dan tidak memberikan penjelasan apapun. Tentu saja berita itu akan berimbas kepada para kolega yang lainnya. Baru memikirkannya saja Rafka sudah khawatir. Hingga detik berikutnya handphone milik Rafka berbunyi berkali-kali. Banyak email yang masuk mengatakan ingin memutus kerjasama secara tiba-tiba. Banyak yang merasa rugi disebabkan berita yang beredar. โTidak mungkin,โ lirih Rafka. โMengapa mereka bisa percaya begitu saja?โ Ra
โYa, benar. Jangan pernah mengajakku ke klub malam lagi. Apalagi sampai mabuk. Bisa tamat riwayatku,โ bisik Rafka bernada serius. Mereka saling pandang sesaat. Kemudian sama-sama tertawa cukup keras. โEm, tapi Riz. Kamu tidak ikut bergabung dengan perusahaan papa Nina? Kamu โkan menantunya?โ tanya Rafka ingin tahu. Fariz terdiam cukup lama. Sepertinya ada yang ia sembunyikan. โSebenarnya aku dan Nina batal menikah di sana.โAkhirnya Fariz mengatakan hal itu kepada Rafka. Ia tak bisa jika harus berlama-lama menyembunyikan masalahnya. Rafka cukup terkejut mendengar penuturan Fariz. Dan di saat itu terdengar ada suara benda terjatauh. Mereka berdua segera menatap ke arah seorang perempuan yang sejak tadi sepertinya mencuri dengar pembicaraan Rafka dengan Fariz. Ternyata wanita itu adalah Nadia. Ia terlihat salah tingkah kemudian mengambil ponselnya yang terjatuh. Wanita itu buru-buru pergi. โLihatlah, Nadia. Sepertinya dia menyimpan perasaan kepadamu,โ goda Rafka kepada Fariz. Rafka
Rafka mempercepat langkah kakinya. Hatinya tetap menyimpan rasa cemburu meski dengan kakaknya sendiri yang telah meninggal dunia. โAku harus memastikan sendiri jika Rania tidak seperti yang aku pikirkan.โ Akhirnya lelaki tampan itu telah tiba di rooftop rumahnya. Pemandangan malam hari yang sangat indah. Tetapi tidak dengan perasaan Rafka sendiri. Meski capek ia tetap lebih merisaukan istrinya. โSayang ...,โ panggil Rafka bersemangat. Ia melihat sang istri sedang duduk berdua dengan Bi Murni. Sepertinya mereka sudah terlihat akrab dan nyaman untuk saling bercerita. Membuat Rafka merasa bersalah karena mengganggu aktivitas mereka dan sempat berpikir yang tidak-tidak kepada Rania. Mendengar namanya dipanggil, Rania segera menoleh ke araf Rafka dan berjalan menghampirinya. Wanita langsung menyunggingkan sebuah senyuman indahnya. โMas Rafka sudang pulang? Biar aku siapkan air panas buat mandi, ya?โ Rania berucap dengan lembut. โMakasih, Sayang.โ Lelaki itu mengecup singkat kening ist
Mendengar pertanyaan dari Rafka justru membuat Rania semakin menangis kencang. Bahkan wanita itu tidak tahu mengapa hatinya bisa selemah itu. โSayang ....โ Rafka segera mengubah posisinya menjadi duduk. Kemudian berdiri dan berjalan memutari ranjang besar kamar itu. Ia merasa menyesal telah menyakiti perasaan istrinya. Rasa cemburunya kini berubah menjadi rasa khawatir yang sangat besar. Apalagi ia tahu jika Rania tengah hamil muda. Kedua tangan Rafka menangkup wajah sang istri lalu mengecup bibirnya dan melahapnya dengan rakus. Setelah Rania merasa tenang, Rafka menghentikan aktivitasnya. Lalu membawa tubuh sang istri ke dalam dekapan hangatnya. โMaafkan aku, Rania. Maafkan aku.โ Rafka semakin memeluk Rania erat-erat. Seakan takut kehilangannya. Tetapi wanita itu justru mendorong tubuhnya karena merasakan sesak. โSudah, Mas. Tubuhku sakit.โ Rafka langsung merenggangkan pelukannya. โAda apa, Sayang. Apanya yang sakit?โ Rafka mengecek seluruh tubuh sang istri. Memastikan bahwa se
Lelaki itu segera pergi meninggalkan Rafka. Rania mendekati sang suami seraya bertanya, โAda apa Mas? Siapa dia? Kenapa menatapku seperti itu?โ Rafka memejamkan kedua matanya sejenak. โSepertinya dia tertarik padamu, Sayang. Aku tidak akan pernah membiarkan hal itu.โ โKalau begitu aku di rumah saja. Aku tidak mau kemana-mana lagi, Mas. Aku takut.โ Lelaki tampan itu segera memeluk tubuh Rania. โKamu tenang, ya? Aku akan selalu menjaga dan melindungimu.โ Rania mengangguk. Ia merasa beruntung memiliki suami yang selalu siap sedia memasang badan untuknya. โOh, ya. Tadi katanya ada yang mau ketemu?โ Rania mencoba mengingatkan. Rafka lalu mengedarkan pandangannya. Jemarinya menunjuk ke arah seorang lelaki yang telah menunggu kedatangan mereka. โItu dia di sana.โ โAyo, Mas.โ Rania merangkul lengan sang suami kemudian segera mengajaknya menemui lelaki itu. Ia ingin urusannya cepat selesai dan segera pulang ke rumah. Rupanya lelaki itu adalah Fariz. Dan dia datang bersama Nina. Namu
Malam itu langit di atas rumah megah Rania dan Rafka penuh dengan bintang-bintang. Udara segar musim semi membawa aroma bunga yang mekar di taman mereka. Di dalam rumah suasana begitu tenang. Setelah anak bungsu merekaโRafael berangkat kuliah ke luar negeri, rumah terasa lebih sepi. Namun kebersamaan mereka tetap hangat. Rania duduk di ruang keluarga. Ia sedang membaca buku favoritnya di bawah cahaya lampu yang lembut. Rafka yang baru saja pulang dari kantor, berjalan masuk dengan senyum lelah namun penuh cinta di wajahnya. Melihat istrinya yang tenang ia merasa bahagia meski suasana rumah kini lebih sunyi. โRania, aku sudah pulang,โ ucap Rafka lembut sambil meletakkan tas kerjanya di meja. Rania mengangkat wajahnya dari buku dan tersenyum hangat. โSelamat datang, Sayang. Bagaimana hari ini?โ tanya Rania sambil menutup bukunya dan berdiri untuk menyambut suaminya. Rafka merangkul Rania dengan lembut. Lalu mencium keningnya dengan penuh kasih. โHari yang panjang, tapi semua
Di pagi yang cerah. Sinar matahari menyusup lembut melalui jendela rumah sakit, menciptakan nuansa hangat dan damai di ruangan bersalin. Di luar burung-burung berkicau riang menyambut datangnya hari baru. Namun di dalam ruangan itu, suasana penuh dengan ketegangan dan harapan. Alsha dengan wajah yang berpeluh tengah berjuang melahirkan buah hati yang dinantikan. Dito berdiri di samping Alsha. Ia menggenggam erat tangan sang istri. Lelaki tampan itu memberikan dukungan tanpa henti. Wajah Dito tampak cemas. Namun ia merasakan kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan. โKamu bisa, Alsha. Aku ada di sini bersamamu,โ bisiknya dengan suara lembut dan penuh kasih. Dengan napas yang terengah-engah, Alsha menguatkan diri. Setiap kontraksi membawa rasa sakit yang luar biasa, namun juga mendekatkannya pada momen yang paling dinantikan dalam hidupnya. Wajahnya menegang, tetapi ada kilauan tekad di matanya. โSedikit lagi, Bu Alsha. Sedikit lagi,โ ucap dokter dengan nada tenang dan men
Pagi itu matahari baru saja terbit dan sinarnya yang lembut menembus jendela kamar Alma dan Marco. Suara burung berkicau di luar rumah memberikan kesan damai dan menenangkan. Namun pagi itu terasa berbeda bagi Alma. Dia terbangun dengan perasaan yang aneh. Sesuatu yang tidak biasa. Alma mencoba mengabaikannya, tapi gejala-gejala yang dia rasakan semakin nyata. Alma duduk di tepi ranjang, memegang perutnya yang terasa aneh. Pusing, mual, dan perasaan lelah yang luar biasa menyelimuti dirinya. Ia mengingat kembali beberapa hari terakhir, mencoba mencari penjelasan. โMungkinkah?โ pikir Alma, hatinya berdebar-debar dengan harapan sekaligus kecemasan. Marco yang berada di dapur, sedang menyiapkan sarapan. Dia memperhatikan Alma yang keluar dari kamar dengan wajah pucat. โKamu baik-baik saja, Alma?โ tanya Marco dengan nada khawatir. Alma mencoba tersenyum. โAku merasa sedikit tidak enak badan. Mungkin aku butuh istirahat lebih,โ jawabnya sambil mencoba menyembunyikan kekhawati
Beberapa hari telah berlalu. Alsha memilih menyendiri di sebuah hotel kecil yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota. Ia membutuhkan waktu untuk merenung dan menenangkan hatinya yang kacau. Kamar hotel itu sederhana, tapi cukup nyaman untuk menjadi tempat perlindungan sementara. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela memberikan sedikit kehangatan di dalam ruangan yang sunyi itu. Di tepi ranjang Alsha duduk dengan tatapan kosong. Ia merenungkan semua yang telah terjadi. Di dalam hatinya ada campuran antara rasa sakit, kebingungan, dan ketidakpastian. Gadis itu mengelus perutnya yang masih rata. Membayangkan bayi yang sedang tumbuh di dalamnya. Bayangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian membuatnya merasa sendirian. Ketukan lembut di pintu mengagetkannya dari lamunan. Dengan perlahan dan hati-hati Alsha bangkit lalu membuka pintu. Di sana berdiri seorang lelaki suruhan papanya yang akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian Alsha setelah berhari
Hari pernikahan yang dinanti-nanti pun tiba. Karena sebuah kesepakatan akhirnya pernikahan dilaksanakan di rumah Rania dan Rafka. Taman rumah yang luas telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah, dipenuhi dengan hiasan bunga-bunga berwarna pastel dan lilin-lilin yang memberikan cahaya hangat. Sebuah tenda besar dihiasi kain putih dan pita emas menjulang di tengah-tengah taman. Menambah kesan elegan dan mewah. Marco, Alma, dan Dito sudah berkumpul bersama keluarga dan tamu undangan. Semuanya terlihat anggun dalam balutan busana pernikahan yang memukau. Pak penghulu telah datang dan bersiap untuk memulai prosesi ijab kabul. Namun di antara keramaian dan kegembiraan itu ada satu hal yang mengganjal. โKe mana Alsha?โ tanya Rania dengan cemas. Ia memandang sekeliling mencari putrinya. โTadi katanya ke toilet sebentar,โ jawab Alma dengan sedikit gugup. Gadis itu mencoba menenangkan ibunya. Marco mulai merasa cemas. โAku akan mencarinya,โ ucapnya seraya bergegas menuju
Tanpa terasa hari pernikahan semakin dekat. Segala persiapan sudah selesai. Malam sebelum pernikahan, Alsha duduk sendirian di balkon apartemen. Ia merenung tentang semua yang telah terjadi. Angin malam yang sejuk mengusap wajahnya, membawa kedamaian yang sementara. Tiba-tiba pintu balkon terbuka dan Alma ke luar. โHei!โ Alma menyapa sambil mendekati Alsha. โKenapa kamu di sini sendirian?โ โAlsha hanya merenung, Kak. Besok adalah hari besar kita,โ jawab Alsha dengan senyum tipis. โIya, besok kita akan memulai babak baru dalam hidup kita. Kamu sudah siap?โ tanya Alma dengan lembut. โSejujurnya, Alsha sedikit gugup. Tapi Alsha yakin ini adalah langkah yang benar,โ jawab Alsha kemudian. โSemua akan baik-baik saja, Alsha!โ Alma berbicara dengan yakin sambil merangkul kembarannya itu. Mereka duduk bersama dalam keheningan sejenak. Menikmati kebersamaan yang tenang di malam yang penuh bintang. Suara kota yang jauh terdengar seperti bisikan lembut, memberikan latar belakang yang m
โNgapain di sini sendirian, Alsha?โ Suara itu milik Marco yang tampak khawatir melihatnya. Alsha menghela napas lega meskipun masih ada sedikit rasa takut yang tertinggal. โKok kamu tahu aku di sini, Marco?โ tanyanya dengan suara yang masih bergetar. Marco tersenyum tipis. Ia mencoba menenangkan Alsha. โAku khawatir padamu. Saat aku ke apartemen dan tidak menemukanmu, aku memutuskan untuk mencarimu. Aku ingat kamu pernah bercerita tentang tempat ini, jadi aku datang ke sini.โ Alsha mengangguk, merasa sedikit tenang dengan kehadiran Marco. โAku hanya butuh waktu sendirian untuk berpikir. Tapi aku takut Marco. Aku merasa tadi ada yang mengikutiku.โ โApakah kamu yakin?โ Marco segera membawa tubuh Alsha ke dalam dekapannya. โKamu tidak perlu takut. Ada aku di sini untukmu.โ Alsha tak menolak meski ia tidak membalas pelukan Marco. Hatinya masih belum bisa sepenuhnya menerima Marco. โTerima kasih, Marco. Aku hanya merasa gugup menjelang pernikahan kita.โ Marco mengangguk mengerti. โ
โTidak. Aku tidak peduli.โ Alsha berusaha untuk mengabaikan pesan tersebut. Ia juga memblokir nomor baru yang masuk. Berapapun banyaknya nomor itu Alsha tidak akan peduli. Setelah merasa cukup tenang, Alsha segera memejamkan kedua matanya. Pagi harinya Alsha menjalani kehidupan seperti biasanya. Ia mencoba menghilangkan segala kegelisahan hati dengan rajin memasak. Gadis itu juga memilih untuk bekerja online dari ponselnya. Sebenarnya Marco tidak melarang jika setelah menikah nanti Alsha akan bekerja, tetapi lelaki itu akan sangat bahagia jika Alsha lebih fokus melayani sang suami saja. Tanpa terasa hari-hari berlalu dengan cepat. Persiapan pernikahan berjalan lancar. Namun, sebuah pertemuan tak terduga terjadi beberapa hari sebelum pernikahan. Alsha sedang berada di kafe dekat apartemen, menunggu Alma yang sedang membeli beberapa keperluan. Ketika ia sedang menikmati kopi, seseorang mendekatinya. โAlsha?โ Suara yang familiar itu membuatnya mendongak. Di hadapannya berdiri Dito
Pagi itu Alsha bangun lebih awal dari biasanya. Ia merasa lega bisa berkumpul kembali bersama orang tuanya setelah sekian lama. Aroma harum dari dapur menyambutnya saat dia keluar dari kamar. Saat memasuki ruang makan, dia melihat Rania, Rafka, dan adik laki-lakinyaโRafael sudah duduk di meja. โSelamat pagi Sayang,โ sapa Rania sambil tersenyum hangat. โSarapan sudah siap. Duduklah, kita sarapan bersama.โ Alsha duduk di kursinya dan merasa nostalgia yang mendalam. Sudah lama sejak terakhir kali mereka semua berkumpul untuk sarapan seperti ini. Meja penuh dengan makanan favoritnya. Nasi goreng, telur dadar, dan berbagai macam lauk pauk. โSelamat pagi, Kak Alsha,โ sapa Rafael yang duduk di sebelahnya. โAkhirnya kita bisa sarapan bareng.โ Alsha tersenyum dan merangkul adik laki-lakinya. โSelamat pagi, Rafa. Bagaimana sekolahmu?โ โBaik, Kak. Sedikit sibuk dengan tugas-tugas, tapi semuanya lancar,โ balas Rafael sambil mengambil sepotong roti. Rafka tersenyum bangga. โRafa i